Anda di halaman 1dari 16

TETAM

Pengmin

1. Metode-metode agar meningkatkan recovery pada flotasi

Berikut beberapa metode untuk meningkatkan recovery pada proses flotasi:


1. Kontrol recovery bijih menggunakan kurva teoritis
Recovery pada flotasi dipengaruhi oleh tekstur dari partikel mineral yang ingin
dipisahkan. Berdasarkan tekstur partikel yang ingin dipisahkan. dapat dibuat suatu kurva
teoritits yang mengindikasikan recovery maksimum bijih. Jika kurva ini dibandingkan
recovery aktual bijih, maka kita dapat melihat efisiensi dari proses flotasi. Sehingga
ketika ada deviasi dari kedua kurva dapat disimpulkan bahwa saat proses flotasi ada
gangguan berupa perubahan tektur dan mineralogi feed, atau kondisi proses flotasi yang
kurang baik. Kurva ini akan membantu kontrol proses flotasi sehingga hal yang dapat
mengganggu proses flotasi dapat dikurangi dan recovery akan meningkat.

2. Air Rate Profiling


Air Rate Profiling adalah metode mendistribusikan udara di tiap sel flotasi. Terdapat 2
macam laju udara yang dapat didistribusikan, peningkatan dan penurunan laju.
Penurunan laju udara dapat meningkatkan selektivitas dengan mengurangi kadar air yang
ada dalam bijih, sementara peningkatan laju udara akan mengkomponsasi penurunan
flowabilitas.
3. Peak Air Rate (PAR) Profiling
Dalam proses flotasi terdapat suatu laju gas yang menghasilkan recovery udara
maksimum, proses flotasi yang dilakukan pada laju gas ini akan meningkatkan recovery
mineral. Proses PAR profiling meliputi kontrol laju gas optimum sehingga recovery
udara meningkat.
4. Mass-Pull Profiling
Metode ini meliputi kontrol laju buih dengan mengubah kecepatan dan kedalaman
pembentukan buih
2. Mekanisme kerja activator pada sphalerite
Sphalerite adalah mineral yang mengandung banyak Zn dan memiliki rumus senyawa
(Zn,Fe)S dan tergolong sebagai golongan pada Group 1 pada tabel pembagian sifat
kepolaran.
Aktivator merupakan sebuah reagen yang mengubah keadaan alami permukaan
mineral sehingga lebih mudah untuk diikat menggunakan kolektor. Aktivator biasanya
merupakan garam larut yang mengion di dalam larutan dan kemudian bereaksi dengan
permukaan mineral.
Sphalerite tidak dapat terfloatasi dengan baik menggunakan kolektor xantathe, karena
keberadaan zinc xanthate, yang relative larut di dalam air sehingga tidak menimbulkan
lapisan film hidrofobik di permukaan yang memudahkan floatasi. Kemampuan floatasi
dari sphalerite dapat ditingkatkan dengan penambahan xanthate yang memiliki rantai
panjang sehingga zinc xanthate yang terbentuk bersifat hidrofobik. Penambahan
aktivator berupa CuSO4 akan mengubah permukaan sphalerite yang awalnya berupa ZnS
menjadi CuS. Pada saat penambahan xanthate maka permukaan sphalerite yang menjadi
CuS akan membentuk copper xanthate yang bersifat hidrofobik. Reaksi pembentukannya
adalah sebagai berikut:
ZnS + Cu2+ ↔ CuS + Zn2+

3. Pengaruh froth velocity dan froth depth terhadap proses froth flotation
Froth velocity merupakan kecepatan aliran gelembung udara pada proses saat proses
froth flotation berlangsung. Untuk memperoleh hasil recovery maupun konsentrat yang
maksimal, diperlukan froth velocity yang optimum. Jika froth velocity terlalu cepat,
maka akan mengakibatkan beberapa mineral berharga belum sempat berikatan dengan
gelembung udara. Sehingga, menyebabkan mineral berharga nya masih tercampur
dengan pengotornya. Namun, jika froth velocity terlalu lambat, maka proses pemisahan
mineral berharga dari pengotornya akan menjadi kurang efektif dan efisien.
Lapisan buih pada proses froth flotation merupakan zona berlangsungnya proses
pemisahan mineral berharga dengan mineral tidak berharga atau pengotornya. Pada suatu
kondisi, akan ada partikel atau mineral hidrofilik yang terjebak pada antar gelembung
udara yang berada di dalam fluida. Jika buih terlalu dangkal, maka partikel hidrofilik
yang terperangkap di dalam buih tersebut tidak sempat jatuh ke dasar fluida dan akan
terangkat ke permukaan fluida menjadi buih. Akibatnya, mineral tidak berharga atau
pengotornya akan tercampur ke dalam konsentrat dan proses froth flotation menjadi tidak
maksimal. Sehingga, froth depth sangat berpengaruh terhadap proses froth flotation.

