Anda di halaman 1dari 21

JOURNAL READING

Metastatic Melanoma to the


Thorax: Report of 130 Patients

Oleh :

Izza Tanzihul Fikri

Npm : 17360112

Preceptor: dr.Silman Hadori Sp.Rad, MH.Kes

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIFERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2018
Melanoma Metastatik ke Thorax : Laporan 130 Pasien

Deteksi dini dari melanoma metastatik telah menjadi lebih penting seiring

dengan digunakannya regimen terapeutik yang lebih baru dan lebih efektif.

Antara tahun 1970 dan 1980, 1.600 pasien ditatalaksana pada satu institusi untuk

melanoma maligna. Dari pasien-pasien tersebut, 260 (16,3%) mengalami

metastasis ke thoraks. Radiografi dada yang baik tersedia untuk analisis pada 130

dari 260 pasien. Pola dari metastasis intrathoraks termasuk nodul pulmoner

multipel (52 pasien), nodul soliter (26), pola milier (dua), adenopati mediastinal

dan/ atau hilar (sembilan), dan lesi kombinasi (36). Baik staging dari

melanomamaupun pola radiografik dari metstasis thoraks nampaknya

menggambarkan prognosis tingkat keberlangsungan hidup dari pasien-pasien

tersebut. Metastasis milier dan destruksi tulang mengimplikasikan prognosis yang

bruruk. Pasien dengan nodul pulmoner soliter memiliki tingkat keberhasilan

hidup yang terbaik. Imunoterapi, kemoterapu, dan pembedahan dari metastase

distal yang dipilih, memperbaiki secara bermakna tingkat keberlangsungan hidup

pada sebagian besar pasien-pasien tersebut.

Melanoma mungkin telah menjadi bentuk paling malignan dari kanker

kutaneus yang bergantung pada kedalaman penetrasi oleh sel melanotik agresif

[1,2]. Lesi ini lebih sering dibandingkan dengan pemikiran sebelumnya. Di

Amerika Serikat, diperkirakan 13.600 kasus baru melanoma akan didiagnosi pada

tahun 1980 [3].


Insiden tertinggi dari tumor ini terjadi pada dekade ke-lima dan ke-enam

kehidupan [1-3]. Melanoma maligna memiliki kapasitas untuk bermetastasis

secara luas dan cepat ke setiap organ di dalam tubuh [4-6]. Lokasi yang paling

sering adalah paru, hati, otak, dan tulang, dengan keterlibatan pulmoner terjadi

pada hampir seluruh kasus dari penyakit umum [5]. Pentingnya diagnosis dini

dan tepat dari melanoma metastatik telah ditekankan. Regimen terapeutik yang

baru dan lebih efektif telah berhasil pada pasien-pasien tersebut, sebagai contoh,

imunoterapi aktif spesifik, pengangkatan obliteratif besar, dan reseksi dari

metastasis pulmonar [5,8]. Namun, cara yang tepat tidak dapat dipilih sebelum

lokasi dan luas dari metastasis telah ditentukan. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menentukan pola metastasis intrathoraks dari melanoma maligna dan untuk

mengevaluasi peran dari radiografi dada.

Bahan dan Metode

Kumpulan data komputer pada Duke Comprehensive Center mengandung

informasi dari 1.600 pasien dengan melanoma maligna yang terlihat antara tahun

1970 dan 1980. Dari 1.600 pasien, 260 ditemukan telah mengalami metastasis

intrathoraks pada waktu tertentu dari perjalanan penyakitnya. Radiografi

posteroanterior dan lateral dengan kilovoltase tinggi (120-140 kVp) dilakukan

pada setiap pasien. Sebagian besar film yang diambil berusia tujuh tahun telah

dimusnahkan oleh karena tempat penyimpanan yang kurang. Seratus tiga puluh

pasien dengan radiograf yang tersedia diinklusikan di dalam penelitian ini.


