Anda di halaman 1dari 15

Tugas Hidrologi

EKOSISTEM RAWA GAMBUT

O
L
E
H

RISKY ANGGITA HARAHAP


090302075

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkatNya saya dapat menyelesaikan tugas saya yang berjudul “Ekosistem Rawa
Gambut” dengan tepat waktu.
Tak lupa saya juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak
Muhammad Riza Kurnia Lubis, S.Pi, M.Si sselaku pendidik mata kuliah
hidrologi. Dan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan
masukan untuk tugas ini.
Demi kesempurnaan makalah ini saya sangat berharap kritik dan saran
yang membangun. Demikian makalah ini saya perbuat semoga bermanfaat.

Medan Mei 2011

Risky Anggita Harahap

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i


Daftar Isi .......................................................................................................... ii
Bab I. Pendahuluan ......................................................................................... 1
Bab II. Pembahasan.......................................................................................... 3
Bab III. Penutup . ............................................................................................. 11
Daftar Pustaka .................................................................................................. 12

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

Ekosistem (hutan) gambut ditumbuhi oleh vegetasi yang spesifik atau


khas. Hutan gambut dengan hutan rawa sering disebut dengan hutan rawa saja.
Daerah di antara hutan gambut dan hutan rawa disebut hutan bergambut. Di dalam
daerah hutan bergambut terdapat elemen-elemen hutan rawa dan hutan gambut.
Hutan rawa gambut merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang
yang biasanya terletak di belakang tanggul sungai (backswanp). Hutan ini
didominasi oleh tanah-tanah yang berkembang dari tumpukan bahan organik,
yang lebih dikenal sebagai tanah gambut atau tanah organic (Histosols). Dalam
skala besar, hutan ini membentuk kubah (dome) dan terletak diantara dua sungai
besar.
Hutan rawa dan hutan gambut terdapat di dalam satu daerah, dan biasanya
hutan gambut merupakan kelanjutan dari hutan rawa. Perbedaannya hanya pada
hutan gambut memiliki lapisan gambut, yakni lapaisan bahan organic yang tebal
mencapai 1-2 m, sedangkan hutan rawa lapisannya hanya sekitar 0,5 m. kedua
huatan ini selalu hijau, dan mempunyai tajuk yang berlapis-lapis dengan berbagai
jenis walaupun tidak selengkap hutan hujan. Biasanya didominasi oleh jenis-jenis
dikotiledon dan ketinggian dapat mencapai 30 m terutama sebelah tepinya.
Semakin ke tengah semakin pendek, bahkan terkadang di tengah bias mencapai
tinggi 2 m sehingga sering disebut hutan cebol. Bentukan lahan yang membentuk
kubah menciptakan perbedaan ketinggian antara daerah tepi sungai dengan
puncak kubah. Hal ini yang menciptakan kemungkinan adanya aliran air dari
puncak kubah ke pinggiran sungai hingga menciptakan komposisi lahan yang
khas dan dapat menunjang kehidupan-kehidupan yang ada dalam ekosistem
tersebut.
Di beberapa daerah pada rawa-rawa tersebut ditumbuhi rumput, ada pula
yang hanya ditumbuhi jenis pandan atau palem yang menonjol. Malah ada pula
yang menyerupai hutan-hutan dataran rendah, dengan akar tunjang atau akar
2

napas maupun seperti penupang pohon. Beberapa contoh seperti danau Bento
yang terletak di selatan gunung Tujuh dan di barat laut danau Kerinci dikelilingi
oleh hutan rawa liar tawar. Beda hutan rawa air tawar dengan hutan rawa gambut
adalah pada hutan rawa air tawar tidak terdapat kandungan gambut yang tebal dan
sumber airnya berasal dari air hujan dan air sungai.
BAB II
PEMBAHASAN

Hutan rawa gambut terbentuk dalam 10.000 – 40.000 tahun. Awalnya


berupa cekungan yang menahan air tidak bisa keluar. Setelah 5.000 tahun, maka
permukaan akan naik. Lama-kelamaan hutan rawa gambut secara bertahap akan
tumbuh. Karena air tidak keluar dan terjadi pembusukan kayu, maka terjadi
penumpukan nutrient. Kalau kawasan rawa gambut dibuka, maka air dan
nutriennya akan keluar, dan yang akan terjadi adalah kawasan rawa gambut akan
dangkal dan unsur hara sangat sedikit.