4. Interaksi antara mineral galena dan xanthate pada proses flotasi


Mineral galena (PbS), timbal sulfida, merupakan sumber utama timballogam di
seluruh dunia dengan produksi saat ini lebih dari 4,35 juta ton (ILZSG, 2016). Pemulihan
timbal dari bijihnya, melibatkan operasi berair dan proses pirrometalurgi. Proses terdiri
dari flotasi mineral untuk memisahkan galena dari sulfida lain seperti sfalerit (ZnS), besi
sulfida (FeS2 dan FeS) dan gangue non-sulfida. Selanjutnya, mineral masuk ke proses
pyrometallurgi yang terdiri dari peleburan dan pemurnian timbal logam. Galena, ketika
di bawah kondisi yang tepat, bersifat hidrofobik, sehingga bisa mengapung secara alami
(Guy dan Trahar, 1984). Namun, kolektor digunakan secara konvensional seperti
Xanthate karena zat ini memberikan sifat hidrofobik yang lebih besar sehingga galena
dapat lebih mudah dan selektif menempel pada gelembung selama flotasi. Xanthate
memiliki afinitas yang tinggi terhadap mineral sulfida sehingga mudah menndapatkan
mineral berharga yang berasal dari sulfida.

5. Bioflotation
Bioflotation merupakan proses segmentasi melalui cara flotasi dengan menggunakan
bantuan sel mikroorganisme, yaitu sel bakteri. Penggunaan sel bakteri dapat membantu
proses pemisahaan mineral berharga dengan pengotor yang memanfaatkan perbedaan
sifat permukaan antara permukaan mineral berharga dan pengotor.
Bioflotation lebih ramah lingkungan dibandingkan proses flotasi biasa karena
menggunakan bantuan sel bakteri dalam proses flotasi yang memiliki dampak
lingkungan lebih rendah dibandingkan menggunakan reagen kimia. Selain itu, dalam
proses flotasi, sel bakteri dapat digunakan bertindak sebagai flotation depressant,
collectors, dispersing agent, dan flocculate. Dalam hal ini, sel bakteri yang digunakan
adalah sel bakteri adesi.
Gambar 1.7 Lapisan Jaring pada Bagian Permukaan Partikel Mineral
Sel bakteri adesi akan membentuk lapisan khusus berbentuk jaring pada bagian
permukaan partikel mineral sebagai akibat dari gaya tarik-menarik antara sel bakteri dan
permukaan partikel mineral. Gaya tarik-menarik ini terjadi akibat adanya interaksi
elektrostatik,interaksi asam-basa, gaya van der waals, dan interaksi hidrofobik dari
permukaan partikel mineral tersebut. Lapisan jaring yang terbentuk pada permukaan
partikel mineral akan mempermudah partikel untuk dapat berikatan dengan gelembung
udara agar dapat terbawa ke atas permukaan pulp.

Piro

6. Cara agar mengurangi kadar emisi dari ekstraksi besi baja


Proses pengolahan besi dan baja melalui proses pirometalurgi dapat menghasilkan
emisi gas CO2 yang dapat menimbulkan efek rumah kaca. Oleh karena itu, diperlukan
cara untuk mengurangi emisi yang dihasilkan dari proses pengolahan besi dan baja.Cara-
cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas CO2 dari pengolahan besi dan
baja dapat dilakukan dengan melakukan efesiensi energi, penggantian bahan bakar, dan
modifikasi proses industri. Berikut contoh cara-cara tersebut :
Efisiensi energi dilakukan dengan :
• Smelt reduction
Smelt reduction adalah pengembangan terbaru dalam proses produksi pig iron. Proses
ini mengkombinasikan gasifikasi batu bara dengan pengurangan leburan bijih besi.
Intensitas energy dari smelting reduction lebih rendah dari blast furnace, karena produksi
kokas tidak diperlukan dan kebutuhan akan persiapan bijih berkurang.
• Optimasi electrical furnace
Optimasi electrical furnace dilakukan dengan merekayasa ukuran dan efisiensi energi
yang digunakan dalam proses peleburan baja sehingga energi yang digunakan menjadi
lebih rendah.
• Peningkatan kinerja preheating process
Penggantian bahan bakar dengan bahan bakar yang lebih sedikit menghasilkan emisi gas
CO2 seperti :
• Penggunaan biomassa
• Penggunaan biogas
• Penggunaan product gas combine cycle
Modifikasi proses industri dapat dilakukan melalui :
• Daur ulang produk dan limbah