Mereka umumnya menggambarkan kondisi pasien yang dirawat di Duke Medical

Center (DUMC) secara berurutan selama 6 tahun sebelumnya. Lokasi dan luas

dari metastas intrathoraks dianalisis berdasarkan temuan radiografis. Informasi

klinik relevan juga diinklusikan.

Hasil

Dari 130 pasien, terdapat 80 pria dan 50 wanita, dengan perbandingan pria

terhadap wanita sebesar 1,6:1. Terdapat 125 pasien berkulit putih dan lima pasien

berkulit gelap dan usia mereka bervariasi mulai dari 16 hingga 79 tahun (mean,

51,9). Insiden tertinggi terjadi pada dekade lima kehidupan (30% dari pasien).

Selain dari thoraks, organ-organ lain juga terlibat di dalam metastasi

melanoma dengan persentase sebagai berikut: kulit, 81 pasien (62%); hati, 33

pasien (25%); tulang, 26 pasien (20%); mata, dua pasien (1,3%); sistem saraf

pusat, 27 pasien (20%); dan traktur gastrointestinal, 13 pasien (1,5%).

Lokasi primer dari melanoma maligna adalah sebagai berikut: trunkus, 58

pasien (45%); kepala dan leher, 22 pasien (17%); telapak kaki atau tangan, tujuh

pasien (5%); telinga atau hidung, lima pasien (4%);multipel, satu pasien (0,8%);

dan tidak diketahui pada satu pasien (0,8%). Radiografi dada menunjukkan

metastasis pulmoner pada 80 pasien (62%), adenopati hila dan/atau mediastinal

pada sembilan pasien (7%), efusi pleura pada tiga pasien (2%), massa

ekstrapleural pada satu pasien (0,8%), lesi tulang pada satu pasien (0,8%), dan lesi

kombinasi pada 36 pasien (28%).


Clinical Staging dari Melanoma Maligna

StageI

Melanoma terlokalisir tanpa metastasi ke nodus limfatikus regional adalah

stage I [7,9]. Pada rujukan, 100 pasien (77%) tidak memiliki bukti adanya

metastasis ke nodus limfatikus regional. Metastasis ke paru terjadi dalam 1 bulan

hingga 12 tahun, (rata-rata 3,1 tahun). Dari 100 pasien dalam kelompok ini, 20

hidup lebih dari lima tahun. Tingkat keberlangsungan hidup rata-rata pada 80

pasien adalah 22 bulan.

Stage II

Metastasis limfatik terbatas pada satu regio adalah stage II [7,9]. Terdapat

20 pasien (15%) dengan metastasis regional saat masuk. Pasien dengan

melanoma stage II mengalami metastasis paru dalam waktu 1 bulan hingga 10,1

tahun (rata-rata 1,9 tahun). Tiga pasien hidup lebih dari lima tahun; 17 pasien

hidup dengan rata-rata tingkat keberlangsungan hidup 15,6 bulan.

Stage III

Melanoma disseminata adalah stage III [7,9). Sepuluh pasien (7,7%)

mengalami metastasis organ disseminata saat masuk. Rata-rata tingkat

keberlangsungan hidup pada sembilan pasien adalah 18,3 bulan; satu pasien hidup

lebihd ari lima tahun.


Manifestasi Radiografis

Dari 130 pasien dengan metastasis thoraks, sembilan pasien menunjukkan

pembesaran dari nodus limfatikus hilar dan/ atau mediastinal saja; 80 pasien

memiliki metastasis pulmoner saja; tiga pasien mengalami efusi pleura saja; satu

pasien memiliki massa ekstrapkeural saja; dan satu pasien memiliki lesi litik

tulang saja. Kombinasi dari beberapa variasi metastasis ditemukan pada 36

pasien.

