Anda di halaman 1dari 12

Senin, 03 Oktober 2016

LAPORAN PBL MODUL 1 SKENARIO 1


KUNING

Di Susun Oleh:

Nama : Muh Rivai A


Stambuk : 14 777 002
Pembimbing : dr. Andi Wahyudi P, Sp.PD

Fakultas Kedokteran
Universitas Alkhairat Palu
2016 - 2017
BAB 1

Skenario

Seorang laki-laki 23 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan utama kulit dan mata
berwarna kuning. Keadaan tersebut dialami sejak 1 minggu lalu disertai keluhan demam, badan
terasa lemas, mual, tidak nafsu makan, dan rasa sakit pada perut sebelah kanan. Tiga hari
terakhir ia mengalami gatal-gatal dan buang air kecil yang berwarna seperti teh. Penderita
sudah berobat ke Puskesmas namun belum ada perbaikan.

Kata Kunci

1. Laki-laki 23 Tahun
2. Kulit dan mata kuning sejak 1 minggu yang lalu
3. Demam, lemas, mual, tidak nafsu makan, sakit perut sebelah kanan
4. Tiga hari terakhir ia mengalami gatal-gatal dan BAK berwarna seperti teh
5. Pengobatan belum ada perbaikan

Pertanyaan

1. Jelaskan anatomi, fisiologi sistem terkait ?


2. Penyakit-penyakit yang menyebabkan Ikterus ?
3. Jelaskan metabolisme Bilirubin ?
4. Etiologi Ikterus ?
5. Mengapa pengobatan tidak berhasil ?
6. Jelaskan mekanisme Ikterus ?
7. Jelaskan pemeriksaan penunjang apa saja yang dibutuhkan ?
8. Mengapa pasien gatal-gatal ?
Jawaban

1. Anatomi Hepar
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya akan persediaan
darah (Sloane, 2004). Beratnya 1200-1800 gram, dengan permukaan atas terletak
bersentuhan dibawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan diatas organ-
organ abdomen. Batas atas hepar sejajar dengan ruang interkosta V kanan dan batas
bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati
berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta
hepatis (Amirudin, 2009)

Fisiologi Hati
Fungsi utama hati yaitu :
a. Untuk metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Bergantung kepada kebutuhan
tubuh, ketiganya dapat saling dibentuk.
b. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe) serta vitamin yang
larut dalam lemak (vitamin A,D,E, dan K), glikogen dan berbagai racun yang tidak
dapat dikeluarkan dari tubuh (contohnya : pestisida DDT).
c. Untuk detoksifikasi dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi
toksin dan obat.
d. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit yang sudah tua atau rusak.
e. Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi
dan absorbsi lemak.
2. - Pre Hepatik :
a. Anemia Hemolitik
b. Anemia Defisiensi G6DP
c. Sindrom Gilbert
d. Thalasemia
- Intra Hepatik :
a. Hepatitis (A, B, C, D, E, G)
b. Sirosis Hepatis
c. Sindrom Crigler Najjar
d. Leptospirosis
e. Sindrom Gilbert
f. Abses Hati
g. Drug Induced Hepatis
- Post Hepaatik :
a. Cholelithiasis
b. Tumor Kaput Pancreas
c. Pancreatitis
d. Karsinoma Ductus Choledocus
e. Kolangitis
3. Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin
berasal dari katabolisme protein, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan
25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti
mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin meliputi
pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan
ekskresi bilirubin.
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dengan bantuan enzim heme
oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain.
Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim
biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada
pH normal bersifat tidak laru.
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan
ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan albumin
serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar.
Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik.
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin
akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel
membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein
ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak
terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut
dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan
kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung
empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces. Setelah
berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi,
kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-
glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna
dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.
4. - Pre Hepatik :
a. Pembentukan Biirubin
b. Transport Plasma
- Intra Hepatik :
a. Liver Uptake
b. Konjugasi
- Post Hepatik :
a. Eksresi Bilirubin
5. Pengobatannya tidak berhasil kemungkinan akibat tidak kooperatifnya pasien dalam
meminum obat, ataupun bisa juga di akibatkan dosis yang tidak tepat, dan bisa juga
akibat obat yang sudah resisten.
6. Ada empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus, yaitu :
a. Pembentukan bilirubin yang berlebihan
b. Gangguan pengambilan bilirubin tak berkonjugasi oleh hati
c. Gangguan konjugasi bilirubin
d. Penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik
dan ekstrahepatik yang bersifat fungsional atau di sebabkan obstruksi mekanisme
7. - Pemeriksaan Lab
- Pemeriksaan Radiologi
8. Keadaan ini di akibatkan adanya penimbulan ketidakseimbangan antara uptake dan
eksresi dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi akan terus
menumpuk dalam sel hati yang akan menyebabkan reflux ke pembuluh darah sehingga
akan bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama sclera kadang di sertai gatal
dan air kencing seperti the pekat akibat partikel bilirubin direk berukuran kecil sehingga
dapat masuk ke ginjal dan di eksresikan melalui urin.
BAB 2

