Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
1. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang
dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkannya (Sustrani, 2006).
2. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas dan angka kematian
atau mortalitas. Hipertensi merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal atau kronis dalam waktu yang lama
(Saraswati, 2009).
3. Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health
Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg. Batasan ini tidak
membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007). Hipertensi dapat didefinisikan
sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas
90 mmHg.
B. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO
1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan diastolik kurang
atau sama dengan 90 mmHg.
2. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan diastolik 91-94
mmHg.
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan
diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and Treatment of
Hipertension
1. Diastolik
a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal
b. 85 – 99 : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 -104 : Hipertensi ringan
d. 105 – 114 : Hipertensi sedang
e. >115 : Hipertensi berat
2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal
b. 140 – 159 : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160 : Hipertensi sistolik teriisolasi

C. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik). Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:

1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika,
lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi
Na, obesitas, merokok dan stress.

a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan
1) Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
2) Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
3) Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
4) Kebiasaan hidup
5) Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
6) Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
7) Kegemukan atau makan berlebihan
8) Stress
9) Merokok
10) Minum alcohol
11) Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil, gangguan endokrin, DM, saraf, stroke, kontrasepsi oral,
dll.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada
:
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun
kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
Faktor Resiko Terjadinya Hipertensi
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi
yang dapat dan tidak dapat dikontrol, antara lain:
1. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
a. Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia
dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita
hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormone estrogen setelah
menopause (Marliani, 2007).
Peran hormone estrogen adalah meningkatkan kadar HDL yang merupakan faktor pelindung
dalam pencegahan terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan hormone estrogen dianggap
sebagai adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause, wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana terjadi perubahan kuantitas hormon estrogen sesuai
dengan umur wanita secara alami. Umumnya, proses ini mulai terjadi pada wanita umur 45-55
tahun (Kumar, 2005).
b. Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua
cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda.. Hal ini
disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan
harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut.
Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan hormon sesudah menopause. Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk
samping dari keausan arteriosclerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari
berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri
dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta
tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima
puluhan dan enampuluhan. Dengan bertambahnya umur, dapat
meningkatkan resiko hipertensi (Elsanti, 2009).
c. Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai
risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler
dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi
esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga. Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani,
2007).
Menurut Rohaendi (2008), mengatakan bahwa Tekanan darah
tinggi cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah seorang
dari orang tua ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka akan
mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup
anda. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah tingi maka
peluang untuk terkena penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.
2. Faktor resiko yang dapat dikontrol:
a. Merokok
Fakta otentik menunjukan bahwa merokok dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.
Kebanyakan efek ini berkaitan dengan kandungan nikotin. Asap rokok (CO) memiliki kemampuan
menarik sel darah merah lebih kuat dari kemampuan menarik oksigen, sehingga dapat menurunkan
kapasitas sel darah merah pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya.
Tandra (2003) menyatakan bahwa nikotin mengganggu
sistem saraf simpatis yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain
menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan
darah, dan kebutuhan oksigen jantung, merangsang pelepasan adrenalin, serta menyebabkan
gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh
lainnya.
b. Status Gizi
Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa
merupakan masalah penting karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu juga dapat
mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan
secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal
atau normal. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu cara untuk mengukur status gizi
seseorang. Seseorang dikatakan kegemukan atau obesitas jika memiliki nilai IMT ≥ 25,0.
Obesitas merupakan faktor risiko munculnya berbagai penyakit degeneratif, seperti
hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes mellitus. Data dari studi Farmingham (AS) yang
diacu dalam Khomsan (2004) menunjukkan bahwa kenaikan berat badan sebesar 10% pada pria
akan meningkatkan tekanan darah 6.6 mmHg, gula darah 2 mg/dl, dan kolesterol darah 11 mg/dl.
Prevalensi hipertensi pada seseorang yang memiliki IMT > 30 pada laki-laki sebesar 38% dan
wanita 32%, dibanding dengan 18% laki-laki dan 17% perampuan yang memiliki IMT < 25
(Krummel 2004).
c. Konsumsi Na (Natrium)
Pengaruh asupan garam terhadap terjadinya hipertensi melalui peningkatan volume plasma,
curah jantung dan tekanan darah. Faktor lain yang ikut berperan yaitu sistem renin angiotensin
yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. Produksi rennin dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan dalam proses konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron yang
mengakibatkan menyimpan garam dalam air. Keadaan ini yang berperan pada timbulnya
hipertensi (Susalit dkk, 2001).
d. Stres
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan
saraf dapat menaikkan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stres yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah yang menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti tetapi angka kejadian masyarakat di perkotaan lebih tinggi dari pada di pedesaan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan pengaruh stres yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota
(Roehandi, 2008). Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung
sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin
II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada
system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan
kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo,
1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis. Dari
sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan
mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya
perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron
yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.
Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti
jantung (Suyono, Slamet. 1996).
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain
penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien
yang mencari pertolongan medis.

Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu
: Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis,
Kesadaran menurun
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
a. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg 2.
b. Sakit kepala
c. Pusing / migraine
d. Rasa berat ditengkuk
e. Penyempitan pembuluh darah
f. Sukar tidur
g. Lemah dan lelah
h. Nokturia
i. Azotemia
j. Sulit bernafas saat beraktivitas

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
1) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
2) Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
3) Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
4) Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
6) Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/
adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
8) Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
9) Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
10) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
11) Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
12) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri ataupun
gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
13) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana) untuk
menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
b. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama ) :
1) IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal /
ureter.
2) CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3) IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
4) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.
5) (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien.

G. Komplikasi
Efek pada organ :
1. Otak
a. Pemekaran pembuluh darah
b. Perdarahan
c. Kematian sel otak : stroke
2. Ginjal
a. Malam banyak kencing
b. Kerusakan sel ginjal
c. Gagal ginjal
3. Jantung
a. Membesar
b. Sesak nafas (dyspnoe)
c. Cepat lelah
d. Gagal jantung

H. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah
140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
b. Penurunan berat badan
c. Penurunan asupan etanol
d. Menghentikan merokok
e. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi
adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan
dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik
antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona
latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan
sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatannya meliputi
:
a. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
1) Dosis obat pertama dinaikkan
2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
3) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker,
clonidin, reserphin, vasodilator
c. Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
1) Obat ke-2 diganti
2) Ditambah obat ke-3 jenis lain
d. Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
2) Re-evaluasi dan konsultasi
3) Follow Up untuk mempertahankan terapi
4) Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik
antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan
kesehatan.
BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Klien

Nama :

Usia/ tgl lahir :

Jenis kelamin :

Agama :

Pekerjaan :

Suku/bangsa :

Status Pernikahan :

Diagnostik medik :
Tgl masuk RS :
Penanggung :

Alamat :

Kesehatan

a. Aktivitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup otonom

Tanda : Frekuensi jantung monoton Perubahan irama jantung

Takipnea

b. Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi ,aterosklerosis, penyakit jantung

koroner/katup dan penyakit serebrovaskuler

Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postulih Nadi, denyut jelas dari

karotis, jugularis, radialis, perbedaan denyut seperti,

denyut femoral melambat sebagai konfensasi

c. Integritas ego

Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, factor

stress/multiple

Tanda : Letupan suasana hati, otot muka tegang, gerakan fisik

cepat,peningkatan pola bicara, gelisa, tengisan yang


meledak.

d. Eliminasi

Gejala : gangguan ginjal saat ini/yang lalu

e. Makanan/cairan

Gejala : makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan

tinggi garam tinggi lemak, tinggi kolesterol, gula “yang

berwarna hitam : kandungan tinggi kalori mual dan

muntah.Perubahan berat badan akhir-akhir ini


(meningkat/turun) Riwayat penggunaan diuretic
Tanda : BB normal atau obesitas

f. Neurosensori

Gejala : Keluhan pening/pusing

Berdenyut, sakit kepala sub obsipital

g. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : angina (penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung Nyeri hilang timbul pada tungkai Sakit

kepala oksipital nyeri abdomen/massa

h. Pernafasan

Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja, Takipnea, ortopnea, dispnea proksimal,

batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, mempunyai riwayat merokok.

Tanda : Distres respirasi/penggunaan otot aksesoris pernafasan Bunyi nafas tambahan siandiis

i. Keamanan

Gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan Hipotensi postural

j. Pembelajaran/penyuluhan

Gejala : Faktor-faktor resiko keluarga : hipertensi, Aterosklerosis, penyakit jantung,


DM, Penyakit cerebrovaskuler/ginjal. Faktor-faktor resiko Pil KB/ hormon lain, obat –obatan.