Dari 30 pasien dengan limfadenopati intrathoraks, seluruh pasien

menunjukkan pembesaran nodus limfatikus hilar dan/ atau mediastinal. Adenopati

terisolasi terlihat pada senbilan pasien, dan berkombinasi dengan lesi lain pada 21

pasien nodus hilar secara umum lebih besar dan lebih sering terlihat dibanding

nodus mediastinal. Adenopati hilar asimetris terlihat padasebagian besar pasien

kami. Adenopati hilar simetris yang menyerupai sarkoidosis terjadi pada dua dari

30 pasien.

Persentase kecil dari pasien menunjukkan pembesaran nodus terisolasi

pada lokasi-lokasi berikut: nodus azygos (satu pasien), nodus duktus (dua), nodus

paratrakeal kanan (dua), nodus hilar kanan (tiga), dan nodus hilar kiri (satu). Dari

30 pasien, 20 memiliki keterlibatan unilateral dari nodus hilar dan/ atau

mediastinal. Adenopati yang berkombinasi dengan nodul multipel terlihat pada 14

pasien, (bilateral pada 12 dan unilateral pada dua). Dua pasien mengalami

adenopati yang berkombinasi dengan nodul paru soliter berbatas tegas. Adenopati

berkaitan dengan efusi pleura pada tujuh pasien (bilateral pada lima dan unilateral
pada dua). Secara umum, efusi sangat sedikit. Hanya satu pasien yang

mengalami adenopati dengan destruksi iga, massa ekstrapulmonar, dan nodul paru

multipel.

Dari 130 pasien, 101 bermanifestasi dengan penyakit paru parenkimal, dua

memiliki infiltrasi milier, dan 21 memiliki metastasis pulmoner yang

berkombinasi dengan efusi pleura, massa ekstrapulmoner, atau lesi tulang. Nodul

pulmoner multipel memiliki batas tegas pada 51 dari 52 kasus. Kalsifikasi atau

kavitasi di dalam nodul tidak terlihat. Diameter nodul adalah sebesar 0,3 – 12 cm

dan hampir terdistribusi merata di kedua paru pada 44 pasien. Pada tiga pasien,

paru kanan lebih terlibat dibanding paru kiri; pada empat pasien paru kiri lebih

terlibat dibanding paru kanan.

Dari 26 pasien dengan nodul pulmoner soliter, nodul berbatas tajam pada

seluruh kasus kecuali satu. Nodul berbentuk bulat atau oval pada 23 pasien,

memiliki umbilikasi pada satu pasien, fusiform pada satu, dan berbentuk seperti

tetesan air mata (tear drop- shaped) pada satu. Distribusi dari nodul di dalam

paru adalah sebagai berikut: lobus superior dekstra pada lima pasien (19%), lobus

medial dekstra pada enam (23%), lobus inferior dekstra pada satu (4%), lobus

superior sinistra pada enam (23%), dan lobus inferior sinistra pada delapan (30%).

Infiltrasi milier ditandai oleh pola nodular difus yang kecil, dengan nodul

individual yang berkisar dari yang hampir tidak terlihat ke yang berdiameter 3

mm.
Efusi pleura terlihat pada 20 pasien. Pada tiga pasien efusi terisolasi dan

unilateral. Efusi pleura berkaitan dengan adenopati pada tujuh pasien dan dengan

nodul pulmoner multipel pada 10 pasien. Efusi umumnya sedikit kecuali pada

satu pasien yang efusi kiri masif menggeser mediastinum ke sisi kanan. Efusi

pleura berkaitan dengan penyakit milier pada satu pasien.

Massa ekstrapleural terlihat pada 15 pasien. Dari 15 pasien tersebut, 14

berkaitan dengan metastasis litik tulang pada iga yang berdekatan; satu pasien

memiliki massa ekstrapleural pada apex dekstra tanpa bukti adanya metastais ke

tulang. Pada sembilan pasien, massa ekstrapleural berkombinasi dengan efusi

pleura, nodul pulmoner multipel, dan metastase iga. Tiga pasien memeiliki massa

ekstrapleural dan metastase iga. Satu pasien memiliki massa ekstrapleural

berkombinasi dengan nodul pulmoner multipel dan efusi pleura. Pasien lainnya

memiliki massa ekstrapleural, efusi pleura, dan adenopati. Pasien terakhir

memiliki massa ekstrapleura, nodul pulmoner soliter, dan metastase iga.