Definisi
Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Dikatakan akut apabila
inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama kurang dari 6
bulan, dan kronis apabila hepatitis yang tetap bertahan selama lebih dari 6 bulan. Keadaan
kronis pada anak-anak lebih sukar dirumuskan karena perjalanan penyakitnya lebih ringan
daripada orang dewasa.

Etiologi
Infeksi virus hepatitis B (HBV) sebelumnya dinamai “hepatitis serum” disebabkan oleh virus
kelompok hepadnavirus. Virus tersebut mengandung DNA.

Epidemiologi
Hepatitis B adalah penyakit infeksi virus hati yang menurut perkembangannya apabila tidak
ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi sirosis hati, karsinoma hepatoseluler bahkan
tidak jarang menyebabkan kematian. Menurut WHO, sedikitnya 350 juta penderita carrier
hepatitis B terdapat di seluruh dunia, 75%-nya berada di Asia Pasifik. Diperkirakan setiap
tahunnya terdapat 2 juta pasien meninggal karena hepatitis B. Hepatitis B mencakup 1/3 kasus
pada anak. Indonesia termasuk negara endemik hepatitis B dengan jumlah yang terjangkit
antara 2,5% hingga 36,17% dari total jumlah penduduk (Rizal E.M, 2009). Ramai pembawa virus
hepatitis B tidak mengetahui implikasi penyakit ini, dan mempunyai persepsi yang berbeda-
beda. Dalam penelitian terhadap 320 penduduk Kamboja Amerika, median skor tingkat
pengetahuan mereka adalah hanya 4.8 daripada maksimal 12(Taylor VM, 2005). Dalam
penelitian yang hamper sama terhadap 147 wanita Cina Kanada, responden hanya menjawab
6,9 dari 12 soalan yang benar (Thompson MJ, 2004).
Masa inkubasi
Pada umumnya infeksi virus hepatitis B terjadi lebih lambat dibandingkan dengan infeksi
virus hepatitis A. Hepatitis B cencerung relatif lebih ringan pada bayi dan anak-anak serta
mungkin tidak diketahui. Beberapa penderita infeksi terutama neonatus akan menjadi karier
kronis. Masa inkubasi hepatitis B dimulai sejak pemaparan hingga awitan ikterus selama 2 – 5
bulan. Pada penyakit ini tidak terdapat prevalensi yang berhubungan dengan musim (Hetti,
2009).

