Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Diabetus Melitus (DM) termasuk kelompok penyakit metabolik yang
dikarakteristikkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena efek
sekresi insulin, efek kerja insulin atau kombinasi keduanya (ADA, 2003 dalam Smeltzer
et al., 2008).
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak akibat dari ketidak seimbangan antara ketersediaan insulin dengan kebutuhan
insulin. Gangguan tersebut dapat berupa defisiensi insulin absolut, gangguan pengeluaran
insulin oleh sel beta pankreas, ketidakadekuatan atau kerusakan pada reseptor insulin,
produksi insulin yang tidak aktif dan kerusakan insulin sebelum bekerja (Sudoyo.et.al,
2006). Diabetes Melitus (DM) tipe 2 dikarakteristikkan dengan hiperglikenia, resistensi
insulin dan kerusakan relatif sekresi insulin (Soegondo, Seowondo & Subekti, 2009).
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronik, progresif yang dikarakteristikan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbahidrat, lemak, dan
protein awal terjadinya hyperglikemia (kadar gula yang tinggi dalam darah) (Black &
Hawk, 2009).
Diabetes Melitus (DM) pada lanjut usia cenderung meningkat, hal ini dikarenakan
DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan
ekstrinsik. (Martono dkk, 2007). Umumnya pasien diabetes dewasa 90% termasuk
diabetes tipe 2. Dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun
(Gustaviani, 2006). Untuk menentukan diabetes usia lanjut baru timbul pada saat tua,
pendekatan selalu dimulai dari anamnesis, yaitu tidak adanya gejala klasik seperti poliuri,
polidipsi atau polifagi. Demikian pula gejala komplikasi seperti neuropati, retinopati dan
sebagainya, umumnya bias dengan perubahan fisik karena proses menua, oleh karena itu
memerlukan konfirasi pemeriksaan fisik, kalau perlu pemeriksaan penunjang
2.2 KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI
Word Health Organization (WHO) pada tahun 1997 dalam Porth (2007)
mengklasifikasikan diabetes menjadi empat jenis, antara lain : DM 1, DM 2, DM tipe lain
serta diabetes kahamilan.
1. Diabetes Melitus (DM) tipe 1
Diabetes Melitus (DM) tipe 1 ditandai oleh destruksi sel beta pankreas, terbagi
dalam 2 sub tipe yaitu tipe 1A yaitu diabetes yang diakibatkan proses immunologi
(immune-mediated diabetes) dan tipe 1B yaitu diabetes idiopatik yang tidak diketahui
penyebabnya. Diabetes 1A ditandai oleh destruksi autoimun sel beta. Sebelumnya
disebut dengan diabetes juvenile, terjadi lebih sering pada orang muda tetapi dapat
terjadi pada semua usia. Diabetes tipe 1 merupakan gangguan katabolisme yang
ditandai oleh kekurangan insulin absolut, peningkatan glukosa darah, dan pemecahan
lemak dan protein tubuh.
2. Diabetes Melitus (DM) tipe 2
Diabetes Melitus (DM) tipe 2 atau juga dikenal sebagai Non-Insulin Dependent
Diabetes (NIDDM). Dalam Diabetes Melitus tipe 2, jumlah insulin yang diproduksi
oleh pankreas biasanya cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubah total (Julien, Senecal & Guay, 2009). Jumlahnya mencapi
90-95% dari selurah pasien dengan diabetes, dan banyak dialami oleh orang dewasa
tua lebih dari 40 tahun serta lebih sering terjadi pada individu obesitas (CDC, 2005).
Kasus Diabetes Melitus tipe 2 umumnya menpunyai latar belakang kelainan yang
diawali dengan terjadinya resistensi insulin.
Resistensi insulin utamanya dihasilkan dari kerusakan genetik dan selanjutnya
oleh faktor lingkungan (Turner & Clapha, 1998). Ketika glukosa intrasel meningkat,
maka asam lemak bebas (Free Fatti Acit – FFAs) disimpan, namun ketika glukosa
