Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adanya berbagai kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang serba


canggih dan cepat dapat menghasilakan produk-produk yang beraneka ragam
yang digunakan untuk kebutuhan manusia. Salah satu aspek yang sangat
berkembang dan dapat mempengaruhi kehidupan manusia adalah industri pakaian.
Pakaian pada dasarnya adalah kebutuhan primer (pokok) yang sangat dibutuhkan
oleh manusia di dunia dan perkembanganya cukup signifikan, hal ini terbukti
dengan berdirinya pabrik-pabrik pakaian dengan berbagai model dan bahan yang
sangat bervariasi diseluruh dunia, khususnya di Indonesia.

Sebagai seorang muslim kita harus melihat kaidah-kaidah berpakaian yang sesuai
dengan syari’at islam, supaya apa yang kita kenakan dapat dipertanggung
jawabkan di akhirat kelak dan tidak memicu hal-hal yang tidak diinginkan.
Berbeda dengan zaman sekarang banyak dikenal model yang tidak sesuai dengan
syari’at islam, sebagai contoh adalah model pakaian yang dikenal dengan istilah
“you can see” yang artinya kamu boleh melihat, atau bahkan ada yang rela mati-
matian untuk menaikan bagian bawahnya ke atas dan yang atas rela diturunkan
kebawah, atau ada yang mengenangkan baju yang tidak semestinanya dipakai oleh
anak TK/SD (pakaian super ketat) hingga terlihatlah apa yang seharusnya tidak
terlihat. Naudzubillah min dzalik.Begitu pula dengan kehidupan di kampus yang
tentunya tidak terlepas dari peratura-peraturan kampus sendiri. Dimana kampus
merupakan salah satu media untuk mencetak kader-kader penerus bangsa yang
menjadi figur dari beberapa kalangan, baik kota maupun desa dan kalangan
lainnya. Sehingga masalah berpakain di kampus juga perlu di jaga dan
disesuaikan dengan syari’at Islam.

Akhir-akhir ini banyak diantara mahasiswa dan mahasiswi yang memfigurkan


pakaian-pakain barat sebagai kebanggaan mereka biasanya identik serba seksi

1
walaupun melanggar ketentuan syari’at islam. Dengan gaya dan mode pakaian
tersebut secara tidak langsung akan dapat memicu para generasi muda bangsa
pada perbuatan-perbuatan tidak diinginkan, terutama moral dan akhlak mereka
serta merugikan baik secara duniawi maupun ukhrawi.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana adab berpakaian dan berhias menurut ajaran Islam?

C. Tujuan penulisan

Untuk mengetahui adab berpakaian dan berhias menurut ajaran Islam.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Akhlak Berpakaian

Pakaian sebagai kebutuhan dasar bagi setiap orang dalam berbagai zaman dan
keadaan. Islam sebagai ajaran yang sempurna, telah mengajarkan kepada
pemeluknya tntang bagaimana tata cara berpakaian. Berpakaian menurut Islam
tidak hanya sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi setiap orang, tetapi
berpakaian sebagai ibadah untuk mendapatkan ridha Allah. Oleh karena itu setiap
orang muslim wajib berpakaian sesuai dengan ketentuan yang ditetap Allah.
Untuk memberikan gambaran yang jelas tntang adab berpakaian dalam Islam,
berikut ini akan dijelaskan pengertian adab berpakaian, bentuk akhlak berpakaian,
nilai positif berpakaian dan cara membiasakan diri berpakaian sesuai ajaran
Islam.1

1. Pengertian Akhlak Berpakaian

Pakaian (jawa : sandang) adalah kebutuhan pokok bagi setiap orang sesuai dengan
situasi dan kondisi dimana seorang berada. Pakaian memiliki manfaat yang sangat
besar bagi kehidupan seorang, guna melindungi tubuh dari semua kemungkinan
yang merusak ataupun yang menimbulkan rasa sakit. Dalam Bahasa Arab pakaian
disebut dengan kata "Libaasun-tsiyaabun". Dan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonsia, pakaian diartikan sebagai "barang apa yang biasa dipakai oleh seorang
baik berupa baju, jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, jubah, surban dan
lain sebagainya.

