Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus di
wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagai mana di
maksudkan dalam pembangunan UUD 1945 melalui pembangunan Nasional
yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari
pembangunan Nasional bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan
termasuk keadaan gizi masyarakat dan penyediaan obat-obatan di Apotek
dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup serta kecerdasan dan
kesejahteraan pada umumnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh
apoteker. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian
juga meliputi dalam pengadaan sediaan farmasi, produksi sediaan farmasi,
distribusi atau penyaluran sediaan farmasi, dan pelayanan dalam sediaan
farmasi.
Usaha apotek merupakan suatu kombinasi dari usaha pengabdian
profesi farmasi, usaha social dan usaha dagang yang masing-masing aspek
ini tidak dapat di pisah-pisahkan satu dengan lainnya dari usaha apotek.
Apotek sendiri merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang
melakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi pada
masyarakat. Segala peraturan yang mengatur mengenai apotek baik yang
tertuang dalam peraturan Mentri Kesehatan maupun Undang-Undang
selengkapnya akan dibahas pada makalah ini.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Apotek?
2. Apa saja persyaratan apotek?
3. Apa saja persyaratan pengelola apotek?
4. Apa saja tugas dan fungsi apotek?
5. Bagaimana cara permohonan perizinan apotek?
6. Bagaimana pencabutan Izin Apotek dilakukan?

1.3. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian apotek
2. Mahasiswa dapat mengetahui persyaratan apotek
3. Mahasiswa dapat mengetahui persyaratan pengelola apotek
4. Mahasiswa dapat mengetahui tugas dan fungsi apotek
5. Mahasiswa dapat mengetahui cara permohonan izin apotek
6. Mahasiswa dapat mengetahui proses perncabutan izin apotek dilakukan

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/Menkes/Per/X/1993, Apotik adalah suatu tempat, tertentu tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada
masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh
apoteker. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian
juga meliputi dalam pengadaan sediaan farmasi, produksi sediaan farmasi,
distribusi atau penyaluran sediaan farmasi, dan pelayanan dalam sediaan
farmasi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No.1027/MenKes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apotek merupakan sarana
pelayanan kesehatan masyarakat yang wajib menyediakan, menyimpan dan
menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik. Pelayanan
kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker di apotek merupakan bentuk
pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam melakukan
pekerjaan kefarmasiannya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Apotek merupakan satu diantara sarana pelayanan kesehatan
masyarakat yang diatur dalam:
a. Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

3
c. Undang-undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
d. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
f. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker,
yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan
No.184/MENKES/PER/II/1995.
g. Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP
No.26 Tahun 1965 mengenai Apotek.
h. Peraturan Menteri Kesehatan No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
i. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/
SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
j. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek.
2.2. Persyaratan Apotek
Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin
Apoteker (SIA). Surat Izin Apoteker (SIA) adalah surat yang diberikan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker
yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan
pelayanan apotek disuatu tempat tertentu. Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan
bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah:
a. Untuk mendapat izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap

4
dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan
farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar
sediaan farmasi
Persyaratan lain yang harus diperhatikan untuk mendirikan suatu
apotek, antara lain:
a. Tenaga Kerja/Personalia Apotek
Menurut Permenkes No. 889 tahun 2011, Tenaga Kefarmasian
adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpat jabatan Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga
yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian
yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi
dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/MENKES/SK/X/2002, personil apotek terdiri dari:
1. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah
memiliki Surat Izin Apotek (SIA). Apoteker Pendamping adalah
Apoteker yang bekerja di Apotek di samping APA dan atau
menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek.
2. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama
APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus-
menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak
sebagai APA di Apotek lain.
3. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.

5
Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung
kegiatan di apotek terdiri dari:
1. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan Asisten
Apoteker.
2. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat
penerimaan dan pengeluaran uang.
3. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi
apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan
keuangan apotek.
b. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian
bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
1. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian;
2. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian;
3. SIK bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran (7).
Untuk memperoleh SIPA sesuai dengan PP RI No. 51 tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang Apoteker harus memiliki
Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). STRA ini dapat diperoleh jika
seorang apoteker memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki Ijazah Apoteker
2. Memiliki sertifikat kompentensi apoteker
3. Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah dan janji apoteker.
4. Surat sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai surat izin
praktek
5. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan etika profesi.
c. Lokasi
Menurut PerMenKes RI No. 922/MenKes/PER/X/1993, lokasi
apotek tidak lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek

6
lain dan sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan
kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi, namun
sebaiknya harus mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan
pelayanan, jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan,
lingkungan yang higienis, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat
banyak dengan kendaraan dan faktor-faktor lainnya.
d. Bangunan dan kelengkapannya
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.922/Menkes/Per/X/1993, luas apotek tidak diatur lagi, namun harus
memenuhi persyaratan teknis, sehingga kelancaran pelaksanaan tugas
dan fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin
(10). Persyaratan teknis apotek adalah bangunan apotek setidaknya terdiri
dari:
1. Ruang tunggu pasien
2. Ruang peracikan dan penyerahan obat
3. Ruang administrasi
4. Ruang penyimpanan obat
5. Ruang tempat pencucian alat
6. Kamar kecil (WC).
Selain itu bangunan apotek harus dilengkapi dengan:
1. Sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan
2. Penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas
dan fungsi apotek
3. Alat pemadam kebakaran minimal dua buah yang masih berfungsi
dengan baik.
4. Ventilasi dan sistem sanitasi yang memenuhi persyaratan hygiene
lainnya.
5. Papan nama apotek, yang memuat nama apotek, nama APA, nomor
Surat Izin Apotek (SIA), alamat apotek dan nomor telpon apotek (bila
ada). Papan nama apotek dibuat dengan ukuran minimal panjang 60

