Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“ PNEUMONIA “

Disusun Oleh :
Adam Muta’al
Eki Lusiana
Mei Siska Dwi Lestari

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MUHAMMADIYAH


PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “ PNEUMONIA “.

Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Dosen Pembimbing dan kepada teman teman yang
telah mendukung terselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Pringsewu, Februari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ................................................................................................ 3
B. Klasifikasi ........................................................................................... 3
C. Etiologi ................................................................................................ 4
D. Epidemiologi ....................................................................................... 5
E. Faktor Resiko ...................................................................................... 6
F. Patofisiologi ........................................................................................ 8
G. Manifestasi Klinis ............................................................................... 8
H. Pemeriksaan Diagnostik ...................................................................... 9
I. Penatalaksanaan .................................................................................. 9
J. Komplikasi .......................................................................................... 10
K. Pencegahan .......................................................................................... 11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ......................................................................................... 14
B. Saran .................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumonia adalah penyakit umum di semua bagian dunia. Ini adalah
penyebab utama kematian di antara semua kelompok umur. Pada anak-anak,
banyak dari kematian ini terjadi pada masa neonatus. Organisasi Kesehatan
Dunia memperkirakan bahwa satu dari tiga kematian bayi baru lahir
disebabkan pneumonia. Lebih dari dua juta anak balita meninggal setiap
tahun di seluruh dunia. WHO juga memperkirakan bahwa sampai dengan 1
juta ini (vaksin dicegah) kematian yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus''''pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di
negara-negara berkembang.

Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia sampai dewasa


akhir. Lansia individu, bagaimanapun, berada pada risiko tertentu untuk
pneumonia dan kematian terkait. Karena beban yang sangat tinggi penyakit di
negara berkembang dan karena kesadaran yang relatif rendah dari penyakit di
negara-negara industri, komunitas kesehatan dunia telah menyatakan untuk 2
November Hari Pneumonia Dunia, sehari untuk warga yang prihatin dan
pembuat kebijakan untuk mengambil tindakan terhadap penyakit. Di Inggris,
kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000
orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini
meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40%
individu yang membutuhkan pneumonia kontrak yang masuk rumah sakit
antara 5-10% diterima ke unit perawatan kritis. Demikian pula, angka
kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga lebih
cenderung memiliki episode berulang dari pneumonia. Orang-orang yang
dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga berisiko tinggi untuk
pneumonia. Pneumonia merupakan komplikasi yang sering terjadi setelah
stroke yang menyulitkan penyembuhan pasien. Insidens yang tinggi dari
pneumonia nosokomial merupakan masalah yang sering terjadi di rumah
sakit.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pneumonia?
2. Mengapa sesorang bisa terkena pneumonia?
3. Apa yang menyebabkan seseorang terkena pneumonia?
4. Bagaimana tanda serta gejala dari pneumonia?
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan serta diagnosa keperawatan yang tepat
pada kasus pneumonia?

C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan apa itu Pneumonia
2. Untuk menjelaskan penyebab penyakit Pneumonia, tanda dan gejala serta
patofisiologinya dalam tubuh.
3. Untuk mengetahui tindak lanjut intervensi keperawatan pada klien
Pneumonia.
4. Untuk menjelaskan peran perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan utamanya terhadap penderita Pneumoia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan
paru (alveoli). (DEPKES. 2006)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. (Zuh Dahlan. 2006)
Pneumonia adalah infeksi akut jaringan (parenkim) paru yang ditandai
dengan demam, batuk dan sesak napas. Selain gambaran umum di atas,
Pneumonia dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis lainnya
dan pemeriksaan penunjang (Rontgen, Laboratorium). (Masmoki. 2007)

B. Klasifikasi
1. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired
pneumonia, CAP): pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu
terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang
terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang
belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari. (Buke, 2009)
2. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang
terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini
didapat selama penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006).
Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan
pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan
penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan menderita pneumonia
(Supandi, 1992)
3. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme
anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia
jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi,
maupun pasien dengan gangguan refleks menelan (Buke, 2009)

3
4. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya
steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur,
dan mikobakteri, selain organisme bakteria lain (Buke, 2009)
5. Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang
terjadi pada fibrosis kistik dan bronkietaksis (Buke, 2009)

C. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), etiologi pneumonia adalah
1. Bakteri
Bakteri adalah penyebab paling sering pneumonia di masyarakat dan
nosokomial. Berikut ini adalah bakteri-bakteri yang menjadi etiologi
pneumonia di masyarakat dan nosokomial:
a. Lokasi sumber masyarakat
Bakterinya adalah Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma
pneumoniae, Legionella pneumoniae, Chlamydida pneumoniae,
Anaerob oral (aspirasi), dan Influenza tipe A dan B.
b. Lokasi sumber nosokomial
Bakterinya adalah Basil usus gram negatif (Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae), Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus
aureus, dan Anaerob oral (aspirasi).
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory
Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang
saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu
pneumonia.
Berikut ini adalah virus yang dapat menyebakan terjadinya pneumonia:
a. Influenza virus
b. Adenovirus
c. Virus respiratory
d. Syncytial repiratory virus
e. Pneumonia virus

4
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling
umum. Mikoplasma merupakan organisme kecil yang dikelilingi oleh
membran berlapis tiga tanpa diding sel. Organisme ini tumbuh pada
media kultur khusus tetapi berbeda dengan virus. Pneumonia mikoplasma
sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewas muda.
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Berikut ini adalah protozoa yang dapat menyebabkan
pnuemonia:
a. Pneumositis karini
b. Pneumonia pneumosistis
c. Pneumonia plasma sel
5. Penyebab Lain
Penyebab lain yang dapat menyebabkan pnuemonia adalah terapi radiasi,
bahan kimia, dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapt menyertai terapi
radiasi untuk kanker payudara atau paru, biasanya 6 minbbu atau lebih
setelah pengobatan selesai. Pneumonia kimiawi terjadi setelah mencerna
kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi.

D. Epidemiologi
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di rawat
dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi
pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien
yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU (Buke, 2009). Di
United States, insidensi untuk penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000
orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kurang dari 1%, tetapi
kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar
14% (Alberta Medical Association, 2002). Di negara berkembang sekitar 10-
20% pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan angka kematian
diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40% (Sajinadiyasa,

5
2011). Di Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35%
dengan kematian mencapai 20-50% (Farmacia, 2006).

E. Faktor Resiko
Berikut ini adalah faktor resiko pneumonia menurut Price dan Wilson, 2005:
1. Usia di atas 65 tahun
2. Aspirasi sekret orofaringeal
3. Infeksi pernapasan oleh virus
4. Sakit yang parah dan akan menyebabkan kelemahan, misalnya diabetes
militus dan uremia
5. Penyakit pernapasan kronik, misalnya COPD, asma, kistik fibrosis
6. Kanker, terutama kanker paru
7. Tirah baring yang lama
8. Trasektomi atau pemakaian selang endotrakeal
9. Bedah abdominial dan toraks
10. Fraktur tulang iga
11. Pengobatan dengan imunosupresif
12. AIDS
13. Riwayat merokok
14. Alkoholisme
15. Malnutrisi

Adapun faktor yang umumnya menjadi predisposisi individu terhadap


pneumonia, yaitu sebagai berikut:
1. Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan
menganggu drainage normal paru. Meninngkatnya resiko pneumonia dapat
terjadi pada penyakit kanker dan penyakit obstruksi paru menahun
(PPOM).
2. Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofil rendah
(neutropeni) akan beresiko pnuemonia.
3. Individu yang merokok akan beresiko peumonia karena asap rokok
menganggu aktivitas mukosiliaris dan makrofag.

6
4. Setiap pasien yang diperbolehkan berbaring secara pasif dalam waktu
yang lama, relatif imobil, dan bernapas dangkal maka akan beresiko
terhadap bronkopneumonia.
5. Setiap individu yang mengalami depresi refleks batuk (karena medikasi,
keadaan yang melemahkan, atau otot-otot pernapasan melemah), telah
mengaspirasi benda asing masuk ke dalam paru selama periode tidak
sadar (cedera kepala, anastesia), atau mekanisme menelan yang abnormal
dapat dikatakan hampir pasti beresiko bronkopenumonia.
6. Setiap pasien yang dirawat dengan NPO (dipuasakan) atau mereka yang
mendapat antibiotik mengalami peningkatan kolonisasi organisme (bakteri
gram negatif) faring dan beresiko pneumonia.
7. Individu yang sering mengalami intoksinasi terutama rentan terhadap
pneumonia, karena alkohol menekan refleks-refleks tubuh, mobilisasi sel
darah putih, dan gerakan siliaris trakeobronkial.
8. Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami
depresi pernapasan, yang kemudian akan terjadi pengumpulan sekresi
bronkial dan selanjutnya mengalami penumonia.
9. Pasien tidak sadar atau mempunyai refleks batuk yang buruk adalah
mereka yang beresiko terkena pnuemonia akibat penumpukan sekresi atau
aspirasi.
10. Setiap orang yang menerima pengobatan dengan peralatan terapi
pernapasan dapat mengalami penumonia jika peralatan tersebut tidak
dibersihkan dengan tepat.

