Anda di halaman 1dari 25

Dinamika Masyarakat dan

Kebudayaan Ditinjau dari Ilmu


Antropologi

Oleh :
Rini Indryawati SPsi, Msi

UNIVERSITAS GUNADARMA
Desember 2013
DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................................
1..............................................................................................................................
Daftar Isi...............................................................................................................
2
Abstraksi...............................................................................................................
3
PENDAHULUAN ...............................................................................................
3
PEMBAHASAN ..................................................................................................
4
A. Proses Belajar Kebudayaan.......................................................................
4
1. Proses Internalisasi ...............................................................................
....................................................................................................................4
2. Proses Sosialisasi ...................................................................................
....................................................................................................................4
3. Proses Enkulturasi. ...............................................................................
....................................................................................................................5
4. Perbedaan Enkulturasi dan Sosialisasi...............................................
....................................................................................................................6
5. Proses Evolusi Sosial.............................................................................
....................................................................................................................7
B. Proses Difusi................................................................................................
12
1. Penyebaran Manusia.............................................................................
...................................................................................................................12
2. Penyebaran Unsur-unsur Kebudayaan ..............................................
...................................................................................................................13
C. Proses Akulturasi dan Asimilasi ...............................................................
14
1. Akulturasi ..............................................................................................
...................................................................................................................14

2
2. Asimilasi ................................................................................................
...................................................................................................................17
D. Inovasi ........................................................................................................
19
KESIMPULAN ...................................................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
24

ABSTRAK
Dinamika masyrakat merupakan cara untuk menganalisis masyarakat.
Yang didalam dari dinamika masyarakat ini terdapat konsep-konsep tentang
proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan. Didalam Dinamika Sosial,
terdapat beberapa konsep yang penting: internalisasi, sosialisasi, enkulturasi,
evolusi sosial,asimilasi, difusi, alkulturasi, dan inovasi. Internalisasi, sosialisasi,
dan enkulturasi tergabung dalam satu proses, yaitu proses belajar kebudayaan
sendiri. Difusi adalah salah satu bentuk penyebaran unsur-unsur Kebudayaan dari
satu tempat ke tempat lainnya. Penyebaran ini biasanya dibawa oleh sekelompok
manusia yang melakukan migrasi ke suatu tempat. Sehingga kebudayaan mereka
turut melebur di daerah yang mereka tuju. Bentuk Penyebaran kebudayaan juga
dapat terjadi dengan berbagai cara.

Kata Kunci : Dinamika masyarakat, Kebudayaan

PENDAHULUAN

Dinamika masyarakat merupakan cara untuk menganalisis masyarakat.


Yang didalam dari dinamika masyarakat ini terdapat konsep – konsep tentang

3
proses – proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan. Yang bila dengan
mengenal dan mengerti secara garis besar maupun spesifik tentang konsep –
konsep ini dapat membantu kita untuk menganalisa secara ilimiah gejala – gejala
dan kejadian – kejadian sosial – budaya sekeliling kita dari sudut perwujudan
morfologinya.

Dinamika masyarakat berasal dari kata dinamika dan masyarakat.


Dinamika berati interaksi atau interdependensi antara masyarakat satu dengan
yang lain, sedangkan masyarakat adalah kumpulan individu yang saling
berinteraksi dan bersosialisasi serta mempunyai tujuan bersama. Maka Dinamika
Masyarakat merupakan suatu kehidupan masyarakat yang terdiri dari dua atau
lebih individu dalam suatu wilayah yang memiliki hubungan psikologis secara
jelas antara masyarakat yang satu dengan yang lain dan berlangsung dalam situasi
yang dialami.

Di dalam dinamika masyarakat terdapat konsep –konsep, yaitu mengenai


proses internalisasi, sosialisasi, enkulturasi, evolusi kebudayaan, difusi,
alkulturasi, asimilasi, dan inovasi yang terkait dengan penemuan baru. Konsep –
konsep inilah yang digunakan untuk kemudian menganalisa secara ilimiah gejala
– gejala dan kejadian – kejadian sosial budaya dari sudut perwujudan ataupun
morfoliginya.

PEMBAHASAN

A. Proses Belajar Kebudayaan

1. Proses Internalisasi

Proses internalisasi, adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup


individu, yaitu mulai saaat ia dilahirkan sampai akhir hayatnya. Sepanjang
hayatnya seorang individu terus belajar untuk mengolah segala perasaan,
hasrat, nafsu dan emosi yang membentuk kepribadiannya. Perasaan pertama
yang diaktifkan dalam kepribadian saat bayi dilahirkan adalah rasa puas dan
tak puas, yang menyebabkan ia menangis.

Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung di dalam dirinya untuk


mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat,nafsu, serta emosi dalam
kepribadian individunya. Akan tetapi, wujud pengaktifan berbagai macam
isi kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimulus
yang berada dalam alam sekitarnya dan dalam lingkungan sosial maupun
budayanya.

4
Setiap hari dalam kehidupan individu akan bertambah pengalamannya
tentang bermacam-macam perasaan baru, maka belajarlah ia merasakan
kebahagiaan, kegembiraan, simpati, cinta, benci, keamanan, harga diri,
kebenaran, rasa bersalah, dosa, malu, dan sebagainyaa. Selain perasaan
tersebut, berkembang pula berbagai macam hasrat seperti hasrat
mempertahankan hidup.

2. Proses Sosialisasi

Sosialisasi merupakan sebuah proses seumur hidup dimana seorang individu


mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup, nilai-nilai,
dan norma-norma social yang terdapat dalam masyarakat agar dapat
diterima dan berpartisipasi efektif dalam masyarakat.

Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah
proses di mana seseorang belajar melalui interaksi dengan orang lain,
tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu
merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi
sosial yang efektif.

Media sosialisasi adalah: keluarga, teman sepermainan, sekolah yang


merupakan media sosialisasi sekunder, tempat pekerjaan, masyarakat umum
yang merupakan media sosialisasi sekunder yang dominan terhadap proses
pembentukan kepribadian, dan media masa.