Metastasis tulang diidentifikasi pada 17 pasien. Seluruh lesi tulang

bersifat litik. Penyakit terlokalisir di iga pada seluruh pasien kecuali satu yang

memiliki metastase tulang difus melibatkan os vertebrae thoracalis, iga, dan os

skapula dekstra. Anehnya, pasien tersebut tidak memiliki tanda keterlibatan

parenkima, pleura, atau nodus.

Pola dari metastasis tulang pada 130 pasien kami dirangkum di dalam

tabel 1 dengan menekankan pada pengalaman keberlangsungan hidup pada setiap

kelompok.
Laporan Kasus

Kasus 1

Wanita berusia 36 tahun memiliki melanoma derajat II pada kulit kepala

yang dieksisi pada Mei 1979. Diseksi radikal leher ipsilateral menunjukkan tidak

ada metastasis pada 52 nodus limfatik. Kondisinya baik hingga 7 bulan kemudia,

saat ditemukannya metastasis lokal berurutan yang berkembang dalam kurun

waktu kurang dari 3 bulan. Satu lesi terdapat pada kelenjar parotid, satu di area

submaksilaris, dan ketiga terdapat di belakang telinga. Nodul ini tidak dapat

dikendalikan dengan pembedahan. Pasien kemudian dirujuk ke DUMC untuk

evaluasi.

Radiografi dada (Gambar 1A) dan pemeriksaan lain negatif untuk

metastasis distal pada saat dirawat. Dia diimunisasi dengan 2,5 x 107x-irradiated

neurominidase-treated melanoma cells dan bacille Calmette- Guerrin (BCG),

diikuti imunisasi booster enam minggu kemudian. Lesi lokal ditatalaksana


dengan 8 MV elektron dan microwave hyperthermia. Sayangnya, setelah total

dosis tumor 3000 rad (30 Gy) diberikan, hanya satu nodul yang mengalami regresi

yang hanya sebesar 50% dan nodul lainnya tetap tak berubah. Sementara itu satu

nodul muncul pada regio oksipital di luar daerah penatalaksanaan. Juga dicatat

adanya metastasi intrathoraks ekstensif (Gambar 1B). Akhirnya, meskipun telah

menjalani kemoterapi multiagen, kondisi pasien memburuk dan meninggal dalam

beberapa minggu.

Kasus 2

Pria berusia 34 tahun memiliki melanoma maligna metastatik yang

dieksisi dari leher kirinya. Pencarian untuk primernya kurang berhasil. Dia

menjalani diseksi leher kiri. Seluruh nodul yang diangkat bebas dari tumor.

Kondisinya baik hingga 4 tahun kemudian, ketika nodul pulmoner pada lous

inferior dekstra dieksisi dan merupakan melanoma. Lima bulan kemudian lesi
lain dieksisi dari temporalis dekstra, namun muncul kembali dalam 3 bulan.

Sementara itu massa kutaneus lain berkembang pada punggungnya.

Dia dirawat di DUMC untuk protokol melanoma. Radiografi

menunjukkan terdapat nodul kecil di zona tengah dari pulmo dekstra dan lesi litik

pada femur dekstra. Dia ditatalaksana secara agresif dengan imunoterapi dan

kemoterapi secara bergantian. X-irradiated neuraminidase-treated melanoma

cells dan BCG diinjeksikan ke subkutan dan massa kutan dengan interval 6

minggu. Dia bertoleransi baik pada penatalaksanaan dan nodul berada dalam

kendali selama 7 bulan berikutnya. Sayangnya perbaikan ini sementara dan

metastasis progresif pada kutan, intrathoraks (Gambar 2) dan hepar berkembang.