menurun maka FFAs masuk ke sirkulasi sebagai substrat dari produksi glukosa. Pada
kondisi normal, insulin memicu sintesa trigliserida dan menghambat lipolysis
postprandial. Glukosa diserap kedalam jaringan adiposa dan sirkulasi FFAs
mempunyai efek yang bahaya pada produksi glukosa dan sensitifitas insulin,
peningkatan glukosa darah pun ikut berperan. Pada tipe ini terjadi kehilangna sek beta
pankreas lebih dari 50%.
2.3 FAKTOR-FAKTOR RISIKO DIABETES MILITUS
Menurut Sudoyo (2006), faktor-faktor risiko terjadinya DM antara lain :
1. Faktor Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dengan DM tipe 2, akan mempunyai peluang menderita DM
sebesar 15% dan risiko mengalami intoleransi glukosa yaitu ketidakmampuan dalam
memetabolisme karbohidrat secara normal sebesar 30% (LeMone & Burke, 2008).
Faktor genetik dapat langsung mempengaruhi sel beta dan mengubah kemampuannya
untuk mengenali dan menyebarkan rangsang sekretoris insulin. Keadaan ini
meningkatkan kerentanan individu tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan yang
dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta pankreas.
2. Obesitas
Obesitas atau kegemukan yaitu kelebihan berat badan ≥ 20% dari berat ideal atau
BMI (Body Mass Indeks) ≥ 27kg/m2. Kegemukan menyebabkan berkurangnya jumlah
reseptor insulin yang dapat bekerja didalam sel pada otot skeletal dan jaringan lemak.
a. Komposisi asam lemak dari struktur lipid membran otot
Keaktifan insulin sangat dipengaruhi oleh komposisi asam lemak dalam
fosfolipid membran. Makin jenuh asam lemak lipid membran, sensifitas insulin
semakin kurang dan semakin tidak jenuh asam lemak lipid membran maka
keaktifan insulin semakin baik. Storlien dkk dalam llyas (2007) menyatakan
makin jenuh asam lemak fosfolipid membran jaringan, laju metabolisme makin
rendah dan ini merupakan predisposisi bagi penimbunan lemak. Sehingga
semakin obesitas seseorang maka semakin jauh lemak membran ototnya yang
selanjutnya menyebabkan terjadinya resistensi insulin.
b. Proporsi relatif serat otot utama
Keaktifan insulin dipengaruhi oleh tipe serat dari otot. Serat otot tipe 1 (slow –
twitch ocidative) dan tipe 2 A (fast – twict oxidative/ glycolytic) lebih sensitif
terhadap insulin dibandingkan serat otot tipe 2 B (fast – twitch/ glycolytic). Lilioja
dkk dalam llyas (2007) menjelaskan “resistensi insulin dan obesitas berkaitan erat
dengan berkurangnya prosentasi relatif tipe 2 B meningkat. Dari penelitian ini
didapatkan bahwa ada korelasi komposisi asam lemak otot dan tipe serat otot”.
3. Usia
Faktor usia yang resiko menderita DM tipe 2 adalah usia diatas 30 tahun, hal ini
karena adanya perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari
tingkat sel, kemudian berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ
yang dapat mempengaruhi homeostatis. Setelah sesorang mencapai umur 30 tahun,
maka kadar glukosa darah naik 1-2mg% tiap tahun saat puasa dan akan naik 6-13%
pada 2 jam setelah makan, berdasarkan hal tersebut bahwa umur merupakan faktor
utama terjadinya kenaikan relevansi diabetes serta gangguan toleransi glukosa
(Sudoyo, et al. 2009). Menurut Ketua Indonesian Diabetes Association, Soegondo,
menyebutkan bahwa DM tipe 2 biasanya ditemukan pada orang dewasa usia 40 tahun
keatas, akan tetapi pada tahun 2009 diketemukan penderita DM pada usia 20 tahun.
4. Tekanan Darah
Seseorang yang berisiko menderita DM adalah yang mempunyai tekanan darah
tinggi (Hypertensi) yaitu tekanan darah ≥ 140/90mmHg pada umumnya pada diabetes
melitus menderita juga hipertensi. Hipertensi yang tidak dikelola dengan baik akan