7
F. Patofisiologi

G. Manifestasi Klinis
Demam dan batuk (awalnya nonproduktif) merupakan gejala umum. Bisa
juga terjadi nyeri dada dan sesak napas. Gambaran sistemik (lebih sering
terjadi) di antaranya adalah nyeri kepala, confusion, myalgia, dan malaise.
Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda konsolidasi lokal dan
ronki kasar (crackles) pada lobus yang terkena. (Patrick Davey, 2006)

Pada anak-anak, infeksi virus (RSV) dan virus parainfluenzae akan disertai
rhinore, suara serak, dan otitis media. Terdengar ronki kering di seluruh
lapangan paru dan disertai dengan mengi inspirasi dan ekspirasi. Jika
disebabkan oleh mycobacterium pneumonia, maka akan menimbulkan ronki
terbatas, dan gejala proses konsolidasi, tetapi pada foto paru, gambaran

8
prosesnya menyebar. Terkadang juga terdengar bising gesek pelura.
(Darmanto Djojodibroto, 2008)

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X dada : mengidentifikyanasi distribusi struktural; dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrasi baik menyebar ataupun terlokalisasi, atau
penyebaran/perluasan infiltrate nodul. Selain itu juga dapat menunjukkan
efusi pleura, kista udara-cairan, sampai konsolidasi.
2. Analisis gas darah : untuk mendiagnosis gagal napas,serta menunjukkan
hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
3. LED meningkat
4. Hitung jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/µl kadang-kadang
mencapai 30.000/µl
5. Pemeriksaan fungsi paru : volume turun, tekanan jalan napas meningkat,
dan komplain menurun.
6. Pemeriksaan elektrolit : Na dan Cl meningkat.
7. Pemeriksaan bilirubin : terjadi peningkatan bilirubin.
8. Aspirasi/biopsi jaringan paru
9. Kultur sputum : penting untuk koreksi terapi antibiotik.
(Misnadiarly,2008)

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
1. Oksigen 1-2 L/menit
2. IVFD dekstrose 10%: NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10 mEq/500 ml cairan
3. Jumlah cairan sesuai berat badan,kenaikan suhu, status hidrasi
4. Jika sesak tidak selalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip
5. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
6. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

9
Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia
community base:
1. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 41 kali pemberian
2. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
3. Untuk kasus pneumonia hospital base:
4. Sefatoksim 100 mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian
5. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

J. Komplikasi
1. Shock dan gagal napas
Komplikasi parah pneumonia meliputi hipotensi dan syok dan kegagalan
pernafasan (terutama dengan penyakit bakteri gram negatif pada pasien
usia lanjut). Komplikasi ini ditemui terutama pada pasien yang tidak
menerima pengobatan khusus atau pengobatan yang tidak memadai atau
tertunda. Komplikasi ini juga ditemui ketika organisme penyebab infeksi
yang resisten terhadap terapi dan ketika penyakit penyerta mempersulit
pneumonia.
Jika pasien sakit parah, terapi agresif termasuk dukungan hemodinamik
dan ventilasi untuk mencegah pecahnya kapiler perifer, menjaga tekanan
darah arteri, dan memberikan oksigenasi yang memadai. Agen vasopressor
dapat diberikan secara intravena dengan infus dan pada tingkat
disesuaikan sesuai dengan respon tekanan. Kortikosteroid dapat diberikan
parenteral untuk memerangi shock dan toksisitas pada pasien yang sangat
sakit dengan pneumonia dan bahaya nyata kematian dari infeksi. Pasien
mungkin memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Gagal
jantung kongestif, disritmia jantung, perikarditis, miokarditis dan juga
komplikasi dari pneumonia yang dapat menyebabkan shock.

