Anda di halaman 1dari 30

TUGAS SISTEM IMUNOLOGI DAN HEMATOLOGI

ASUHAN KEPERAWATAN HONDGKIN

Disusun Oleh:

UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS PALEMBANG


TAHUN AJARAN 2015/2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca untuk mengetahui “Askep
Malaria”.

Harapan saya semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini saya akui masih
banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang.

Oleh kerena itu saya berharapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 3 Oktober 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................


DAFTAR ISI ...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................
1.3 Tujuan dan Manfaat .........................................................................................

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan ..................................................................................


3.2 Diagnosa Keperawatan .....................................................................................
3.3 Intervensi Keperawatan ....................................................................................
3.4 Implementasi Keperawatan ..............................................................................
3.5 Evaluasi Keperawatan ......................................................................................

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan .......................................................................................................
4.2 Saran .................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Limfoma merupakan keganasan yang terjadi primer pada kelenjar getah bening
(lymph node). Kemajuan dalam immunologi dan biologi molekuler menghasilkan
penemuan penting dalam menentukan asal dan fungsi limfosit. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya perubahan konsep dalam penamaan dan klasifikasi limfoma.
Heterogenitas limfosit dan temuan lainnya mempunyai dampak terhadap pemahaman
kita tentang limfoma.
Berbagai metode terbaru dapat mengidentifikasi limfosit sel-B dan sel-T. Sub-
populasi dari neoplasma ini ditentukan dengan pemakaian petanda permukaan dan
produk sekresinya. Ditemukannya populasi baru dari sel limfoid, menghasilkan tipe
baru dari neoplasma. Diantaranya mantle cell lymphoma dan marginal cell lymphoma
yang merupakan tipe baru dari B cell neoplasma, sedangkan peripheral T-cell
lymphoma, adult T cell lymphoma/leukemia dan anaplastik large cell lymphoma muncul
menjadi klasifikasi neoplasma sel-T. Untuk klasifikasi limfoma tidak cukup lagi dengan
hanya melihat gambaran sel karena perbedaan populasi limfosit secara morfologi tidak
dapat dilakukan, tetapi membutuhkan teknik khusus seperti patologi molekuler dan
sitogenetik.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana patoflow dari Hodgkin?
b. Bagaimana Asuhan Keperawatan teoritis dari Hodgkin ?
c. Bagaimana Asuhan Keperawatan medis dari Hodgkin ?
d. Update jurnal
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui patoflow dari Hodgkin?
b. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan teoritis dari Hodgkin ?
c. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan medis dari Hodgkin ?
BAB II
ASKEP
KEPERAWATAN

A. Asuhan keperawatan teoritis

1. Pengkajian
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak
terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran
kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat
malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan
yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil
perlawanan kelenjar limfe dengan sejenis virus atau mungkin tuberculosis limfa.
Pada pengkajian data yang dapat ditemukan pada pasien limfoma antara lain :
1. Data subjektif
a. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38°C
b. Sering keringat malam
c. Cepat merasa lelah
d. Badan lemah
e. Mengeluh nyeri pada benjolan
f. Nafsu makan berkurang
2. Data Obyektif
a. Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau
pangkal paha
b. Wajah pucat
c. Kebutuhan dasar :
I. Aktivitas/Istirahat
Gejala :
a. Kelelahan, kelemahan atau malaise umum
b. Kehilangan produktifitas dan penurunan toleransi latihan
c. Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak

Tanda : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang
menunjukkan kelelahan.

II. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, angina/nyeri dada
Tanda :
a. Takikardia, disritmia
b. Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa
adalah kejadian yang jarang)
c. Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi
duktus empedu dan pembesaran nodus limfa (mungkin tanda lanjut), pucat
(anemia), diaforesis, keringat malam.

III. Integritas Ego


Gejala :
a. Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga
b. Takut / ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati
c. Takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi
dan terapi radiasi)
d. Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan
pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja
e. Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang tergantung
pada keluarga
Tanda : Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif

IV. Eliminasi
Gejala :
a. Perubahan karakteristik urine dan atau feses
b. Riwayat obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi
dari nodus limfa retroperitoneal)
Tanda :
a. Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali)
b. Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali)
c. Penurunan haluaran urine urine gelap / pekat, anuria (obstruksi uretal / gagal
ginjal)
d. Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut)

V. Makanan dan Cairan


Gejala :
a. Anoreksia/kehilangna nafsu makan
b. Disfagia (tekanan pada easofagus)
c. Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau
lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet
Tanda :
a. Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap
kompresi vena kava superior oleh pembesaran nodus limfa)
b. Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava
inferior dari pembesaran nodus limfa intra abdominal (non-Hodgkin)
c. Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa
intraabdominal)

VI. Neurosensoris
Gejala :
a. Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus
limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral
b. Kelemahan otot, parestesia
Tanda :
a. Status mental : letargi, menarik diri, kurang minat umum terhadap sekitar
b. Paraplegia (kompresi batang spinaldari tubuh vetrebal, keterlibatan diskus pada
kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batng spinal)

VII. Nyeri dan Kenyamanan


Gejala :
a. Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar
mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebra), nyeri tulang umum
(keterlibatan tulang limfomatus)
b. Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol
Tanda :
Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati

VIII. Pernafasan
Gejala :
Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada
Tanda :
a. Dispnea, takikardia
b. Batuk kering non-produktif
c. Tanda distres pernapasan, contoh : peningkatan frekuensi pernapasan dan
kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis
d. Parau / paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal)

IX. Keamanan
Gejala :
a. Riwayat sering / adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk
infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial)
b. Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer tinggi
virus Epstein-Barr)
c. Riwayat ulkus / perforasi perdarahan gaster
d. Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu
(demam pel-Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa
menggigil
e. Kemerahan / pruritus umum
Tanda :
a. Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38°C tanpa gejala
infeksi
b. Nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak / membesar (nodus servikal paling
umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila dan
mediastinal)
c. Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan, pembesaran
tonsil
d. Pruritus umum
e. Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo)

X. Seksualitas
Gejala :
a. Masalah tentang fertilitas / kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi,
tetapi pengobatan mempengaruhi)
b. Penurunan libido

XI. Penyuluhan / pembelajaran


Gejala :
a. Faktor resiko keluargaa (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgkin
dari pada populasi umum)
b. Pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja kayu / kimia)

2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d agen cedera biologi
2. Hyperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
4. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi
5. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medinal /
edema jalan nafas.

3 Intervensi
1. Nyeri b.d agen cedera biologi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri klien berkurang/hilang
dengan kriteria hasil :
a. Skala nyeri 0 - 3
b. Wajah klien tidak meringis
c. Klien tidak memegang daerah nyeri
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri dengan PQRST
R : untuk mengetahui skala nyeri klien dan untuk mempermudah dalam menentukan
intervensi selanjutnya
b. Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi
R : teknik relaksasi dan distraksi yang diajarkan kepada klien, dapat membantu dalam
mengurangi persepsi klien terhadap nyeri yang dideritanya
c. Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik
R : obat analgetik dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri yang diderita oleh klien

2. Hyperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan suhu tubuh klien turun /
dalam keadaan normal dengan kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal (35,9 -
37,5°C)
Intervensi :
a. Observasi suhu tubuh klien
R : dengan memantau suhu tubuh klien dapat mengetahui keadaan klien dan juga dapat
mengambil tindakan dengan tepat
b. Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha
R : kompres dapat menurunkan suhu tubuh klien
c. Anjurkan dan berikan minum yang banyak kepada klien (sesuai dengan kebutuhan
cairan tubuh klien)
R : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan
dalam tubuh klien
d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R : antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh

3. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan
nutrisi klien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
a. Menunjukkan peningkatan berat badan / berat badan stabil
b. Nafsu makan klien meningkat
c. Klien menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk mempertahankan berat
badan yang sesuai
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
R : mengidentifikasi defisiensi nutrisi dan juga untuk intervensi selanjutnya
b. Observasi dan catat masukan makanan klien
R : mengawasi masukan kalori
c. Timbang berat badan klien tiap hari
R : mengawasi penurunan berat badan dan efektivitas intervensi nutrisi
d. Berikan makan sedikit namun frekuensinya sering
R : meningkatkan pemasukan kalori secara total dan juga untuk mencegah distensi
gaster
e. Kolaborasi dalam pemberian suplemen nutrisi
R : meningkatkan masukan protein dan kalori

4. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan sela 1 x 24 jam diharapkan diharapkan
klien dan keluarganya dapat mengetahui tentang penyakit yang diderita oleh klien
dengan kriteria hasil :
a. Klien dan keluarga klien dapat memahami proses penyakit klien
b. Klien dan keluarga klien mendapatkan informasi yang jelas tentang penyakit yang
diderita oleh klien
c. Klien dan keluarga klien dapat mematuhi proses terapiutik yang akan dilaksanakan
Intervensi :
a. Berikan komunikasi terapiutuk kepada klien dan keluarga klien
R : memudahkan dalam melakukan prosedur terpiutuk kepada klien
b. Berikan KIE mengenai proses penyakitnya kepada klien dan keluarga klien
R : klien dan keluarga klien dapat mengetahui proses penyakit yang diderita oleh klien

5. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medinal /
edema jalan nafas
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan bersihan
jalan nafas klien efektif / normal dengan kriteria hasil :
a. Klien dapat bernafas dengan normal / efektif
b. Klien bebas dari dispnea, sianosis
c. Tidak terjadi tanda distress pernafasan
Intervensi :
a. Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, irama
R : perubahan dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan / pengaruh pernafasn
yang membutuhkan upaya intervensi
b. Tempatkan pasien pada posisi nyaman, biasanya dengan kepala tempat tidur
tinggi/atau duduk tegak ke depan kaki digantung
R : memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernafasan, dan menurunkan
resiko aspirasi
c. Bantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir / diafragma. Abdomen
bila diindikasikan
R : membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil, memberikan
klien beberapa kontrol terhadap pernafasan, membantu menurunkan ansietas
d. Kaji respon pernafasan terhadap aktivitas
R : penurunan oksigenasi selular menurunkan toleransi aktivitas

4. Implementasi
1. Nyeri b.d agen cedera biologi
a. Mengkaji skala nyeri dengan PQRST
b. Mengajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi
c. Mengkolaborasi dalam pemberian obat analgetik

2. Hyperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi


a. Mengobservasi suhu tubuh klien
b. Memberikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha
c. Menganjurkan dan berikan minum yang banyak kepada klien (sesuai dengan
kebutuhan cairan tubuh klien)
d. Mengkolaborasi dalam pemberian antipiretik

3. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah


a. mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
b. Mengobservasi dan catat masukan makanan klien
c. Menimbang berat badan klien tiap hari
d. Memberikan makan sedikit namun frekuensinya sering
e. Mengkolaborasi dalam pemberian suplemen nutrisi

4. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi


a. Memberikan komunikasi terapiutuk kepada klien dan keluarga klien
b. Memberikan KIE mengenai proses penyakitnya kepada klien dan keluarga klien
5. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medinal /
edema jalan nafas
a. Mengkaji frekuensi pernafasan, kedalaman, irama
b. Menempatkan pasien pada posisi nyaman, biasanya dengan kepala tempat tidur
tinggi/atau duduk tegak ke depan kaki digantung
c. Bantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir / diafragma. Abdomen
bila diindikasikan
d. Kaji respon pernafasan terhadap aktivitas

5. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan :
1. Nyeri klien berkurang/hilang
2. Suhu klien dalam batas normal suhu tubuh dalam batas normal (35,9-37,5 derajat
celcius)
3. Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
4. Klien dan keluarganya dapat mengetahui tentang penyakit yang diderita oleh klien
5. Bersihan jalan nafas klien efektif/normal

B. Asuhan Keperawatan Medis

I. Pengkajian
1. Data subjektif
a. Pasien mengatakan nyeri pada bagian benjolan
b. Pasien mengatakan demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 380C
c. Pasien mengatakan sering keringat malam.
d. Pasien mudah lelah
e. Pasien mengatakan badan lemah
f. Pasien mengatakan tidak nafsu makan
2. Data Obyektif
a. pasien tampak nyeri pada benjolah. Skala nyeri 6
b. Pasien tampak demam. Suhu 380C
c. Pasien tampak berkeringat malam
d. Pasien tampak lelah
e. Pasien tampak lemah
f. Pasien tampak tidak nafsu makan. Pasien tampak menghabiskan ½ porsi
makanan yang disediakan Rumah Sakit

II. Pola pengkajjian pola kesehatan


I. PERSEPSI KESEHATAN - PEMELIHARAAN KESEHATAN
a. Data subyektif
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari, selalu menggunakan
pakaian yang bersih dan rapi jika ingin keluar rumah memakai sandal dan
berobat ke puskesmas/bidan terdekat jika sakit
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan tetap menjaga kebersihan dirinya, pasien mandi 1x sehari,
berpakaina bersih, kebutuhan dipenuhi oleh keluarga
b. Data objektif
Observasi :
 Kebersihan rambut : Bersih,tidak rontok dan berwarna hitam
 Kulit kepala : Bersih, tidak ada ketombe, tidak ada lesi
 Kebersihan kulit : : Bersih, turgor elastis
 Kebersihan mulut : Bersih, tidak ada bau dan sariawan
 Kebersihan genetalia : Tidak dikaji
 Kebersihan anus : Tidak dikaji

II. POLA NUTRISI DAN METABOLIK


a. Data subjektif
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan makan 3x sehari dengan menu nasi putih lauk pauk dan
sayur-sayuran, minum air putih 8-9 gelas setiap hari
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan sejak sakit nafsu makan berkurang, pasien mengatakan
hanya menghabiskan ½ porsi menu yang disediakan dirumah sakit dan
minum 3-4 gelas/ hari
b. Data objektif
1. Observasi
Pasien tampak menghabiskan ½ porsi makanan yang disediakan dari rumah
sakit
2. Pemeriksaan fisik
 Keadaan nutrisirambut : berwarna hitam, tidak rontok
 Hidrasi kulit : lembab
 Palpabrae : anedema
 Conjungtiva : an anemis
 Sclera : anicteric
 Hidung : simetris mukosa hidung : lembab, tidak ada sekret
 Rongga mulut : bersih Gusi : tidak ada peradangan
 Gigi Geligi : utuh gigi palsu : tidak ada
 Kemampuan mengunyah keras : mampu mengunyah buah apel
 Lidah : bersih, tidak ada sariawan
 Tonsil : t1/t1 pharing : tidak ada pembesaran
 Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
 Kelenjar parotis : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid : tidak ada
pembesaran
 Abdomen :
Inspeksi : bentuk : datar/simetris
Bayangan vena : tidak ditemukan
Benjolan masa : tidak ditemukan
Auskultasi : peristaltik 24x/ menit
Palpasi : tanda nyeri umum : tidak ditemukan

III. POLA ELIMINASI


a. Data subjektif
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit BAB 1x sehari pada pagi hari berwarna
kuning kecoklatan, konsistensi lunak dan BAK 5-6x sehari dengan warna
kuning jernih, pasien tidak mengalami gangguan baik BAB atau BAK
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan BAK 3-4 x/hari warna kuning, dan BAB 1x sehari
berwarna kuning kecoklatan, konsistensi lunak dibantu oleh keluarga
Observasi : pasien tampak BAB dan BAK ditempat tidur dan dibantu oleh
keluarga
Nyeri ketuk ginjal : kiri- kanan –
IV. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN
a. Data subjektif
1. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien bekerja dirumah dengan menjaga
toko dan jarang berolahraga
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan sejak sakit semua aktivitas dibantu oleh keluarga dan
lebih banyak ditempat tidur karna pasien bedrest
b. Data objektif
 Postur tubuh : tegap
 Gaya jalan : tidak diperiksa karna pasien bedrest
 Anggota gerak yang cacat : tidak ada
 Fikassi : tidak ditemukan
 Tracheostomi : tidak ditemukan

Pemeriksaan Fisik :
 JVP : 5-2 cmH20, kesimpulan : tidak ditemukan pembesaran
 Inspeksi : Bentuk thorak : simetris
 Palpasi : vokal fremitus : getaran kanan dan kiri simetris
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : suara nafas : vesikuler
Suara ucapan : jelas
Suara tambaha : tidak ada

V. POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT


a. Data subjektif
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan biasa tidur siang dari jam 13.00-14.00 wib(1 jam). Dan
tidur malam dari jam 22.00-05.00(7jam)
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan sejak sakit tidak bisa tidur karna berisik. Tidur siang dari
pukul 13.00-14.00 (1 jam) dan tidur malam dari jam 21.00-05.00 (4 jam -
8jam).

6. pola persepsi kognitif –perseptual


a. data subjektif
1. keadaan sebelum sakit
pasienmengatakan tidak pernah menggunakan alat bantu
pendengaran dan penglihatan, karena tidak ada masalah dengan
pendengaran dan penglihatan pasien.
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan alat bantu
pendengarn dan penglihatan, karena tidak ada masalah dengan
pendengaran dan penglihatan pasien.
b. Data objektif
1. Observasi
Pasien tampak tidak menggunakan alat bantu pendengaran dan
kaca mata..
2. Pemeriksaan fisik
 Penglihatan
Cornea: jernih
Visus: dapat melihat identitas perawat jarah 2m
Pupil: isokor kanan dan kiri 3mm
Lensa mata: jernih
TIO(tekanan intra ocular): kanan dan kiri teraba lunka
 Pendengaran
Pina : simetris
Canalis: tampak tidak ada serumen
Membrane timpani: utuh
Tes pendengarah: pasien mampu mendengar apabila
dipanggil
 Pengenalana rasa posisi pada gerakan lengan dan tungai::
Pasien mampu merasakan gerakan pada lengan dan
tungkainya saat disentuh dan respon pasien
 N I:pasien mampu mencium minyak kayu putih
 N II:pasien mampu membaca bedname pada jarak 2 meter
 N IV sensoril: pasien bisa merasakan saat disentuh tisu di pipi
 N VII sensorik: pasien mampu mengangkat alis mata
 N VIII pendengaran: pasien mampu mendnegar saat dipanggil
 Tes romberng: tidak dikaji
 N XI: pasien mampu mengunyah nasi putih
 N X: pasien mampu menelan makanan
 N XII: pasien mampu menjulurkan lidah

7. Pola persepsi diri/ konsep diri


a. Data subjektif
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan dirinya adalah seorang suami dan seorang
ayah. Dan sebagai seorang kepala keluarga ia harus tetap sabar
dalam memnjalankan perannya. Jika ada masalah pasien
menceritakannya pada istri dan anaknya.
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan sejak sakit tidak bisa melakukan dan
menjalankan perannya sebagai keala keluarga.Pasien berharap
cepat sembuh dari sakitnya.
b. Data obyektif
1. Observasi
 Kontak mata saat bicara: focus
 Rentang perhatian: perhatian penuh
 Suara dan cara bicara: jelas
 Postur tubuh: tegap
2. Pemeriksaan fisik
 Kelainan bawaan yang nyata: tiadk ditemukan
 Abdomen: bentuk: simetris bayangan vena: tidak
ditemukan. Benjolan masa: tidak ditemukan
 Kulit: lesi kulit: tiak ditemukan
 Penggunaan protesa: negative
8. Pola peran dan hubungan dengan sesame
a. Data subjektif
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan seelum sakit pasien tinggal bersama istri dan
anaknya. Huungan dengan kedua orangtua, keluarga, dn tetangganya
berjalan dengan baik dan ruku.
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan sejak sakit pasien ditemani dengan istri dan
anaknya, keluarga dan tetangganya juga menjenguk nya.
b. Data objektif
1. Observasi
Pasien tampak ditemani anak dan istrinya.Pasien tampak
dikunjungi oleh keluarga dan tetangganya.

9. Pola reproduksi – seksualita


a. Data subjektif
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan berjenis kelmin laki-laki dan tidak pernah
mengalami gangguan pada reproduksinya.Pasien mengatakan
mempunyai 3 orang anak.
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan tidak ada masalah dnegan alat reproduksinya.
b. Data objektif
1. Observasi
Pasien tampak memakai pakaian laki-laki dan didampingi
anaknya, pasien bersuara dan berperilaku seperti seorang laki-
laki.
2. Pemeriksaan fisik
Pria: henia scrotalis: tidak ada

10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress


a. Data subjektif
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan apabila ada masalah selalu menceritakan
keada anak dan istrinya atau kepada orang terdekatnya.
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan apaabila ada masalah terutama saat sakit
pasien menceritakan kepada anak dan istrinya terutama saat sakit
pasien mengeluh pada perawat.
b. Data objektif
1. Observasi
Paseien tampak bercerita dengan anaknya mengenai masalah
penyakitnya.Ekspresi wajah pasien tampak tenang dan bicara
pasisen tampak jela.
2. Pemeriksaan fisik
Tekanan darah; 150/90mmHg
HR: 88

11. Pola system nilai kepercaan atau keyakinan


a. Data subjektif
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan beragama islam., pasien mengatakan selalu
menjalankan solat 5 waktu
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan sejak sakit tidak bisa menjalankan solat 5
waktu karena pasien bedrest.Pasien hanya berdoa saat makan.
b. Data subjektf
Observasi
Pasien tampak berdoa saat makan.
2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d agen cedera biologi

3 Intervensi
1.Kaji skala nyeri dengan PQRST
R : untuk mengetahui skala nyeri klien dan untuk mempermudah dalam menentukan
intervensi selanjutnya
2. Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi
R : teknik relaksasi dan distraksi yang diajarkan kepada klien, dapat membantu
dalam mengurangi persepsi klien terhadap nyeri yang dideritanya
3.Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik
R : obat analgetik dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri yang diderita oleh
klien

4. Implementasi

1. Mengkaji skala nyeri dengan PQRST


2. Mengajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi
3. Mengkolaborasi dalam pemberian obat analgetik

5. Evaluasi
S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian benjolan
O : pasien tampak nyeri pada benjolah. Skala nyeri 6
A : Nyeri b.d agen cedera biologi
P : Intervensi 3 diteruskan
DEXA MEDIA, No. 4, Vol. 17, Oktober - Desember 2004

Diagnostik Dan Penatalaksanaan


Limfoma Non Hodgkin
Santoso M, Krisifu C
SMF Penyakit Dalam RSUD Koja
Departemen Penyakit Dalam FK UKRIDA
Jakarta
Abstrak. Limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat
padat. Lebih dari 45.000 pasien didiagnosis sebagai Limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun
di Amerika Serikat. Sebagian besar pasien tidak menampakan gejala (asimtomatik), kurang
lebih 2%, pasien mengalami demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Penentuan
stadium ditentukan berdasarkan pada jenis patologi dan tingkat keterlibatan. Jenis patologi
(tingkat rendah, sedang dan tinggi) didasarkan pada formulasi kerja yang baru. Tingkat
keterlibatan ditentukan dengan klasifikasi Ann Arbor.9
Kata Kunci: Limfoma non Hodgkin, asimtomatik, jenis patologi dan tingkat keterlibatan
Pendahuluan
Definisi
Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non
Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan
limfoid yang bersifat padat.1
Lebih dari 45.000 pasien didiagnosis sebagai
limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika
Serikat. Limfoma non Hodgkin, khususnya limfoma
susunan saraf pusat biasa ditemukan pada pasien
dengan keadaan defisiensi imun dan yang mendapat
obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan
transplantasi ginjal dan jantung.2
Penggolongan Histologis Limfoma non Hodgkin
Anggapan pertama adalah bahwa status diferensiasi
limfosit dapat dilihat dari ukuran dan konfigurasi
intinya, sel-sel limfoid yang kecil dan bulat dianggap
sebagai sel-sel yang berdiferensiasi baik, dan sel-sel
limfoid kecil yang tidak beraturan bentuknya
dianggap sebagai limfosit yang berdiferensiasi buruk.
Anggapan kedua adalah sel-sel limfoid besar
dengan inti vesikular dan mempunyai banyak
sitoplasma yang biasanya berwarna pucat dianggap
berasal dari golongan monosit makrofag (histiosit).1
Tanda-Tanda Imunologis Limfoma non Hodgkin
Limfosit B mengandung imunoglobulin permukaan
(surface immunoglobulins) yang dapat diwarnai dan
menampilkan reseptor-reseptor untuk komplemen
dan fraksi Fc dari imunoglobulin. Limfosit T tidak
mempunyai imunoglobulin permukaan yang dapat
diwarnai tetapi mempunyai kemampuan membentuk
ikatan dengan sel-sel darah merah biri-biri.
Dengan demikian limfosit B dan T dapat dikenal
dan ditetapkan jumlahnya baik dalam darah tepi
maupun dalam suspensi sel yang berasal dari jaringan
limfoid. Pendekatan ini telah membuktikan bahwa
sebagian besar LNH berasal dari sel B dan bahwa sel
yang berproliferasi biasanya monoklonal.1,5
Etiologi dan Patogenesis
Abnormalitas sitogenik, seperti translokasi
kromosom. Limfoma malignum subjenis sel yang
tidak berdiferensiasi (DU) ialah LNH derajat
keganasan tinggi lainnya, jarang dijumpai pada
dewasa tetapi sering ditemukan pada anak. Subjenis
histologis ini mencakup limfoma Burkitt, yang
merupakan limfoma sel B dan mempunyai ciri
abnormalitas kromosom, yaitu translokasi lengan
panjang kromosom nomor 8 (8q) biasanya ke lengan
TINJAUAN PUSTAKA
143
DEXA MEDIA, No. 4, Vol. 17, Oktober - Desember 2004
panjang kromosom nomor 14 (14q+).1,2
Infeksi virus, salah satu yang dicurigai adalah virus
Epstein-Barr yang berhubungan dengan limfoma
Burkitt, sebuah penyakit yang biasa ditemukan di
Afrika. Infeksi HTLV-1 (Human T Lymphoytopic Virus
type 1).2
Gambaran Klinis
Gejala pada sebagian besar pasien asimtomatik
sebanyak 2% pasien dapat mengalami demam,
keringat malam dan penurunan berat badan.2,3
Pada pasien dengan limfoma indolen dapat terjadi
adenopati selama beberapa bulan sebelum
terdiagnosis, meskipun biasanya terdapat pembesaran
persisten dari nodul kelenjar bening. Untuk
ekstranodalnya, penyakit ini paling sering terjadi pada
lambung, paru-paru dan tulang, yang mengakibatkan
karakter gejala pada penyakit yang biasa menyerang
organ-organ tersebut.
Dengan menerapkan kriteria yang digunakan oleh
Rosenberg dan Kaplan untuk menentukan rantairantai
kelenjar getah bening yang saling berhubungan.
Jones menemukan bahwa pada 81% di antara 97
penderita LNH jenis folikular dan 90% di antara 93
penderita LNH jenis difus, penyebaran penyakit juga
terjadi dengan cara merambat dari satu tempat ke
tempat yang berdekatan. Walaupun demikian
hubungan antara kelenjar getah bening daerah leher
kiri dan daerah para aorta pada LNH jenis folikular
tidak sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis
difus.1,4
Rosenberg melaporkan bahwa pada semua
penderita LNH difus dengan jangkitan pada sumsum
tulang, didapati jangkitan pada kelenjar getah bening
para aorta yang terjadi sebelumnya atau bersamaan
dengan terjadinya jangkitan pada sumsum tulang. Di
antara semua subjenis LNH menurut klasifikasi
Rappaport subjenis histiotik difus menunjukkan angka
yang terendah dari jangkitan penyakit pada hati.1,4
Diagnosis Banding
Limfoma Hodgkin
Penyakit Hodgkin adalah suatu jenis keganasan sistem
kelenjar getah bening dengan gambaran histologis
yang khas. Ciri histologis yang dianggap khas adalah
adanya sel Reed-Sternberg atau variannya yang
disebut sel Hodgkin dan gambaran selular getah
bening yang khas.1,3
Gejala utama adalah pembesaran kelenjar yang
paling sering dan mudah dideteksi adalah pembesaran
kelenjar di daerah leher. Pada jenis-jenis tipe ganas
(prognosis jelek) dan pada penyakit yang sudah dalam
stadium lanjut sering disertai gejala-gejala sistemik
yaitu: panas yang tidak jelas sebabnya, berkeringat
malam dan penurunan berat badan sebesar 10%
selama 6 bulan. Kadang-kadang kelenjar terasa nyeri
kalau penderita minum alkohol. Hampir semua sistem
dapat diserang penyakit ini, seperti traktus gastrointestinal,
traktus respiratorius, sistem saraf, sistem
darah, dan lain-lain.
Limfadenitis Tuberkulosa
Merupakan salah satu sebab pembesaran kelenjar
limfe yang paling sering ditemukan. Biasanya
mengenai kelenjar limfe leher, berasal dari mulut dan
tenggorok (tonsil).
Pembesaran kelenjar-kelenjar limfe bronchus
disebabkan oleh tuberkulosis paru-paru, sedangkan
pembesaran kelenjar limfe mesenterium disebabkan
oleh tuberkulosis usus. Apabila kelenjar ileocecal
terkena pada anak-anak sering timbul gejala-gejala
appendicitis acuta, yaitu nyeri tekan pada perut kanan
bawah, ketegangan otot-otot perut, demam, muntahmuntah
dan lekositosis ringan.
Mula-mula kelenjar-kelenjar keras dan tidak saling
melekat, tetapi kemudian karena terdapat periadenitis,
terjadi perlekatan-perlekatan.6
Prosedur Penetapan
Stadium Penyakit
Penentuan stadium didasarkan pada jenis patologi dan
tingkat keterlibatan. Jenis patologi (tingkat rendah,
sedang atau tinggi) didasarkan pada formulasi kerja
yang baru. Tingkat keterlibatan ditentukan sesuai
dengan klasifikasi Ann Arbor.
a. Formulasi kerja yang baru
Tingkat rendah: Tipe yang baik
1. Limfositik kecil
2. Sel folikulas, kecil berbelah
144
Santoso M, Krisifu C: Diagnostik dan penatalaksanaan LNH
DEXA MEDIA, No. 4, Vol. 17, Oktober - Desember 2004
3. Sel folikulas dan campuran sel besar dan kecil
berbelah
Tingkat sedang: Tipe yang tidak baik
4. Sel folikulis, besar
5. Sel kecil berbelah, difus
6. Sel campuran besar dan kecil, difus
7. Sel besar, difus
Tingkat tinggi: Tipe yang tidak menguntungkan
8. Sel besar imunublastik
9. Limfoblastik
10.Sel kecil tak berbelah
b. Tingkat keterlibatan ditentukan sesuai dengan
klasifikasi Ann Arbor
Stadium I:
Keterlibatan satu daerah kelenjar getah bening (I)
atau keterlibatan satu organ atau satu tempat
ekstralimfatik(IIE)
Stadium II:
Keterlibatan 2 daerah kelenjar getah bening atau
lebih pada sisi diafragma yang sama (II) atau
keterlibatan lokal pada organ atau tempat
ekstralimfatik dan satu atau lebih daerah kelenjar
getah bening pada sisi diafragma yang sama (IIE).
Rekomendasi lain: jumlah daerah nodus yang
terlibat ditunjukkan dengan tulisan di bawah garis
(subscript) (misalnya II3)
Stadium III:
Keterlibatan daerah kelenjar getah bening pada
kedua did diafragma (III), yang juga dapat disertai
dengan keterlibatan lokal pada organ atau tempat
ekstralimfatik (IIIE) atau keduanya (IIIE+S)
Stadium IV:
Keterlibatan yang difus atau tanpa disertai
pembesaran kelenjar getah bening. Alasan untuk
menggolongkan pasien ke dalam stadium IV harus
dijelaskan lebih lanjut dengan menunjukkan tempat
itu dengan simbol.
Gejala Sistemik
Tiap stadium dibagi lagi ke dalam kategori A dan
B. B untuk pasien dengan gejala tertentu dan A untuk
yang tanpa gejala tersebut.
Klasifikasi B akan diberikan pada pasien dengan:
1. penurunan berat badan yang tidak dapat
diterangkan dimana besarnya lebih dari 10% dari
berat badan dalam 6 bulan sebelum masuk rumah
sakit.
2. demam yang tidak dapat diterangkan dengan suhu
di atas 38C
3. keringat malam hari.
Kriteria Penentuan Stadium
Klinik (CS) bila semata-mata didasarkan pada hasil
pemeriksaan fisik dan laboratorium patologi (PS) bila
berdasarkan biopsi dan laparotomi.
Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan
multidisiplin. Terapi yang dapat dilakukan adalah:2,3,8
1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik
- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral),
jika dianggap perlu: COP (Cyclophosphamide,
Oncovin, dan Prednisone)
- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif.
Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal dan
paliatif.
Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy
saja2,3,7,8
2. Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif
limfoma
- Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/
BU)+radioterapi
CHOP (Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin,
Oncovin, Prednisone)
- Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi,
radioterapi berperan untuk tujuan paliasi.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA)
- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
1. setelah siklus kemoterapi ke-empat
2. setelah siklus pengobatan lengkap
Prognosis
Banyak pasien yang dapat mencapai respons
sempurna, sebagian diantaranya dengan limfoma sel
besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas gejala
dalam periode waktu yang lama dan dapat pula
disembuhkan. Pemberian regimen kombinasi
145
Santoso M, Krisifu C: Diagnostik dan penatalaksanaan LNH
DEXA MEDIA, No. 4, Vol. 17, Oktober - Desember 2004
kemoterapi agresif berisi doksorubisin mempunyai
respons sempurna yang tinggi berkisar 40-80%.2
Kesimpulan
1. Limfoma malignum non Hodgkin adalah suatu
keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat
padat.
2. Etiologi limfoma non Hodgkin adalah abnormalitas
sitogenik, seperti translokasi kromosom. Bisa juga
disebabkan oleh infeksi virus seperti virus Epsteinbarr
dan infeksi HTLV-1 (Human T Lymphotropic
virus tipe 1)
3. Gambaran klinis pada sebagian besar pasien
asimtomatik sebanyak 2% pasien dapat mengalami
demam, keringat malam dan penurunan berat
badan.
4. Diagnosis banding limfoma non Hodgkin dan
limfadenitis tuberkulosa. Pada limfoma Hodgkin
mempunyai gambaran histologis yang khas.
Sedangkan limfadenitis tuberkulosa, biasanya
mengenai kelenjar limfe leher, berasal dari mulut
dan tenggorok (tonsil).
5. Limfoma non Hodgkin mempunyai 4 stadium. Di
sini dibagi atau ditetapkan tingkat penyakit: tahap
I, tahap II, tahap III dan tahap IV.
6. Penatalaksanaan yang dilakukan biasanya melalui
pendekatan multidisiplin. Sesuai dengan derajat
keganasan, dari yang rendah, menengah dan
keganasan tinggi.
Daftar Pustaka
1. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI, 1990
2. Mansjoer A, Triyanti, Savitri R, et al. Kapita selekta
kedokteran. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta:Media Aesculapius
FKUI, 1999
3. Abdulmuthalib. Pedoman diagnosa dan terapi di
bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI
4. Coleman CN, Cohen JR, Rosenberg SA. Adult
lymphoblastik lymphoma result of a pilot protocol.
Blood 1981; 4:679-84
5. Gramatzki M, Dolan MF, Fouci AS, et al. Immunologic
characterization of a helper T cell lymphoma. Blood
1982; 59:702-80
6. Staf Pengajar Bagian Patologik Anatomik, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1996. dr.
Sutrisno Himawan, Kumpulan Kuliah Patologi,
Jakarta, 1996
7. Mill WB, Lee FA, Franssila KO. Radiation therapy of
stage I and II extranodal non-hodgkin’s lymphoma
of the head and neck. Cancer 1980; 45:653-61
8. Voakes JB, Jones SE, Mc Kelvey EM. The chemotherapy
of lymphoblastic lymphoma. Blood 1981;
57:186-8
146
Santoso M, Krisifu C: Diagnostik dan penatalaksanaan LNH

Anda mungkin juga menyukai