Disusun Oleh:
ESHA PUTRININGTYAS SETIAWAN
J510170106
Pembimbing:
Dr. ASNA ROSIDA Sp.PD.
CASE REPORT
“SEORANG PEREMPUAN USIA 61 TAHUN DENGAN ARTRITIS
REUMATOID”
Oleh :
Pembimbing:
Dr. Asna Rosida, Sp.PD. (..........................................)
Dipresentasikan dihadapan:
Dr. Asna Rosida, Sp.PD. (..........................................)
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. S
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Usia : 61 tahun
d. Pekerjaan : Swasta
e. Alamat : Ponorogo
f. Tanggal MRS : 09 Januari 2018
g. Tanggal Pemeriksaan : 11 Januari 2018
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Nyeri dan kaku pada lutut kanan, pergelangan kaki, pergelangan tangan
dan jari-jari tangan kanan dan kiri.
E. Anamnesis Sistem
A. Status Generalis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Kepala
- Normocephal
- Leher : Pembesaran KGB (-/-)
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Pemeriksaan Thoraks Paru
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, gerak napas tertinggal (-)
- Palpasi : Fremitus di seluruh lapang dada (+)
- Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), Wh (-/-)
Pemeriksaan Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
6
180 20 – 200
kolestrol total
42 40 – 200
HDL – Kolestrol
111 <130
LDL – Kolestrol
22.40 10 – 50
Ureum
0.89 0.6 - 1.3
Creatinin
4.3 2.5 - 7.0
Asam Urat
8
18 1 – 37
SGOT
12 1 – 40
SGPT
10 0 – 30
Gamma GT
54 30 – 120
Alkali fosfatase
5.0 6.2 - 8.5
Protein total
3.1 3.5 - 5.3
Albumin
2.0 1.5 - 3.0.
Globulin
0.40 0.2 - 1.2
Bilirubin total
0.19 0 - 0.5
Bilirubin Direk
Negatif Negatif
HBsAg Kualitatif
5. Pemeriksaan EKG
9
Tampak normal
Nyeri dan kaku Nyeri dan kaku Artritis X-ray inf. PZ 20 TTV
teraba hangat.
Rom terbatas oleh
nyeri.
Pada regio
genu . Rom
terbatas oleh
nyeri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Artritis Reumatoid
Sedangkan, di Jerman sekitar sepertiga orang menderita nyeri sendi kronik mulai dari
usia 20 tahun dan juga seperduanya berusia 40 tahun. Satu dari penyebab utama nyeri
yang timbul, dengan konsekuensi yang serius, merupakan RA . RA adalah penyakit
inflamasi reumatik yang paling sering dengan prevalensi 0,5% sampai 0,8% pada
populasi dewasa. Insidensinya meningkat seiring usia, 25 hingga 30 orang dewasa per
12
100.000 pria dewasa dan 50 hingga 60 per 100.000 wanita dewasa. Studi RA di Negara
Amerika Latin dan Afrika menunjukkan predominansi angka kejadian pada wanita
lebih besar dari pada laki-laki, dengan rasio 6-8:1.
Di Cina, Indonesia dan Filipina prevalensinya kurang dari 0,4% baik didaerah
urban ataupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan
prevalensi RA sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban. Sedangkan
penelitian yang dilakukan di Malang pada penduduk berusai diatas 40 tahun
mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,5% didaerah kotamadya dan 0,6% didaerah
kabupaten. Di poliklinik reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus
baru RA merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru pada tahun 2000 dan pada periode
januari s/d juni 2007 didapatkan sebanyak 203 kasus RA dari jumlah seluruh
kunjungan sebanyak 12.346 orang (15,1%). Prevalensi RA lebih banyak ditemukan
pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada
semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade
keempat dan kelima .
Dari data presurvey di Dinas Kesehatan Provinsi Lampung didapatkan bahwa penyakit
RA menjadi salah satu dari 10 penyakit terbesar sejak tahun 2011. Pada presurvey ini
dilakukan pengamatan data sejak tahun 2007 sampai dengan 2012. RA muncul pada
tahun 2011 menempati urutan kedelapan dengan angka diagnosa sebanyak 17.671
kasus (5,24%) dan naik ke urutan keempat pada tahun 2012 dengan 50.671 kasus
(7,85%).
13
Dan dari profil kesehatan di dinas kesehatan sejak tahun 2007-2011 didapatkan
penyakit RA muncul menjadi salah satu dari 10 penyakit terbesar di kota Bandar
Lampung pada tahun 2009 di urutan keempat dengan presentase sebesar 5,99%, tahun
2010 menjadi urutan ketiga sebesar 7,2% dan tahun 2011 pada urutan keempat dengan
presentasi sebesar 7,11% .
Di poliklinik penyakit dalam untuk pasien rawat jalan di RSUD Abdoel Meoloek, pada
presurvey yang telah dilakukan peneliti pada tahun 2012 periode Januari-Desember
terjadi 1.060 kasus.
a. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki angka
kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%.
c. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang
(host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya penyakit
RA .
d. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon
terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog.
Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali
14
epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa menyebabkan terjadinya
reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis .
Arthritis rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu
rentan setelah respon imun terhadap antigen pemicu yang tidak diketahui. Agen
pemicunya adalah bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi atau mirip
sendi secara antigenik. Biasanya respon antibody awal terhadap mikroorganisme
diperantarai oleh IgG. Walaupn respon ini berhasil menghancurkan mikroorganisme,
individu yang mengalami AR mulai membentuk antibody lain, biasanya oleh IgM atau
IgG, terhadap antibody IgG awal. Antibody yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri
ini disebut faktor rheumatoid (Rheumatoid factor/ RF). RF menetap di kapsul sendi
sehingga menyebabkan inflamasi kronis kerusakan jaringan .
Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari artritis reumatoid dari
American Rheumatism Association tahun 1987
Kriteria Definisi
1. Kekakuan pagi Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar sendi,
3. Artritis pada sendi Setidaknya satu sendi bengkak pada pergelangan tangan,
tangan sendi MCP atau sendi PIP
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada sistem musculoskeletal meliputi:
7. Diagnosis banding
Gambaran Artritis Osteoartritis
Gout
Radiologi Reumatoid
Menurun di Baik
Mineralisasi Baik
periartrikular
Kadang-kadang Tidak
Kalsifikasi Tidak
pada tophi
Baik hingga Menyempit
Celah sendi Menyempit
menyempit
Punched out Ya, pada
Erosi Tidak dengan garis intraartikular
sklerotik
Menjalar ke tepi Ya
Produksi tulang Tidak
korteks
Bilateral, Bilateral, simetri
Simetri Asimetri
simetri
Kaki,
Proksimal ke Distal ke proksimal
Lokasi pergelangan kaki,
distal
tangan dan siku
24
Seagull appearance
Karakteristik yang Pembentukan pada sendi
Poliartrikular
membedakan kristal interfalangeal
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan
peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta
mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan
yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan – jutuan itu meliputi pendidikan,
istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat – obatan. Pengobatan dapat
dimulai secara lebih dini. Klien harus diterangkan mengenai penyakitnya dan diberikan
dukungan psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi inflamasi harus
ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas dicegah dengan obat antiinflamasi
nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan terbimbing.
kemasyarakatan, dan orang – orang lain yang juga menderita Artritis reumatoid, serta
keluarga mereka.
Istirahat adalah penting karena Artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah
yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari, tetapi ada masa –
masa dimana klien marasa keadaannya lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa
tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat. Disamping itu latihan – latihan
spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup
gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan
sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu diberikan
sebelum latihan, dan mandi parafin dengan suhu. Contoh-contoh obat yang dapat
diberikan :
NSAIDs
Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri
dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah
ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek samping
yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu yang lama.
Kortikosteroid
Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metilprednisolon dapat
mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka
pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi
dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping
yang serius.
Obat remitif (DMARD)
Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu
diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan
melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk
dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, leflunomide dan
garam emas.
9.Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid
drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada
arthritis reumatoid.
26
9.Prognosis
Beberapa tampakan klinis pada pasien artritis reumatoid nampaknya
memiliki nilai prognostik. Remisi dari aktivitas penyakit cenderung lebih
banyak terjadi pada tahun pertama. Jika aktivitas penyakit berlangsung lebih
dari satu tahun biasanya prognosis buruk. Wanita kulit putih cenderung
memiliki sinovitis yang lebih persisten dan lebih erosif dibanding pria.
Harapan hidup rata-rata orang dengan artritis reumatoid memendek 3-7 tahun
dari orang normal. Peningkatan angka mortalitas tampaknya terbatas pada
pasien dengan penyakit sendi yang lebih berat, sehubungan dengan infeksi dan
perdarahan gasrointestinal. Faktor yang dihubungkan dengan kematian dini
mencakup disabilitas, durasi dan tingkat keparahan penyakit, penggunaan
glukokortikoid, umur onset, serta rendahnya status sosio-ekonomi dan
pendidikan.
27
BAB III
PEMBAHASAN
Pada saat dilakukan anamnesis pasien mengeluh nyeri dan kaku pada lutut kanan,
pergelangan kaki, pergelangan tangan dan jari jari tangan kanan dan kiri. Nyeri
dirasakan pada pagi hari. Organ yang di curigai dari gejala tersebut adalah ekstremitas
baik regio manus, carpalis, genu. Nyeri ini di sebabkan oleh proses inflamasi pada
celah sendi synovial dan cairan persendian menyebabkan gejala nyeri pada sendi dan
pembengkakan. Hal ini merupakan akibat dari pelepasan prostaglandin dan leukotrien
dari sel polymorphonuclear. Penghancuran tulang rawan dan tulang disebabkan oleh
adanya inflammatory proteinases dan prostanoids yang diaktifkan oleh limfosit dan
monosit. Kekakuan dirasakan pada pagi hari disebabkan imobilisasi pasien saat tidur,
sehingga otot tendo mengalami pemendekan. Sehingga memerlukan waktu untuk
mengembalikan otot dan tendo seperti normal. Pada pasien arthritis rheumatoid waktu
yang diperlukan lebih lama, yaitu sekitar 1-2 sebab diserti beratnya inflamasi sehingga
mengurangi pergerakan sendi baik aktif maupun pasif. Kekakuan pada sendi
disebabkan karena pannus menumpuk pada kartilago yang menghambat proses difusi,
nutrisi dikartilago.sehingga rusak dan terjadi kekakuan sendi.
Pada pemeriksaan fisik pada regio manus terdapat oedem, nyeri tekan didigiti
III-V MCP, deformitas, nyeri saat di gerakan , ROM terbatas oleh nyeri. Untuk regio
carpalis dan regio genu nyeri saat digerakan, ROM terbatas oleh nyeri.
Oedem sendi yang terjadi dikarenakan proses inflmasi disertai membran synovial
menebal sehingga menyebabkan bengkak pada sendi dan perubahan warna kulit (kulit
memerah). Deformitas pada jari yang terjadi dikarenakan proses peradangan yang lama
akan menyebabkan kelemahan dari jaringan lunak disertai pula dengan subluksasi
falang proksimal sehingga menyebabkan deviasi jari-jari tangan kearah ulnar (ulnar
aeviation) .
Diagnosis pada pasien ini menurut criteria for the classification of rheumatoid
atrthritis american rheumatoid association didapatkan hasil 4 dari 7 kriteria yang
menunjukan pasien menderita rheumatoid atrtritis.
Terapi pada pasien ini meliputi Ketorolac yang merupakan obat dengan fungsi
mengatasi nyeri sedang hingga nyeri berat untuk sementara. Ketorolac
adalah golongan obat nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) yang bekerja
dengan memblok produksi substansi alami tubuh yang menyebabkan inflamasi. Efek
ini membantu mengurangi bengkak, nyeri, atau demam. Dosis yang dianjurkan .
Golongan kortikosteroid diberikan seperti Dexametason, prednison dan
metilprednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan
28
sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun
bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek
samping yang serius.
Diberikan Obat remitif (DMARD) untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena
itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan
melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk
dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, leflunomide dan garam
emas.
29
DAFTAR PUSTAKA
Lipsky, Peter E. Rheumatoid Arthritis. In: Kasper LK, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL, editors. Harrison’s Principles of Internal
Medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.1968-76
Kent PD and Matteson EL, editors. Clinical Feature and Differential Diagnosis. In:
St.Clair EW, Pisetsky DS, and haynes BF, editors. Rheumatoid Arthritis 1 st ed. New
York: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.11-23
Snaith, Michael L. ABC of Rheumatology 3rd ed. London: BMJ Books; 2004.p.50-5
Coote A and Haslam P, editors. Crash Course Rheumatology and Orthopaedics 1st ed.
New York : Mosby; 2004.p.51-9
Waugh A and Grand A, editors. Rose and Wilson Anatomy and Physiology in Health
and Illness 9th ed. Edinburg: Churchill Livingstone; 2001.p.414-5
30
Cothran Jr RL and Matinez S, editors. Radiographic Findings. In: St.Clair EW, Pisetsky
DS, and haynes BF, editors. Rheumatoid Arthritis 1st ed. New York: Lippincott
Williams & Wilkins; 2004.p.80-9
31
32