2. Atelektasis dan Efusi pleura


Atelektasis (dari obstruksi bronkus oleh akumulasi sekresi) dapat terjadi
pada setiap tahap pneumonia akut. Efusi pleura parapneumonik terjadi
pada setidaknya 40% dari pneumonia bakteri. Sebuah efusi
parapneumonik adalah setiap efusi pleura yang berhubungan dengan

10
pneumonia bakteri, abses paru, bronkiektasis atau. Setelah efusi pleura
terdeteksi pada dada x-ray, thoracentesis yang dapat dilakukan untuk
mengeluarkan cairan tersebut. Cairan ini dikirim ke laboratorium untuk
analisis. Ada tiga tahap efusi pleura parapneumonik berdasarkan
patogenesis: tidak rumit, rumit, dan empiema toraks. Sebuah empiema
terjadi ketika tebal, cairan purulen terakumulasi dalam ruang pleura, sering
dengan perkembangan fibrin dan loculated (berdinding-off) daerah di
mana infeksi berada. Sebuah tabung dada dapat dimasukkan untuk
mengobati infeksi pleura dengan mendirikan drainase yang tepat dari
empiema tersebut. Sterilisasi rongga empiema membutuhkan 4 sampai 6
minggu antibiotik. Kadang-kadang manajemen bedah diperlukan.

3. Superinfeksi
Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis yang sangat besar
antibiotik, seperti penisilin, atau dengan kombinasi antibiotik. Superinfeksi
juga dapat terjadi pada pasien yang telah menerima berbagai kursus dan
jenis antibiotik. Dalam kasus tersebut, bakteri dapat menjadi resisten
terhadap terapi antibiotik. Jika pasien membaik dan demam berkurang
setelah terapi antibiotik awal, tetapi kemudian ada kenaikan suhu dengan
meningkatnya batuk dan bukti bahwa pneumonia telah menyebar,
superinfeksi mungkin terjadi. Antibiotik dapat diubah atau dihentikan
sama sekali dalam beberapa kasus.

K. Pencegahan
Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia:
1. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berat badan lahir rendah, perlu gizi
ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup
bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta
pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi
selama kehamilan.

11
2. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena
malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi
neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak
terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat
memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan
bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih
tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya.

3. Memberikan imunisasi lengkap pada anak


Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9
bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu
pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

4. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk


Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai
untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang
disertai dengan napas cepat/sesak napas.5. Mengurangi polusi di dalam
dan di luar rumah. Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar
debu dan asap diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan
tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang
cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca
dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang
memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.

5. Menjauhkan balita dari penderita batuk


Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran
pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang
penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat
menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini
menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah.
Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran

12
napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita
salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar mereka
menjadi pneumonia karena malnutrisi.

6. Mengurangi minum alkohol


Mengurangi minum alkohol dapat membantu dalam mengatasi hidrasi.
Hal ini juga membantu melawan pneumonia. Obat penurun demam,
contohnya acetaminophen (Tylenol) atau ibuprofen (Advil) mungkin juga
dapat membantu agar lebih baik.

7. Latihan Nafas
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas
dalam dan terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah
terjadinya pneumonia. (Jeremy, 2005)

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
Pneumonia lobaris, Pneumonia interstisial (bronkiolitis) dan
Bronkopneumonia. Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru
yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak (patchy distribution). Bronkopneumonia disebut juga
pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang
terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan
oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada
juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan.

B. Saran
Penyakit pneumonia sebenarnya merupakan manifestasi dari rendahnya daya
tahan tubuh seseorang akibat adanya peningkatan kuman patogen seperti
bakteri yang menyerang saluran pernapasan. Dalam keadaan sehat pada paru
tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh
adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan ketidak seimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi
penyakit. Oleh karena itu sangat di perlukan menjaga daya tahan tubuh
dengan memperhatikan nutrisi dan kesehatan tubuh.

14
DAFTAR PUSTAKA

MIsnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak Balita,
Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor PopulerBare Brenda G,
Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.
Buke C, Biyikli B, Tuncel M,Aydemir S, Tunger A,Sirin H, Kocaman A. 2009.
Nosocomial Infections in a Neurological Intensive Care Unit. Journal of
Neurological Sciences (Turkish). Volume 26. Number 3. Page(s) 298-304.
Djojodibroto, Darmanto. 2007. Respirologi. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn, E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah ; Brunner and Suddarth. Cetakan I. Volume 1. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Smeltzer, Suzanne C. O’Connell. 2010. Handbook for Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical-surgical Nursing Ed 12th. Lippincott Williams &
Wilkins.
Suriadi, Rita Yuliana. 2006. Asuhan Keperawtan pada Anak. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Jakarta: Erlangga.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta: Pustaka
Obor Populer.
https://www.academia.edu/24126073/Makalah_Pneumonia?auto=download
http://satyaexcel.blogspot.co.id/2012/10/makalah-penyakit-pneumonia.html

15

Anda mungkin juga menyukai