Dua obat kemoterapi naru ditambahkan dengan peredaan gejala yang hanya

bersifat sementara, dan ia meninggal setelah dua bulan.

Komentar. Pasien ini memiliki penyakit stage III saat dirawat. Meskipun

hanya sebagian kecil pasien dari kelompok ini yang berespon terhadap terapi, dia

ditatalaksana secara agresif. Penyakit metastatiknya terkendali selama 7 bulan

sebelum penyakitnya terminal.


Kasus 3

Wanita 49 tahun mengalami nyeri dada sebelah kiri, hemoptisis, dan

kehilangan berat badan. Radiografi dada menunjukkan massa berbasis pleura di

lobus inferior sinistra. Sitologi sputum positif melanoma. Riwayatnya

mengndikasikan terdapat pengangkatan tahi lalat pada pipi kiri 4 tahun

sebelumnya, yang diperkirakan “baik-baik saja”. Dia dirujuk ke DUMC untuk

kemoterapi. Tiga obat (BCNU, vincristine, dan DTIC) digunakan setiap bulan

selama 6 bulan. Dia membarik secara klinis meskipun massa paru kirinya

mengalami peningkatan volume dua kali lipat selama 10 minggu terakhir (Gambar

3). Tiga minggu kemudian setelah penghentian kemoterapi oleh karena

hematokrit rendah dan hitung leukosit rendah, dia mulai mengalami sesak napas

dan nyeri dada tak tertahankan. Nyeri berhasil ditatalaksana melalui kordotomi

perkutaneus. Dia meninggal 10 hari kemudian.

Kasus 4

Pria berusia 50 tahun menjalani reseksi tahi lalat yang membesar pada

bahu kanannya, yang ternyata merupakan melanoma maligna. Dia berada dalam
kondisi baik hingga 2 tahun kemudian, saat melanoma metastatik diangkat dari

aksila kanannya. Diseksi nodus regional dilakukan kemudian. Tak berapa lama

kemudian, ia diberikan imunoterapi stage I dan stage II untuk melanoma. Tiga

tahun kemudian sebuah massa di dinding abdomen direseksi dan terbukti

merupakan sebuah metastasis. Selama dua bulan berikutnya dia mendapat

penatalaksanaan imun stage III dan stage IV.

Penyakitnya terkendali selama 6 bulan ketika dua metastasis subkutan

dieksisi, satu dari pahanya dan satu lagi dari kulit kepalanya. Lima minggu

kemudian, massa 3 mm terdapat kembali pada pahanya. Booster stage IV dari x-

irradiated, enzyme-treated melanoma cells dan BCG diberikan melalui subkutan

dan ke dalam massa subkutan kecil tersebut. Satu bulan kemudian, nodul multipel

ditemukan pada kedua basis paru; dua bulan setelah itu, seluruh nodul telah

tumbuh secara signifikan dan telah terjadi limfadenopati pada hilum dekstra dan

mediastinum posterior sinistra (gambar 4 A). Selain itu, nodul subkutan multipel

mulai muncul. Injeksi intravena stage IV secara berulang menunjukkan hasil

berupa regresi dari nodul kulit dan pulmoner.

Dua bulan kemudian dia mendapat kemoterapi siklus pertama yang terdiri

dari BCNU, DTIC, dan vinkristin. Penatalaksanaan yang sama diulang 6 minggu

kemudian. Dia berespon sangat baik terhadap penatalaksanaan dan seluruh nodul

kulit dan pulmoner hilang sempurna tujuh bulan setelah kemoterapi (gambar 4B).

Dia memperoloeh kembali daya dan berat badannya dan tetap asimptomatik

selama 3 bulan ketika kondisinya menurun cepat meski melanjutkan kemoterapi

dan tatalaksana suportif umum. Dia meninggal satu bulan kemudian.


Komentar. Meskipun penyakit metastatik berulang dan menyebar luas,

imunoterapi secara bertahap telah menunjukkan perbaikan pada resistensi pasien

terhadap pertumbuhan cepat dan tak terkendali dari melanoma. Pencapaian ini

mungkin berpengaruh pada respondramatisnya pada imunoterapi stage IV

berulang yang diikuti oleh kombinasi dengan kemoterapi.

Pembahasan

Seiring dengan semakin baiknya informasi yang diperoleh profesi medis

dan publik mengenai resiko potensial dari lesi kulit berpigemn manapun,

peningkatan jumlah pasien dengan melanoma akan terdiagnosa dan ditatalaksana

pada stage dini [3,7]. Hal ini harusnya memperbaiki tingkat keberlangsungan

hidup dari pasien-psaien tersebut.

Staging dan Prognosis


Pada waktu diagnosis, 77% dari pasien kami berada dalam stage I, 15%

pada stage II, dan 7,7% pada stage III. Tingkat keberlangungan hidup 5 tahun

adalah sebesar 19% (24/130). Tampaknya stagingd ari penyakit ini berkaitan

dengan (1) kecepatan pasien mengalami metastasis pulmoner, (2) rata-rata

keberlangsungan hidup, (3) tingkat keberlangsunagn hidup 5 tahun. Pada stage

III, seluruh 19 pasien mengalami metastasis pulmoner. Metastasis ke paru terjadi

dalam kurun waktu rata-rata 3,1 tahun pada pasien stage I dan 1,9 tahun dan pada

pasien stage II kami. Rata-rata tingkat keberlangsungan hidup (dari pasien yang

bertahan hidup di luar 5 tahun) adalah 22 bulan untuk stage I, 15,6 bulan untuk

stage II, dan 18,3 bulan untuk stage III. Tingkat keberlangsungan hidup 5 tahun

adalah sebesar 20% untuk stage I, 15% untuk stage II, dan 10% untuk stage III.

Meskipun tidak seakurat metode histologis dari Clark dkk. [1], clinical

stahing masih merupakan panduan bermakna dalam menentukan prognosis

melanoma. Pada tahun 1952, tingkat keberlangsungan hidup 5 tahun adalah 40%

untuk stage I dan 14% untuk stage II. Pada institusi yang sama, tahun 1970,

tingkat keberlangsungan hidup 5 tahun telah meningkat menjadi 80% pada stage I

dan 39% pada stage II [7]. Bahkan pada melanoma stage III, yang umumnya

lokasi primer tidak diketahui [7], tingkat keberlangsungan hidup 5 tahun dapat

mencapai 42%.
Pola Radiografik dan Pengelolaan Pasien

Berdasarkan data statistik yang disebutkan di atas, tidak seluruh pasien

dengan melanoma metastatik tidak dapat bertahan hidup dan sebagian besar dari

mereka harus diatalaksana secara agresif segera setelah lokasi dari luas dari

metastasi telah ditentukan. Dalam rangka mencapai hal tersebut, radiografi dada

berkala sangat pentingdi dalam pengelolaan pasien-pasien tersebut. Sekitar 5%-

15% dari sluruh lesi metastatik paru dan 5% metastasis ke paru dan mediastinum

diperkirakan disebabkan oleh melanoma [4]. Penelitian patologik dari melanoma

metastatik menunjukkan insiden dari metastasis pulmoner sebesar 70% [10] dan

82% [11]. Pada seri kasus kami, 80 (62%) dari 130 pasien yang memiliki bukti

radiografis dinding dada berupa metastasis paru saja. Terdpat 101 (78%) yang

metastasis pulmoner tanpa metastasi thoraks lain. Dengan teknik radigrafi

modern, metastasi thoraks tersebut dapat didiagnosis secara akurat bila

pemeriksaan radiografis berkala dilakukan setelah pengangkatan melanoma

primer.

Waktu dilakukannya pemeriksaan radiografi rutin pada pasien-pasien

tersebut sangat penting secara praktis. Berdasarkan perkiraan kecepatan tumbuh

metastase pulmoner [12] dan pengalaman kami, interval 4-6 bulan

direkomendasikan. Radiografi dada konvensional dapat dilengkapo dengan

fluoroskopi dengan spot filming dan/ atau tomografi untuk memastikan lesi yang

belum diketahui. Bila pasien memiliki tanda metastasis klinis atau kimiawi dan/

atau bila pembedahan besar dipertimbangkan untuk dilakukan melebihi reseksi

melanoma primer, tomografi dada secara keseluruhan diindikaikandalam rangka


deteksi lesi okult secara radiografis. Data yang belum terpublikasi dari instituti

kami setuju bahwa laporan dari computed – tomography lebih sensitif bila

dibandingkan tomografi konvensional bagi deteksi metastasis. Biosi jarum atau

toracotomi diindikasikan untuk verifikasi; namun, bila pasien menolak

pembedahan, lesi dapat ditatalaksana secara empiris sebagai metastasis.

Setelah reseksi dari lesi primer dan limfadenektomi regional, imunoterapi

dilakukan setelah tidak ada lagi nodus dan radiografi dada menunjukkan hasil

negaitf. Bila nodul pulmoner soliter merupakan satu-satunya bukti metastasis, lesi

dipantau secara radiografis untuk mengetahui doubling time. Bila doubling time

lebih dari 30 hari, psaien diberikan kemoterapi kombinasi tambahan selama 60

hari. Bila pada tomografi tidak terdapat lesi lain, wedge resection dari massa paru

diindikasikan. Kemoterapi postoperatif harus dilanjutkan selama paling tidak 24

bulan. Hasil terbaik kami pada kategori ini diwakili oleh seorang pasien yang

telah selamat dari regimen agresif selama 2 tahun.

Bila nodul paru multipe meruapakan manifestasi awal dari metastasis

thoraks, sebagian besar dari pasien harus ditatalaksana dengan kemoterapi

kombinasi. Pengangkatan nodul pulmoner multipel, bahkan ketika doubling time

yang baik dari lesi didiokumentasi oleh radiografi dada, memberikan hasil yang

lebih buruk dibanding nodul soliter. Nodul pulmoner mengecil lebih cepat

dibandingkan nodul limfaltik pada kasus yang berhasil (Gambar 4). Hal ini

terjadi sekitar 10% pada waktu tersebut.


Adenopati pada dinding dada dapat mengecoh bila pasien telah menjalani

terapi imun dengan BCG. Sebagai aturan, diagnosis jaringan diperlukan untuk

memebedakan metastasis noduler dari pembesaran nodus BCG- reactive.

Tentunya, kemoterapi kombinasi merupakan pilihan utama tatalaksana adenopati

maligna. Massa ekstrapleural dengan atau tanpa destruksi iga harus ditatalaksana

dengan kemoterapi bukan dengan imunoterapi. Efusi pleura tunggal ditangani

dengan torasentesis berkala, terapi obliteratif dengan tetrasiklin dan kemoterapi

kombinasi. Pasien dengan lesi kombinasi ditatalaksan dengan kemoterapi

kombinasi.

Pola Radiografis dan Prognosis

Setelah terdeteksi, pola radiografis dari metastasis thoraks nampaknya

merupakan panduan tambahan bagi penentuan prognosis dan memilih terapi.

Prognosis paling buruk pada kasus kami terdapat pada pola “milier” yang

memberikan tingkat keberlangsungan hidup 4 bulan. Di sisi lain, pasien yang

mengidap nodul pulmo soliter memiliki prognosis yang lebih baik; rata-rata

keberlangsungan hidup adalah sebesar 51 bulan dari waktu diagnosis awal (tabel

1). Pasien dengan metastasis tulang memiliki keberlangsungan hidup yang

pendek, yakni 8 bulan. Pola milier yang ditemukan pada seri kasus kami dapat

mewakili gambaran stage dini dari bentuk “snowstorm” yang dilaporkan

sebelumnya [4] yang juga mengimplikasikan prognosis buruk. Nodul yang


terlihat pada kasus mereka secara umum lebih besar, lebih tidak berbentuk, dan

berbatas tidak tegas.

