Anda di halaman 1dari 37

MANAJEMEN FISIOTERAPI TERHADAP GANGGUAN AKTIVITAS

FUNGSIONAL JANTUNG AKIBAT CONGESTIVE HEART FAILURE


(CHF) NYHA II-III e.c HYPERTENSIVE HEART DISEASE (HHD)
DI RSP UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

LAPORAN KASUS

FARAHDINA BACHTIAR

C131 09 002

PROGRAM STUDI S1 PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2013

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Menurut data yang diperoleh hingga sekarang penyakit jantung merupakan
pembunuh nomor satu (Sampurno, 1993). WHO menyebutkan rasio penderita gagal
jantung di dunia adalah satu sampai lima orang setiap 1000 penduduk. Penderita
penyakit jantung di Indonesia kini diperkirakan mencapai 20 juta atau sekitar 10%
dari jumlah penduduk di Nusantara.
Faktor yang dapat menimbulkan penyakit jantung adalah kolesterol darah
tinggi, tekanan darah tinggi, merokok, gula darah tinggi (diabetes
mellitus),kegemukan, dan stres. Akibat lebih lanjut, jika penyakit jantung tidak
ditangani dengan baik maka akan mengakibatkan kerusakan otot jantung hingga 40%
dan kematian.
Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung
kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat
insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-
10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada
gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering
memerlukan perawatan ulang di rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan
rawat jalan telah diberikan secara optimal (R. Miftah Suryadipraja).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif
yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Diperkirakan terdapat 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia.
America Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita
gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000. Meningkatnya harapan hidup
disertai makin tingginya angka survival setelah serangan infark miokard akut akibat
kemajuan pengobatan dan penatalaksanaan. Maka angka perawatan di rumah sakit

2
karena gagal jantung dekompensasi juga ikut meningkat. Prevalensi gagal jantung
kongestif (Congestive Heart Failure/CHF) juga mempunyai prevalensi yang cukup
tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk.
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan
dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan
berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-
10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai
hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi
yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).
Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan
stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik
(menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau
angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh
otot jantung yang menebal.
Penyebab penyakit jantung hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang
berlangsung kronis kronis, namun penyebab tekanan darah tinggi dapat beragam.
Esensial hipertensi menyumbang 90% dari kasus hipertensi pada orang dewasa,
hipertensi sekunder berjumlah 10% dari sisa kasus kronis hipertensi.

3
BAB II
KAJIAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG


Jantung adalah organ berongga berbentuk kerucut tumpul yang memiliki
empat ruang yang terletak antara kedua paru-paru di bagian tengah rongga toraks.
Dua pertiga jantung terletak di sebelah kiri garis midsternal. Jantung dilindungi
mediastinum. Jantung berukuran kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya
(Ethel, 2003: 228).
Berat jantung kira-kira 300 gram, dengan ukuran kira-kira sekepalan tangan
orang dewasa. Bagian atas jantung terletak dibagian bawah sternal notch, 1/3 dari
jantung berada disebelah kanan dari midline sternum , 2/3 nya disebelah kiri dari
midline sternum. Sedangkan bagian apek jantung di interkostal ke-5 atau tepatnya di
bawah puting susu sebelah kiri.

Gambar 1. Letak Jantung

Jantung dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu: Atrium (serambi) dan Ventrikel
(bilik). Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu ke
ventrikel, maka otot atrium lebih tipis dibandingkan dengan otot ventrikel. Ruang
atrium dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan atrium kiri. Demikian halnya dengan
ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2 yaitu ventrikel kanan dan ventrikel kiri
(Nazmah,2010).

4
Secara skematis, urutan perjalanan darah dalam sirkulasinya pada manusia,
yaitu : Darah dari seluruh tubuh – bertemu di muaranya pada vena cava superior dan
inferior pada jantung – bergabung di Atrium kanan – masuk ke ventrikel kiri – arteri
pulmonalis ke paru – keluar dari paru melalui vena pulmonalis ke atrium kiri (darah
yang kaya O2) – masuk ke ventrikel kiri, kemudian dipompakan kembali ke seluruh
tubuh melaui aorta. Keluar masuknya darah, ke masing-masing ruangan, dikontrol
juga dengan peran 4 buah katup di dalamnya, yaitu :
1. Katup trikuspidal (katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel
kanan).
2. Katup mitral (katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri).
3. Katup pulmonalis (katup yang terletak antara ventrikel kanan ke arteri
pulmonalis).
4. Katup aorta (katup yang terletak antara ventrikel kiri ke aorta).

Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan
ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung, dan mempunyai dinding lebih tebal
karena harus memompa darah ke seluruh tubuh. Atrium kanan berfungsi sebagai
penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima
darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru.
Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya
ke paru-paru.Ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen
keseluruh tubuh.

Gambar 2. Anatomi Jantung

5
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan
selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari
jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terdalam yang
terdiri dari jaringan endotel disebut endokardium.

Gambar 3. Lapisan Dinding Jantung

Jantung terbungkus oleh sebuah membran yang disebut perikardium.


Membran ini terdiri atas dua lapisan yaitu perikardium visceral yang merupakan
membran serus yang lekat sekali pada jantung (epikardium), dan perikardium parietal
yang merupakan lapisan fibrous yang terlipat keluar dari basis jantung dan
membungkus jantung sebagai kantong longgar. Di antara kedua lapisan tersebut
terdapat cairan serus yang bersifat meminyaki sehingga jantung dapat bergerak bebas.
Dinding otot jantung tidak sama tebalnya. Dinding ventrikel paling tebal dan
dinding ventrikel sebelah kiri lebih tebal dari dinding ventrikel sebelah kanan. Hal
disebabkan kekuatan kontraksi dari ventrikel kiri jauh lebih besar dari yang kanan.
Dinding atrium tersusun atas otot-otot yang lebih tipis. Pembuluh darah yang
tersambung ke jantung antara lain adalah vena cava superior, vena cava inferior,
arteri pulmonalis, vena pulmonalis, dan aorta.