mempercepat kerusakan pada ginjal dan kelainan kardiovaskuler. Sebaliknya apabila
tekanan darah dapat dikontrol maka akan memproteksi terhadap komplikasi mikro dan
makrovaskuler yang disertai pengelolaan hiperglikemia yang terkontrol. Patogenesis
hipertensi pada penderita DM tipe 2 sangat kompleks, banyak faktor yang berpengaruh
pada peningkatan tekanan darah.
5. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe 2
(Soegondo, Soewondo & Subekti, 2009). Menurut ketua Indonesian Diabetes
Association (Persadia), Soegondo bahwa DM tipe 2 selain faktor genetik, juga bisa
dipicu oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat seperti
makan berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang aktivitas fisik, stress.
Aktifitas fisik berdampak terhadap aksi insulin pada orang yang berisiko DM. Suyono
dalam Soegondo (2007) memjelaskan bahwa kurangnya aktivitas merupakan salah
satu faktor yang ikut berperan yang menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe 2.
Mekanisme aktivitas fisik dalam mencegah atau menghambat perkembangan DM tipe
2 yaitu penurunan resistensi insulin atau peningkatan sensitifitas insulin, peningkatan
toleransi glukosa, penurunan lemak adiposa tubuh secara menyeluruh, pengurangan
lemak sentral, perubahan jaringan otot (Kriska, 2007).
6. Kadar Kolesterol
Kadar HDL Kolesterol ≤ 35 mg/dL (0,09 mmol/L) dan atau kadar trigliseril ≥ 259
mg/dl (2,8 mmol/L) (Sudoyo, 2009). Kadar abnormal lipid darah erat kaitannya
obesitas dan DM tipe 2. Kurang lebih 38% pasien dengan BMI 27 adalah penderita
heperkolesterolemia. Pada kondisi ini, perbandingan antara HDL (High Density
Lipoprotein) dengan LDL (Low Density Lipoprotein) cenderung menurun (dimana
kadar trigliserida secara umum meningkat) sehingga memperbesar resiko
atherogenesis. Salah satu mekanisme yang diduga menjadi predisposisi diabetes tipe 2
adalah terjadinya pelepasan asam-asam lemak bebas secara cepat yang berasal dari
suatu lemak visceral yang membesar.
7. Stres
Selye (1976, dalam Potter & Perry, 2005) mengatakan stress adalah segala situasi
dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan individu untuk berespon atau melakukan
tindakan. Respon ini sangat individual (Kozier, et al, 1995), karena individu
mempunyai sifat yang multidiminsi (Crisp, 2001). Stres muncul ketidakcocokan antara
tuntutan yang dihadapi dengan kemampuan yang dimiliki. Diabetes yang mengalami
stress dapat merubah pola makan, latihan, penggunaan obat yang biasanya dipatuhi
dan hal ini menyebabkan terjadinya hiperglikemi (Smellzer & Bare, 2002).
Stres adalah segala situasi di mana tuntutan non spesifik mengharuskan individu
berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976 dalam Perry & Potter, 1997). Stres
dapat merubah pola makan, latihan, dan penggunaan obat yang biasanya dipatuhi.
Stres dapat menyebabkan hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2008). Stres memicu
terjadinya reaksi biokimia melalui sistem neural dan neuroendokrin.
8. Riwayat diabetes gestasional
Wanita yang mempunyai riwayat diabetes gestasional atau melahirkan bayi
dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg mempunyai risiko untuk menderita DM tipe 2.
DM tipr ini terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan euglikemia (kadar glukosa
darah normal). Faktor resiko DM gestasional adalah riwayat keluarga, obesitas dan
glikosuria. Biasanya gula darah akan kebali normal setelah melahirkan, namun resiko
ibu untuk mendapatkan DM tipe 2 di kemudian hari cukup besar (Smeltzer, et al.
2008).