B. Diagnosa
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien
5. Gangguan Pola tidur b.d memerlukan waktu yang berlebihan sekunder terhadap obat-obatan
antihipertensi
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit

C. Penyimpangan KDM
D. Intervensi

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Penurunan curah 1. Cardiac Pump 1. Evaluasi adanya nyeri
jantung berhubungan effectiveness dada
dengan gangguan irama 2. Circulation Status 2. Catat adanya disritmia
jantung, stroke volume, 3. Vital Sign Status jantung
pre load dan afterload, 4. Tissue perfusion: perifer3. Catat adanya tanda dan
kontraktilitas jantung. Setelah dilakukan asuhan gejala penurunan cardiac
selama………penurunan putput
DO/DS: kardiak output klien
4. Monitor status pernafasan
- Aritmia, takikardia, teratasi dengan kriteria yang menandakan gagal
bradikardia hasil: jantung
- Palpitasi, oedem 1. Tanda Vital dalam 5. Monitor balance cairan
- Kelelahan rentang normal (Tekanan 6. Monitor respon pasien
- Peningkatan/penurunan darah, Nadi, respirasi) terhadap efek pengobatan
JVP 2. Dapat mentoleransi antiaritmia
- Distensi vena jugularis aktivitas, tidak ada 7. Atur periode latihan dan
- Kulit dingin dan kelelahan istirahat untuk menghindari
lembab 3. Tidak ada edema paru, kelelahan
- Penurunan denyut nadi perifer, dan tidak ada 8. Monitor toleransi aktivitas
perifer asites pasien
- Oliguria, kaplari refill 4. Tidak ada penurunan 9. Monitor adanya dyspneu,
lambat kesadaran fatigue, tekipneu dan
- Nafas pendek/ sesak 5. AGD dalam batas normal ortopneu
nafas 6. Tidak ada distensi vena 10. Anjurkan untuk
- Perubahan warna kulit leher menurunkan stress
- Batuk, bunyi jantung 7. Warna kulit normal 11. Monitor TD, nadi, suhu, dan
S3/S4 RR
- Kecemasan 12. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
13. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
14. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
15. Monitor jumlah, bunyi dan
irama jantung
16. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
17. Monitor pola pernapasan
abnormal
18. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
19. Monitor sianosis perifer
20. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
21. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
22. Jelaskan pada pasien tujuan
dari pemberian oksigen
23. Sediakan informasi untuk
mengurangi stress
24. Kelola pemberian obat anti
aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan vasodilator
untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
25. Kelola pemberian
antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
26. Minimalkan stress
lingkungan
2 Intoleransi aktivitas 1. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya
Berhubungan dengan : 2. Toleransi aktivitas pembatasan klien dalam
- Tirah Baring atau
3. Konservasi eneergi melakukan aktivitas
imobilisasi Setelah dilakukan tindakan
2. Kaji adanya faktor yang
- Kelemahan keperawatan selama …. menyebabkan kelelahan
menyeluruh Pasien bertoleransi
3. Monitor nutrisi dan
- Ketidakseimbangan terhadap aktivitas dengan sumber energi yang adekuat
antara suplei oksigen Kriteria Hasil : 4. Monitor pasien akan
dengan kebutuhan 1. Berpartisipasi dalam adanya kelelahan fisik dan
- Gaya hidup yang aktivitas fisik tanpa disertai emosi secara berlebihan
dipertahankan. peningkatan tekanan darah,
5. Monitor respon
DS: nadi dan RR kardivaskuler terhadap
- Melaporkan secara
2. Mampu melakukan aktivitas (takikardi,
verbal adanya kelelahan aktivitas sehari hari disritmia, sesak nafas,
atau kelemahan. (ADLs) secara mandiri diaporesis, pucat, perubahan
- Adanya dyspneu atau
3. Keseimbangan aktivitas hemodinamik)
ketidaknyamanan saat dan istirahat 6. Monitor pola tidur dan
beraktivitas. lamanya tidur/istirahat
DO : pasien
- Respon abnormal dari 7. Kolaborasikan dengan
tekanan darah atau nadi Tenaga Rehabilitasi Medik
terhadap aktifitas dalam merencanakan
- Perubahan ECG : progran terapi yang tepat.
aritmia, iskemia 8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
10. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
12. Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
13. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu
luang
14. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi,
sosial dan spiritual
3 Nyeri akut berhubungan1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan: 2. pain control, secara komprehensif
Agen injuri (biologi, 3. comfort level termasuk lokasi,
kimia, fisik, psikologis), Setelah dilakukan tindakan karakteristik, durasi,
kerusakan jaringan keperawatan selama …. frekuensi, kualitas dan
DS: pasien tidak mengalami faktor presipitasi