Terdapat 400 juta hektar lahan gambut di dunia, 90 % diantaranya terdapat


di daerah temperate dan 10 % sisanya berada di daerah beriklim tropis. Indonesia
sendiri mempunyai 20.6 juta Ha atau 10.8 % luas daratan Indonesia. 35% di
Sumatera, 32% di Kalimantan, 3% di Sulawesi dan 30% di Papua. Fungsinya
yang penting bagi keseimbangan ekosistem membuat lahan ini patut
dipertahankan. Sementara menurut Widjaya-Adhi 4,19 juta hektar hutan rawa
gambut Indonesia telah dialihfungsikan.
4

Beberapa komponen penyusun ekosistem termasuk ekosistem Hutan Rawa


Gambut adalah sebagai berikut :

Berdasarkan sifat hidup atau tidaknya, komponen ekosistem dibagi dua:


1. Komponen Biotik : Komponen Hidup
Terdiri atau flora, fauna, maupun manusia yang hidup dalam suatu
lingkungan ekosistem, dalam hal ini adalah hutan rawa gambut.
2. Komponen Abiotik : Komponen Tidak Hidup
Terdiri atas komponen penyusun lingkungan seperti cahaya matahari,
nutrient, air, udara, tanah, dan komponen lain dalam hutan rawa gambut.

Komponen Biotik
Kekhasan lingkungan abiotik hutan Rawa Gambut membuat hanya spesies
tertentu yang mampu bertahan di lingkungan ekosistem ini. Berdasarkan sub
ekosistem yang ada pada ekosistem ini (akan dibahas kemudian) beberapa tipe
komponen biotic yang dapat hidup disekitar kawasan ekosistem ini adalah sebagai
berikut :
a. Subekosistem sungai :
Ikan, Udang, Siput, dan hewan sungai lain.
Ganggang dan lumut
Tumbuhan air seperti enceng gondok
5

b. Subekosistem lahan Salin


Mangrove dan nipah
Ganggang dan lumut
Siput dan lain-lain
c. Subekosistem Rawa Gambut
Kayu (meranti, jati) rotan, dan hasil hutan lain
Beberapa spesies hewan langka : harimau pada hutan rawa gambut sumsel,
dan gajah sumatera) Berbagai macam spesies burung
Disamping itu semua disekitar kawasan hutan rawa gambut juga tak jarang
banyak kawasan permukiman, biasanya penduduk yang tinggal didekat kawasan
tersebut hidupnya bergantung pada hasil hutan seperti pengolahan kayu atau
rotan.

Komponen Abiotik
Berdasaran penyebab genangannya, lahan rawa diba gi menjadi tiga, yaitu
rawa pasang surut, rawa lebak (rawa non pasang surut) dan rawak lebak peralihan.
1. Rawa pasang surut
Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi
oleh pasang surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua,
yai tu pasang besar dan pasang kecil. Pasng kecil, terjadi secara harian (1-2
kalisehari).
2. Rawa lebak
Rawa lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan air
sungai dan atau air hu jan di daerah cekungan pedalaman. Genangannya
umumnya terjadi pada musim hujan dan menyu sut pada musim kemarau.
3. Rawa lebak peralihan
Lahan rawa lebak yang pasang surutnya air laut masih terasa di saluran
primer atau di sungai. Pada lahan sperti ini, endapan laut dicirikan oleh
adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada ke dalaman 80 - 120 cm dibawah
permukaan tanah.
6

Berdasarkan kedalaman gambut hutan ini dikelompokkan menjadi :


a. Lahan gambut dangkal, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 50-100 cm;
b. Lahan gambut sedang, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 100-200 cm;
c. Lahan gambut dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gam but 200-300 cm;
d. Lahan gambut sangat dalam, yaitu lahan dengan keteba lan gambut lebih dari
300 cm.

Berikut beberapa karakteristik lingkungan abiotik Kawasan hutan Rawa gambut:


a. Kapasitas Menahan Air
Menurut Suhardjo dan Dreissen Lahan gambut mampu menyerap air hingga
850% dari berat keringnya. Oleh se bab itu, gambut memiliki kemampuan
sebagai penghambat air saat musim hujan dan melepaskan air saat musim
kemarau. Besarnya kapasitas penahan air lahan gambut menyebabkan
penggundulan hutan gambut membuat lingkungan sekitar rawan banjir dan
rembesan air laut kedalam tanah.
b. Kering Tak Balik (Hydrophobia Irreversible)
Sifat lahan gambut yang kering tak balik maksudnya ketika terjadi alih fungsi
lahan gambut dan diganti dengan sistem irigasi dan drainase berupa parit
menyebabkan lahan gambut kering dan sulit memunculkan fungsinya kembali
sekalipun lahan ini dijadikan hutan lagi. Hal ini disebabkan proses
terbentuknya lahan gambut yang rumit dan dalam jangka waktu yang
panjang.
c. Daya hantar Hidrolik
Gambut memiliki daya hantara hidrolik (atau daya penyaluran air) secara
horizontal cepat. Dalam artian gambut dapat menghantar unsur hara dengan
mudah secara horizontal sedangkan daya penyaluran air vertical yang lambat
berarti gambut lapisan luar (atas) cenderung kering meskipun bagian bawah
hutan rawa gambut sangat basah
d. Daya tumpu
Pori tanah yang besar dan kerapatan rendah menyebabkan Tanah Gambut
memiliki daya tumpu yang lemah. Dengan kata lain tanaman yang tumbuh di
hutan ini cenderung murah roboh. Apalagi hutan ini disominasi tumbuhan
7