7. Ekstraksi Nickel Pig Iron


Nikel merupakan logam yang banyak digunakan pada aplikasi industri. 62% logam
nikel digunakan pada baja tahan karat, 13% dikonsumsi sebagai superalloy dan paduan
nir besi karena memiliki sifat tahan korosi dan tahan temperatur tinggi. Nikel tersebut
berasal dari bijih laterit.
Kebutuhan bijih laterit semingkat karena adanya kenaikan harga nikel dan penurunan
cadangan bijih sulfida. Saat ini, China dan India merupakan produsen utama baja seri
200 karena harga nikel yang tinggi. Untuk mengembangkan baja seri 200, digunakan
bahan baku nickel pig iron (NPI) dengan kandungan nikel 1%-10% menggunakan bijih
nikel laterit kadar rendah (Ni <1.6%). Proses produksi NPI dilakukan dengan
menggunakan mini blast furnace. Pada proses ini, kokas digunakan sebagai sumber
energi dan reduktor. Kemudian karbon sebagai oksidator dimana akan mereduksi besi
sehingga kandungan FeO di dalam terak menjadi sedikit. Pada proses ini ditambahkan
aditif limestone untuk mengontrol temperatur leleh terak yang tinggi akibat kandungan
FeO yang rendah dan tingginya kadar silika dan magnesia dalam terak. Keuntungan dari
ekstraksi NPI ini adalah harganya yang ekonomis namun memiliki beberapa kelemahan
diantaranya, menghasilkan banyak slag, membutuhkan energi yang tinggi, polusi
lingkungan
.
8. Outotec flash smelting dan converting
Proses flash smelting pada Outotec didasarkan pada pemanfaatan energi internal
bahan umpan untuk peleburan. Pada prosesnya, konsentrat tembaga sulfida murni
digabung dengan udara yang kaya akan oksigen dan membentuk suspensi yang bereaksi
dengan cepat. Senyawa sulfida dalam umpan menyala mengoksidasi dan melepaskan
panas dan bertindak sebagai bahan bakar untuk proses flash smelting. Dalam tungku,
tetesan cair terpisah dari aliran gas dan menetap dibagian bawah tungku sebagai lapisan
matte dan terak yang berbeda sesuai dengan kepadatan spesifiknya. Matte yang bermutu
tinggi yang diproduksi oleh flash smelting furnace dilakukan pencucian tertutup dimana
matte tersebut didispersi menggunakan mesin bertekanan tinggi. Pelampung flash
smelting diarahkan ke tungku pembersih terak atau konsentrator terak untuk pemulihan
tembaga. Butiran matte digiling menjadi ukuran butir yang sesuai untuk menyelesaikan
reaksi oksidasi didalam flash converting furnace.

Gambar 5. Diagram Alir Proses Ekstraksi pada Outotec & Jenis Dapur flash smelting
pada Outotec.
Syarat terjadinya reaksi konversi (matte converting) adalah sulfida dapat dipanaskan
hingga temperatur tertentu pada laju pemanasan yang memadai tanpa volatisasi, Oksida yang
terbentuk harus bisa melarut dalam leburan sulfida sehingga interaksi sulfida-oksida terjadi
dengan cepat dan logam yang terbentuk tidak boleh larut dalam leburan sulfida-oksida
sehingga membentuk lapisan terpisah dan mendorong reaksi ke kanan.

Gambar 7. Cylindrical rotating smelting-converting.