- Laporan secara verbal nyeri, dengan kriteria
2. Observasi reaksi
DO: hasil: nonverbal dari
- Posisi untuk menahan 1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
- Tingkah laku berhati- tehnik nonfarmakologi
3. Bantu pasien dan keluarga
hati untuk mengurangi nyeri, untuk mencari dan
- Gangguan tidur (mata mencari bantuan) menemukan dukungan
sayu, tampak capek, sulit2. Melaporkan bahwa nyeri
4. Kontrol lingkungan yang
atau gerakan kacau, berkurang dengan dapat mempengaruhi nyeri
menyeringai) menggunakan manajemen seperti suhu ruangan,
- Terfokus pada diri nyeri pencahayaan dan kebisingan
sendiri 3. Mampu mengenali nyeri
5. Kurangi faktor presipitasi
- Fokus menyempit (skala, intensitas, frekuensi nyeri
(penurunan persepsi dan tanda nyeri) 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
waktu, kerusakan proses 4. Menyatakan rasa nyaman untuk menentukan
berpikir, penurunan setelah nyeri berkurang intervensi
interaksi dengan orang 5. Tanda vital dalam rentang
7. Ajarkan tentang teknik
dan lingkungan) normal non farmakologi: napas
- Tingkah laku distraksi, 6. Tidak mengalami dala, relaksasi, distraksi,
contoh : jalan-jalan, gangguan tidur kompres hangat/ dingin
menemui orang lain 8. Berikan analgetik untuk
dan/atau aktivitas, mengurangi nyeri: ……...
aktivitas berulang-ulang) 9. Tingkatkan istirahat
- Tingkah laku ekspresif 10. Berikan klien posisi yang
(contoh : gelisah, nyaman
merintih, menangis, 11. Berikan informasi tentang
waspada, iritabel, nafas nyeri seperti penyebab
panjang/berkeluh kesah) nyeri, berapa lama nyeri
- Perubahan dalam nafsu akan berkurang dan
makan dan minum antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur
12. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
4 Kecemasan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
berhubungan dengan - Koping (penurunan kecemasan)
Faktor keturunan, Krisis Setelah dilakukan asuhan
1. Gunakan pendekatan yang
situasional, Stress, selama ….. kecemasan menenangkan
perubahan status klien dapat teratasi dengan
2. Nyatakan dengan jelas
kesehatan, ancaman kriteria hasil: harapan terhadap pelaku
kematian, perubahan
1. Klien mampu pasien
konsep diri, kurang mengidentifikasi dan
3. Jelaskan semua prosedur
pengetahuan dan mengungkapkan gejala dan apa yang dirasakan
hospitalisasi cemas selama prosedur
2. Mengidentifikasi,
4. Temani pasien untuk
DO/DS: mengungkapkan dan memberikan keamanan dan
- Insomnia menunjukkan tehnik untuk mengurangi takut
- Kontak mata kurang mengontol cemas 5. Berikan informasi faktual
- Kurang istirahat 3. Vital sign dalam batas mengenai diagnosis,
- Berfokus pada diri normal tindakan prognosis
sendiri 4. Postur tubuh, ekspresi
6. Libatkan keluarga untuk
- Iritabilitas wajah, bahasa tubuh dan mendampingi klien
- Takut tingkat aktivitas
7. Instruksikan pada pasien
- Nyeri perut menunjukkan untuk menggunakan tehnik
- Penurunan TD dan berkurangnya kecemasan relaksasi
denyut nadi 8. Dengarkan dengan penuh
- Diare, mual, kelelahan perhatian
- Gangguan tidur 9. Identifikasi tingkat
- Gemetar kecemasan
- Anoreksia, mulut kering 10. Bantu pasien mengenal
- Peningkatan TD, denyut situasi yang menimbulkan
nadi, RR kecemasan
- Kesulitan bernafas 11. Dorong pasien untuk
- Bingung mengungkapkan perasaan,
- Bloking dalam ketakutan, persepsi
pembicaraan 12. Kelola pemberian obat anti
- Sulit berkonsentrasi cemas:........
5 Gangguan pola tidur1. Anxiety Control Sleep Enhancement
berhubungan dengan: 2. Comfort Level 1. Determinasi efek-efek
- Psikologis : usia tua,3. Pain Level medikasi terhadap pola tidur
kecemasan, agen4. Rest : Extent and Pattern 2. Jelaskan pentingnya tidur
biokimia, suhu tubuh,5. Sleep : Extent ang Pattern yang adekuat
pola aktivitas, depresi, Setelah dilakukan tindakan3. Fasilitasi untuk
kelelahan, takut, keperawatan selama …. mempertahankan aktivitas
kesendirian. gangguan pola tidur pasien sebelum tidur (membaca)
- Lingkungan : teratasi dengan kriteria4. Ciptakan lingkungan yang
kelembaban, kurangnya hasil: nyaman
privacy/kontrol tidur,1. Jumlah jam tidur dalam5. Kolaborasi pemberian obat
pencahayaan, medikasi batas normal tidur
(depresan, 2. Pola tidur,kualitas dalam
stimulan),kebisingan. batas normal
Fisiologis : Demam,3. Perasaan fresh sesudah
mual, posisi, urgensi tidur/istirahat
urin. 4. Mampu mengidentifikasi
DS: hal-hal yang meningkatkan
- Bangun lebih tidur
awal/lebih lambat
- Secara verbal
menyatakan tidak fresh
sesudah tidur
DO :
- Penurunan kemempuan
fungsi
- Penurunan proporsi
tidur REM
- Penurunan proporsi
pada tahap 3 dan 4 tidur.
- Peningkatan proporsi
pada tahap 1 tidur
- Jumlah tidur kurang
dari normal sesuai usia