Gambar 4. Dinding dan Membran Jantung

6
1. Sistem Pengaturan Jantung
Serabut purkinje adalah serabut otot jantung khusus yang mampu
menghantar impuls dengan kecepatan lima kali lipat kecepatan hantaran serabut
otot jantung. Nodus sinoatrial (nodus S-A) adalah suatu masa jaringan otot
jantung khusus yang terletak di dinding posterior atrium kanan tepat di bawah
pembukaan vena cava superior. Nodus S-A mengatur frekuensi kontraksi irama,
sehingga disebut pemacu jantung.Nodus atrioventrikular (nodus A-V) berfungsi
untuk menunda impuls seperatusan detik, sampai ejeksi darah atrium selesai
sebelum terjadi kontraksi ventrikular. Berkas A-V berfungsi membawa impuls di
sepanjang septuminterventrikular menuju ventrikel.
2. Aktivitas Kelistrikan Jantung
Impuls jantung berasal dari nodus SA, pemacu jantung, yang memiliki
kecepatan depolarisasi spontan ke ambang yang tertinggi. Setelah dicetuskan,
potensial aksi menyebar ke seluruh atrium kanan dan kiri, sebagian dipermudah
oleh jalur penghantar khusus, tetapi sebagian besar melalui penyebaran impuls
dari sel ke sel melalui gap junction. Impuls berjalan dari atrium ke dalam
ventrikel melalui nodus AV, satu-satunya titik kontak listrik antara kedua bilik
tersebut. Potensial aksi berhenti sebentar di nodus AV, untuk memastikan bahwa
kontraksi atrium mendahului kontraksi ventrikel agar pengisian ventrikel
berlangsung sempurna. Impuls kemudian dengan cepat berjalan ke septum
antarventrikel melalui berkas His dan secara cepat disebarkan ke seluruh
miokardium melalui serat-serat Purkinje. Sel-sel ventrikel lainnya diaktifkan
melalui penyebaran impuls dari sel ke sel melalui gap junction. Dengan demikian,
atrium berkontraksi sebagai satu kesatuan, diikuti oleh kontraksi sinkron ventrikel
setelah suatu jeda singkat.
Potensial aksi serat-serat jantung kontraktil memperlihatkan fase positif
yang berkepanjangan, atau fase datar, yang disertai oleh periode kontraksi yang
lama, untuk memastikan agar waktu ejeksi adekuat. Fase datar ini terutama
disebabkan oleh pengaktifan saluran Ca++ lambat. Karena terdapat periode
refrakter yang lama dan fase datar yang berkepanjangan, penjumlahan dan tetanus
otot jantung tidak mungkin terjadi. Hal ini memastikan bahwa terdapat periode

7
kontraksi dan relaksasi yang berganti-ganti sehingga dapat terjadi pemompaan
darah. Penyebaran aktivitas listrik ke seluruh jantung dapat direkam dari
permukaan tubuh. Rekaman ini, EKG, dapat memberi informasi penting
mengenai status jantung.
3. Frekuensi Jantung
Frekuensi jantung normal berkisar antara 60 samapi 100 denyut per menit,
dengan rata-rata denyutan 75 kali per menit. Dengan kecepatan seperti itu, siklus
jantung berlangsung selama 0,8 detik: sistole 0,5 detik, dan diastole 0,3 detik.
Takikardia adalah peningkatan frekuensi jantung sampai melebihi 100
denyut per menit. Bradikardia ditujukan untuk frekuensi jantung yang kurang dari
60 denyut per menit.
4. Sistem Peredaran Darah Manusia
Sistem pembuluh dan peredaran darah manusia merupakan suatu jaringan
pembuluh nadi (arteri) serta pembuluh balik (vena), yang secara garis besar terdiri
dari tiga sistem aliran darah, yaitu :
a. Sistem Peredaran Darah Kecil
Dari ventrikel jantung kanan, darah mengalir ke paru-paru melalui
katup pulmonal untuk mengambil oksigen dan melepaskan karbon dioksida
kemudian masuk keatrium kiri. Sistem peredaran darah kecil ini berfungsi
membersihkan darah yang beredar ke seluruh tubuh memasuki atrium jantung
kanan dengan kadar oksigen yang rendah antara 60-70% serta kadar karbon
dioksida yang tinggi antara 30-40%. Setelah beredar melalui kedua paru-paru,
kadar zat oksigen meningkat kira-kira 96% serta karbon dioksida menurun.
Proses pembersihan gas dalam jaringan paru-paru berlangsung khususnya
dalam gelembung-gelembung paru-paru yang halus dan berdinding sangat
tipis dimana gas oksigen dari udara disadap oleh komponen sel darah merah.
Adapun gas CO2 dikeluarkan melalui udara pernapasan. Dengan demikian
darah yang memasuki serambi kanan dikatakan darah kotor, karena kurang
oksigen, sedangkan darah yang memasuki serambi kiri disebut sebagai darah
bersih yang kaya oksigen.

8
b. Sistem Peredaran Darah Besar
Darah kaya oksigen dari serambi kiri memasuki bilik kiri melalui
katup mitral, untuk kemudian dipompakan keseluruh tubuh dan membawa zat
oksigen serta bahan makanan yang diperlukan oleh segenap sel-sel dari alat-
alat tubuh kita. Darah ini dipompakan keluar dari bilik kiri melewati katup
aorta serta memasuki pembuluh nadi utama, dan selanjutnya melalui cabang-
cabang pembuluh ini disalurkan ke segenap bagian tubuh.
c. Sistem Peredaran Darah Koroner
Pembuluh koroner dibagi menjadi Right Coronary Artery (RCA), Left
Coronary Artery (LCA), Left Arterior Descending Artery dan Circum Flex
Artery, sistem sirkulasi darah koroner terpisah dari sistem aliran darah kecil
maupun sistem aliran darah besar. Artinya khusus untuk menyuplai darah ke
otot jantung, yaitu melalui pembuluh koroner dan kembali melalui pembuluh
balik dan kemudian menyatu serta bermuara langsung ke dalam bilik kanan
melalui sistem peredaran darah koroner ini, jantung mendapatkan oksigen, zat
makanan, serta zat-zat lain agar dapat menggerakkan jantung sesuai dengan
fungsinya.

Gambar 4. Sistem Peredaran Darah Manusia

9
B. GAGAL JANTUNG (CONGESTIVE HEART FAILURE=CHF)
1. Definisi
Gagal jantung menurut Mansjoer dkk (2001) adalah suatu keadaan
patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara
abnormal.
Menurut Brunner dan Suddarth (2002) CHF adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan
akan oksigen dan nutrisi.
Menurut Mycek et al (2001) gagal jantung kongestif adalah suatu kejadian
dimana jantung tidak dapat memompa darah yang mencukupi untuk kebutuhan
tubuh (dimana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh).
Penggunaan istilah gagal jantung beragam dipakai seperti payah jantung,
gagal jantung kongestif, dekompensasi kordis, gagal jantung, dan lainnya.
Yang terbaru adalah tidak disebut Gagal jantung kongestif karena sering kali
tanda kongestif tidak tampak atau tersembunyi (Ramadoni, 2008).

2. Etiologi
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung.
c. Hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat)
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif

10
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
d. Hipertensi
Hipertensi Sistemik atau pulmunal meningkatkan beban kerja jantung dan
pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
e. Degeneratif Myocardium
Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
f. Penyakit Jantung lainnya
Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load.
g. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik
dapat menurunkan kontraktilitas jantung (Carpenito,2001).