Penatalaksanaan

Pada 30 tahun terakhir, bukti telah berkembang untuk menunjukkan bahwa

respon immune host memainkan peranan penting dalam mekanisme perlindungan

terhadap proses malignan. Pasien dengan melanoma maligna dapat ditatalaksana

secara efektif baik dengan imunoterapi aktif maupun pasif. Imunoterapi aktif

dapat nonspesifik menggunakan Bacille Calmette-Guerin (BCG) atau secara

spesifik menggunakan 2,5 x 107x-irradiated, neuroaminidase (hormone)-treated

melanoma cells atau kombinasi keduanya. Injeksi dilakukan secara subkutan dan

intralesi. Imunoterapi pasif yang telah kami gunakan dilakukan dengan dua

langkah. Sekitar 5 x 10 9 limfosit pasien diambil dan dilapiskan pada monolayer

sel melanoma di biakan jaringan. Limfosit yang tersensitisais secara autolog

dikembalikan kepada pasien untuk secara pasif menimbulkan cell-mediated

immunity terhadap melanoma.

Kemoterapi terdiri dari regimen tiga obat (BCNU, vincristine, dan DTIC)

di masa lalu dan regimen empat obat (bleomycin, oncovin, lomustine, dan DTIC)

di masa kini. Pasien yang menerima kemoterapi termasuk pasien dengan penyakit

tulang dan penyakit organ juga pasien yang belum responsif terhadap

regimenimunoterapi.
Sebelas persen memiliki respon sempurna dan, sebagian besar, ada pasien

yang memiliki metastasis pulmoner atau penyakit subkutan. Tiga puluh empat

persen telah memiliki regresi tumor sebesar 50% atau lebih dan 16% telah stabil

dari penyakit ini. Regimen gagal pada 40% pasien8]. Pada kasus yang berhasil,

nodul pulmoner cenderung mengalami regresi lebih cepat dan lebih sempurna

dibandingkan dengan nodul limfatik


Referensi :

1. Clark WH Jr, From U, Bernadino EA, Mihm MC. The histogenesis and
biological behavior of primary human malignant melanoma of the skin. Cancer
Res 1 969;29 : 705
2. Moschella SU, Pillsbury DM, Hurly HJ Jr, eds. Dermatology, vol 2.
Philadelphia: Saunders, 1975:1360-1363
3. Cancer Facts and Figures. New York: American Cancer SocietyInc, 1979
4. Webb WR, Gamsu G. Thoracic metastasis in malignant melanoma. Chest
1977;71 :176-1 81
5. Lee YTN. Malignant melanoma, pattern of metastasis. CA 1980;30: 137-142
6. Webb WR. Hilar and mediastinal lymph node metastasis with malignant
melanoma. AJR 1979;133:805-810
7. Grıidsmith HS. Melanoma: an overview. CA 1979;29: 194-215
8. Seigler HF, Fetter BF. Current management of melanoma. Ann Surg
1977:186:1-12
9. De Coss JJ, McNeer G. Superficial melanoma. Arch Surg 1969;99:531 -534
1 0. Das Gupta T, Brasfield R. Metastatic melanoma-a clinicopathological study.
Cancer 1964;1 7:1323-1339
1 1 . Nathanson U, Hall TC, Farger S. Biological aspects of human malignant
melanoma. Cancer 1 967;20 : 650-655
12. Spratt JS Jr, Spratt TL. Rates of growth of pulmonary metastasesand host
survival. Ann Surg 1964;159: 161-171

Anda mungkin juga menyukai