7
cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam diatas dasar putih dengan tinggi
huruf minimal 5 cm dan tebal 5 cm.
e. Perlengkapan apotek
Perlengkapan yang wajib dimiliki oleh apotek adalah:
1. Alat pembuatan, pengelolaan, peracikan obat, seperti: timbangan,
mortir, gelas piala dan sebagainya.
2. Wadah untuk bahan pengemas dan bahan pembungkus, seperti: etiket,
wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat.
3. Perlengkapan dan tempat penyimpanan perbekalan farmasi seperti
lemari dan rak untuk penyimpanan obat, lemari pendingin, lemari
untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika.
4. Alat administrasi seperti blanko pemesanan obat, kartu stok obat,
faktur, nota penjualan, salinan resep, alat tulis dan sebagainya.
5. Pustaka, seperti Farmakope edisi terbaru dan kumpulan peraturan
perundang-undangan serta buku-buku penunjang lain yang
berhubungan dengan apotek.
2.3. Persyaratan Pengelola Apotek
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/Menkes/Per/X/1993, Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotik harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
b. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker.
c. Memiliki Surat izin Kerja dari Menteri.
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya, sebagai Apoteker
e. Tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker
Pengelola Apotik di Apotik iain.
2.4. Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan PP RI No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek, tugas dan fungsi
apotek adalah:

8
a. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan.
b. Sebagai sarana farmasi tempat dilakukannya kegiatan peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sebagai sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan
obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
d. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya
kepada tenaga kesehatan lain dan masyarakat, termasuk pengamatan dan
pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat
2.5. Permohonan Perizinan Apotek
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian
bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud berupa:
a. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian.
b. SIPA bagi apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian.
c. SIK bagi apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran, atau
d. SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas
kefarmasian. Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian
berupa puskesmas dapat menjadi apoteker pendamping di luar jam kerja.
SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. SIKTTK dapat diberikan untuk
paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian. SIPA, SIK, atau SITTK
dapat dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat
pekerjaan kefarmasian dilakukan. SIPA, SIK, atau SIKTTK masih tetap
berlaku sepanjang STRA/STRTTK masih berlaku dan tempat

9
praktek/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPA, SIK, atau
SIKTTK.
Dalam mendirikan apotek, apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek
(SIA) yaitu surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana
apotek untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang
pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota (Dinkes Kabupaten/Kota). Kepala Dinkes
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan
izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada
Menteri Kesehatan dan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Selanjutnya, Kepala Dinas Kesehatan wajib melaporkan kepada Badan
Pengawasan Obat dan Makanan. Sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek adalah:
1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam)
hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis
kepada Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan (Balai POM) untuk
melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek untuk melakukan
kegiatan.
3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan
setempat.
4. Dalam hal pemeriksaaan tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat
membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas

10
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Propinsi.
5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
pemeriksaan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
mengeluarkan SIA.
6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari
kerja mengeluarkan Surat Penundaan.
7. Dalam Surat Penundaan, Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka
waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
8. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi
persyaratan Apoteker Pengelola Apotek dan atau persyaratan apotek, atau
lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-
lambatnya dua belas hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan
disertai dengan alasan-alasannya.
Bila Apoteker menggunakan sarana milik pihak lain, yaitu
mengadakan kerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek, maka harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Pengguna sarana yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerja
sama antara apoteker dan pemilik sarana.
2. Pemilik sarana yang dimaksud, harus memenuhi persyaratan tidak pernah
terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat
sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.
2.6. Pencabutan Izin Apotek
Setiap apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut
surat izin apotek apabila:

11
a. Apoteker yang sudah tidak memenuhi ketentuan atau persyaratan sebagai
apoteker pengelola apotek.
b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan, menyimpan
dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan terjamin
keabsahannya serta tidak memenuhi kewajiban dalam memusnahkan
perbekalan farmasi yang tidak dapat digunakan lagi atau dilarang
digunakan dan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan
obat paten.
c. Apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2
tahun secara terus-menerus.
d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan
mengenai narkotika, obat keras, psikotropika serta ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
e. Surat izin kerja apoteker pengelola apotek dicabut.
f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-
undangan dibidang obat.
g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.
Pelaksanaan pencabutan izin apotek dapat dilaksanakan setelah
dikeluarkannya:
a. Peringatan tertulis kepada apoteker pengelola apotek sebanyak 3 kali
berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek.
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah
membuktikan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Hal ini dilakukan setelah Kepala Balai POM setempat
melakukan pemeriksaan.
Keputusan pencabutan surat izin apotek dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan/Kota disampaikan langsung kepada apoteker pengelola apotek
dengan tembusan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat serta Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat.

12
Apabila surat izin apotek dicabut, apoteker pengelola apotek atau apoteker
pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan
tersebut dilakukan dengan tata cara sebgai berikut:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras
tertentu dan obat lainnya dan seluruh resep yang tersisa di apotek.
b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.
Apoteker pengelola apotek wajib melaporkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota atau petugas yang diberi wewenang tentang
penghentian kegiatan disertai laporan inventaris yang dimaksud di atas.

13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, apotek
merupakan suatu tempat, tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian
dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Dalam menjalankan
suatu apotek memiliki persyaratan-persyaratan tertentu yang harus
diperhatikan karena diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu
persyaratan pengelola apotek juga telah diatur dalam peraturan
perundangan-undangan yang telah disebutkan sebelumnya. Sewaktu-waktu
izin apotek dapat dicabut karena sudah tidak sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan pemerintah atau sudah terjadi pelanggaran-pelanggaran yang
mengakibatkan sanksi pencabutan izin apotek tersebut.
3.2. Saran
Diharapkan agar mahasiswa pembaca dapat memahami serta
memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan pembuatan
makalah dimasa yang akan datang

14

Anda mungkin juga menyukai