Perubahan-perubahan yang terlihat dengan gagal jantung

Di dalam jantung Dinding jantung merentang dan Dinding-dinding


normal bilik-bilik jantung membesar jantung menebal

11
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkn curah jantung lebih rendah
dari curah jantung normal. Bila curah jantung kurang, sistem saraf simpatis
akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.
Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan
yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan
diri untuk mempertahankan curah jantung (Mansjoer,2001).
Jika curah jantung gagal untuk dipertahankan maka akan terjadi
gagal jantung kongestif karena kontraktilitas karena preload, kontraktilitas dan
afterload terganggu (Mansjoer,2001).
4. Klasifikasi
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri, gagal jantung
kanan dan gagal jantung kongestif. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi
gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung
kronis (Mansjoer, 2001).
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam
pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara
lain pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,
klasifikasi berdasarkan tampilan klinis seperti NYHA (Mansjoer,2001).
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard
akut, dengan pembagian (Mansjoer,2001) :
 Derajat I : tanpa gagal jantung.
 Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru,
adanya bunyi jantung ke tiga dan peningkatan tekanan
vena pulmonalis.
 Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh
lapangan paru.

12
 Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah
sistolik 90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria,
sianosis dan diaforesis).
Klasifikasi gagal jantung yang dikenal adalah klasifikasi menurut New
York Heart Association (NYHA), yaitu (Carpenito,2001) :
 NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan
dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejal-gejala penyakit
jantung seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila
melakukan kegiatan biasa.
 NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri
dada.
 NYHA kelas III, penderita penyakit dengan banyak pembatasan dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan
tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di
atas.
 NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik
apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka
melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
5. Gejala Klinis
Tanda serta gejala penyakit gagal jantung dapat dibedakan berdasarkan
bagian mana dari jantung itu yang mengalami gangguan pemompaan darah,
lebih jelasnya sebagai berikut (Carpenito,2001) :
a. Gagal jantung sebelah kiri : menyebabkan pengumpulan cairan di dalam
paru-paru (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak napas yang
hebat. Pada awalnya sesak napas hanya dirasakan saat seseorang
melakukan aktivitas, tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit maka

13
sesak napas juga akan timbul pada saat penderita tidak melakukan
aktivitas. Sedangkan tanda lainnya adalah cepat letih (fatigue),
gelisah/cemas (anxity), detak jantung cepat (tachycardia), batuk-batuk
serta irama degub jantung tidak teratur (Arrhythmia).
b. Sedangkan Gagal jantung sebelah kanan : cenderung mengakibatkan
pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Sehingga
hal ini menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai,
perut (ascites) dan hati (hepatomegaly). Tanda lainnya adalah mual,
muntah, keletihan, detak jantung cepat serta sering buang air kecil (urin)
dimalam hari (Nocturia).

C. HYPERTENSIVE HEART DISEASE (HHD)


1. Definisi
Hypertensive heart disease (HHD) adalah penyakit komplikasi jantung,
istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara
keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH) atau hipertrofi
ventrikel kiri (HVK), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit
jantung kronis, yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara
langsung maupun tidak langsung (Braverman, E.R. 2009).
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan
dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan
berkepanjangan. Penyakit jantung hipertensi merujuk kepada suatu keadaan
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang
berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard,
pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat
mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner, gangguan
sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard yang nantinya
bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia
jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif.

14
2. Etiologi
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring
dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung.
Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada
pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah
yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa
terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung
dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik
(menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada
atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang
dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.
Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding
pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan
kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga
meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi
adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi. Hal ini terjadi
pada sekitar 7 dari 1000 orang.
3. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek
yang melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik,
struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-
faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan
komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat
memodulasi faktor-faktor tersebut. Adapun patofisiologi berbagai efek
hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan berikut ini.
a. Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy / LVH) terjadi
pada 15-20% penderita hipertensi dan risikonya meningkat dua kali lipat
pada pasien obesitas. Hipertrofi ventrikel kiri merupakan pertambahan
massa pada ventrikel (bilik) kiri jantung. Hal ini merupakan respon sel

15
miosit terhadap stimulus yang menyertai peningkatan tekanan darah.
Hipertrofi miosit terjadi sebagai mekanisme kompensasi peningkatan
tekanan afterload.
Walaupun hipertrofi ventrikel kiri bertujuan untuk melindungi
terhadap stress yang ditimbulkan oleh hipertensi, namun pada akhirnya
dapat menyebabkan disfungsi miokard sistolik dan diastolik.
b. Abnormalitas atrium kiri
Abnormalitas atrium kiri meliputi perubahan struktural dan
fungsional, sangat sering terjadi pada pasien hipertensi. Hipertensi akan
meningkatkan volume diastolik akhir (end diastolic volume / EDV) di
ventrikel kiri sehingga atrium kiri pun akan mengalami perubahan
fungsi dan peningkatan ukuran. Peningkatan ukuran atrium kiri tanpa
disertai gangguan katup atau disfungsi sistolik biasanya menunjukkan
hipertensi yang sudah berlangsung lama / kronis dan mungkin
berhubungan dengan derajat keparahan disfungsi diastolik ventrikel kiri.
Pasien juga dapat mengalami fibrilasi atrium dan gagal jantung.

c. Gangguan katup
Hipertensi berat dan kronik dapat menyebabkan dilatasi pada
pangkal aorta sehingga menyebabkan insufisiensi katup. Hipertensi
yang akut mungkin menyebabkan insufisiensi aorta, yang akan kembali
normal jika tekanan darah dikendalikan. Selain menyebabkan
regurgitasi (aliran balik) aorta, hipertensi juga akan mempercepat proses
sklerosis aorta dan regurgitasi katup mitral.
d. Gagal jantung
Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
hipertensi kronis. Pasien dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala-
gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat asimptomatis (tanpa
gejala). Prevalensi (gagal jantung) disfungsi diastolik asimptomatis pada
pasien hipertensi tanpa disertai hipertrofi ventrikel kiri adalah sebanyak

16
33 %. Peningkatan tekanan afterload kronik dan hipertrofi ventrikel kiri
dapat mempengaruhi fase relaksasi dan pengisian diastolik ventrikel.
Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan
terkadang disertai hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan tekanan afterload, penyakit arteri koroner, penuaan,
disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi sistolik asimptomatis biasanya
mengikuti disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi
ventrikel kiri gagal mengkompensasi peningkatan tekanan darah
sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk mempertahankan cardiac
output. Dalam waktu yang lama, fungsi sistolik ventrikel kiri akan
menurun. Penurunan ini mengaktifkan sistem neurohormonal dan renin-
angiontensin, sehingga meretensi garam dan air dan meningkatkan
vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah memperburuk keadaan dan
menyebabkan disfungsi sistolik.
e. Iskemia miokard
Pada pasien hipertensi dapat timbul iskemia miokard yang
bermanifestasi sebagai nyeri dada/angina pektoris. Hal ini dikarenakan
hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan di ventrikel kiri dan
transmural, peningkatan beban kerja yang mengakibatkan hipertrofi
ventrikel kiri. Suplai oksigen yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan
otot jantung yang membesar akan menyebabkan nyeri dada. Hal ini
diperparah jika terdapat penyulit seperti aterosklerosis.
f. Aritmia jantung
Aritmia jantung yang sering ditemukan pada pasien hipertensi
adalah fibrilasi atrium, kontraksi prematur ventrikel dan takikardia
ventrikel. Berbagai faktor berperan dalam mekanisme arituma seperti
miokard yang sudah tidak homogen, perfusi buruk, fibrosis miokard dan
fluktuasi pada saat afterload.Sekitar 50% pasien dengan fibrilasi atrium
memiliki penyakit hipertensi. Walaupun penyebab pastinya belum
diketahui, namun penyakit arteri koroner dan hipertrofi ventrikel kiri