yang berakar serabut guna mengatur kadar air yang masuk didaerah basah
seperti ini.
e. Mudah Terbakar
Sifat lahan gambut yang kaya nutrient dan relative kering dipermukaan
menyebabkan lahan gambut mudah terbakar. Biasanya kebakaran gambut ini
sulit dipadamkan karena cepat menjalar ke lapisan dalam gambut.
f. Kesuburan Gambut
Kesuburan gambut dibagi menjadi tiga tingkatan :
1) Eutropik (subur)
2) Mesotropik (sedang)
3) Oligotopik (tidak subur)
Biasanya lahan yang hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber air
cenderung lebih tidak subur. Sedangkan lahan yang ikut mengandalkan
sumber air sungai relative lebih subur dari yang lainnya.
g. Biasanya terdapat pada hutan hujan dataran rendah bertopografi relative datar
h. Pengikat karbon yang baik
Fungsi sebagai pengikat karbon hutan rawa gambut sangat membantu
keseimbangan iklim global mengingat emisi karbon diudara dituduh sebagai
penyebab utama pemanasan global yang terjadi belakangan.

Ragam Subekosistem Hutan Rawa Gambut


Berdasarkan letak Hutan Rawa Gambut yang unik Ekosistem ini teridi atas
beberapa tipe subekosistem berikut batas-batasnya sebagaimana gambar:
8

1. Sub Ekosistem Sungai


Sama seperti sungai dan pinggiran sungai yang lainnya, sub ekosistem ini
menjadi habitat banyak fauna seperti keong, siput, cacing, ikan dan beberapa
jenis flora pinggiran sungai.
2. Sub Ekosistem Lahan Salin
Lahan salin adalah lahan pasang surut (bagi kawasan pinggiran pantai) dan
kawasan yang terpengaruh rembesan air sungai bagi pinggiran sungai). Lahan
salin pada pinggiran pantai mendapat pengaruh rembesan air laut terutama
pada musim kemarau. Pada hutan gambut, rembesan air laut tak hanya terjadi
ketika hutan gambut berbatasan langsung dengan pantai melainkan bisa
karena air masuk melalui sungai pada waktu pasang atau adanya rembesan
melalui pori tanah. Sementara lahan salin adalah lahan Pasang surut yg kadar
garamnya lebih dari 0.8%. Biasanya dihuni tumbuhan bakau. Sedangkan
lahan salin yang hanya berair asin ketika kemarau disebut lahan salin
peralihan. Biasanya diitumbuhi tanaman nipah. Tipe sub ekosistem ini yang
disebut sebagai lahan potensial didalam gambar
3. Sub Ekosistem Rawa Gambut
Sub ekosistem Rawa Gambut mempunyai karakteristik umum hutan rawa
gambut dimana terdiri dari lahan basah yang berperan penting dalam
mengikat karbon dan menyerap air.

Keterkaitan Antar Komponen Ekosistem


Keberadaan komponen Abiotik yang khas membentuk suatu karakter
sendiri pada hutan rawa gambut yang membuat hutan ini berbeda dengan hutan
yang lainnya. Keberadaan lahan salin yang dirembesi air asin membuat mangrove
dapat hidup pada lahan salin Hutan Rawa Gambut. Sedangkan air yang
mendominasi ekosistem ini dan pori tanah yang cukup besar membuat tumbuhan
rotan dan tumbuhan lain dapat hidup pada ekosisitem jenis hutan rawa gambut.
Begitu juga manusia sebagai salah satu komponen biotic pada hutan rawa gambut
memiliki ketergantungan tersendiri terhadap kawasan ini. Sebagaimana beberapa
penduduk wilayah setempat tergantung hidup dari mengolah rotan atau kayu yang
9

berasal dari hutan. SIklus saling ketergantungan inilah yang menciptakan


keseimbangan pada ekosisitem rawa gambut ini.
Ketika satu rantai keseimbangan pada hutan rawa gambut dirusak, akan
menyebabkan kerusakan pada rantai-rantai lain yang saling tergantung.
Contohnya ketika manusia terlalu rakus mengeksploitasi rotan dan kayu dihutan,
maka akan tercipta penggundulan hutan gambut di titik tertentu hingga aliran air
yang ada akan menglirkan unsure hara dan bermuara di sungai atau laut. Hal ini
akan menjadikan lahan kering dan rusak hingga fungsinya sebagai pengikat
karbon terganggu dan akan menciptakan perubahan iklim global serta bencana
banjir. Demikian ketika satu rantai dirusak akan menrusak rantai lain yang ada
dalam ekosisitem tersebut termasuk pada hutan rawa gambut.