Secara istilah, pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan seseoang dalam
bebagai ukuran dan modenya berupa (baju, celana, sarung, jubah ataupun yang
lain), yang disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang
bersifat khusus ataupun umum. Tujuan bersifat khusus artinya pakaian yang

1
Putri Falinda, “Akhlak Berpakaian dan Akhlak Berhias”, diposkan dari
http://putrifalindamutiara.blogspot.com/2012/09/akhlak-berpakaian-dan-akhlak-berhias.html,
pada 14 September 2012

3
dikenakan lebih berorientasi pada nilai keindahan yang disesuaikan dengan situasi
dan kondisi pemakaian.

Tujuan bersifat umum lebih berorientasi pada keperluan untuk menutup ataupun
melindungi bagian tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut
kepatutan adat ataupun agama. Menurut kepatutan adat berarti sesuai mode
ataupun batasan ukuran untuk mengenakan pakaian yang berlaku dalam suatu
wilayah hukum adat yang berlaku. Sedangkan menurut ketentuan agama lebih
mengarah pada keperluan menutup aurat sesuai ketentuan hukum syari'at dengan
tujuan untuk berribadah dan mencari ridho Allah. (Roli A.Rahman, dan M,
Khamzah, 2008 : 30).

2. Bentuk Akhlak Berpakaian

Dalam pandangan Islam pakaian dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu :
pertama, pakaian untuk menutupi auot tubuh sebagai realisasi dai perintah Allah
bagi wanita seluruh tubuhnya kecuali tangan dan wajah, dan bagi pria menutup di
bawah lutut dan di atas pusar. Standar pakaian seperti ini dalam perkembangannya
telah melahirkan kebudayaan berpakaian bersahaja sopan dan santun serta
menghindarkan manusia dari gangguan dan eksploitasi aurat. Sedangkan yang
kdua, pakaian merupakan perhiasan yang menyatakan identitas diri sebagai
konsekuensi perkmbangan peradaban manusia.

Berpakaian dalam pengertian untuk menutup aurat, dalam Syari'at Islam


mempunyai ketentuan yang jelas, baik ukuran aurat yang harus ditutup atau pun
jenis pakaian yang digunakan untuk menutupnya. Bepakaian yang menutup aurat
juga menjadi bagian intgral dalam menjalankan ibadah, terutama ibadah shalat
atau pun haji dan umrah. Karena itu setiap orang beriman baik pria atau pun
wanita memiliki kewajiban untuk berpakaian yang menutup aurat.

Sedangkan pakaian yang berfungsi sebagai perhiasan yang menyatakan identitas


diri, sesuai dengan adaptasi dan tradisi dalam berpakaian, merupakan kebutuhan
manusia untuk menjaga dan mengaktualisasikan dirinya menurut tuntutan
perkembangan zaman. Nilai keindahan dan kekhasan berpakaian menjadi tuntutan
yang terus dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya

4
dengan pakaian sebagai pehiasan, maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan keinginan mengembangkan bebagai mode pakaian menurut
fungsi dan momentumnya namun dalam agama harus tetap pada nilai-nilai dan
koridor yang telah digaiskan dalam Islam.

Pakaian yang berfungsi menutup aurat pada wanita diknal dengan istilah jilbab,
dalam bahasa sehari-hari jilbab mengangkut segala macam jenis selendang atau
kerudung yang menutupi kepala (kecuali muka), leher, punggung dan dada
wanita. Dengan pengertian seperti itu selendang yang masih mmperlihatkan
sebagian rambut atau leher tidaklah dinamai jilbab.