6 Kurang Pengetahuan 1. Kowlwdge : disease1. Kaji tingkat pengetahuan


Berhubungan dengan : process pasien dan keluarga
keterbatasan kognitif,2. Kowledge : health2. Jelaskan patofisiologi dari
interpretasi terhadap Behavior penyakit dan bagaimana hal
informasi yang salah, Setelah dilakukan tindakan ini berhubungan dengan
kurangnya keinginan keperawatan selama …. anatomi dan fisiologi,
untuk mencari informasi, pasien menunjukkan dengan cara yang tepat.
tidak mengetahui pengetahuan tentang proses3. Gambarkan tanda dan
sumber-sumber penyakit dengan kriteria gejala yang biasa muncul
informasi. hasil: pada penyakit, dengan cara
DS: Menyatakan secara1. Pasien dan keluarga yang tepat
verbal adanya masalah menyatakan pemahaman4. Gambarkan proses
DO: ketidakakuratan tentang penyakit, kondisi, penyakit, dengan cara yang
mengikuti instruksi, prognosis dan program tepat
perilaku tidak sesuai pengobatan 5. Identifikasi kemungkinan
2. Pasien dan keluarga penyebab, dengan cara yang
mampu melaksanakan tepat
prosedur yang dijelaskan6. Sediakan informasi pada
secara benar pasien tentang kondisi,
3. Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat
mampu menjelaskan7. Sediakan bagi keluarga
kembali apa yang informasi tentang kemajuan
dijelaskan perawat/tim pasien dengan cara yang
kesehatan lainnya tepat
8. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
9. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

Diposting oleh sri resq Mustafa, S. Kep, Ns di 07.16


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

2 komentar:

1.

Rizki Maulana28 Agustus 2017 10.19

terima kasih, artikel ini sangat membantu untuk menambah refensi dalam membuat
Laporan Pendahuluan Askep saya, Senang bisa berkunjung ke halaman website anda

Balas

2.

sri resq Mustafa, S. Kep, Ns19 September 2017 21.05

Terima kasih telah berkunjung.. Dan silahkan dijadikan bahan referensi

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
my story
hidup itu bagaikan telapak tangan,,, kadang qt di atas dan kadang qt dibawah,, begitupun
dengan skenario perjalanan kita semuaa,, kadang begitu sulit tp terkadang begitu mudah
untuk qt jalani.. so dibawa enjoy aja and keep smile always :).
untuk info lebih lanjut, silahkan bertanya di email saya di
sriresq.cika@gmail.com

terima kasih

Arsip Blog

SRI RESKY MUSTAFA, S.KEP

sri resq Mustafa, S. Kep, Ns


Lihat profil lengkapku

CIKA CUTT LEE. Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai