Anda di halaman 1dari 2

Tekanan Barometer di Berbagai Ketinggian

Tabel 43-1 menunjukkan nilai perkiraan tekanan barometer dan tekanan oksigen
di berbagai ketinggian. Dari situ terlihat bahwa pada ketinggian permukaan laut, tekanan
barometer adalah 760 mm Hg; pada ketinggian 10.000 kaki hanya 523 mm Hg; dan pada
50.000 kaki, 87 mm Hg. Penurunan tekanan barometer ini merupakan penyebab dasar
semua persoalan hipoksia pada fisiologi tempat-tinggi, karena seiring terjadinya
penurunan tekanan barometer akan terjadi juga penurunan tekanan parsial oksigen (Po2)
secara proporsional, sehingga tekanan oksigen selalu tetap dari waktu ke waktu, yaitu
sedikitnya 21 persen dari tekanan barometer total; pada ketinggian permukaan laut, Po2,
bernilai sekitar 159 mm Hg, tetapi pada ketinggian 50.000 kaki Po2 hanya 18 mm Hg.

Karbon Dioksida dan Uap Air Menurunkan Oksigen Alveolar. Di tempat tinggi
pun karbon dioksida terus-menerus diekskresi dari darah paru ke alveoli. Demikian pula
dengan air yang menguap ke dalam udara inspirasi dari permukaan alat pernapasan.
Kedua gas ini akan mengencerkan oksigen di dalam alveoli, sehingga menurunkan kadar
oksigen. Tekanan uap air di dalam alveoli tetap pada 47 mm Hg selama suhu tubuh
normal, tidak bergantung pada ketinggian.
Lain halnya dengan karbon dioksida, selama berada di tempat yang sangat tinggi,
Pco2 alveolar turun dari 40 mm Hg (nilai di permukaan laut) ke nilai lebih rendah. Pada
seseorang yang teraklimatisasi, yang ventilasinya meningkat sampai lima kali
lipat, terjadi penurunan Pco2, sekitar 7 mm Hg akibat peningkatan pernapasan.
Sekarang mari kita lihat bagaimana tekanan kedua gas tersebut memengaruhi
oksigen alveolar. Sebagai contoh, katakanlah bahwa tekanan barometer turun dari nilai
normal di permukaan laut sebesar 760 mm Hg menjadi 253 mm Hg, yang merupakan
nilai yang biasa terukur di Puncak Gunung Everest pada ketinggian 29.028 kaki. Empat
puluh tujuh mm Hg dari nilai ini tentunya uap air, dan sisanya hanya 206 mmHg untuk
seluruh gas-gas lain. Pada seseorang yang teraklimatisasi, 7 mm dari 206 mm Hg
tersebut tentunya merupakan karbon dioksida, dan sisanya hanya 199 mm Hg.
Jika tidak ada oksigen yang digunakan oleh tubuh, seperlima dari 199 mm Hg ini
akan berupa oksigen dan empat perlimanya berupa nitrogen; atau Po2, dalam alveoli akan
menjadi 40 mm Hg. Namun, sebagian dari oksigen alveolar yang tersisa ini akan
diabsorbsi ke dalam darah, menghasilkan tekanan oksigen sekitar 35 mm Hg di dalam
alveoli. Pada puncak Gunung Everest, hanya orang-orang yang teraklimatisasi terbaik
saja yang dapat bertahan hidup saat menghirup udara.

Beberapa efek akut penting hipoksia pada orang yang belum teraklimatisasi saat
menghirup udara biasa, mulai dari ketinggian 12.000 kaki ialah mengantuk, malas,
kelelahan mental dan otot, kadang sakit kepala, mual, dan euforia. Semua efek ini
berkembang progresif inenjadi tahap kedutan (twitching) atau kejang di atas ketinggian
18.000 kaki dan akhirnya, di atas 23.000 kaki berakhir dengan koma pada orang yang
belwn teraklimatisasi, yang segera diikuti oleh kematian. Salah satu efek utama dari
hipoksia ialah menurunnya kecakapan mental, yang akan menurunkan kemampuan dalam
mengambil keputusan, mengingat, dan melakukan gerakan motorik terampil. Sebagai
contoh, jika seorang penerbang yang belum teraklimatisasi berada pada ketinggian
15.000 kaki selama 1 jam, kemampuan mental biasanya turun menjadi 50 persen dari
normal, dan setelah 18 jam turun menjadi 20 persen dari normal.

Anda mungkin juga menyukai