A Kromodjojo Adinegoro salah seorang bupati Mojokerto bekerjasama
dengan Ir.Henry Maclaine Pont seorang arsitek Belanda untuk mendirikan Oudheeidkundige Vereeneging Majapahit (OVM) yaitu suatu perkumpulan yang bertujuan untuk meneliti peninggalan- peninggalan majapahit. OVM menempati sebuah rumah di situs Trowulan yang terletak di jalan raya Mojokerto-Jombang km. 13 untuk menyimpan artefak-artefak yang diperoleh baik melalui penggalian, survey, maupun penemuan yang tak sengaja. Mengingat banyaknya artefak yang layak untuk dipamerkan, maka direncanakan untuk membangun sebuah museum yang terealisasi pada tahun 1926 dan dikenal dengan nama Museum Trowulan. Pada tahun 1942 Museum Trowulan ditutup untuk umum kerana Maclaine Pont ditawan oleh Jepang. Sejak itu museum berpindah-pindah tangan dan akhirnya dikelola Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Timur. Tugas kantor tersebut tidak hanya melaksanakan perlindungan terhadap benda cagar budaya peninggalan Majapahit saja, tetapi seluruh peninggalan kuno yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Timur. Oleh karena itu, koleksinya semakin bertambah banyak. Guna mengatasi hal tersebut museum dipindahkan ke tempat yang lebih luas berjarak sekitar 2 km dari tempat semula, namun masih di situs Trowulan. Museum baru tersebut sesuai dengan struktur organisasinya disebut sebagai Balai Penyelamatan Arca. Namun, masyarakat tetap mengenalnya sebagai Museum Trowulan. Pada tahun 1999 koleksi prasasti peninggalan R.A.A Kromodjojo Adinegoro dipindahkan dari Gedung Arca Mojokerto ke Museum Trowulan, sehingga koleksi Museum Trowulan semakin lengkap. Berdasarkan fungsinya, museum Trowulan kemudian diberi nama sebagai Balai Penyelamatan Arca BP3 Jatim. Mengingat kebutuhan informasi yang semakin lama semakin meningkat dari masyarakat tentang Majapahit, maka kini nama Balai Penyelamatan Arca BP3 Jatim diubah menjadi Pusat Informasi Majapahit. Walaupun terjadi perubahan, namun pada prinsipnya hal tersebut tidak merubah fungsinya secara signifikan, yaitu sebagai museum dan balai penyelamatan benda cagar budaya di Jawa Timur. Untuk menampung benda koleksi cagar budaya yang setiap tahun terus bertambah dan untuk meningkatkan pelayanan sajian kepada masyarakat, maka BP3 Jatim terus melakukan pembenahan terhadap museum. B. Koleksi yang Tersimpan di Museum Sesuai dengan sejarahnya, koleksi Pusat Informasi Majapahit didominasi oleh benda cagar budaya peninggalan Majapahit. Melalui peninggalan-peninggalan tersebut beberapa aspek budaya Majapahit dapat dikaji lebih lanjut, seperti bidang pertanian, irigasi arsitektur, perdagangan, perindustrian, agama, dan kesenian. Keseluruhan koleksi tersebut ditata di gedung, pendopo, maupun halaman museum. Berdasarkan bahanya koleksi Museum Trowulan yang dipamerkan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1. Koleksi Tanah Liat (Terakota) a. Koleksi terakota manusia b. Alat-alat produksi c. Alat-alat rumah tangga d. Arsitektur 2. Koleksi Keramik. Koleksi keramik yang dimiliki oleh Pusat Informasi Majapahit berasal dari beberapa negara asing, seperti Cina, Thailand, dan Vietnam. Keramik-keramik tersebut memiliki berbagai bentuk dan fungsi., seperti guci, teko, piring, mangkuk, sendok, dan vas bunga. 3. Koleksi Logam Koleksi benda cagar budaya berbahan logam yang dimiliki Pusat Informasi Majapahit dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok seperti koleksi mata uang kuno, koleksi alat-alat upacara seperti bokor, pedupaan, lampu, cermin, guci, dan genta serta koleksi alat musik. 