Peran dan masalah-masalah Hutan Rawa gambut


Peran Hutan Rawa Gambut :
a. Pengontrol system hidrologi kawasan
b. Gudang pengikat karbon
c. Habitat satwa penting
d. Tumpuan hidup manusia
Lahan gambut memberikan fungsi ekonomi ketika manusia mampu
mengolah hasil hutan yang ada seperti kayu, ikan, rotan, dan lain-lain, fungsi
kesehatan ketika manusia mampu mengolah obat obatan dan fungsi pengontrol
iklim global bagi kesejahteraan manusia.
Masalah Terkait Konservasi Hutan Rawa Gambut
a. Maraknya kebakaran hutan rawa gambut
b. Pencurian kayu (illegal logging)
c. Pembukaan lahan di sekitar hutan rawa gambut
d. Konversi (alih fungsi) menjadi lahan perkebunan dan pertanian

Beberapa akibat kerusakan Hutan rawa Gambut:


a. Kurang fungsi penyerapan air
Besarnya peran Hutan rawa Gambut yang mampu menyerap 850% dari
volume tanah kering menyebabkan ketidak seimbangan hidrologi kawasan
10

sekitar. Ketika hutan rawa gambut dibuka maka air dan nutrient hutan akan
keluar dan gambut akan miskin unsure hara dan sangat kering. Fungsi
pengikat air ini sendiri tidak dapat dipulihkan lagi dalam waktu yang singkat.
Dangkalnya unsure hara pada hutan rawa gambut
Hal ini menyebabkan penurunan permukaan tanah hingga tumbuhan yang
mampu bertahan makin berkurang, gersang, dan tidak ada lagi hewan yang
mampu hidup. Hal ini mengancam keberlanjutan hewan-hewan langka yang
hidup didalamnya. Dan ketika musim hujan, ancaman banjir akan semakin
besar meskipun hutan ini telah diganti dengan parit dan system drainase yang
baik.
b. Pemanasan Global tinggi karna karbon hilang
Lahan gambut merupakan pengikat karbon yang baik. Jika lahan gambut
berkurang, karbon yang dilepaskan akan semakin banyak, Karbon lapisan
ozon akan membengkak hingga merusak ozon. Demikian Lahan gambut
harus dipertahankan.
c. Penurunan Permukaan tanah menimbulkan genangan air yang sifatnya
permanen. Selain itu penurunan lahan bergambut menyebabkan lahan
mongering dan semakin mempertinggi peluang terjadinya kebakaran lahan
d. Lahan yang rusak dan tidak produktif lagi biasanya akan ditinggalkan oleh
penduduk
Berikut bagan pengaruh berkurangnya ekosistem hutan rawa gambut :
BAB II
PENUTUP

Dapat disimpulkanb kerugian kerusakan hutan rawa gambut yakni:


1. Kerugian ekologis : menurunnya kualitas ekologis sebagai system penyangga,
kurang jenis flora dan fauna yang merupakan sumber plasma nutfah,
berubahnya fungsi hidrologi dan pola hujan local dan regional.
2. Kerugian estetis dan nilai alamiah : hutan wisata berkurang dan kenyamanan
berkurang, keseimbangan ilmiah ekosistem rusak.
3. Kerugian sosial : berkurangnya mata pencarian hidup penduduk
Beberapa Strategi Pertahanan Hutan Rawa Gambut
1. Penutupan kanal sebagai pencegah illegal logging
2. Rehabilitasi hutan
3. Kejian kebijakan
4. Patroli intensif (Pembentukan unit pengamanan hutan regional)
5. Penjelasan status kepemilikan lahan,
6. Pembentukan hutan tanaman industry (HTI) bekerja sama dengan
masyarakat.
7. Kampanye kesadaran lingkungan
8. Pelarangan penebangan jenis kayu tertentu
DAFTAR PUSTAKA

http://www.warsi.or.id/Highlight/Advocacy/Kerumutan.htm
http://jurnalagriepat.wordpress.com/
http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/ip012088.pdf
http://www.slideshare.net/semua17an/kimia-tnah-gambut
http://www.fire.uni-freiburg.de/GlobalNetworks/PeatlandFireNetwork/Sumatera-
peatland-fire-proc-Part-4.pdf

Anda mungkin juga menyukai