Proses sosialisasi itu sendiri adalah suatu proses dimana seorang individu
mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan kelakuan
kelompoknya. Maka kepribadian adalah keseluruhan faktor biologis,
psikologis dan sosilogis yang mendasari perilaku individu.

3. Proses Enkulturasi

Istilah yang sesuai untuk kata “enkulturasi” adalah “pembudayaan”(dalam


bahasa inggris digunakan istilah institutionalization).Proses enkulturasi
adalah proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran
serta sikapnya dengan adat, sistem, norma, dan peraturan yang hidup dalam
kebudayaannya.

Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil dalam alam pikiran warga suatu
masyarakat; mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan keluarganya,
kemudian dari teman-temanya bermain. Sering kali ia belajar dengan meniru
berbagai macam tindakan, setelah perasaan dan nilai budaya pemberi
motivasi akan tindakan meniru itu telah diinternalisasi dalam

5
kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya akan
menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang megatur tindakannya
“dibudayakan”. Kadang-kadang berbagai norma juga dipelajari seorang
individu secara sebagian-sebagian. Disamping aturan-aturan masyarakat dan
Negara yang di ajarkan di sekolah melalui berbagai mata pelajaran seperti
tata Negara, ilmu kewarganegaraan dan sebagainya, juga aturan sopan-
santun bergaul dan lain-lainnya dapat di ajarkan secara formal.

Sebagai contoh dapat disebut misalnya cara seorang Indonesia mempelajari


aturan adat Indonesia yang menganjurkan agar orang Indonesia yang habis
berpergian ke suatu tempat yang jauh, memberi “oleh-oleh” kepada
kerabatnya yang dekat dan kepada para tetangganya yang tinggal di sekitar
rumahnya. Dalam proses sosialisasinya itu ia telah belajar cara-cara bergaul
dengan tiap individu dalam lingkungan kaum kerabat dan tetangga dekatnya
tadi, dan ia telah mengembangkan pola-pola tindakan yang berbeda dalam
hal menghadapi mereka itu masing-masing norma sopan-santun memberi
“oleh-oleh” tadi dibudayakan olehnya berdasarkan ajaran mengenai sopan-
santun pergaulan langsung dari orang tuanya. Walaupun ia telah yakin
sepenuhnya bahwa adat itu adalah benar dan bermanfaat, namun ada satu
dua di antara mereka yang tidak dibelikan oleh-oleh karena hubungan
pergaulannya dengan orang-orang tersebut bukan beruwujud pola-pola
tindakan serba ramah, melainkan canggung dan kaku.

Individu itu tidak dapat menyesuaikan kepribadiannya dengan lingkungan


social sekitarnya, menjadi kaku dalam pergaulannya, dan condong untuk
senantiasa menghindari norma-norma dan aturan-aturan masyarakatnya.
Hidupnya penuh peristiwa konflik dengan orang lain. Individu-individu
serupa itu disebut deviants.

Penyimpangan dari adat yang lazim merupakan suatu faktor penting karena
merupakan sumber dari berbagai jadian masyarakat dan kebudayaan positif
maupun negatif.

Kejadian masyarakat yang positif adalah perubahan kebudayaan (culture


change) yang menjelma kedalam perubahan dan pembaruan dalam adat-
istiadat yang kuno. Kejadian masyarakat yang negative misalnya berbagai
ketegangan masyarakat yang menjelma menjadi permusuhan antara
golongan, adanya banyak penyakit jiwa, banyaknya peristiwa bunuh diri,
kerusakan masyarakat yang menjelma menjadi kejahatan, demoralisasi dan
sebagainya.

4. Perbedaan Enkulturasi dan Sosialisasi

6
Menurut M.J.Herskovits, perbedaan antar enculturation (enkulturasi) dengan
socialization (sosialisasi) adalah: Enculturation (enkulturasi) adalah suatu
proses bagi seorang baik secara sadar maupun tidak sadar, mempelajari
seluruh kebudayaan masyarakat.

Socialization (sosialisasi) adalah suatu proses bagi seorang anak untuk


menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku dalam keluarganya.

Secara singkat perbedaan antara enkulturasi dan sosialisasi adalah dalam


enkulturasi seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikirannya
dengan lingkungan kebudayaannya, sedangkan sosialisasi si individu
melakukan proses penyesuaian diri dengan lingkungan sosial.

Enkulturasi merupakan proses kebudayaan dan berkaitan dengan "Sistem


nilai budaya dalam kebudayaan" dari semua kebudayaan yang ada di dunia.
Kerangka ini telah dikembangkan oleh, Clyde Kulkckhohn. Yang kemudian
konsepnya dikembangkan lebih lanjut oleh istrinya, Florence Kulkckhohn
yang dengan kerangka itu kemudian melakukan suatu penelitian yang nyata.
Uraian tentang konsep itu bersama hasil penelitiannya dimuat dalam sebuah
buku berjudul Variations in value Orientation (1961), yang ditulisnya
bersama dengan F.L. Strodtbeck. Kerangka Kulkckhohn dapat dilihat pada
tabel berikut ini;

Menurut Koentjaraningrat, sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-


konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat,
mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.

5. Proses Evolusi Sosial

Evolusi kebudayaan (cultural evolution) merupakan proses perkembangan


kebudayaan umat manusia pada umumnya dan bentuk-bentuk kebudayaan
yang sederhana, hingga bentuk-bentuk yang makin lama makin kompleks.

Dalam evolusi sosial terdapat dua jenis cara analisa atau cara pandang.
Yaitu, secara detail (microscopic) dan dengan hanya memperhatikan
perubahan – perubahan besar saja (macroscopic). Recurrent processes
atau proses-proses berulang adalah proses evolusi sosial – budaya yang
dianalisis secara detail akan menunjukkan berbagai macam proses
perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari tiap
masyarakat di dunia . Directional processes yaitu proses-proses evolusi
sosial budaya yang di pandang seolah – olah dari jauh hanya akan terlihat
perubahan – perubahan besar yang terjadi dalam suatu masyarakat dalam
jangka waktu yang panjang.

7
Faktor ketegangan antara adat – istiadat dari suatu masyarakat dengan
keperluan para individu di dalamnya menyebabkan perlu adanya dua konsep
yang harus di bedakan dengan tajam oleh para peneliti masyarakat , terutama
para ahli antropologi dan sosiologi . Konsep antara dua wujud dari tiap
kebudayaan , yaitu :

1) Kebudayaan sebagai suatu kompleks dari konsep norma-norma,


pandangan-pandangan dan sebagainya , yang abstrak (yaitu sistem
budaya)

2) Kebudayaan sebagai suatu rangkaian dari tindakan yang kongkrit di


mana individu saling berinteraksi (yaitu sistem sosial).

Proses evolusi sosial yang mengarah dalam evolusi kebudayaan adalah:


kalau evolusi masyarakat dan kebudayaan kita pandang seolah – olah dari
suatu jarak yang jauh dengan mengambil interval waktu yang panjang
(misalnya beberapa ribu tahun), maka akan tampak perubahan-perubahan
besar yang seolah – olah bersifat menentukan arah (directional) dari sejarah
perkembangan masyarakat dan kebudayaan yang bersangkutan.

1) Proses Evolusi Sosial secara Universal

Menurut konsep tentang evolusi secara universal, masyarakat manusia


berkembang secara lambat (berevolusi) dari tingkat-tingkat rendah dan
sederhana menuju ke tingkat yang lebih tinggi dan kompleks. Dimana
kecepatan perkembangannya atau proses evolusinya berbeda-beda setiap
wilayah yang ada di muka bumi ini.

2) Teori Evolusi Sosial Universal H. Spencer

H. Spencer mengemukakan dua teori:

i. Teori tentang evolusi hukum dalam masyarakat.

Spencer mengatakan bahwa hukum yang ada dalam masyarakat pada


awalnya adalah hukum keramat. Hukum keramat bersumber atau
berasal dari nenek moyang yang berupa aturan hidup dan pergaulan.
Masyarakat yakin dan takut, apabila melanggar hukum ini maka
nenek moyang akan marah. Selanjutnya masyarakat manusia
semakin komplek, sehingga hukum keramat tadi semakin berkurang
pengaruhnya terhadap keadaan masyarakat atau hukum keramat
tersebut tidak cocok lagi.

8
Maka timbullah hukum sekuler yaitu hukum yang berlandaskan azas
saling butuh-membutuhkan secara timbal balik di dalam masyarakat.
Namun, karena jumlah masyarakat semakin banyak maka
dibutuhkan sebuah kekuasaan otoriter dari raja untuk menjaga
hukum sekuler tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, timbullah
masyarakat beragama sehingga kekuasaan otoriter Rajapun tidak lagi
cukup. Untuk mengatasi hal tersebut, ditanamkanlah suatu keyakinan
kepada masyarakat yang mengatakan bahwa raja adalah keturunan
dewa sehingga hukum yang dijalankan adalah hukum keramat.

Pada perkembangan selanjutnya timbullah masyarakat


industri,dimana kehidupan manusia semakin bersifat individualis
yaitu suatu sifat yang mementingkan diri sendiri tanpa melihat
kepentingan bersama. Sehingga hukum keramat raja tidak lagi
mampu untuk mengatur kehidupan masyarakat. Maka munculah
hukum baru yang berazaskan saling butuh-membutuhkan antara
masyarakat. Lahirlah suatu hukum baru yang disebut dengan
undang-undang.

ii. Teori mengenai asal mula religi.

Spencer mengatakan bahwa semua bangsa yang ada di dunia ini,


religi itu dimulai dengan adanya rasa sadar dan takut akan maut.
Spencer mengatakan bahwa bentuk religi yang tertua adalah religi
terhadap penyambahan roh-roh nenek moyang moyang yang
merupakan personifikasi dari jiwa – jiwa orang yang telah
meninggal. Bentuk religi yang tertua ini pada semua bangsa di dunia
ini akan berevolusi ke bentuk religi yang lebih komplex yaitu
penyembahan kepada dewa – dewa, seperti dewa kejayaan, dewa
perang, dewa kebijaksaan, dewa kecantikan, dewa maut dan dewa
lainnya.

Elovusi dari religi itu dimulai dari penyembahan kepada nenek


moyang ke tingkat penyembahan dewa – dewa .

Kebudayaan berevolusi karena didorong oleh suatu kekuatan mutlak


yang disebut dengan evolusi universal. H.Spencer berpendapat
bahwa perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari setiap bangsa
di dunia akan melewati tingkat-tingkat yang sama. Namun, ia tidak
mengabaikan fakta bahwa perkembangan dari tiap – tiap masyarakat
atau sub – sub kebudayaan dapat mengalami proses evolusi dalam
tingkat-tingkat yang berbeda.

9
Dalam permasalaha tersebut Spencer juga memberikan
pandangannya terhadap proses evolusi secara umum. Spencer
mengatakan, dalam evolusi sosial aturan-aturan hidup manusia serta
hukum yang dapat dipaksakan tahan dalam masyarakat, adalah
hukum yang melindungi kebutuhan para warga masyarakat yang
paling cocok dengan masyarakat di mana mereka hidup.

3) Teori evolusi keluarga J.J. Bachofen

Menurut Bechofen bahwa di seluruh dunia ini, evolusi keluarga


berkembang melalui empat tahapan:

Tahapan Promiskuitas : di mana manusia hidup serupa sekawan


binatang berkelompok, laki-laki dan wanita berhubungan bebas,
sehingga melahirkan keturuna tanpa ada ikatan pada tahapan ini
kehidupan manusia sama dengan kehidupan binatang yang hidup
berkelompok. Pada tahapan ini, laki-laki dan perempuan bebas
melakukan hubungan perkawinan dengan yang lain tanpa ada ikatan
kelurga dan menghasilkan keturunan tanpa ada terjadi ikatan keluarga
seperti sekarang ini.

Tahapan Matriarchate : Lambat laun manusia semakin sadar akan


hubungan ibu dan anak, tetapi anak belum mengenal ayahnya melaikan
hanya masih mengenal ibunya. Dalam keluarga inti, ibulah yang
menjadi kepala keluarga dan yang mewarisi garis keturunan. Pada
tahapan ini perkawinan ibu dan anak dihindari sehingga muncullah adat
exogami

Sistem Patriarchate : dimana ayahlah yang menjadi kepala keluarga


serta ayah yang mewarisi garis keturunan. Perubahan dari matriarchate
ke tingkat patriarcahte terjadi karena laki-laki merasa tidak puas dengan
situasi keadaan sosial yang menjadikan wanita sebagai kepala keluarga.
Sehingga para pria mengambil calon istrinya dari kelompok-kelompok
yang lain dan dibawanya ke kelompoknya sendiri serta menetap di sana.
Sehingga keturunannyapun tetap menetap bersama mereka.

Pada tahapan yang terakhir, patriarchate lambat laun hilang dan berobah
menjadi susunan kekerabatan yang disebut Bachofen susunan parental.
Pada tingkat terakhir ini perkawinan tidak selalu dari luar kelopok
(exogami) tetapi juga dari dalam kelompok yang sama (endogami). Hal
ini menjadikan anak-anak bebas berhubungan langsung dengan kelurga
ibu maupun ayah.

10
4) Teori Evolusi Kebudayaan di Indonesia G.A.Wilken

G.A.Wilken merumuskan sebuah teori tentang tektonimi yaitu tentang


hakekat perkawinan. Ia berpendapat bahwa pada mulanya maskawin
hanya merupakan sebuah alat perdamaian antara pengantin pria dan
pengantin wanita setelah berlangsung kawin lari.Ini sering terjadi pada
masa peralihan dari tingkat matriarchate ke tingkat patriarchate.

5) Teori Evolusi Kebudayaan L.H.Morgan

Menurut Morgan evolusi kebudayaan secara universal melalui delapan


tahapan yaitu:

i. Zaman Liar Tua. Zaman sejak manusia ada samapai menemukan


api, kemudian manusia menemukan keahlian meramu dan
mencari akar-akar tumbuhan liar untuk hidup.
ii. Zaman Liar Madya. Zaman di mana manusia menemukan senjata
busur dan panah. Pada zaman ini manusia mulai merobah mata
pencahariannya dari meramu menjadi pencari ikan.
iii. Zaman Liar Muda. Pada zaman manusia menemukan senjata busur
dan panah sampai memiliki kepandaian untuk membuat alat-alat
dari tembikar namun kehidupannya masih berburu.
iv. Zaman Barbar Tua. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian
membuat tembikar sampai manusia beternak dan bercocok tanam.
v. Zaman Barbar Madya. Zaman sejak manusia beternak dan
bercocok tanam samapai menemukan kepandaian membuat alat-
alat atau benda-benda dari logam
vi. Zaman Barbar Muda. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian
membuat alat-alat dari logam sampai manusia mengenal tulisan.
vii. Zaman Peradaban Purba, menghasilakan beberapa peradapan
klasik zaman batu dan logam
viii. Zaman Masa Kini, sejak zaman peradapan klasik sampai sekarang

6) Teori Evolusi Religi E.B. Tylor

11
E.B.Tylor berpendapat, asal mula religi adalah adanya kesadaran manusia
akan adanya jiwa. Kesadaran ini disebabkan oleh dua hal: Adanya
perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-
hal yang mati. Manusai sadar bahwa ketika manusai hidup ada sesuatu
yang menggerakkan dan kekuatan yang menggerakkan manusia itu disebut
dengan jiwa

Peristiwa mimpi, di mana manusia melihat dirinya di tempat lain ( bukan


di tempat ia sedang tidur ). Hal ini menyebabkan manusia membedakan
antara tubuh jasmaninya yang berada di tempat tidur dengan rohaninya di
tempat-tempat lain yangdisebut jiwa. Selanjutnya Tylor mengatakan
bahwa jiwa yang lepas ke alam disebutnya denga roh atau mahluk halus.
Inilah menyebabkan manusia berkeyakinan kepada roh-roh yang
menempati alam. Sehingga manusia memberikan penghormatan berupa
upacara doa, sesajian dll. Inilah disebut Tylor sebagai anamism.

Pada tingkat selanjutnya manusia yakin terhadap gejala gerak alam


disebabkan oleh mahluk-mahluk halus yang menempati alam tersebut.
Kemudian jiwa alam tersebut dipersonifikasikan sebagai dewa-dewa alam.
Pada tingkat selanjutnya manusia yakin bahwa dewa-dewa tersebut
memiliki dewa tertinggi atau raja dewa. Hingga akhirnya manusia
berkeyakinan pada satu Tuhan.

7) Teori Mengenai Ilmu Gaib dan Religi J.G. Frazer

Pada mulanya manusia hanya menggunakan akalnya untuk memecahkan


masalah. Namun lambat laun sistem pengetahuan manusai semakin terbatas
untuk memecahkan masalah bahkan tidak sanggup lagi memecahkan
masalah. Sehingga manusia memecahkannya dengan magic, ilmu gaib.
Magic adalah semua tindakan manusia untuk mencapai sesuatu dengan
menggunakan kekuatan-kekuatan alam dan luar lainnya.

Namun dalam perkembangan selanjutnya kekuatan magic tersebut tidak


selamnya berhasil. Maka manusia mulai sadar bahwa di alam ini ada yang
menempatinya yaitu mahluk-mahluk halus. Mulailah manusai mencari
hubungannya dengan mahluk-mahluk halus tersebut. Dengan itu timbullah
religi. Religi adalah segala sistem tingkah laku manusia untuk memproleh
sesuatu dengan cara memasrahkan diri kepada penciptanya.