Dalam kamus Bahasa Arab, Al-Mu'jam al-Wasith, jilbab di samping dipahami


dalam arti di atas juga digunakan secara umum untuk segala jenis pakaian yang
dalam (gamis, long dress, kebaya) dan pakaian wanita bagian luar yang menutupi
semua tubuhnya seperti halnya mantel, jas panjang. Dengan pengertian seperti itu
jilbab bisa diartikan dengan busana muslimah dalam hal ini secara khusus berarti
selendang atau kerudung yang berfungsi menutupi aurat.

Karena itu hanya muka dan telapak tangan yang boleh diperlihatkan kepada
umum. Selain itu haram diperrlihatkan kecuali kepada beberapa orang masuk
kategori mahram atau maharim dan tentu saja kepada suaminya. Antara suami
istri tidak ada batasan aurat sama sekali secara fiqih. Tetapi dengan maharim yang
boleh terlihat hanyalah aurat kecil (leher ke atas, tangan dan lutut ke bawah).
Busana muslimah haruslah memenuhi kriteria berikut ini :

1. Tidak jarang dan ketat


2. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
3. Tidak menyerupai busana khusus non-muslim
4. Pantas dan sederhana (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 30)

3. Nilai Positif Akhlak Berpakaian

Setiap muslim diwajibkan untuk memakai pakaian, yang tidak hanya berfungsi
sebagai menutup auat dan hiasan, akan tetapi harus dapat menjaga kesehatan
lapisan terluar dari tubuh kita. Kulit befungsi sebagai pelindung dari krusakan-

5
kerusakan fisik karena gesekan, penyinaran kuman-kuman, panas zat kimia dan
lain-lain. Di daerah tropis dimana pancaran sinar ultra violet begitu kuat, maka
pakaian ini menjadi sangat penting. Pancaran radiasi sinar ultra violet akan dapat
menimbulkan terbakarnya kulit, penyakit kanker kulit dan lain-lain.

Dalam kaitannya dengan penggunaan bahan, hendaknya pakaian terbuat darri


bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, karena memudahkan
terjadinya penguapan keringat, dan untuk menjaga suhu kestabilan tubuh agar
tetap normal. Pakaian harus bersih dan secara rutin dicuci setelah dipakai supaya
terbebas dari kuman, bakteri ataupun semua unsur yang merugikan bagi kesehatan
tubuh manusia.

Agama Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar berpakaian yang baik, indah
dan bagus, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa
pakaian tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat
dan keindahan. Sehingga bila hendak menjalankan shalat dan seyogyanya pakaian
yang kita pakai itu adalah pakaian yang baik dan bersih (bukan berarti mewah).
Hal ini sesuai fiman Allah dalam Surat al-A'raf/7 : 31.

َ‫ الَ ي ُِحبُّ ْال ُمس ِْر ِفيْن‬,ُ‫يَبَنِى أَدَ َم ُخذ ُ ْوا ِز ْينَتَ ُك ْم ِع ْندَ ُك ِِّل َمس ِْج ٍد َو ُكلُ ْوا َوا ْش َربُوا َوالَ تُس ِْرفُ ْوا ج اِنَّه‬

Artinya : "Hak anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
masjid makan, minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (Q.S Al-A'raf/7 : 31)

Islam mengajak manusia untuk hidup secaa wajar, berpakaian secara wajar,
makan minum juga jangan kurang dan jangan berlebihan.

Ketentuan dan kriteria busana muslimah menurut Al-Qur'an dan Sunnah memang
lebih ketat dibanding ketentuan berbusana untuk kaum pria. Hal-hal yang tidak
diatur oleh Al-Qur'an dan Sunnah diserahkan kepada pilihan masing-masing,
misalnya masalah warna dan mode. Keduanya menyangkut selera dan budaya,
pilihan warna dan mode akan selalu berubah sesuai dengan perkembangan
peradaban umat manusia. Karena itu apapun model busanya, maka haruslah dapat

6
mengantarkan menjadi hamba Allah yang bertaqwa (Roli A. Rahman, dan M.
Khamzah, 2008 : 32)

4. Membiasakan Akhlak Berpakaian

Merujuk pada realita di lapangan, manusia dalam berbagai tingkat statifikasi dan
levelnya tetap akan mengenakan pakaian sebagai kebutuhan untuk melindungi diri
ataupun memperelok diri. Jenis pakaian yang dikenakan setiap orang
mencerminkan identitas seorang sesuai dengan tingkat peradaban yang
berkembang. Karena itu pakaian yang dikenakan setiap orang pada zaman modern
cukup beragam baik bahan ataupun modenya. Agama Islam memerintahkan
pemeluknya agar berpakaian yang baik dan bagus, sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Dalam pengertian bahwa pakaian tersebut dapat memenuhi hajat
tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat dan keindahan. Terutama apabila kita
akan melakukan ibadah shalat, maka seyogyanya pakaian yang kita pakai itu
adalah pakaian yang baik dan bersih Islam mengajak manusia untuk hidup secara
wajar, berpakaian secara wajar, makan minum juga jangan kurang dan jangan
berlebihan.

Islam telah menggariskan aturan-aturan yang jelas dalam berpakaian yang harus
ditaati yakni dalam apa yang disebut etika berbusana. Seorang muslim atau
muslimah diwajibkan untuk memakai busana sesuai dengan apa yang telah
digariskan dalam aturan. Tidak dibenarkan seorang muslim atau muslimah
memakai busana hanya berdasarkan kesenangan, mode atau adat yang berlaku di
suatu masyarakat, sementara batasan-batasan yang sudah ditentukan agama
ditinggalkan. Karena sesungguhnya hanya orang munafiq, yang suka
meninggalkan ketentuan berpakaian yang sudah diatur agama yang diyakini
kebenarannya, akibat mereka yang mengabaikan ketentuan akan mendapatkan
azab di hadapan Allah kelak di akhirat. (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah 2008 :
32)

7
B. Akhlak Berhias

Berhias adalah naluri yang dimiliki oleh setiap manusia. Berhias telah menjadi
kebutuhan dasar manusia sesuai dengan tingkat peradaban, tingkat sosial di
masyarakat. Berhias dalam ajaran Islam sebagai ibadah yang berorientasi untuk
mndapatkan ridha Allah. Untuk memberikan uraian yang lebih detail tentang
akhlak berhias, berikut akan dibahas tentang ; pengetian akhlak berhias, bentuk
akhlak berhias, nilai positif akhlak berhias, membiasakan akhlak berhias dalam
kehidupan sehari-hari, tentunya sesuai dengan nilai Islam.

1. Pengetian Akhlak Berhias

Dalam kehidupan masyarakat dewasa ini (modern), berhias adalah kebutuhan


dasar untuk memperindah penampilan diri, baik di lingkungan rumah ataupun di
luar rumah. Berhias adalah bentuk ekspesi personal, yang menegaskan jati diri dan
menajdi kebanggaan seseorang. Berhias dalam Bahasa Arab disebut dengan kata
"Zayyana-yazayyini (QS. Al-Nisa') 'Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
berhias diarttikan : "Usaha memperelok diri dengan pakaian ataupun lainnya yang
indah-indah, berdandan dengan dandanan yang indah dan menarik"

Secara istilah berhias dapat dimaknai sebagai upaya setiap orang untuk
memperindah diri dengan berbagai busana, asesoris ataupun yang lain dan dapat
memperindah diri bagi pemakainya, sehingga memunculkan kesan indah bagi
yang menyaksikan serta menambah rasa percaya diri penampilan untuk suatu
tujuan tertentu.

Berdasarkan ilustrasi di atas, maka dapat dipahami pada pada hakekat berhias itu
dapat dikategorikan akhlak terpuji, sebagai perbuatan yang dibolehkan bahkan
dianjurkan, selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar Islam. (QS. Al-A'raf :
31).

Dalam sebuah Hadist Nabi saw bersabda :

)‫إِ َّن للاَ َج ِميْل َوي ُِحبُّ ْال َج َما ِل (رواه مسلم‬

Artinya : Sesungguhnya Allah itu Indah dan menyukai keindahan (HR. Muslim)

8
Adapun tujuan berhias untuk memperindah diri sehingga lebih memantapkan
pelakunya menjadi insane yang lebih baik (muttaqin). (Roli A. Rahman, dan M.
Khamzah, 2008 : 33).

2. Bentuk Akhlak Berhias

Berhias merupakan perbuatan yang diperintahkan ajaran Islam. Mengenakan


pakaian merupakan salah satu bentuk berhias yang diperintahkan. Pakaian dalam
Islam memiliki fungsi hiasan yaitu untuk memenuhi kebutuhan manusia yang
tidak sekadar membutuhkan pakaian penutup aurat, tetapi juga busana yang
memperelok pemakainya.

Pada masyarakat yang sudah maju peradabannya, mode pakaian ataupun


berdandan mmperoleh perhatian lebih besar. Jilbab, dalam konteks ini,
menjalankan fungsinya sebagai hiasan bagi para muslimah. Mode jilbab dari
waktu ke waktu terus mengalami perkembangan. Jilbab bukan hanya sebagai
penutup aurat, namun juga memberikan keelokan dan keindahan bagi pemakainya
untuk mempercantik dirinya.

Berhias dalam ajaran Islam tidak sebatas pada penggunaan pakaian, tetapi
mencakup keseluruhan piranti (alat) aksesoris yang lazim digunakan untuk
mempercantik diri, mulai dari kalung, gelang, arloji, anting-anting, bross dan
lainnya. Di samping itu dalam kehidupan modern, berhias juga mencakup
penggunaan bahan ataupun alat tertentu untuk melengkapi dandanan dan
penampilan mulai dari bedak, make-up, semir rambut, parfum, wewangian dan
sejenisnya.

Agama Islam telah memberikan rambu-rambu yang tegas agar setiap muslim
mengindahkan kaidah berhias yang meliputi :

1. Niat yang lurus, yaitu berhias hanya untuk beribadah, artinya segala bentuk
kegiatan berhias diorientasikan sebagai bentuk nyata bersyukur atas nikmat
dan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2. Dalam berhias tidak dibenarkan menggunakan bahan-bahan yang dilarang
agama

9
3. Dilarang berhias dengan menggunakan simbol-simbol non muslim (salib dll)
4. Tidak berlebih-lebihan
5. Dilarang berhias seperti cara berhiasnya orang-orang jahiliyah
6. Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dengan memperhatikan jenis
kelamin
7. Dilarang berhias untuk keperluan berfoya-foya atau pun riya'

Islam telah memberikan batasan-batasan yang jelas agar manusia tidak tertimpa
bencana karena nalurinya yang cenderung mengikuti hawa nafsunya. Sebab
seringkali naluri manusia berubah menjadi nafsu liar yang menyesatkan dan akan
menimbulkan bencana bagi kehidupan manusia. Agama Islam memberi batasan
dalam etika berhias, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah berikut :

ُ ‫الزكَوة َ َوأَ ِط ْعنَ للاَ َو َر‬ َّ َ‫ص َلوة َ َوأ َ ِتيْن‬ َّ ‫لى َوأ َ ِق ْمنَ ال‬ ُ
ُ‫س ْولَه‬ َ ‫َوقَ ْرنَ ِفى بُي ُْو ِت ُك َّن َوالَ ت َ َب َّرجْ نَ ت َ َب ُّر َج اْل َج ِه ِليَّ ِة اْأل ْو‬
‫ج‬
‫ِإنَّ َما‬
)23(
‫ط ِِّه َر ُك ْم ت َْط ِهي ًْرا‬ ِ ‫س أ َ ْه َل ْالبَ ْي‬
َ ُ‫ت َوي‬ َ ْ‫الرج‬ َ ‫ي ُِر ْيد ُ للاُ ِليُذْه‬
ِّ ِ ‫ِب َع ْن ُك ُم‬

33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu (1215) dan janganlah kamu berhias
dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu (1216) dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasulnya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul
bait (1217)dan membersihkan kamu sebersih-besihnya. (QS. Al-ahzab/33 : 33)

(1215) Maksudnya : istri-istri Rasul agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila
ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. Perintah ini juga meliputi segenap
mukminat.