9. Pengaruh penggunaan reduktor yang berbeda pada proses ekstraksi Ni


Reduktor pada proses ekstraksi Ni adalah material-material yang mempunyai banyak
unsur karbon didalamnya baik dalam bentuk padat seperti batubara/kokas, minyak bumi
ataupun gas alam(metana). Namun yang paling banyak digunakan adalah reduktor padat
yaitu batubara karena melimpah dan prosesnya lebih efektif dibandingkan dengan gas
serta lebih murah dibandingkan dengan minyak bumi.
Saat ini tengah dikembangkan berbagai bahan aditif pada proses pirometalurgi nikel
agar didapati produk nikel dengan grade yang lebih tinggi, contohnya adalah pada proses
Krupp-Renn. Tahapan proses ini yaitu penggerusan bijih dengan mencampur dengan
material berkarbon yaitu batu-bara antrasit, kokas dan limestone sebagai flux kemudian
dibuat briket. Tahap selanjutnya direduksi dengan dialiri gas panas dari hasil pembakaran
batu bara. Produk yang terbentuk didinginkan, digerus, dipisahkan secara fisik dan
terakhir pemisahan dengan magnetik. Produk akhir berupa partikel dengan ukuran 2 - 3
mm dengan komposisi Ni 18-22%. Pengaruh penggunaan reduktor yang berbeda ini
menghasilkan energi yang lebih hemat tetapi juga menghasilkan produksi.
10. Kapasitas sulfur dan fosfor dalam ekstraksi Cu
Bijih tembaga pada umumnya diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yakni sulfida,
oksida dan native ore. Ore yang sangat penting adalah sulfida ore, karena umumnya
mempunyai kadar relatif tinggi. Beberapa contoh mineral tembaga adalah Chalcosite
(Cu2S ), Chalcopyrite ( Cu FeS2), dan Malachite ( CuCO3 Cu (OH)). Bijih tembaga
Biasanya berassosiasi dengan silika (50-60 %), besi (10-20 %), sulfur (10 %) dan
sejumlah kecil alumina , calsium, oksida, kobalt, selenium, tellurum, perak dan emas.
Peningkatan konsentrasi tembaga biasanya dilakukan dengan flotasi untuk
memisahkan dari kotoran maupun mineral zinc, timbal, non sulfide. Pada umumnya
konsentrat berkadar 25-30 % Cu. Sulphide konsentrat hasil flotasi masih mengandung
besi dalam jumlah yang banyak. Roasting dilakukan terhadap konsentrat tembaga hasil
flotasi berguna untuk menghilangkan sulfur, disamping itu dapat juga menghilangkan
impuritis seperti ZnS, PbS dan FeS yang akan berubah menjadi ZnO, PbO maupun FeO
dan akan keluar sebagai slag. Karena sulfur berfungsi untuk mengikat Cu membentuk
CuS, maka diupayakan sewaktu pemanggangan tidak teroksider, karena hal ini penting
sekali dalam pembentukan matte. Lalu dilakukan smelting dalam reverberatory furnace
untuk mendapatkan matte ( Cu2S FeS). matte diubah ke blister copper menggunakan
metode bessemer dengan menambah fluks ke converter dalam keadaan panas dan
dihembuskan udara melalui tuyeres yang terletak dibagian bawah converter. Bertujuan
merubah FeS menjadi FeO dan menghasilkan gas SO2 . Blister copper dioksidasi
kembali sehingga membentuk Cu yang disebut white metal. Sebenarnya blister copper
mengandung impuritis yang berupa sulfur, besi, lead, bismuth, arsenik, cobalt, phospor
juga logam mulia seperti emas dan perak. karena itu perlu dilakukan pemurnian
(refining). Belerang (S) sebagaimana fosfor (P) memiliki kecenderungan untuk segregasi
hal ini mengakibatkan menjadi rapuh sehingga kadarnya harus dibuat menjadi sesedikit
mungkin. Fosfor dapat meningkatkan wear resistance dan stiffness pada cu namun hanya
dibutuhkan maksimal 0,35%. Untuk mengurangi kadar fosfor, dapat dilakukan proses
fire refining sebelum elektrowinning Cu.
Hidro

11. Ekstraksi emas menggunakan karbon aktif (harusnya ada elusi2 gtt, trs ada 4
tahap, acid washing, elusi NaOh, sm apalagi gt lupa katanya keluar di ua)
Karbon aktif adalah karbon yang di proses sedemikian rupa sehingga pori – porinya
terbuka, dan dengan demikian akan mempunyai daya serap yang tinggi. Keaktifan daya
menyerap dari karbon aktif ini tergantung dari jumlah senyawa kabonnya.
Konsentrasi emas dalam ore sangat menentukan hasil produksi. Untuk Pengolahan Emas
Karbon aktif yang dipergunakan dapat berasal dari arang batok kelapa, maupun arang
kayu atau batu bara. Dengan pengolahan tertentu yaitu proses aktivasi seperti perlakuan
dengan tekanan dan suhu tinggi, dapat diperoleh karbon aktif yang memiliki permukaan
dalam yang luas. Umumnya kemampuan mengadsorpsi karbon aktif berkisar 2-5 gram
emas setiap kgnya.
Proses Sianida yang didasarkan pada recovery melalui adorpsi kabon aktif dari larutan
leach yang mengandung emas low-grade (konsentrasi) telah dikembangkan sejak 1970-
an dan sampai sekarang 85% recovery emas telah dilengkapi dengan teknik ini. Tiga
proses berbeda yang telah dikembangkan didasarkan pada teknik pelindian dalam
ekstraksi padat-cair dan sifat-sifat kimia serta fisika dari bijih. Yaitu: CIP (Carbon in
Pulp), CIL (Carbon in Leach), dan CIC (Carbon in Column atau Carbon in Clear
Solution).
Proses CIP digunakan dalam proses pelindian terdiri dari waktu pengadukan yang
lama dan penambahan karbon aktif dengan ukuran 1-3 mm (mesh: 8-25) terhadap bubur
(padatan dan cairan) setelah selesai proses pelindian. Dengan cara ini, emas yang
terkandung pada fase cair akan teradsorp pada permukaan karbon aktif.
Proses CIL diterapkan jika pelindian dilakukan dengan pengadukan dalam waktu
yang singkat (kurang dari 10 jam) dan/atau jika emas pada fase cair diadsorp lagi ke
permukaan fase padat residu melalui efek material berkarbonasi atau mineral lempung
pada bijih. Proses ini lebih ekonomis karena pelarutan dan adsorpsi dilakukan pada
tangki yang sama secara serempak dengan penambahan karbon aktif selama pelindian.
Proses ketiga adalah (CIC) digunakan dalam ekstraksi padat-cair dimana residu
padatan dan larutan leaching diperoleh secara terpisah misalnya heap leaching. Larutan
hasil pelindian dilewati melalui kolom adsorpsi yang mengandung karbon aktif untuk
mendapatkan logam emasnya
12. Ekstraksi logam dari printed circuit board
Printed Circuit Boards (PCB) adalah suatu papan yang mengoneksikan komponen-
komponen elektronik secara konduktif dengan jalur konduktor dari lembaran tembaga
yang dilaminasikan pada substrat nonkonduktif.
PCB terdiri dari material nonlogam seperti polimer fiber glass, keramik dan material
logam seperti Cu, Al, Ni, Fe, dan Zn dengan rasio sekitar 40% logam, 30% nonlogam,
dan 30% keramik. Komposisi logam dalam PCB itu sendiri adalah 30,57 wt% Cu, 11,69
wt% Al, 1,86 wt% Zn, 7,3 wt% Sn, 1,58 wt% Ni, 15,21 wt% Fe, dan 6,70 wt% Pb.
Untuk mengekstraksi logam dari PCB dapat dilakukan dengan cara pirometalurgi
maupun hidrometalurgi. Akan tetapi, hidrometalurgi lebih banyak digunakan mengingat
pirometalurgi menggunakan suhu operasi yang tinggi sehingga dapat menyebabkan
polusi udara.
PCB tersebut sebelumnya dilepaskan secara manual dari komponen-komponen yang
menempel, seperti RAM, IC, dan lain-lain. Selanjutnya, coating resin epoksi pada PCB
harus dibersihkan dengan menggunakan NaOH karena coating ini akan menghalangi
permukaan PCB bereaksi dengan leaching agent. PCB kemudian dipotong-potong kecil.
Sekitar 10gram sampel PCB cukup untuk direaksikan dengan 100mL larutan leaching
3N HCl/HNO3. Percobaan dilakukan secara agitation leaching pada suhu 60ºC selama 1
jam. Setelah itu, larutan hasil leaching diambil dan difiltrasi untuk dianalisis
menggunakan AAS untuk menentukan konsentrasi logam yang terkandung.