B. Proses Difusi

1. Penyebaran manusia

12
Ilmu paleoantropologi telah memperkirakan bahwa makhluk manusia
pertama hidup di daerah sabana yang beriklim tropis di afrika timur.
Sedangkan sekarang makhluk itu menduduki hampir seluruh muka bumi
dalam segala macam lingkungan iklim. Hali itu hanya dapat di terangkan
dengan adanya proses pembiakan dan gerak penyebaran atau migrasi-
migrasi yang di sertai dengan proses penyesuaian atau adaptasi fisik dan
sosial budaya dari makhluk manusia dalam jangka waktu beratus-ratus
ribu tahun lamanya sejak zaman purba. Ada berbagai macam sebab dari
migrasi-migrasi itu. Ada hal yang menyebabkan migrasi yang lambat dan
otomatis,ada pula yang cepat dan mendadak.

Sebagian besar dari kelompok-kelompok manusia dalam zaman purba


hidup dari berburu. Dari suku-suku bangsa di muka bumi yang sampai
sekarang masih hidup dari berburu, kita mengetahui bahwa walaupun
mereka tidak mempunyai tempat tinggal tetap,tetapi selalu bergerak dalam
batas suatu wilayah berburu tertentu. Wilayah itu dikenal oleh warga
kelompok bersangkutan dengan teliti. Pengetahuan tentang topografi
tanah, tentang tempat-tempat yang di lalui binatang,tempat-tempat di mana
terdapat belukar dan sebagainya. Jadi jelas mereka tidak gemar untuk
pindah ke wilayah berburu lain.

Walaupun demikian, bila di tinjau dalam jangka waktu panjang ,suatu


kelompok manusia lama-kelamaan akan pindah wilayah juga, karena di
wilayah yang lama, binatang perburuan misalnya sudah mulai berkurang
atau karena dalam wilayah yang lama,jumlah manusia sudah mulai
berkurang atau karena dalam wilayah yang lama jumlah manusia sudah
mulai terlampau banyak. Namun perpindahan itu berjalan dengan sangat
lambat, dan biasanya tanpa di sadari orang-orang yang bersangkutan.

Banyak pula migrasi manusia yang berlangsung cepat dan mendadak.


Sebab dari migrasi semacam ini bisa bermacam-macam, misalnya bencana
alam, wabah, perubahan mata pencaharian hidup,peperangan, dan
perkembangan pelayaran.

2. Penyebaran Unsur-unsur Kebudayaan

Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia


di muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan dari sejarah
proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia yang
di sebut proses difusi (diffusion). Salah satu bentuk difusi adalah
penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tenpat lain di
muka bumi oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi.

13
Bentuk difusi yang lain lagi dan mendapatkan perhatiaan oleh ilmu
antropologi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan
pertemuan-pertemuan antara individu dalam suatu kelompok manusia
dengan individu kelompok tetangga. Pertemuan-pertemuan antara
kelompok-kelompok semacam itu dapat berlangsung dengan berbagai
cara.

Cara yang pertama adalah hubungan dimana bentuk dan kebudayaan itu
masing-masing hampir tidak berubah. Hubungan ini yaitu hubungan
symbiotic, dapat kita lihat contohnya di daerah pedalaman negara-negara
kongo,togo dan kamerun di afrika tengah dan barat. Di daerah pedalaman
negara-negara tersebut berbagai suku bangsa afrika hidup dari bercocok
tanam di ladang. Mereka mempunyai tetangga , kelompok-kelompok kecil
yang terdiri dari suku-suku negrito hidup dari berburu dan mengumpulkan
hasil hutan. Hasil berburu dan hasil berhutang itu dibarter dengan hasil
pertanian. Hubungan semacam ini telah berlangsung sejak lama sekali,
malahan sudah sejak berabad-abad lamanya, kedua bela pihak sudah saling
membutuhkan,tetapi hubungan mereka terbatas hanya pada barter barang-
barang itu saja, sedangkan proses saling mempengaruhi tidak ada. Pada
hubungan symbiotic itu kebudayaan suku-suku bangsa afrika tidak
berubah dan kebudayaan kelompok-kelompok negrito juga tidak.

Cara lain adalah bentuk hubungan yang di sebabkan karena perdagangan,


tetapi dengan akibat yang lebih jauh dari pada yang terjadi pada hubungan
sybiotic. Unsur-unsur kebudayaan asing di bawa oleh para pedagang
masuk kedalam kebudayaan penerima dengan tidak di sengaja dan tanpa
paksaan. Hubungan ini dengan mengambil istilah dari ilmu sejarah, sering
di sebut penetration pacifique, artinya “pemasukan secara damai”.
Pemasukan secara damai tentu juga ada pada bentuk hubungan yang di
sebabkan karena usaha dari para penyiar agama. Bedanya dengan
penetration pacifique oleh para pedagang ialah bahwa pemasukan unsur-
unsur asing yang dilakukan oleh para penyiar agama itu berlangsung
dengan sengaja,dan kadang-kadang dengan paksa.

Pemasukan secara tidak damai terdapat pada bentuk hubungan yang


disebabkan karena peperangan dan serangan penaklukan. Lanjut dari
penaklukan adalah penjajahan ,dan pada waktu itulah proses masuknya
unsur kebudayaan asing yang sebenarnya,baru mulai berjalan. Pertemuan
antara kebudayaan-kebudayaan yang disebabkan oleh penyiar agama
seringkali juga baru mulai setelah penaklukan; baru apabila suatu daerah
sudah di taklukan dan di buat aman oleh pemerintah jajahan, maka

14
datanglah para penyiar agama,dan mulailah proses akulturasi yang
merupakan akibat dari aktivitas itu.