Penularan
Kontak dengan penderita melalui parenteral yang berasal dari produk-produk darah secara
intravena, kontak seksual, dan perinatal secara vertikel (dari ibu kejanin). Ada beberapa hal
yang dapat menyebabkan virus hepatitis menular yaitu secara vertikal dan horisontal. Secara
vertikal, cara penularan vertikal terjadi dari Ibu yang mengidap virus hepatitis B kepada
bayiyang dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan manakala secara
horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk
jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama serta
hubungan seksual dengan penderita.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemui dan didukung oleh pemeriksaan
laboratorium. Riwayat ikterus pada para kontak keluarga, kawan-kawan sekolah, pusat
perawatan bayi, teman-teman atau perjalanan ke daerah endemi dapat memberikan petunjuk
tentang diagnosis. Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang
disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg
positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses
nekroinflamasi kronis hati.
Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi.
Sedangkan hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN).
Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi,
biokimiawi dan histologi. Secara serologi pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan
evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA.
Adanya HBsAg dalam serum merupakan petanda serologis infeksi hepatitis B. Titer HBsAg
yang masih positif lebih dari 6 bulan menunjukkan infeksi hepatitis kronis. Munculnya antibodi
terhadap HBsAg (anti HBs) menunjukkan imunitas dan atau penyembuhan proses infeksi.
Adanya HBeAg dalam serum mengind ikasikan ada nya replikasi akt if virus di dalam hepatosit.
Titer HBeAg berkorelasi dengan kadar HBV DNA.
Namun tidak adanya HBeAg (negatif) bukan berarti tidak adanya replikasi virus, keadaan ini
dapat dijumpai pada penderita terinfeksi HBV yang mengalami mutasi (precore atau core
mutant). Penelitian menunjukkan bahwa pada seseorang HBeAg negatif ternyata memiliki HBV
DNA >10 copies/ml. Pasien hepatitis kronis B dengan HBeAg negatif yang banyak terjadi di Asia
dan Mediteranea umumnya mempunyai kadar HBV DNA lebih rendah (berkisar 10-10
copies/ml) dibandingkan dengan tipe HBeAg positif. Pada jenis ini meskipun HBeAg negatif,
remisi dan prognosis relatif jelek, sehingga perlu diterapi.
Secara serologi infeksi hepatitis persisten dibagi menjadi hepatitis B kronis dan keadaan
carrier HBsAg inaktif. Yang membedakan keduanya adalah titer HBV DNA, derajat
nekroinflamasi dan adanya serokonversi HBeAg. Sedangkan hepatitis kronis B sendiri dibedakan
berdasarkan HBeAg, yaitu hepatitis B kronis dengan HBeAg positif dan hepatitis B kronis dengan
HBeAg negative.
HBeAg positif. Pada jenis ini meskipun HBeAg negatif, remisi dan prognosis relatif jelek,
sehingga perlu diterapi. Secara serologi infeksi hepatitis persisten dibagi menjadi hepatitis B
kronis dan keadaan carrier HBsAg inaktif. Yang membedakan keduanya adalah titer HBV DNA,
derajat nekroinflamasi dan adanya serok onversi HBeAg. Sedangkan hepatitis kronis B sendiri
dibedakan berdasarkan HBeAg, yaitu hepatitis B kronis dengan HBeAg positif dan hepatitis B
kronis dengan HBeAg negatif.
Pemeriksaan virologi untuk mengukur jumlah HBV DNA serum sangat penting karena dapat
menggambarkan tingkat replikasi virus. Ada beberapa persoalan berkaitan dengan pemeriksaan
kadar HBV DNA. Pertama, metode yang digunakan untuk mengukur kadar HBV DNA. Saat ini
ada beberapa jenis pemeriksaan HBV DNA, yaitu : branched DNA, hybrid capture, liquid
hybridization dan PCR. Dalam penelitian, umumnya titer HBV DNA diukur menggunakan
amplifikasi, seperti misalnya PCR, karena dapat mengukur sampai 100-1000 copies/ml. Ke dua,
beberapa pasien dengan hepatitis B kronis memiliki kadar HBV DNA fluktuatif. Ke tiga,
penentuan ambang batas kadar HBV DNA yang mencerminkan tingkat progresifitas penyakit
hati. Salah satu kepentingan lain penentuan kadar HBV DNA adalah untuk membedakan antara
carrier hepatitis inaktif dengan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif : kadar<10 copies/ml
lebih menunjukkan carrier hepatitis inaktif. Saat ini telah disepakati bahwa kadar HBV DNA>10
copies/ml merupakan batas penentuan untuk hepatitis B kronis.
Salah satu pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah
kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktifitas nekroinflamasi. Oleh
karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien
dengan kadar ALT yang meningkat menunjukkan proses nekroinflamasi lebih berat
dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi
yang kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal
dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan
proses nekroinflamasi aktif.
Tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan
diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen anti viral. Ukuran spesimen
biopsi yang representatif adalah 1-3 cm (ukuran panjang) dan 1, 2-2 mm (ukuran diameter) baik
menggunakan jarum Menghini atau Tru-cut. Salah satu metode penilaian biopsi yang sering
digunakan adalah dengan Histologic Activity Index score.
Pada setiap pasien dengan infeksi HBV perlu dilakukan evaluasi awal. Pada pasien dengan
HBeAg positif dan HBV DNA > 10 copies/ml dan kadar ALT normal yang belum mendapatkan
terapi antiviral perlu dilakukan pemeriksaan ALT berkala dan skrining terhadap risiko KHS, jika
perlu dilakukan biopsi hati. Sedangkan bagi pasien dengan keadaan carrier HBsAg inakt if perlu
dilakukan pemantauan kadar ALT dan HBV DNA (Suharjo J.B, 2006).
Gambaran klinis
Sebelum timbulnya ikterus biasanya didahului oleh suatu masa prodormal seperti malaise,
anoreksia, dan sering gejala gastrointestinalis, disertai nyeri perut atas. Pemeriksaan
laboratorium menunjukan hiperbilirubinemia, kenaikan kadar transaminase serum. Pada tes
serologis didapatkan HBsAg (+), Ig M Anti HBc (+). Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk
serologis, manifestasi klinis hepatitis B
dibagi 2 yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem
imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh kropes.
Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu :
a. Hepatitis B akut yang khas
b. Hepatit is Fulminan
c. Hepatitis Subklinik