(1216) yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang
terdapat sebelum Nabi Muhammad saw dan yang dimaksud Jahiliyah sekarang
ialah jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam.

(1217) Ahlul bait disini, yaitu keluarga rumah tangga Rasulullah saw

Larangan Allah dalam ayat tersebut di atas, secara khusus ditujukan kepada
wanita-wanita muslimah, agar mereka tidak berpenampilan (tabarruj)seperti
orang-orang jahiliyah zaman Nabi dahulu. Berangkat dari pengalaman sejarah
masa lalu, maka seorang muslim harus berhati-hati dalam berhias. Sebab jika

10
seorang muslim sembarangan dalam berhias, maka akan terjebak dalam perangkat
setan. Ketauhilah bahwa setan memasang perangkap di setiap sudut kehidupan
manusa. Tujuannya tentu saja untuk menjebak manusia agar menjadi sahabat
setianya. (Roli A. Rahman dan M. Khamzah, 2008 : 34)

3. Nilai Positif Akhlak Berhias

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur manusia dalam segala
aspeknya. Ajaran Islam bukannya hanya mengatur hubungan vertikal manusia
(hablum minallah), tetapi juga hubungan horizontal dengan sesamanya (hablum
minannas). Karena itulah antara lain Islam dikatakan sebagai yang sempurna,
Islam mengajarkan kepada manusia mulai dari bagaimana cara makan, minum,
tidur, sampai bagaimana cara mengabdi kepada sang khalik.

Dalam masalah berhias, Islam menggariskan aturan-aturan yang harus ditaati


yakni dalam apa yang disebut etika berhias (berdandan). Seorang muslim atau
muslimah dituntut untuk berhias sesuai dengan apa yang digariskan dalam aturan.
Tidak boleh misalnya, seorang muslim atau muslimah dalam berhias hanya
mementingkan mode atau adat yang berlaku di suatu masyarakat, sementara
batasan-batasan yang sudah ditentukan agama ditinggalkan.

Seorang muslim ataupun muslimah yang berhias (berdandan) sesuai ketentuan


Islam, maka sesungguhnya telah menegaskan jati dirinya sebagai mukmin ataupun
muslim. Mereka telah menampilkan diri sebagai sosok pribadi yang bersahaja dan
berwibawa sebagai cermin diri yang konsisten dalam berhias secara syar'i. Di
samping itu dengan dandannya yang telah mendapatkan jaminan halal secara
hukum. Sehingga apa yang sudah dilakukan akan mnajdi motivasi untuk
menghasilkan karya yang bermanfaat bagi sesamanya. Tidak mnimbulkan
keangkuhan dan kesombongan karena dandanan (hiasan) yang dikenakan, karena
keangkuhan dan kesombongan merupakan perangkap syaithon yang harus
dihindari.

Berhias secara Islami akan memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek
kehidupan, karena berhias yang dilakukan diniatkan sebagai ibadah, maka segala
aktivitas berhias yang dilakukan seorang muslim, akan menjadi jalan untuk

11
mendapatkan barokah dan pahala dari al-Kholik. Namun sebaliknya apabila
seseorang dalam berhias (berdandan) mengabaikan norma Islam maka segala hal
yang dilakukan dalam berdandan, akan menjadi pendorong untuk melakukan
kemaksiatan kemungkaran bahkan menjadi sarana memasuki perangkap syaithon
yang menyesatkan.

Adapun bentuk perangkap setan dalam hal berhias, dapat kita telusuri melalui
kisah manusia pertama sebelum diturunkan di bumi. Ketika Adam dan Hawa
masih tinggal di surga, setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya. Setan
membujuk mereka untuk menampakkan auratnya dengan cara merayu mereka
untuk memakan buah khuldi.

Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan


kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan
berkata : "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan
supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang
yang kekal (dalam surga)" (QS. Al-a'raf /7:20).

Dari peristiwa Adam dan Hawa tersebut, kita dapat mengambil dua pelajaran,
pertama, ide membuka aurat adalan idenya setan yang selalu hadir dalam lintasan
pikiran manusia, Kedua, Adam dan Hawa diusir dari surga karena terjebak pada
perangkap setan, maka derajat mereka turun dengan drastis. Begitulah siapapun
yang mau dijebak setan akan mengalami nasib yang sama. (Roli A. Ahman, dan
M. Khamzah, 2008 : 35)

4. Membiasakan Akhlak Berhias

Sejak awal agama Islam telah menanamkan kesadaran akan kewajiban


pemeluknya untuk menjaga sopan santun dalam kaitannya dengan berhias ataupun
berdandan, dengan cara menentukan bahan, bentukm ukuran dan batasan aurat
baik bagi pria ataupun wanita.

Berhias merupakan kebutuhan manusia untuk menjaga dan mengaktualisasikan


dirinya menurut tuntutan perkembangan zaman. Nilai keindahan dan kekhasan
dalam berhias menjadi tuntutan yang terus dikembangkan seiring dengan

12
perkembangan zaman. Dalam kaitannya dengan kegiatan berhias atau berdandan,
maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keinginan
mengembangkan berbagai model menurut fungsi dan momentumnya, sehingga
berhias dapat menyatakan identitas diri seseorang.

Dalam Islam diperintahkan untuk berhias yang baik, bagus, dan indah sesuai
dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa, perhiasan tersebut
dapat memenuhi hajat tujuan berhias, yaitu mempercantik atau memperelok diri
dengan dandanan yang baik dan indah. Terutama apabila kita akan melakukan
ibadah shalat, maka seyogyanya perhiasan yang kita pakai itu haruslah yang baik,
bersih dan indah (bukan berarti mewah), karena mewah itu sudah memasuki
wilayah berlebihan.

Hal ini sesuai firman Allah :" Hak anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di
setiap (memasuki) masjid, makan, minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (Q.S. al-
A'raf/7:31). Islam mengajak manusia untuk hidup secara wajar, berpakaian secara
wajar, berhias secara lazim, jangan kurang dan jangan berlebihan. Karena itu
setiap pribadi menyakinkan, tidak menyombongkan diri, tidak angkuh, tetapi tetap
sederhana dan penuh kebersahajaan sebagai wujud konsistensi terhadap ajaran
Islam. (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 36).

13
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Islam melarang umatnya mengobral aurat, baik aurat laki-laki maupun


perempuan. oleh sebab itu, setiap muslim memiliki etika dalama berpergian.

Islam menganjurkan umatnya agar senantiasa berhias. Artinya setiap


muslim harus tampil memikat, sehigga tidak membuat orang lain merasa jijik
bergaul dengannya. Oleh sebab itu, setiap muslim harus memiliki etika dalam
berhias.

B. Saran

Kami sebagai penulis menyarankan kepada para pembaca agar lebih


memperhatikan pakaian dan riasan yang kita gunakan, bukan hanya kepada
pembaca, tetapi untuk kami juga.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hirasah Al-Fadhilah karya Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid

Departemen Ilmiah Darul Wathan.Etika Seorang Muslim.2008.Jakarta:Darul Haq

http://iralestari.weebly.com/blog/adab-berpakaian-dan-berhias-dalam-syariat-
islam

http://putrifalindamutiara.blogspot.com/2012/09/akhlak-berpakaian-dan-akhlak-
berhias.html

15

Anda mungkin juga menyukai