Suatu difusi yang meliputi jarak yang besar biasanya terjadi melalui suatu
rangkain pertemuan antara suatu deret suku-suku bangsa. Proses di fusi
semacam ini dalam ilmu antropologi di sebut stimulus diffusion.

Dalam zaman modern sekarang ini, di fusi unsur-unsur kebudayaan yang


timbul di salah satu tempat di muka bumi, berlangsung dengan cepat
sekali. Bahkan sering kali tanpa kontak yang nyata antara individu-
individu. Ini di sebakan karena adanya alat-alat penyiaran yang sangat
efektif, seperti surat kabar,majalah,buku,radio,film,dan televisi.

C. Proses Alkulturasi dan Asimilasi (Pembauran)

1 . Alkulturasi

Istilah akulturasi, atau acculturation atau culture contact, merupakan proses


sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur – unsur kebudayaan asing itu lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan
hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Proses akulturasi ada sejak dulu kala dalam sejarah kebudayaan manusia,
tetapi proses akulturasi yang mempunyai sifat khusus, baru timbul ketika
kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di Eropa Barat mulai menyebar ke
semua daerah lain di muka bumi, dan mulai mempengaruhi masyarakat-
masyarakat suku-suku bangsa di Afrika, Asia, Oseania, Amerika Utara, dan
Amerika Latin.

Penelitian-penelitian sekitar masalah akulturasi timbul dalam lapangan ilmu


antropologi kurang dari setengah abad lalu. Penelitian-penelitian yang
memperhatikan masalah akulturasi dimulai kira – kira sekitar tahun 1910,
dan bertambah banyak sekitar tahun 1920. Penelitian-penelitian itu
sebagian bersifat deskriptif, yaitu melukiskan satu peristiwa akulturasi yang
konkret pada satu atau beberapa suku bangsa tertentu yang sedang
mendapat pengaruh unsur – unsur kebudayaan Eropa Amerika.

Disamping karangan – karangan deskriptif, timbul pula karangan-karangan


yang bersifat teori, yaitu karangan – karangan yang mengabstraksikan
berbagai peristiwa akulturasi dan beberapa konsep mengenai gejala
akulturasi. Beberapa penelitian juga dilakukan oleh para sarjana dari luar
kalangan ilmu antropologi, menyangkut masalah akulturasi itu. Pada masa

15
menjelangnya perang dunia II itu, memang menjadi sangat besar sehingga
dari kalangan antropologi timbul suatu kebutuhan untuk meninjau kembali
segala masalah mengenai gejala akulturasi yang telah timbul dimasa yang
lalu.

Suatu panitia dari dewan ilmiah Social Science Council di Amerika yang
terdiri dari tiga orang sarjana antropologi terkenal, yaitu R. Redfield, R
Linton, dan M.J. Herskovith, telah mengerjakan peninjauan kembali tadi
dan berhasil menyusun suatu ikhtisar dalam tahun 1935. Mereka mencoba
meringkas dan merumuskan semua masalah dalam lapangan penelitian
akulturasi . Ikhtisar itu berjudul A Memorandum for the Study of
Acculturation, dimuat dalam berbagai majalah ilmu antropologi yang
terpenting.

Setelah perang Dunia II, perhatian terhadap masalah akulturasi malahan


lebih besar lagi, sedangkan metode – metode untuk meneliti masalah
akulturasi menjadi lebih tajam. Proses skulturasi dalam masyarakat suku
bangsa yang tersebar di Benua Asia dan di daerah pulau-pulau di Laut
Teduh misalnya, mendapat perhatian Iatimewa dari Seventh Pasific Science
Congress yang diadakan tahun 1949 di Auckad (New Zealand). Kongres itu
mempunyai suatu seminar khusus dalam acaranya, untuk mendiskusikan
masalah akulturasi dalam ilmu antropologi. Bibliografi dengan catatan dari
semua karangan mengenai masalah akulturasi tang disusun oleh F. Keesing,
yaitu : Cultire Change: An Analysis and Bibliography of Antrhropologigal
Sources to 1952, dapat memberikan suatu gambaran tentang hal yang
pernah dikerjakan oleh para sarjana antropologi dalam penelitian-penelitian
mengenai akulturasi hingga tahun 1952. Hal yang dikerjakan antara tahun
1952 dan 1960 juga sangat besar jumlahnya.

Ada lima golongan masalah dalam alkulturasi :

a) Mengenai metode – metode untuk mengobservasi, mencatat, dan


melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat;

b) Mengenai unsur – unsur kebudayaan asing yang mudah diterima,


dan sukar diterima oleh masyarakat;

c) Mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau


diubah, dan unsur – unsur yang tidak mudah diganti atau diubah oleh
unsur – unsur kebudayaan asing;

16
d) Mengenai individu – individu yang suka dan cepat menerima, dan
individu-individu yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur
kebudayaan asing;

e) Mengenai ketegangan – ketegangan dan kritis – kritis sosial yang


timbul sebagai akibat akulturasi.

Dalam meneliti jalannya suatu proses akulturasi, seorang peneliti


memperhatikan beberapa masalah khusus, yaitu :

a) Keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai


berjalan;

b) Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur


kebudayaan asing;

c) Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur – unsur kebudayaan asing untuk


masuk kedalam kebudayaan penerima;

d) Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-


unsur kebudayaaaan asing tadi;

Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur asing.

Titik permulaan dari proses akulturasi antara kebudayaan-kebudayaan di


Indonesia dengan kebudayaan Eropa adalah peristiwa datangnya kapal-
kapal Portugis di Maluku, yaitu di Banda, Tidore, dan Ternate, kemudian ke
Nusa Tenggara pada permulaan abad ke-16. Peristiwa – peristiwa itu
merupakan titik – titik permulaan dari suatu proses akulturasi yang
berlangsung lambat sekali selama tiga abad, dan melaju cepat mulai abad
ke-20.