17
diduga berperan dalam menyebabkan abormalitas struktural di atrium
kiri.
4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit dan silinder
b. Pemeriksaan darah lengkap: hemoglobin/hematokrit, elektrolit darah:
kalium, kreatinin, Gula darah puasa, serta pemeriksaan total kolesterol
c. Pemeriksaan TSH: bisa meningkat pada pasien dengan hipotiroidisme dan
menurun pada hipertiroidisme
 Pemeriksaan Radiologi
a. EKG: menunjukan hipertropi ventrikel kiri (LVH) pada sekitar 20 – 50%
kasus.
b. Foto dada: memperlihatkan adanya kardiomegali, tambahan untuk dilatasi
LVH, pada penyakit dengan stadium lanjut, serta penumpulan sudut
kostofrenikus pada pasien yang mengalami efusi pleura.
c. CT scan, MRI, dan MRA (magnetic resonance angiografi) abdomen dan
dada: memperlihatkan adanya massa adrenal atau membuktikan adanya
koarktasio aorta . CT scan dan MRI jantung, walaupun tidak dilakukan
secara rutin telah membuktikan secara eksperimental terjadinya LVH.
d. TTE (transthoracic echocardiography) bisa sangat berguna dalam
mengenali gambaran penyakit jantung hipertensi, dengan indikasi
konfirmasi gangguan jantung atau murmur atau hipertensi dengan
kelainan katup.

D. PRINSIP DASAR FISIOTERAPI PADA PENDERITA JANTUNG


Assessment Fisioterapi jantung untuk mengidentifikasi :
1. Aspek psikis
Aspek psikis dengan tes Hamilton untuk mendeteksi sejauh mana aspek
emosi dan stres yang dapat mempengaruhi kondisi jantung penderita karena
aspek psikis sangat berpengaruh pada perubahan fungsi kerja jantung seketika,

18
sekaligus sebagai dasar mendesain dosis fisioterapi tentang rasa aman bagi
penderita.
2. Aspek kualitas pernapasan
Organ jantung-paru merupakan dua komponen yang sangat erat hubungan
kerjanya dalam menentukan kualitas hidup manusia. Jika salah satu
diantaranya terganggu, maka sudah dapat dipastikan ke dua organ tersebut
ikut terganggu pula. Selain itu, dalam mendesain dosis Fisioterapi jantung
maka kualitas paru harus pula diperhatikan secara seksama. Sebab salah satu
gejala utama gangguan jantung adalah sesak napas dan sebaliknya. Untuk itu
perlu pula ditentukan kualitas fungsi pernapasan penderita dengan melakukan
tes Borg Index.
3. Aspek nyeri dada
Aspek nyeri dada sebagai manifestasi angina pectoris saat penderita
beraktifitas, seringkali ditemukan ketika fisioterapi melatih penderita jantung.
Untuk itu perlu diketahui seberapa nyeri dada penderita jantung melalui tes
VAS, agar saat exercise penderita merasa aman kaitannya dengan desain
posisi latihan.
4. Aspek kualitas latihan
Aspek kualitas latihan penderita jantung perlu sekali ditetapkan sebagai suatu
model latihan yang aman. Setiap individu yang menderita penyakit akibat
jantung tertentu dengan cara menentukan zona latihannya, sebagai berikut :

Zona Latihan = DNI + (BB – BA) x (DNM – DNI)


Dimana :
DNM = 220 – usia
BB (batas bawaha) untuk penderita Jantung = 30%
BA (batas atas) untuk penderita jantung = 40%
DNI = denyut nadi istirahat
DNM = denyut nadi maksimal

5. Aspek gangguan gerak / ADL penderita


Keterbatasan gerak fisik penderita jantung pada umumnya tidak terletak pada
masalah senso-motorik penderita (seperti kelemahan otot, kekakuan sendi,

19
balance, stabilitas, dan mobilitas) melainkan pada kemampuan
jantungnya.Karena itu sangat perlu dilakukan Indeks Bartel untuk
mengetahui seberapa jauh ketergantungan ADL penderita dalam rangka
mendesain dosis Fisioterapi jantung.
6. Intervensi Fisioterapi (dilakukan secara berurutan)
a) Komunikasi terapeutik untuk mengatasi tingkat stres dan meningkatkan
rasa percaya diri secara psikologis agar kondisi jantung relatif stabil.
b) Memperbaiki/meningkatkan kondisi pernapasan agar metabolik,
oxigenasi secara umum tubuh siap beraktifitas sekaligus mengurangi
beban kerja jantung.
c) Gerak pasif diawali dari distal ke proksimal.
d) Gerak aktif untuk persiapan penderita ambulansi, duduk, berdiri, berjalan
dan out patient.
e) Hindari gerakan resisted (baik statis maupun dinamis), kesemuanya itu
untuk mengurangi beban kerja jantung.
Berikut adalah langkah-langkah sederhana dalam menurunkan risiko
timbulnya penyakit jantung:
a) Hindari makanan yang mengandung kolesterol/lemak tinggi
b) Olahraga teratur
c) Hindari merokok
d) Jaga berat badan pada rentang normal
e) Istirahat yang cukup
f) Pemeriksaan teratur dengan EKG untuk mengetahui kelainan dini penyakit
jantung.
g) Dan bila memiliki factor risiko tanbahan seperti memiliki penyakit gula
darah(diabetes melitus),hipertensi,atau penyakit pembuluh darah
lainnya,maka hal penting yang harus dilakukan adalah menjaga kestabilan
gula darah ataupun tekanan darah,dengan kata lain menjaga kestabilan
kesehatan demi mengurangi risiko terkena serangan jantung.

20
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Data Umum Pasien


Nama : Tn.MBD
No. Rekam Medik : 011492
Tgl lahir/umur : 13 Oktober 1960
Alamat : BTN Minasa Upa Blok G1/09
Jenis Kelamin : Laki-laki
Diagnosa :NHS, hipertensi, HHD, dislipidemia, gout, imbalans
elektrolit
Tgl. Masuk RS : 29 Mei 2013
Tgl. Pemeriksaan : 23 Juli 2013

Pemeriksaan Umum
BP : 130/80 mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,2oC

CHIEF OF COMPLAIN
Lemah badan sebelah kanan.