2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem
imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan
terjadi koeksistensi dengan VHB.

Pengobatan Hepatitis B Kronis


Tujuan terapi hepatitis B kronis adalah untuk mengeliminasi secara bermakna replikasi VHB
dan mencegah progresi penyakit hati menjadi sirosis yang berpotensial menuju gagal hati, dan
mencegah karsinoma hepatoselular. Sasaran pengobatan adalah menurunkan kadar HBV DNA
serendah mungkin, serokonversi HBeAg dan normalisasi kadar ALT (Suharjo J.B., 2006).
Vaksinasi Hepatitis B
Kini tersedia IG HBV titer tinggi (HBIG). Sebaiknya diberikan 0,05 ml/kg HBIG secepatnya
pada individu yang dimasuki darah yang terkontaminasi HBsAG. Jenis vaksin untuk hepatitis B
yaitu Inaktivated viral vaccine (IVV) : vaksin rekombinan dan plasma derived. Diberikan dengan
dosis 0,5 cc/dosis secara SC/IM. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg negatif mendapat ½
dosis anak vaksin rekombinan dan 1 dosis anak vaksin plasma derived. Dosis kedua harus
diberikan 1 bulan atau lebih setelah dosis pertama.
Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif mendapat 0,5 cc HBIG dalam waktu 12 jam
setelah lahir dan 1 dosis anak vaksin rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived pada
tempat suntikan yang berlainan. Dosis kedua direkomendasikan pada umur 1 – 2 bulan dan
ketiga 6 – 7 bulan atau bersama dengan vaksin campak pada umur 9 bulan. Boster diberikan 5
tahun kemudian. Kontra indikasi pada anak dengan defisiensi imun (mut lak). Efek samping
berupa reaksi lokal ringan dan demam sedang 24 – 48 jam (Dick G,1992)

Anda mungkin juga menyukai