4. Koleksi Batu Koleksi benda cagar budaya yang berbahan batu berdasarkan jenisnya dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut. a. Koleksi miniatur dan komponen candi b. Koleksi arca c. Koleksi relief d. Koleksi prasasti Selain itu koleksi benda cagar budaya yang berbahan batu yang dimiliki oleh Pusat Informasi Majapahit juga terdapat alat-alat dan fosil binatang dari masa prasejarah. C. Hubungan Antara Museum Trowulan dengan Kerajaan Majapahit Kita tahu Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan terbesar yang wilyahnya mencakup sebagian besar wilayah Asia tenggara. Trowulan diduga kuat merupakan bekas pusat kerajaan Majapahit karena banyak ditemukan bukti bukti pendukung yang memperkuat pendapat ini. Bukti-buktinya sampai sekarang masih ditemukan di berbagai penjuru kota Torwulan yang disimpan dalam satu komplek situs yaitu Museum Trowulan. Banyak candi, pentirtaan, makam kuno ditemukan yang menandakan adanya hubungan Trowulan dengan Kerajaan Majapahit. Sekitar Trowulan ditemukan reruntuhan pemukiman kuno yang menandakan pada Zaman Kerajaan Majapahit sudah ada sistem pola pemukiman yang tersusun atas banyak pemukiman. Ditemukan juga reruntuhan tembok yang berbahan baku batu bata merah yang diduga merupakan pagar yang dahulu mengitari Keraton Majaphit. Tembok tersebut mempunyai gapura yang digunakan sebagai pintu gerbang menuju keraton. Gapura itu dipastikan gapura bajangratu yang telah ditemukan dan mengalami pemugaran. Seperti halnya kerajaan yang lain, berbagai kegiatan masyarakat berada diluar gapura Keraton. Maka dari ditemukan arkeolog tentang adanya aktivitas industry yang terbiukti ditemukannya uang logam kuno masa Majaphit. Hal ini berarti di Trowulan masyarakatnya telah mengenal perdagangan dan sistem pasar. Selain itu masyarakat Trowulan pada masa itu juga telah mengenal sitem keagamaan yang dibuktikannya dengan ditemukanya arca dan candi yang dulu digunakan untuk menyembah dewa. Hal ini menunjukan memang ada hubungan antara Museum Trowulan dengan kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit yang pada masa itu dikenal sebagai kerajaan yang besar menjadikan pusat kerajaannya di Trowulan. Trowulan memang saat ini telah dijadikan sebagai Museum karena memang menyimpan bukti sejrah kebesaran Kerajaaan Majapahit yang telah dibugar maupun telah dikubur. Museum Trowulan dan Kerajaan Majapahit mempunyai kaitan yang sangat erat. Situs Trowulan, termasuk di dalamnya adalah komplek Museum Trowulan kemungkinan besar dulunya merupakan pusat kota Majapahit. Hal ini didukung dengan ditemukannya situs pemukiman yang terbuat dari batu bata dan bangunan lain seperti candi, gapura, dan sarana irigasi. Berbagai peninggalan yang ditemukan di situs ini, telah banyak membantu mengungkap berbagai aspek- aspek kehidupan masyarakat Majapahit. Museum Trowulan juga menjadi sarana pelestari berbagai benda bersejarah yang menjadi peninggalan Majapahit. Sehingga sampai sekarang, dapat dilihat bagaimana kebesaran Kerajaan Majapahit melalui peninggalan-peninggalan yang disimpan di Museum Trowulan. D. Peninggalan Kerajaan Majapahit yang Memperlihatkan Kebesarannya. Kondisi ibukota dua kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara sangat berbeda. Jika di Palembang menjadi wadah dari berjuta penduduk, Trowulan terbatas hanya desa kecil. Ibukota Majapahit terletak di bagian barat yaitu Mojokerto, berdasar pada sebuah situs yang dekat dengan sungai Brantas. Riset arkeologi dilakukan di situs ini, di mana hanya ada beberapa jejak dari kejayaannya. Sebagian besar sisa fondasi istana dan candinya berada di bawah tanah, dan lahan pada tempatnya berdiri sekarang menjadi persawahan. Semua bangunan utama dan tembok-tembok yang mengelilinginya