13. Ekstraksi Logam Tanah Jarang


Unsur-unsur logam tanah jarang merupakan unsur yang mudah terkonsentrasi dalam
bentuk senyawa oksida dalam bentuk karbonat, silikat, fosfat, dan senyawa kompleks
lainnya. Pada prosesnya yang bermula dari penambangan baik itu penambangan darat
(tanah aluvial) maupun penambangan laut, dan untuk meningkatkan kadarnya maka hasil
tambang harus dibebaskan dari unsur pengotornya (liberasi) seperti partikel batu, kayu,
dan sebagainya dengan pencucian. Pencucian memanfaatkan sifat dari butiran-butiran
mineral yaitu berdasarkan berat jenis, konduktivitas listrik, serta kemagnetan yang
nantinya akan didapatkan ilmenite, zirconia, monazite, xenotime. Dan akan dilakukan
proses benefisiasi untuk meningkatkan nilai dari masing-masing mineral. Proses
pencucian meliputi dua proses yaitu basah dan kering. Pada proses basah diperlukan alat
seperti Ore Bin, Harz Jig, Jig Yuba Trapezium, Rotary Dryer. Pada proses kering alat
yang digunakan seperti rotary dryer, round screen, air table, High tension Separator,
Magnetic Separator.
Setelah didapati mineral-mineral tersebut akan dilakukan proses selanjutnya. Mineral
yang sudah dipisahkan menggunakan high tension separator masuk ke dalam Surge Bin.
Dari surge bin akan dilakukan proses awal untuk mendapatkan konsentrasi logam tanah
jarah yang dilakukan di dalam digestion tank. Dan masuk ke Neutralization Tank dimana
dilakukan netralisasi kandungan logam tanah jarang oksida apabila ingin mendapatkan
kandungan logam tanah jarang yang lebih tinggi. Dan dilakukan solvent extraction
dengan menggunakan pelarut seperti asam fosfor, garam kalsium klorida.

Ore Crusher Milling

Floatation Separation
Oxidation
Process Process

High-Tech
Metal Alloy
Application

14. Metode CCD dan Neutralization pada proses HPAL


Intinya dari CCD dan netralisasi adalah mencuci slurry setelah di leaching.
Trsss netralisasi itu kapan dipake? Karena setelah di directly leached di autoclave kan dia
pake asam sulfat berarti keadaannya si slurry kan asam nah makanya sebelum dicuci
dinetralisasi dulu nih supaya kondisinya ngga terlalu asam
Trss CCD itu kan counter current decantation, nah decantation itukan intinya pemisahan
antara solid dan liquid, knp dia disebut counter current karena pada saat pencucian pake
air, arah aliran air sama aliran slurrynya beda arah. Trs setelah dicuci pake air dia tuh
masuk kedalam wadah pengental gitu si slurrynya nah nanti bakal ada yang diambil buat
lanjut ke proses precipitation bakal ada yg diterusin ke pengental kedua ketiga dst

15. Ekstraksi Cu dengan cara hidrometalurgi


Proses ekstraksi Cu oksida dengan menggunakan hidrometalurgi dianggap sebagai
bijih dengan kualitas rendah, karena memiliki konsentrasi tembaga yang lebih rendah.
Namun demikian, keuntungan dari proses ini adalah biaya proses yang lebih murah
dibandingkan dengan pirometalurgi.
Pada proses hidrometalurgi tembaga, digunakan larutan aqueous untuk mengekstrak
dan memurnikan tembaga dari oksidanya, biasanya terdiri dari 3 tahapan, yaitu heap
leaching, solvent extraction, dan electrowinning.
1. Heap leaching
Pada proses ini, bijih dari tembaga dihancurkan hingga ukuran kecil (seperti bola golf),
kemudian bijih yang sudah hancur ini ditumpuk menjadi suatu gundukan diatas
impenetrable layer pada permukaan yang miring. Kemudian, leaching reagent (sulfuric
acid) disemprotkan diatas gundukan tersebut dan akan mengalir hingga kebawah
gundukan, menyebabkan tembaga menjadi terlarut dari bijihnya. Hasil yang didapatkan
dari proses ini adalah adanya larutan yang mengandung asam sulfat dan tembaga sulfat
yang tertampung pada kolam/wadah. Konsentrasi tembaga yang dihasilkan dari proses
ini sebesar 60-70%
2. Solvent extraction
Pada proses ini, digunakan dua larutan liquid yang immiscible (tidak dapat bercampur)
yang diaduk. Larutan hasil heap leaching yang didapatkan tadi dicampur dengan solvent
dan diaduk, sehingga memungkinkan tembaga untuk pindah kedalam solvent. Kedua
liquid yang digunakan akan berpisah karena dipengaruhi oleh kelarutannya, dan
menghasilkan produk akhir tembaga pada larutan solvent dan pengotor pada larutan
leaching.
3. Electrowinning
Pada proses ini digunakan anoda inert yang dialirkan tegangan listrik menuju larutan
tembaga, sehingga ion dari tembaga akan terdeposit ke katoda menjadi produk akhir
dengan kemurnian mencapai 99,99%.

Elektro
16. Electrowinning Zn dari Zn klorida
Proses pelindian kimia dan elektrokimia menggunakan larutan klorida (FeCl3, HCl,
CuCl2, ZnCl2) dan klorinasi kering dengan gas Cl2 yang diikuti dengan pelindian
klorida adalah beberapa metode yang dipertimbangkan untuk perlakuan bijih sulfida dan
konsentrat Zn-Pb-Cu-Fe. Proses ini pada akhirnya menghasilkan larutan ZnCl tidak
murni, dimana setelah pemurnian menggunakan solvent extraction (SX) atau sementasi
seng konvensional, dapat menghasilkan elektrolit klorida yang sesuai untuk elektrolisis
seng (Zn). Meskipun teknologi SX juga memberikan kemungkinan untuk mengubah
elektrolit seng klorida ke sistem sulfat, dimana seng dapat dipulihkan dengan elektrolisis
konvensional, namun elektrolisis langsung dengan seng klorida memiliki kelebihan
potensial, yaitu gas klorin yang dihasilkan pada anoda dapat di recycle dengan cara
klorinasi kering serta dapat digunakan untuk meregenerasi media aqueous leaching.
Pada proses electrowinning, larutan seng klorida (ZnCl) akan terdekomposisi dari
senyawa tersebut. Setelah proses dilakukan, akan didapatkan endapan logam Zn pada
permukaan katoda hasil dari reaksi reduksi. Pengendapan ini terjadi karena adanya gaya
dorong (driving force) dari arus dan tegangan yang diberikan ke dalam sel elektrolisis
yang menyebebkan potensial katoda mencapai nilai potensial pada daerah kestabilan
Zn(s) pada suatu kondisi pH tertentu.
Reaksi yang terjadi selama proses elektrowinning Zn dari ZnCl adalah sebagai
berikut:
• Anoda yang digunakan pada proses elektrowinning tersebut yaitu karbon (C). Pada
anoda, terjadi reaksi oksidasi yang menyebabkan logam akan berubah menjadi ionnya,
seperti reaksi berikut ini :
Anoda (C) : 2Cl- Cl2 + 2e-
• Sedangkan pada katoda, terjadi reaksi reduksi yang menyebabkan ion berubah
menjadi logamnya, dengan reaksi sebagai berikut :
Katoda (Al) : Zn+2 + 2e- Zn (s)

17. Prosers electrorefining pada smelting gresik


PT. Smelting Gresik merupakan pabrik pengolahan bijih tembaga menjadi tembaga
murni dengan tingkat kemurian mencapai 99,99%. Pada prosesnya, pengolahan di PT.
Smelting dilakukan melalui dua proses, yakni pyrometallurgy dan electrometallurgy.
Pada pirometalurgi, digunakan Mitshubishi process, dimana dilakukan secara kontinu
dan tertutup sehingga polusi dapat dikurangi. Tahapan dari proses pirometalurgi
dilakukan melalui, smelting furnace, slag cleaning furnace, dan terakhir converting
furnace baru dilakukan proses refining.
Proses refinery dari PT. Smelting Gresik merupakan bagian dari proses
electrometallurgy berupa proses electrorefining menggunakan ISA process. Proses ini
menjelaskan tentang tahapan akhir berupa refining logam tembaga setelah proses
pirometalurgi menggunakan metode elektrolisis, dimana sebelumnya anoda dibentuk dari
tembaga 99,4%, katoda berupa stainless steel (SS) blank, dan CuSO4-H2SO4-H2O
sebagai larutan elektrolit dan dialirkan arus DC supaya terjadi proses pendepositan anoda
menuju katoda. Proses elektrolisis akan terjadi antara anoda dan katoda sehingga akan
diperoleh pada katoda berupa tembaga dengan kadar 99,99% serta mampu memisahkan
logam berharga seperti Au, Ag, dan Pt (copper telluride) menjadi slime. ISA process
dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4.3 Proses electrorefining (ISA process) pada PT. Smelting Gresik
Penjelasan dari tahapan dari proses ISA di PT. Smelting Gresik yaitu:
 Anoda tembaga diletakan bersebelahan diantara stainless steel blank yang
direndam pada larutan elektrolit
 Pengangkatan SS blank dari sel elektrolisis dihasilkan deposit tembaga pada
katoda
 katoda dibersihkan dan dilepaskan membentuk lembaran tembaga oleh alat
CWSM
 Anoda scrap dilakukan pengolahan kembali pada tahap smelter
 Produk tembaga diikat dan siap untuk disimpan yang kemudian akan
didistribusikan.