2 Asimilasi

Asimilasi (assimilation)adalah proses sosial yang timbul bila ada :

1) Golongan – golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang


berbeda-beda,

2) Saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama


sehingga

17
Kebudayaan – kebudayaan golongan – golongan tadi masing-masing
berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Biasanya,
golongan-golongan yang tersangkut dalam suatu proses asimilasi adalah
suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas mengubah sifat
khas dari unsur-unsur kebudayaanya dan menyesuaikannya dengan
kebudayaan dari golongan mayoritas. Sedemikian rupa sehinnga lambat
laun kehilangan kepribadian kebudayaanya dan masuk ke dalam
kebudayaan mayoritas.

Proses-proses sosial yang disebut asimilasi itu banyak diteliti oleh para
sarjana sosiologi, terutama di Amerika Serikat. Di sana timbul berbagai
masalah yang berhubungan dengan adanya individu – individu dan
kelompok imigran yang berasal dari berbagai suku bangsa dan Negara di
Eropa, yang mempunyai kebudayaan-kebudayaan yang berbeda-beda.
Indonesia, mempunyai banyak golongan khusus, baik yang berupa suku
bangsa, lapisan sosial, golongan agama, pengetahuan mengenai seluk-beluk
proses asimilasi dari tempat-tempat lain di dunia menjadi penting sekali
sebagai bahan perbandingan.

Hal yang penting untuk diketahui adalah faktor – faktor yang menghambat
proses asimilasi. Dari berbagai proses asimilasi yang pernah diteliti oleh
para ahli terbukti bahwa hanya dengan pergaulan antara kelompok –
kelompok secara luas dan intensif saja, belum tentu terjadi suatu proses
asimilasi, kalau di antara kelompok-kelompok yang berhadapan itu tidak
ada suatu sikap toleransi dan simpati satu terhadap yang lain. Orang Cina
misalnya ada di Indonesia, bergaul secara luas dan intensif dengan orang
Indonesia sejak berabad-abad lamanya; namun mereka belum juga semua
terintegrasi ke dalam masyarakat dan kebudayaan Indonesia, karena selama
itu belum cukup ada sikap saling bertoleransi dan bersimpati.

Sikap toleransi dan simpati terhadap kebudayaan lain sering terhalang oleh
berbagai faktor, dan faktor-faktor ini sudah tentu juga menjadi penghalang
proses asimilasi pada umumnya. Faktor-faktor itu adalah :

1) kurang pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi;

2) sifat takut terhadap kekuatan dan kebudayaan lain;

3) perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan


terhadap yang lain.

Jenis-jenis asimilasi

18
1. Asimilasi budaya : proses mengadopsi nilai, kepercayaan,
dogma, ideologi bahasa dan sistem simbol dari suatu kelompok etnik
atau beragam kelompok bagi terbentuknya sebuah kandungan nilai,
kepercayaan, dogma, ideologi bahasa maupun sistem simbol dari
kelompok etnik baru.

2. Asimilasi struktural : proses penetrasi kebudayaan dari


suatu kelompok etnik ke dalam ke dalam kebudayaan etnik lain melalui
kelompok primer seperti keluarga, teman dekat,DLL

3. Asimilasi perkawinan, atau sering disebut asimilasi fisik


yang terjadi karena perkawinan antar etnik atau antarras untuk
melahirkan etnik atau ras baru

Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut :

1. terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan


berbeda.

2. terjadi pergaulan antarindividu atau kelompok secara


intensif dan dalam waktu yang relatif lama.

Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan


menyesuaikan diri.

Faktor-faktor yang mendorong atau mempermudah terjadinya


asimilasi adalah sebagai berikut :

1. Toleransi antar kelompok yang berbeda kebudayaan

2. Kesempatan yang seimbang dalam bidang sosial atau ekonomi

3. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaan mereka

4. Sikap terbuka dari golongan etnik dominan terhadap kelompok etnik


minoritas

5. Persamaan unsur kebudayaan

6. Perkawinan antara kelompok yang berbeda budaya

7. Adanya musuh yang sama

Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya


asimilasi antara lain sebagai berikut :

19
1. Kelompok yang terisolasi atau terasing (biasanya kelompok minoritas)

2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang dihadapi

3. Prasangka negatif terhadap pengaruh kebudayaan baru. Kekhawatiran


ini dapat diatasi dengan meningkatkan fungsi lembaga-lembaga
kemasyarakatan

4. Perasaan bahwa kebudayaan kelompok tertentu lebih tinggi daripada


kebudayaan kelompok lain. Kebanggaan berlebihan ini mengakibatkan
kelompok yang satu tidak mau mengakui keberadaan kebudayaan
kelompok lainnya

5. Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut

6. Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada kebudayaan kelompok


yang bersangkutan

7. Golongan minoritas mengalami gangguan dari kelompok penguasa

D. Inovasi

Inovasi merupakan suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber – sumber


alam, energi, dan modal pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan
teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi, dan
dibuatnya produk – produk yang baru.

Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru
tersebar dalam sebuah kebudayaan. Teori ini dipopulerkan oleh Everett
Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of
Innovations. Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah
inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu
dalam sebuah sistemsosial.

Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh
manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi
terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa
kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka
mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat
lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi
tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu
dikatakan exploded atau meledak.

20
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori pada abad ke19 dari
seorang ilmuan perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The
Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi
inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga
memperkenalkan gagasan mengenai opini leadership , yakni ide yang menjadi
penting di antara para peneliti efek media beberapa dekade kemudian. Tarde
melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang
yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar,
sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang
ini dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.

Mempelajari Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika


masyarakat mulai melihat, dan mengamati inovasi baru dari berbagai sumber,
khususnya media masa Pengadopsi awal biasanya merupakan orang-orang
yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa
menangkap inovasi baru yang ada.

Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal
itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang
dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat
mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan melalui
komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik.

Pengadopsian : Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang


mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat
ditentukan juga oleh beberapa faktor riset membuktikan bahwa semakin besar
keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk
mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh
keyakinan terhadap kemampuan seseorang.

Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut


biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu
melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa melakukannya, maka
mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu,
dorongan status juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi
inovasi. Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam
mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status sosialnya di hadapan orang
lain.

Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut
serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak
sesuai dengan nilai yang ia anut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin

21
besar pengorbanan yang dikeluarkan untuk mengadopsi sebuah inovasi,
semakin kecil tingkat adopsinya.

Pengembangan jaringan sosial : Seseorang yang telah mengadopsi sebuah


inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di
sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat.
Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu ke
individu lain melalui hubungan sosial yang mereka miliki.

Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan dekat satu sama
lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses adopsi inovasi,
komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat
mengenai penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal memengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi
yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa.

Lima tahap proses adopsi :

1. Tahap pengetahuan: Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki


informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi
tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada,
bisa melalui media elektronik, media cetak ,maupun komunikasi
interpersonal di antara masyarakat

2. Tahap persuasi: Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam


tingkat pemikiran calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan
yang akan ia dapat jika mengadopsi inovasi tersebut secara personal.
Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia mulai cenderung
untuk mengadopsi atau menolak inovasi tersebut.

3. Tahap pengambilan keputusan: Dalam tahap ini, seseorang membuat


keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah
inovasi. Namun bukan berarti setelah melakukan pengambilan keputusan
ini lantas menutup kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.

4. Tahap implementasi: Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil


mempelajari lebih jauh tentang inovasi tersebut.

5. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian


akan mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut
diadopsi ataupun tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan
yang mereka buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian

22
mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah
melakukan evaluasi.

Kategori pengadopsi :

Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5


kategori pengguna inovasi :

1. Inovator : Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba
hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding
kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk
komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-
orang ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan
yang memiliki banyak teman atau relasi.

2. Pengguna awal : Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator


kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding
kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka
dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena
kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru.

3. Mayoritas awal : Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang


tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi.
Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum
membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun
waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting
dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh
komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.

4. Mayoritas akhir : Kelompok zang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi


sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah
mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan.
Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka.
Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk
mengadopsi inovasi.

5. Laggard : Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan


adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba
hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang
yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya
sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru
sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka
ketinggalan zaman

23
KESIMPULAN
Didalam Dinamika Sosial, terdapat beberapa konsep yang penting:
internalisasi, sosialisasi, enkulturasi, evolusi sosial,asimilasi, difusi, alkulturasi,
dan inovasi. Internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi tergabung dalam satu proses,
yaitu proses belajar kebudayaan sendiri. Internalisasi adalah proses panjang
dimana individu dari lahir sampai individu itu meninggal, ia belajar, menanamkan
dan mengembangkan kepribadiannya, segala perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi
yang diperlukan sepanjang hidupnya.

Sosialisasi merupakan proses seseorang dalam belajar kebudayaan dalam


hubungan dengan sistem sosial. Enkulturasi merupakan proses dimana individu
mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap dengannorma dan adat
yang berlaku. Proses evolusi sosial terbagi dalam dua jenins pengamatan
:microscopic dimana akan terlihat reccurent process, dan macroscopic dimana
akan terlihat directional process.

Difusi adalah salah satu bentuk penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari


satu tempat ke tempat lainnya. Penyebaran ini biasanya dibawa oleh sekelompok
manusia yang melakukan migrasi ke suatu tempat. Sehingga kebudayaan mereka
turut melebur di daerah yang mereka tuju.Bentuk Penyebaran kebudayaan juga
dapat terjadi dengan berbagai cara. Antara lain:

1. Adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur

kebudayaannya ke tempat yang jauh


2. Adanya pertemuan antara individu-individu kelompok yang lain.

3. Hubungan perdagangan

Proses Akulturasi sudah ada sejak dulu kala dalam sejarah kebudayaan
manusia, tetapi proses akulturasi yang mempunyai sifat khusus, baru timbul
ketika kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di Eropa Barat mulai menyebar ke
semua daerah lain di muka bumi, dan mulai mempengaruhi masyarakat-
masyarakat suku-suku bangsa di Afrika, Asia, Osenia, Amerika Utara, dan
Amerika Latin.

Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan


hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru.
Proses asimilasi itu ditandai oleh pengembangan sikap-sikap yang sama, yang
walaupun terkadang bersifat emosional, bertujuan untuk mencapai kesatuan, atau

24
paling sedikit untuk mencapai integrasi dalam organisasi dan tindakan. Secara
matematis proses asimilasi dapat ditulis : Aa + Bb + Cc = Dd yang berarti bahwa
kelompok etnik A, B, dan C karena faktor-faktor pendorong asimilasi terpenuhi,
mengalami peleburan unsur-unsur kebudayaan kelompok etnik a + b + c
menghasilkan kebudayaan baru d, yang sebelumnya tidak ada dalam kebudayaan
A, B, maupun D.

Inovasi merupakan proses pembaruan yang menyebabkan adanya sistem


produksi, dan dibuatnya produk – produk yang baru. Di dalam inovasi, ada pula
difusi inovasi, yang merupakan cara penyebaran dan target penyebaran dari hasil
atau inovasi itu sendiri. Inovasi mempunyai perbedaan dengan evolusi. Yaitu,
dimana inovasi merupakan proses perubahan kebudayaan yang berjalan lebih
cepat dibandingkan dengan evolusi

DAFTAR PUSTAKA
Herskovits, M.J. 1924. ”Preliminary Consideration of the Culture
Areas of Africa”. American Anthropologist. Vol. XXVI, p. 50-
Kluckhohn, C. And W.H.Lely. 1945. ”The Concept of Culture”. The Science of
Man in the World Crisis. R.Linton (Ed). New York : Columbia University
Press, p 78-106
Koentjaraningrat.1980. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara


Baru.

Supardan, Dadang. 2007. Pengantar Ilmu Sosial. Bandung : Bumi


Aksara.

25

Anda mungkin juga menyukai