HISTORY
Pasien masuk ke RS dengan keluhan lemah separuh badan kanan. Dialami secara
tiba-tiba 2 hari yang lalu sebelum MRS pada jam 8 malam, saat sedang beristirahat.
Nyeri kepala (-), muntah (-). Riwayat opname 2 hari di RS Bulukumba lalu dirujuk ke
RSUH. Riwayat stroke tahun 2011 dengan hemiparese (D) juga, OSI berjalan pakai
tongkat. Riwayat HT (+) dan CHF e.c HHD. Pasien mengeluh sesak (-), batuk (+),
lendir (+), demam (-), nyeri dada.

21
ASIMETRI
1. Inspeksi statis :
a. Ekspresi wajah pasien cemas.
b. Pasien tidur terlentang dengan terpasang infus di lengan kiri.
c. Pasien tidak mampu bicara.
d. Pasien bernapas dengan menggunakan mulut (pursed lip breathing).
e. Clubbing finger.
f. Oedem pada kedua tungkai.
2. Inspeksi Dinamis :
a. Tampak pasien mampu untuk menggerakkan lengan dan tungkai kirinya.
b. Pasien tidak mampu duduk atau melakukan perpindahan posisi.
c. Pasien membutuhkan bantuan dari keluarga/orang lain untuk makan dan self
care.
4. Palpasi
a. Nyeri tekan (-)
b. Oedem (+)
c. Simetris dada :
 Upper : simetris
 Midel : simetris
 Lower : simetris
e. Kontur kulit : normal
f. Suhu: normal
g. Tonus otot: normal
5. PFGD ( aktif, pasif dan TIMT )
Aktif Pasif
Sendi Gerakan
Dx Sin Dx Sin
Mampu
Tidak Mampu
Fleksi Mampu (terbatas,
mampu (terbatas)
nyeri)
Mampu
Shoulder Tidak Mampu
Ekstensi Mampu (terbatas,
mampu (terbatas)
nyeri)
Tidak Mampu
Abduksi Mampu Mampu
mampu (terbatas)

22
Tidak Mampu
Adduksi Mampu Mampu
mampu (terbatas)
Mampu
Tidak Mampu
Endorotasi Mampu (terbatas,
mampu (terbatas)
nyeri)
Mampu
Tidak Mampu
Eksorotasi Mampu (terbatas,
mampu (terbatas)
nyeri)
Tidak
Fleksi Mampu Mampu Mampu
mampu
Elbow
Tidak
Ekstensi Mampu Mampu Mampu
mampu
Tidak Mampu
Fleksi Mampu Mampu
mampu (terbatas)
Tidak Mampu
Ekstensi Mampu Mampu
mampu (terbatas)
Wrist
Deviasi Tidak
Mampu Mampu Mampu
Ulnar mampu
Deviasi Tidak
Mampu Mampu Mampu
Radial mampu
Mampu
Tidak
Fleksi Mampu (nyeri, Mampu
mampu
terbatas)
Tidak
Ekstensi Mampu Mampu Mampu
mampu
Mampu
Tidak
Abduksi Mampu (nyeri, Mampu
Hip mampu
terbatas)
Tidak
Adduksi Mampu Mampu Mampu
mampu
Tidak
Endorotasi Mampu Mampu Mampu
mampu
Tidak
Eksorotasi Mampu Mampu Mampu
mampu
Tidak
Fleksi Mampu Mampu Mampu
mampu
Knee
Tidak
Ekstensi Mampu Mampu Mampu
mampu
Dorso Tidak
Mampu Mampu Mampu
Fleksi mampu
Plantar Tidak
Mampu Mampu Mampu
Fleksi mampu
Ankle
Tidak
Inversi Mampu Mampu Mampu
mampu
Tidak
Eversi Mampu Mampu Mampu
mampu
Ket: TIMT tidak dilakukan karena pada penyakit jantung dihindari gerakan resisted.

23
RESTRICTIF:
1. ROM: limitasi pada semua gerakan (ekstremitas atas dan bawah).
2. ADL
Pasien mengalami gangguan ADL (walking, toileting, eating, dan self care).
3. Pekerjaan dan rekreasi
Semenjak sakit, pasien tidak dapat lagi melakukan pekerjaannya dan tidak mampu
lagi bersosialisasi serta berekreasi.

TISSUE IMPAIRMENT DAN PSIKOGEN PREDIKTIF:


Jaringan yang mengalami kerusakan/gangguan adalah:
1. Viserogenik: terdapat cardiomegali disertai dilatation et atherosclerosis aortae.
2. Neurogenik : infark cerebri bilateral dan pons
3. Musculotendinogen : Kelemahan otot-otot ekstremitas superior dan inferior
dekstra dan sinistra.
4. Psikogen: pasien merasa cemas dengan kondisinya.

PEMERIKSAAN SPESIFIK
1. VAS (Visual Analogue Scale)
Kriteria penilaian (Rumus Bourjone):
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : nyeri berat
10 : nyeri sangat berat
 Nyeri dada: 0
 Nyeri gerak (ekstremitas): sulit dinilai karena pasien tidak mampu bicara.
2. Zona latihan:
DNI + (20% - 30%) x (DNM – Usia)- DNI )
89 + 20% (220-52)-89)
89 + 20% (79)

24
89 + 15.8 = 104.8
Untuk batas bawah  104.8
89 + 30% (220-52)-89)
89 + 30% (79)
89 + 23.7 = 112.7
Untuk batas atas  112.7
Batas denyut nadi latihan untuk pasien adalah 104.8 – 11.7
Ket:
DNI : Denyut nadi istirahat
DNM: Denyut nadi maksimum

3. Pengukuran Ekspansi Thorax


 Upper : 87-88, penambahan 1 cm (normal : 2-3 cm)
 Middel : 84-87, penambahan 3 cm (Normal : 4-5 cm)
 Lower : 82-84, penambahan 2 cm (Normal : 6-7 cm)
IP: Gangguan ekspansi thorax

4. Pemeriksaan Hamilton
NO KRITERIA TINGKATAN SKOR
1 Keadaan perasaan sedih 0 = tidak ada 3
(sedih,putus asa,tak 1 = Perasaan ini ada hanya bila ditanya;
berdaya,tak berguna) 2 = perasaan ini dinyatakan secara verbal
spontan;
3 = perasaan yang nyata tanpa komunikasi
verbal, misalnya ekspresi muka, bentuk,
suara, dan kecenderungan menangis;
4 = pasien menyatakan perasaan yang
sesungguhnya ini dalam komunikasi baik
verbal maupun nonverbal secara spontan.
2 Perasaan bersalah 0 = tidak ada 0
1 = Menyalahkan diri sendiri dan merasa
sebagai penyebab penderitaan orang lain;
2 = ada ide-ide bersalah atau renungan
tentang kesalahan-kesalahan masa lalu;
3 = sakit ini sebagai hukuman, waham
bersalah dan berdosa;
4 = ada suara-suara kejaran atau tuduhan dan
halusinasi penglihatan tentang hal-hal yang
mengancamnya
3 Bunuh diri 0 = tidak ada 0

25
1 = merasa hidup tak ada gunanya,
2 = mengharapkan kematian atau pikiran-
pikiran lain kearah itu,
3 = ada ide-ide bunuh diri atau langkah-
langkah ke arah itu.
4 Gangguan pola tidur (initial 0 = tidak ada 1
insomnia) 1 = Ada keluhan kadang-kadang sukar tidur
misalnya, lebih dari setengah jam baru tidur;
2 = ada keluhan tiap malam sukar tidur
5 Gangguan pola tidur (middle 0 = tidak ada 0
insomnia) 1 = pasien mengeluh gelisah dan terganggu
sepanjang malam,
2 = terjadi sepanjang malam (bangun dari
tempat tidur kecuali buang air kecil)
6 Gangguan pola tidur (late 0 = tidak ada 0
insomnia) 1 = bangun saat dini hari tetapi dapat tidur
lagi,
2 = bangun saat dini hari tetapi tidak dapat
tidur lagi
7 Kerja dan kegiatan- 0 = tidak ada 4
kegiatannya 1=berpikir tidak mampu,
keletihan/kelemahan yang berhubungan
dengan kegiatan kerja atau hobi;
2= hilangnya minat terhadap pekerjaan/hobi
3 = berkurangnya waktu untuk aktivitas
sehari-hari atau produktivitas menurun.
4 = tidak bekerja karena sakitnya
8 Kelambanan (lambat dalam 0 = normal 3
berpikir , berbicara gagal 1= sedikit lamban dalam wawancara;
berkonsentrasi, dan aktivitas 2 = jelas lamban dalam wawancara;
motorik menurun ) 3 = sukar diwawancarai; stupor (diam sama
sekali)
9 Kegelisahan 0= tidak ada 1
1 = kegelisahan ringan;
2 = memainkan tangan jari-jari, rambut, dan
lain-lain;
3 = bergerak terus tidak dapat duduk dengan
tenang;
4 = meremas-remas tangan, menggigit-gigit
kuku, menarik-narik rambut, menggigit-gigit
bibir
10 Kecemasan (ansietas sakit nyeri di otot-otot, kaku, dan keduten 0
somatik) otot; gigi gemerutuk; suara tidak stabil;
tinitus (telinga berdenging); penglihatan
kabur; muka merah atau pucat, lemas;
perasaan ditusuk-tusuk.
0 = tidak ada
1 = ringan
2 = sedang
3 = berat
4 = ketidakmampuan
11 Kecemasan (ansietas psikis) 0 = tidak ada 3
1 = ketegangan subyektif dan mudah
tersinggung;

26
2 = mengkhawatirkan hal-hal kecil;
3 = sikap kekhawatiaran yang tercermin di
wajah atau pembicaraannya;
4 = ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya
12 Gejala somatik (pencernaan) 0= tidak ada 0
1 = nafsu makan berkurang tetapi dapat
makan tanpa dorongan teman, merasa
perutnya penuh;
2 = sukar makan tanpa dorongan teman,
membutuhkan pencahar untuk buang air
besar atau obat-obatan untuk saluran
pencernaan
13 Gejala somatik (umum) 0 = tidak ada 0
1 = anggota gerak, punggung atau kepala
terasa berat;
2 = sakit punggung, kepala dan otot-otot,
hilangnya kekuatan dan kemampuan
14 Kotamil (genital) sering buang air kecil terutama malam hari 0
dikala tidur; tidak haid, darah haid sedikit
sekali; tidak ada gairah seksual dingin
(firgid); ereksi hilang; impotensi
0 = tidak ada
1 = ringan
2 = berat
15 Hipokondriasis (keluahan 0 = tidak ada 1
somatik, fisik yang 1 = dihayati sendiri,
berpindah-pindah) 2 = preokupasi (keterpakuan) mengenai
kesehatan sendiri,
3 = sering mengeluh membutuhkan
pertolongan orang lain,
4 = delusi hipokondriasi
16 Kehilangan berat badan 0 = tidak ada 1
(wawancara) 1 = berat badan berkurang berhubungan
dengan penyakitnya sekarang
2 = jelas penurunan berat badan,
3 = tak terjelaskan lagi penurunan berat
badan
17 Insight (pemahaman diri) 0 = mengetahui dirinya sakit dan cemas 0
1 = mengetahui sakit tetapi berhubungan
dengan penyebab-penyebab iklim, makanan,
kerja berlebihan, virus, perlu istirahat, dan
lain-lain
2 = menyangkal bahwa ia sakit
18 Variasi harian adakah perubahan atau keadaan yang 0
memburuk pada waktu malam atau pagi
0 = tidak ada
1 = buruk saat pagi
2 = buruk saat malam
19 Depersonalisasi (perasaan 0 = tidak ada 1
diri berubah) dan derealisasi 1 = ringan
(perasaan tidak nyata tidak 2 = sedang
realistis) 3 = berat
4 = ketidakmampuan
20 Gejala paranoid 0 = tidak ada 0

27
1 = Kecurigaan;
2 = pikiran dirinya menjadi pusat perhatian,
atau peristiwa kejadian diluar tertuju pada
dirinya (ideas refence);
3 = waham (delusi) di kejar/diburu
21 Gejala-gejala obsesi dan 0 = tidak ada 0
kompulsi 1 = ringan
2 = berat
Total skor 18
HAM-D Scoring Instructions:
Sum the scores from the first 17 items.
- 0-7 = Normal
- 8-13 = Mild Depression
- 14-18 = Moderate Depression
- 19-22 = Severe Depression
- ≥ 23 = Very Severe Depression

5. Pemeriksaan Index Bartel (Bathel D,1965).


Kriteria Penilaian :
 0–4 : Sangat cacat berat (Ketergantungan sangat berat)
 5–9 : Cacat berat (Ketergantungan berat)
 10 – 14 : Cacat sedang (Ketergantungan sedang)
 15 – 19 : Cacat ringan (Ketergantungan ringan)
 20 : Bebas dan fungsional penuh (Mandiri)
No. Kemampuan Penilaian Skor
1. Saya dapat mengendalikan 0 : Tak pernah 2
defekasi (buang air besar) 1 : Kadang-kadang
2 : Selalu
2. Saya dapat mengendalikan 0 : tak pernah (dikateter & tak dapat 0
kencing (kandung kencing) mengatur)
1 : Kadang-kadang
2 : Selalu
3. Mengenai Pemeliharaan diri 0 : Selalu 0
(muka, rambut, gigi, cukur), 1 : Tak pernah
saya perlu bantuan

4. Menggunakan toilet, saya 0 : Tergantung pada orang lain 0


1 : Kalau perlu minta bantuan
2 : Bebas
5. Mengenai Makan, saya 0 : Tergantung orang lain 0
1 : Kalau perlu minta bantuan
2 : Bebas
6. Naik & turun dari kursi dan 0 : Tak mampu duduk dan tergantung 0
tempat tidur, saya pada orang lain untuk pindah
1 : Mampu duduk tapi perlu banyak
bantuan
2 : Perlu sedikit bantuan untuk pindah
3 : Bebas
7. Mengenai jalan, saya 0 : Tidak dapat, saya terbatas pada 0

28
kursi yang didorong orang lain
1 : Tidak dapat meskipun saya di kursi
roda, saya dapat menjalankan
sendiri
2 : Dapat tetapi hanya dengan bantuan
fisik atau kata-kata dari orang lain
3 : Bebas penuh dan tak perlu bantuan
oranglain

8. Berpakaian, saya 0 : Tergantung oranglain 0


1 : Perlu bantuan
2 : Bebas, saya dapat mengancing baju,
ritsleting, menalikan sepatu dll
9. Mengenai naik tangga, saya 0 : Tak mampu 0
1 : Perlu bantuan
2 : Bebas
10. Mandi, saya 0 : Tergantung pada oranglain 0
1 : Bebas, saya tak perlu bantuan,
termasuk masuk dan keluar dari
kamar mandi
TOTAL SKOR 2
Hasil : Sangat cacat berat (Ketergantungan sangat berat)

6. Palpasi Oedem
Skor Kriteria Penilaian
1+ Pitting ringan, indentasi sedikit, pemeriksaan hanya sedikit yang dirasakan
2+ Pitting sedang, indentasi kurang dari 5 mm yang menghilang dengan cepat
Pitting dalam, indentasi 5-10 mm yang menetap sejenak, ekstremitas jelas
3+
terlihat membengkak
Pitting sangat dalam, indentasi lebih dari 10 mm yang berlangsung lama,
4+
ekstremitas tampak sangat membengkak

Hasil : 1+
Interpretasi : Pitting ringan, indentasi sedikit, pemeriksaan hanya sedikit
yang dirasakan

7. Tes Kekuatan Otot (Manual Muscle Testing)


Nilai Kekuatan Otot
Nilai Interpretasi
0 Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi
1 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak ada pergerakan
2 Didapatkan gerakan, tetapi tidak melawan gaya gravitasi
3 Dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi
4 Dapat melawan gravitasi dengan sedikit tahanan
5 Tidak ada kelumpuhan (normal)

29
Hasil :
a. Ekstremitas superior sinistra :3
b. Ekstremitas superior dextra :2
c. Ekstremitas inferior sinistra :3
d. Ekstremitas inferior dextra :2

8. Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Kimia darah
Ureum 13 0-53 mg/dl
Kreatinin 0.6 0.6-1.3 mg/dl
Albumin 2.9 3.3-5.0 gr/dl
Protein total 6.0 6.6-8.8 gr/dl
Asam urat 4.2 3.5-7.0 mg/dl
HBA1C 5.1 4-6 %
Kolesterol total 184 <200 mg/dl
Kolesterol LDL 137.3 <100 mg/dl
Kolesterol HDL 29.7 >35 mg/dl
Trigliserida 85 <200 mg/dl
GDP 93 70-110 mg/dl
Elektrolit
Natrium 136 136-145 mmol/l
Kalium 3.5 3.5-5.1 mmol/l

Klorida 101 97-111 mmol/l

9. Hasil Echo Chardiography


 Fungsi sistolik LV baik, EF 73%
 Dimensi ruang jantung normal
 LVH konsentrik (+)
 Global Normokinetik
 Fungsi RV baik, TAPSE 2,1 cm
 Katup-katup jantung:
 Mitral: Fungsi dan pergerakan baik
 Aorta: 3 cuspis, kalsifikasi (-), fungsi dan pergerakan baik
 Trikuspid: Fungsi dan pergerakan baik

30
 Pulmonal: Fungsi dan pergerakan baik
 E/A < 1

10. Hasil EKG


 Normal Sinus Rhythm
 Left Axis Deviation
 LVH (Left Ventricular Hypertrophy)
 Inferior MI
 ST abnormality, possible subendocardial ischemia
T: wave inversion, possible myocardial ischemia (High lateral, anterolateral)

11. Foto thorax AP


 Posisi asimetris, kondisi film cukup, inspirasi kurang
 Corakan bronchovasculer dalam batas normal
 Tidak tampak proses spesifik pada kedua paru
 Cor membesar dengan CTR >50%, aorta dilatasi dan elongation
 Kedua sinus dan diafragma baik
 Tulang-tulang intak
Kesan: Cardiomegaly disertai dilatation et elongation aortae.

DIAGNOSIS:
Gangguan aktivitas fungsional jantung akibat CHF NYHA II-III e.c HHD sejak
beberapa tahun yang lalu.

31
PROBLEMATIK FT
a. Problem Primer
Lemah badan sebelah kanan.
b. Problem Sekunder
1. Penurunan rasa percaya diri (RPD), cemas.
2. Sesak napas dan gangguan ekspansi thorax.
3. Nyeri sendi (stiffness joint pada shoulder, wrist, dan hip).
4. Kelemahan otot (ekstremitas atas dan bawah).
5. Oedem pada kedua tungkai.
6. Keterbatasan ROM.
c. Problem Kompleks
Gangguan ADL (walking, toileting, eating, dan self care).

32
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah mendapatkan problematik fisioterapi, maka pasien diberikan intervensi


yang sesuai dengan kondisi yang dialami oleh pasien.

TUJUAN PENANGANAN FT
Penanganan FT yang diberkan terkait dengan kondisi pasien bertujuan untuk:
1. Tujuan Jangka Panjang
Meningkatkan kualitas hidup dengan mengoptimalkan kapasitas fisik dan
kemampuan fungsional pasien.
2. Tujuan Jangka Pendek
a. Meningkatan rasa percaya diri.
b. Mengatasi sesak napas dan meningkatkan kemampuan ekspansi thorax.
c. Mengurangi nyeri sendi (stiffness joint pada shoulder, wrist, dan hip).
d. Meningkatkan kekuatan otot.
e. Menurun oedem pada kedua tungkai.
f. Meningkatkan ROM.
g. Meningkatkan ADL (walking, toileting, eating, dan self care).

PROGRAM FT
Berikut adalah program FT yang dapat diberikan:
No Problematik FT Modalitas Dosis
1. Penurunan RPD, cemas Komunikasi F: setiap hari
terapeutik FT I: penderita tetap fokus
T:komunikasi
antarpersonal
T : 3 menit
2. Sesak napas dan Breathing F : 1 x/ hari
gangguan ekspansi excercise I : 3-5 x repetisi
thorax T : pursed-lip breathing
exc
T : 3 menit

33
F : 1 x/hari
I : 3-5 x repetisi
T : segmental breathing
T : 3 menit
3. Nyeri sendi (wrist joint), Exercise F: 1x / hari
stiffness joint I : 8-10 pengulangan
T: traksi-translasi (3x
traksi-transalasi
sebanyak 3x
pengulangan untuk 1x
terapi)
T: 10 sekon
4. F : Setiap hari
Kelemahan otot I : 6 repetisi
Exercise
ekstremitas T : Muscle Belly Tonus
- stimulation, aproximasi
T : 1 menit
5. Menurunkan oedem MLDV F : 2 x/ hari
I : 3-5 kali repetisi, 1
repetisi 5-8 hitungan
T: MLDV
T : 3 menit
6. Keterbatasan gerak Exercise F: 1 x/ hari
I : zona latihan
T: PROM ex
T :5 menit
7. Gangguan ADL Latihan ADL F : 1 x/ hari
(walking, toileting, I : disesuaikan dengan
eating, dan self care). zona latihan
T:ADL (walking,
toileting, eating, dan
self care).
T: 5 menit

EVALUASI
Evaluasi
Problem Parameter Post Interpretasi
Pre
3x Terapi
Penurunan RPD, Peningkatan
18 (Moderate 12 (Mild
cemas (gangguan Hamilton rasa percaya
Depression) Depression)
psikis) diri
Subjektif Penurunan
Nyeri sendi nyeri nyeri berkurang
dari pasien nyeri

34
U :1cm U :2 cm Peningkatan
Gangguan ekspansi Meteran
M:3cm M:5 cm ekspansi
thorax (Midline)
L :2cm L :4 cm thorax
Tidak lagi
Oedem scale ditemukan
Oedem 1+ 0
rating adanya
oedem
Evaluasi: 25 Juli 2013

DOKUMENTASI
Selama proses pemeriksaan dan penanganan fisioterapi, dilakukan dokumentasi
sebagai bahan evaluasi.

MODIFIKASI
Mengikuti perubahan patofisiologi dan hasil evaluasi : indeks Barthel, frekuensi
pernapasan dan laboratorium, sehingga dosis latihan dapat ditingkatkan jika kondisi
pasien makin membaik. Modifikasi program FT yang dapat diberikan yaitu dari
PROM exercise menjadi AROM exercises, ankle pumping, positioning, latihan berdiri
dan berjalan terkait dengan aktivitas keseharian pasien, serta AFPR Outbond.

KEMITRAAN
Fioterapis dapat mengembangkan kolaborasi/kemitraan dengan profesi lain dalam
memberikan penanganan terhadap kondisi pasien. Hal ini dilakukan berdasarkan
kebutuhan pasien. Dalam penanganan pasien ini, FT bermitra dengan dokter (ahli
jantung, interna, patologi klinik, radiologi, gizi, dll) dan perawat yang menangani
pasien.

EDUKASI/HOME PROGRAM
1) Mengajarkan kepada keluarganya untuk membantu pasien melakukan terapi
(seperti gerakan pasif, positioning, dll).
2) Memberikan contoh untuk melakukan latihan secara mandiri (aktif exercise) untuk
menghindari terjadinya kekakuan otot.

35
DAFTAR PUSTAKA

Albert. 2011. Hubungan antara Riwayat Diabetes Melitus, Usia, dan jenis Kelamin
dengan Insiden Terjadinya Penyakit Jantung Koroner di Poli Jantung RSPAD
Gatot Soebroto pada Bulan Oktober 2010. Skripsi. Jakarta.

Anonim. 2013. Askep Gagal Jantung Kongestif / CHF. Online.


http://krisbudadharma.blogspot.com/2013/02/askep-gagal-jantung-kongestif-
chf.html diakses pada tanggal 18 Mei 2013.

Anonim. Tanpa Tahun. Anatomi Fisiologi Jantung. Online.


http://id.scribd.com/doc/54194308/Anatomi-Fisiologi-Jantung diakses pada
tanggal 21 Mei 2013.

Aras, Djohan. 2011. Makalah Prinsip Dasar Fisioterapi pada Penderita Jantung.

Aras, Djohan. 2012. Aplikasi FITT Pedoman Dosis Terapi. In House Training Fitness
Therapy. Inco Soroako.

Akib, Andi Marjuni. 2011. Penyakit Jantung Koroner (PJK) sebagai penyakit tidak
menular terkait dengan kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill.
Online. http://www.amuaa.blogspot.com/2011/09/b-penyakit-jantung-
koroner-pjk-sebagai.html diakses pada tanggal 21 Mei 2013.

Butterworth-Heinemann edited by Porter, Stuart B. 2003. Tidy's Physiotherapy,


Thirteenth Edition. Elsevier Science.

CK. Giam-Kc The. 2004. The FITT Formula, Sport Medicine Exercise and Fitness. A
Guide for Every One. Singapore Council.

Darwis, Atifa. 2012. Manajemen Fisioterapi Terhadap Gangguan Aktivitas


Fungsional Akibat Total Av Block (TAVB). Laporan Kasus. Makassar.

Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Anatomi Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta:
EGC.

Kisner, Carolyn dan Colby, Lynn Allen. 1996. Therapeutic Exercise Foundations
And Techniques, Third Edition. F.A. Philadelphia: Davis Company.

Kuntono Heru P. dkk. 1993. Sumber Fisis. Surakarta: Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Nasution, Nelly Hartaty. 2012. Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Koroner


Yang Rawat Inap Di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010. Skripsi. Medan.

36
Nazmah, Abu. 2010. Anatomi dan Fisiologi Jantung. akses tanggal 10 mei 2012).

Pakpahan, Berlina. 2011. Karakteristik Penderita Gagal Jantung yang Dirawat Inap
di RSU Herna Medan Tahun 2009-2010. Skripsi. Medan.

Rosyidah, Ainur dkk. 2012. Makalah Anatomi dan Fisiologi Jantung. Online.
http://moccablogge.blogspot.com/2012/12/makalah-anatomi-dan-fisiologi-
jantung.html diakses pada tanggal 18 Mei 2013.

Sholekah. 2006. Gambaran Asupan Energi (Karbohidrat, Protein, Lemak), Vitamin


A, Vitamin C , Calsium dan Kadar Rigliserida pada Ibu Rumah Tangga
Sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner di Perum Korpri Sambiroto
Semarang. Skripsi. Semarang.

Siregar, Ricky Efendi. 2010. Pengaruh peninggian posisi kaki ditinggikan 30 derajat
di atas tempat tidur terhadap pengurangan edema kaki pada pasien jantung
kongestif di ruangan CVCU RSUP HAM. Skripsi. Medan.

Wulandari, Ika dkk. 2012. Makalah Anatomi dan Fisiologi Jantung. Online.
http://anatomifisiologijantung.blogspot.com/ diakses pada tanggal 18 Mei
2013.

37

Anda mungkin juga menyukai