terbuat dari batu bata merah. Sampai saat ini dikenal dengan sebutan “batu majapahit”. Riset arkeologis yang dilakukan di situs ini member bukti bahwa Trowulan bukan sebuah kota dalam arti seperti ibukota-ibukota lainnya. Tidak seperti kota-kota Melayu, tidak ada perbentengan atau benteng- benteng tetapi sebuah kelompok struktur atau kompleks bangunan yang dipisahkan oleh jalan yang lebar dan alun-alun terbuka yang luas. Skema bangunan yang kompleks tersebut meliputi sebuah wilayah yang luasnya 100 km2. Kompleks-kompleks tersebut memiliki pelataran, pepohonan dan paviliun terbuka yang dikelilingi oleh dinding atau pagar. Area tengahnya diperuntukkan oleh keluarga dari pimpinan rumah tangga. Bagian-bagian yang lain dihuni oleh para pembantu atau tamu atau untuk upacara-upacara.[2] Terdapat sebuah tendon air yang cukup besar bernama “segaran”,luasnya kira-kira 6 hektar. Sisa-sisa pipa air yang terbuat dari tanah liat memperlihatkan bahwa fasilitas penyediaan air minum, aktivitas komersial dan industrial pernah ada. Kota tersebut diorganisir dengan unit-unit pemukiman dan distrik- distrik yang diperuntukkan bagi kegiatan industritertentu seperti pandai besi, tukang besi, pembuat gerabah dan lain-lain. Masing-masing distrik dikendalikan oleh sebuah dewan, di bawah pengawasan seorang bangsawan. Pasar diadakan dalam jadwal teratur dilahan-lahan kosong yang memisahkan distrik-distrik. Pasar-pasar tersebut diawasi oleh pejabat resmi yang digaji dengan hasil pajak pasar.[3] Selain itu terdapat pelabuhan yang dinamakan Bubat, terletak dibagian utara kota, pada tepi sungai Brantas. Sungai ini merupakan jalan utama dalam pengiriman barang meskipun ada juga beberapa jalan yang dapat digunakan untuk masuk dan keluar kota. Penjelasan Odorofic of Pordeone dan para pedagang Cina member sebuah gambaran tentang kemakmuran kota tersebut. Mpu Prapanca dalam Negarakertagamamenjelaskan kompleks kerajaan secara panjang lebar. Berdasarkan keterangan- keterangan ini, Pigeaud[4] telah bisa mereka ulang garis besar keraton. Keraton dikelilingi oleh sebuah dinding batu bata merah berketinggian lebih dari 10 m dan memiliki gerbang pintu ganda. Di depan pintu utara ada sebuah lapangan besar, pada bagian baratnya ada arena untuk adu jago dan pada sisi timur ada benteng bagi sebuah garnisun kecil. Keraton tersebut di bagi menjadi tiga pelataran : Yang pertama adalah bangunan-bangunan religius dan sebuah menar putih yang besar. Akses menuju pelataran kedua adalah pada satu sisi dan pada sisi lainnya ada banyak pemandian. Rumah para punggawa, yang dibangun dengan tiang-tiang dengan lantai kayu terletak di pelataran kedua. Rumah punggawa yang lebih tinggi tatarannya dan sebuah pendapa besar terletak di pelataran ketiga. Kamar-kamar raja juga terletak pada salah satu sisi dari pelataran ini dan istananya adalah pavilion kayu yang didirikan di atas teras batu bata merah.[5] Semacam simbolisme muncul dalam penampang structural Trowulan, yang kelihatannya ditentukan oleh tradisi-tradisi kosmik dan dualisme yang sangat disukai oleh para arsitek Majapahit. Dualisme itu tercermin dengan adanya keraton kepangeranan yang terletak di barat dan timur, yang saling terkait satu sama lain. Contoh yang paling menarik dari dualisme yang sangat dihargai Singasari dan Majapahit tercermin dalam ritual pembagian wilayah Airlangga menjadi dua kerajaan kembar. Oleh karena itu penampang Trowulan bisa dipandang sebagai sebuah perwujudan simbolik dari konsepsi struktur kekuasaan negara, seperti yang dibayangkan para arsiteknya. Lingkaran konsentrik bangunan-bangunan dan pemukiman-pemukiman berseberangan dalam dua lokasi.