2.4 Trend dan Issue


1. Efektifitas Daun Sirih Merah Untuk Menurunkan Kadar Gula Darah Pada Penderita
Diabetes Mellitus
a. Mengidentifikasi Kadar Gula darah pada penderita Diabetes Mellitus sebelum pemberian daun
sirih merah
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan besar mean atau rata-rata kadar gula darah awal atau
pre test sebesar 209.30 mg/dl.
b. Mengidentifikasi Kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus sesudah pemberian daun
sirih merah.
Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan besar rata-rata kadar gula darah akhir atau pos
test sebesar 186,30 mg/dl
c. Mengidentifikasi rentang kadar glukosa darah klien diabetes mellitus sebelum dan sesudah
diberikan Daun Sirih Merah untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita Diabetes
Mellitus.
Dari hasil penelitian didapatkan terjadi penurunan Kadar glukosa darah pada penderita diabetes
mellitus yaitu dari 209,30 mg/dl (pre test) menjadi 186,30 mg/dl (post test).
d. Menganalisis pengaruh pemanfaatan daun sirih merah terhadap penurunan kadar gula darah
pada penderita diabetes mellitus
Berdasarkan uji statistik Uji T Dua Sampel Berpasangan dengan software SPSS 14 yang
digunakan untuk analisis kadar glukosa darah pre test dan post test dengan tingkat signifikan 5%
(P < 0,05), diperoleh hasil P = 0,000 yang berarti Hipotesis diterima artinya ada pengaruh
pemberian daun sirih merah untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes
mellitus
Dari Hasil penelitian:
a. Rentang kadar gula darah penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah diberikan terapi
daun sirih merah.Setelah diberikan daun sirih merah selama 7 hari berturut-turut dari
209,30 mg/dl (pre test) menjadi 183,30 mg/dl (post test) atau terjadi penurunan kadar gula
darah sekitar 12,6 %
b. Bahwa daun sirih merah terbukti dapat menurunkan kadar gula darah dengan tingkat
kepercayaan 95% atau dari penurunan rata-rata adalah dari 209,30 mg/dl (pre test) menjadi
186,30 mg/dl (post test)
c. Hasil pengukuran kadar gula darah sebelum perlakuan dari 10 responden didapatkan rata-
rata kadar gula daraha (GDA) sebesar 209,30 mg/dl, dengan standar deviasi 20,828 dan
standar error 6,586. Hasil pengukuran gula darah setelah perlakuan (pemberian rebusan
daun sirih merah 1 minggu) diperoleh nilai rata-rata tekanan darah sebesar 186,30 dengan
standar deviasi 21,489 dan standar error 6,796. Berdasarkan uji statistik Uji T Dua Sampel
Berpasangan dengan tingkat signifikan 5% (P < 0,05), diperoleh hasil P = 0,000 yang berarti
Hipotesis diterima artinya ada pengaruh pemberian daun sirih merah untuk menurunkan
kadar gula darah pada penderita diabetesmellitus.

2. Pengaruh Terapi Rebusan Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) Terhadap Penurunan
Kadar Glukosa Darah Pada Lansia Penderita Diabetes Melitus Di Desa Candirejo
Kecamatan Ungaran Barat

Gambaran kadar glukosa darah sewaktu pada lansia penderita diabetes sebelum diberikan perlakuan
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten
Semarang. Berdasarkan hasil penelitian terhadap lansia penderita diabetes mellitus sebelum diberikan
rebusan daun sirih merah pada kelompok intervensi dengan responden yang berjumlah 15 orang
didapatkan rata-rata kadar glukosa darah sebesar 330,60 mg/dl. Sedangkan untuk responden kelompok
kontrol yang diberikan perlakuan rata-rata kadar glukosa darah sebesar 321,13 mg/dl.

Dilihat dari rata-rata glukosa darah sebelum diberikan perlakuan pada kedua kelompok didapatkan rata-
rata perbedaan kadar glukosa darah yang tidak bermakna atau berada dalam klasifikasi diabetes
mellitus. Dapat diartikan bahwa pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol yang tinggal di
Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang mengalami diabetes mellitus yang
ditandai dengan hiperglikemia.

Dari hasil penelitian :

1. Rata-rata kadar glukosa darah pada lansia penderita diabetes mellitus sebelum diberikan perlakuan
pada kelompok intervensi sebesar 330,60 mg/dl dan kelompok sebesar 321,13 mg/dl.
2. Rata-rata kadar glukosa darah pada lansia penderita diabetes mellitus sesudah diberikan perlakuan
pada kelompok intervensi sebesar 274,73 mg/dl dan kelompok kontrol sebesar 322,80 mg/dl.

Ada perbedaan yang signifikan kadar glukosa darah pada kelompok intervensi sebelum dan setelah
diberikan terapi rebusan daun sirih merah, hasil menunjukan perbedaan pada kelompok intervesi
sebelum dan sesudah di berikan terapi adalah 0,005 menunjukan keberhasilan penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai