Farmakoterapi Individu
Farmakoterapi Individu
OLEH :
DOSEN :
2) Menurut Price & Wilson (2005) PPOK adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
3) Menurut WHO yang dituangkan dalam Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) tahun 2001 dan di-update tahun 2005, Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) atau penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) didefenisikan
sebagai penyakit yang dikarakteristik oleh adanya obstruksi saluran pernafasan yang
tidak reversibel sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini umunya bersifat progresif dan
berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya.
4) Menurut Bruner & Suddarth (2002) PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru.
5) Menurut Snider (2003) PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif
dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya.
6) Menururt GOLD (2009) PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik
adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel
atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas
yang berbahaya.
Beberapa rumah sakit di Indonesia ada yang menggunakan istilah PPOM (Penyakit Paru
Obstruksi Menahun) yang merujuk pada penyakit yang sama. PPOK adalah penyakit paru
kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial.
2. ETIOLOGI
Ada beberapa faktor resiko utama berkembangnya penyakit ini, yang dibedakan
menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host.
2) Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik yang terpapar
debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun dan debu gandum, toluene
diisosianat, dan asbes, mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang bekerja di
tempat selain yang disebutkan di atas.
3) Polusi udara
Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk gejalanya dengan
adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah seperti asap pabrik, asap
kendaraan bermotor, dll, maupun polusoi dari dalam rumah misalnya asap dapur.
4) Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronis merupakan suatu pemicu
inflamasi neurotofilik pada saluran nafas, terlepas dari paparan rokok. Adanya
kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan kejadian inflamasi yang dapat diukur dari
peningkatan jumlah sputum, peningkatan frekuensi eksaserbasi, dan percepatan
penurunan fungsi paru, yang semua ini meningkatkan risiko kejadian PPOK.
1) Usia
Semakin bertambah usia, semakian besar risiko menderita PPOK. Pada pasien yang
didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia menderita gangguan
genetik berupa defisiensi α1-antitripsin.
2) Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini terkait dengan
kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecendrungan peningkatan prevalensi PPOK
pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita yang merokok.
Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi
dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress
oksidan, selanjutnya akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid
selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi. Proses inflamasi akan
mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan menyebabkan
dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrienB4, tumuor
necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide(MCP)-1 dan reactive oxygen
species(ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan protease
yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding
alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya
limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan normal
terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada
dipermukaan makrofagdan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen
menjadi anion superoksidadengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen
peroksida (H2O2) yang toksik akandiubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion
feri menjadi ion fero, ion fero denganhalida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl).
Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronis
sehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru terjadi
sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi
alveol yang menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh
leukosit, polusi dan asap rokok.
Konsep Patogenesis PPOK
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,
kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala
akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi
dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi
gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
2) Berdahak kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang kadang pasien
menyatakan hanya berdahak terus menerustanpa disertai batuk. Karakterisktik batuk
dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur.
3) Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi
dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.
Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas sesuai skala
sesak .
TABEL SKALA SESAK
Skala Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas
Sesak
0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat
2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit
4 sesak bila mandi atau berpakaian
Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi paru
yang signifikan. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas
terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli.
Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajat berat seringkali terlihat
perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
Inspeksi, yaitu :
- Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
- Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup)
- Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
Palpasi , yaitu sel iga melebar
Perkusi , yaitu hipersonor
Auskultasi , yaitu :
- Fremitus melemah
- Suara nafas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung menjauh
- Terdapat mengi waktu bernapas biasa /ekspirasi paksa
5. KLASIFIKASI PPOK
Klasifikasi PPOK Berdasarkan Nilai FEV1 dan Gejala Menurut GOLD 2010, yaitu :
TINGKAT NILA FEV1 DAN GEJALA
FEV1/FVC < 70% FEV1 ≥ 80% dan umumnya, tapi tidak selalu, ada gejala
I
batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien biasanya bahkan
Ringan
belum merasa bahwa paru-parunya bermasalah.
II FEV1/FVC < 70%; 50%< FEV1 < 80%, gejala biasanya mulai
Sedang progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.
FEV1/FVC < 70%; 30%< FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang yang
III mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini pasien mulai
Berat mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau serangan
penyakit.
FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi
IV kronis. Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1 < 30%,
Sangat tapi pasien mengalami kegagalan pernafasan atau gagal jantung kanan
Berat atau cor pulmonale . Pada tahap ini, kualitas hidup sangat terganggu dan
serangan mungkin mengancam jiwa.
Keterangan :
Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV dan FVC
FEV1 ((Forced Expiratory Volume in 1 s) adalah volume udara yang pasien dapat
keluarkan secara paksa dalam satu detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV1
pada pasien dapat diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan.
FVC (Forced Vital Capacity).adalah volume maksimum total udara yang pasien
dapat hembuskan secara paksa setelah inspirasi penuh
B. HIPERTENSI
1. DEFINISI
2. ETIOLOGI
Etiologi yang pasti dari hipertensi esensial belum diketahui. Namun, sejumlah
interaksi beberapa energi homeostatik saling terkait. Defek awal diperkirakan pada
mekanisme pengaturan cairan tubuh dan tekanan oleh ginjal. Faktor hereditas berperan
penting bilamana ketidakmampuan genetik dalam mengelola kadar natrium normal.
Kelebihan intake natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan dan curah
jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatan aliran darah melalui
kontriksi atau peningkatan tahanan perifer.
2. Hipertensi sekunder.
a. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
c. Gangguan endokrin
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder. Adrenal-mediated-hypertension adisebabkan kelebihan
primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada aldosteronisme primer,
kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi dan hipokalemia.
Aldosteronisme primer biasanya timbul dari benign adenoma korteks adrenal.
Pheochromocytomas pada medula adrenal yang paling umum dan
meningkatkan sekresi katekolamin yang berlebihan. Pada sindrom cushing,
kelebihan glukokortikoid yang diekskresi dari korteks adrenal. Sindrom
cushing’s mungkin di sebabkan oleh hiperplasi adrenokortikal atau adenoma
adrenokortikal.
d. Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan
menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan
peningkatan tekanan darah di atas area kontriksi.
3. PATOFISIOLOGI
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah
jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output (Curah jantung) diperoleh dari
perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan
perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon.
Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam aorta
dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri. Sistem
baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melelui mekanisme perlambatan
jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan
tonus otot simpatis. Oleh karena itu, refleks kontrol sirkulasi meningkatkan arteri
sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila
tekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal pada
hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk menaikkan re-setting sensitivitas
baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun penurunan
tekanan tidak ada.
4. KLASIFIKASI
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan
rekomendasi dari “The Sixth Report of The Join National Committee, Prevention,
Detection and Treatment of High Blood Pressure” (JNC-VI, 1997) sebagai berikut:
No. Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
1. Optimal <120 <80
2. Normal 120 – 129 80 – 84
3. High Normal 130 – 139 85 – 89
4. Hipertensi
5. Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
6. Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
7. Grade 3 (berat) 180 – 209 100 – 119
8. Grade 4 (sangat >210 >120
berat)
RESUME
Seorang laki-laki, usia 70 tahun dirawat di RSUD Kartini dengan keluhan utama sesak napas. 3 hari
sebelum masuk RS penderita batuk (+), dahak kental warna kekuningan, panas (-). 1 hari sebelum
masuk RS penderita mengeluh sesak terus-menerus, namun tidak mengganggu aktivitas. Karena sesak
makin bertambah kemudian penderita berobat ke RSUD. Riwayat Hipertensi (+), tidak kontrol teratur.
Riwayat merokok (+) 1 pak/hari, berhenti 6 tahun yang lalu. Pernah dirawat di RS (+) tahun lalu karena
sesak. Penderita dirawat kurang lebih 1 minggu, pulang dengan keadaan membaik.
Pemeriksaaan Penunjang
Hb : 11,4 g/dl Leuko : 16.100 /mmk
Ht : 31,7% GDS : 156
Trombosit : 406.000/mmk
Kesan : Leukositosis
DIAGNOSA
PPOK eksaserbasi akut
Hipertensi stage 2
1. SUBJEKTIF
Pria berusia 70 tahun
1) Patien Medical History (Riwayat Medis Pasien)
- 3 hari sebelum masuk RS penderita batuk (+)
- dahak kental warna kekuningan, panas (-).
- 1 hari sebelum masuk RS penderita mengeluh sesak terus-menerus, namun tidak
mengganggu aktivitas
2. OBJEKTIF
KU : sadar, tampak lemah, terpasang kanul oksigen, terpasang infus di lengan kanan bagian
bawah.
Tanda Vital : N : 88 x / menit, isi dan tegangan cukup
T : 170/100 mmHg
RR : 24x / menit, reguler
t : 38,2°C
Paru : Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (+), SIC melebar (+)
Palpasi : stem fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : hipersonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Ka = SD Vesikuler, ronki kasar (+), wheezing (+), eksperium memanjang pada
seluruh lapangan paru atas, tengah, bawah.
Hb : 11,4 g/dl Leuko : 16.100 /mmk
Ht : 31,7% GDS : 156
Trombosit : 406.000/mmk
Kesan : Leukositosis
3. ASSESMENT
1) Etiologi
- Penyebab sesak nafas yang dialami pasien diduga karena pasien sering merokok dan
faktor usia.
4. PLAN
1) Tujuan Terapi
- Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan mengganggu
- Mencegah keparahanan penyakit PPOK
- Mencegah morbiditas dan mortalitas akibat PPOK
- Memperbaiki kualitas hidup pasien
2) Sasaran terapi
- Menghilangkan keluhan sesak pasien
- Menurunkan dan menjaga tekanan darah pasien
3) Strategi terapi
Terapi Farmakologi :
Di UGD pasien mendapat:
– O2 3L/menit kanul
– Nebulizer yang terdiri dari Bisolvon, Berotec, Atrovent
– Infus Asering 16 tpm + Aminofilin 1 ampul
– Injeksi Cefotaxim 2 x 1 gram iv
– Salbutamol 3 x 1 tablet
– Ambroksol 3 x 1 tablet
Nebulizer sebagaimana dijelaskan dalam GOLD bermanfaat jika terjadi
eksaserbasi yang diperkirakan dapat mengurangi efektivitas inhaler. Pasien diberikan
nebulizer dengan kombinasi Bisolvon, Berotec, Atrovent.
Aminofilin diberikan sesuai anjuran GOLD sebagai bronkodilator pada eksaserbasi
akut yang berat. Sementara itu β-agonis tetap diberikan sebagai preparat oral.
Pemakaian Ambroksol sebagai mukolitik selama pasien mengalami eksaserbasi
akut masih dipertanyakan, namun kegunaannya terbukti efektif untuk mengurangi
eksaserbasi, meredakan gejala penderita bronkitis kronik. Efek ini kemungkinan
disebabkan karena mukolitik dapat mengurangi hipersekresi, dan kemungkinan, jumlah
bakteri di jalan napas. Namun peneliti masih mengingatkan bahwa mukolitik bisa jadi
tidak cost-effective untuk semua pasien PPOK dan bisa jadi hanya menguntungkan
pada pasien dengan penyakit berat atau eksaserbasi yang sering.
- Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan
pakai dan cara penggunaan obat.
- Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan
keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan.
- Memberikan edukasi kepada pasien dan yang merawat pasien mengenai
tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi serangan asma akut.
- Memberikan informasi kepada pasien untuk menhindari paparan allergen (debu,
bulu binatang, asap rokok) dan menghindari perubahan suhu yang mendadak
agar serangan asma tidak kambuh.
- Menganjurkan kepada pasien untuk selalu membawa obat-obatan khususnya
obat untuk mengatasi serangan asma kemana pun pasien bepergian untuk
mencegah keterlambatan penanganan.
- Menganjurkan kepada pasien untuk melakukan fisioterapi napas (senam napas)
untuk melatih pernapasan.
- Hindari penyebab seperti berhenti merokok
- Gunakan masker untuk menghindari polusi udara saat berada di luar rumah
- Kurangi mengonsumsi natrium
- Hindari aktivitas berat
- Istrahat yang teratur