18. Proses WohlWill


Proses wohlwill merupakan salah satu metode dalam pemurnian emas (Au) hingga
mencapai kemurnian mendekati sempurna (99.99%). Proses tersebut ditemukan oleh
ilmuan Jerman bernama Emil Wohlwill pada tahun 1874. Proses ini membutuhkan ingot
emas dengan tingkat kemurnian ±95% pada bagian anodanya, lembaran emas murni
(24K) pada katoda, dan asam chloroauric (HAuCl4) sebagai larutan elektrolitnya. asam
chloroauric dapat diperoleh dengan cara melarutkan emas pada aqua regia. Setelah arus
listrik di alirkan, kandungan unsur logam termasuk emas pada katoda menjadi terlarut
dilanjutkan peristiwa pengendapan unsur emas pada katoda sehingga produk yang
didapatkan bersifat emas murni. Tingkat kemurnian emas melalui proses Wohlwill dapat
dicapai karena tingkat kandungan unsur pada bagian anodanya sudah termasuk tinggi
sehingga sangat sedikit kemungkinan pengotor lainnya yang akan ikut terproses.

19. Proses FFC Cambridge


Proses FFC Cambridge (Fray-Farthing-Chen Cambridge process) bekerja dengan
meletakkan logam oksida di dalam salt bath yang dipanaskan pada suhu antara 800°C
dan 1000°C, lalu melewatkan arus di antara logam oksida ini dengan sebuah elektroda.
Pada antarmuka antara kolektor arus, garam, dan logam oksida, ion oksida meninggalkan
logam oksida dan terbawa melewati garam menuju anoda dimana ion ini kemudia
terlepas menjadi gas sehingga meninggalkan logam murni di sisi lain.
Penelitian mengenai proses ini pada awalnya dilakukan secara tidak sengaja ketika
para peneliti tersebut sedang berusaha memurnikan titanium. Titanium biasanya
mengandung oksigen larut di dekat permukaannya dalam jumlah kecil, yang disebut
kasus alpha, yang bisa melunakan material. Kandungan ini akan dihilangkan dengan
menggunakan metode elektrolisis. Idenya adalah mengalirkan arus melewati titanium
yang akan membuat ion oksigen pada permukaan hilang.
Proses FFC Cambridge, mineral disiapkan dalam bentuk yang sesuai (misalkan dalam
bentuk pelet silinder kecil), lalu dipasangkan ke katoda dan ditempatkan di dalam lelehan
garam bersamaan dengan anoda yang sesuai. Dengan aliran tegangan yang cukup besar
(namun belum cukup besar untuk mendekomposisi lelehan garam), oksigen (atau sulfur)
dalam mineral padatan awal tersebut dengan mudah terionisasi, meninggalkan katoda,
memasuki lelehan garam, dan terlepas bebas pada anoda. Pada proses FFC Cambridge,
tidak diperlukan proses peleburan dan pengendapan dari mineral. Seperti proses
elektrolisis kebanyakan, proses FFC Cambridge menggunakan larutan elektrolit. Jenis
elektrolit yang paling sering digunakan dalam proses ini adalah CaCl2, namun
penggunaan LiCl dan BaCl2 juga suda mulai digunakan karena kedua jenis garam
klorida murni ini mampu untuk melakukan proses FFC Cambridge untuk mereduksi
logam oksida.
Penggunaan roses FFC Cambridge saat ini tidak hanya terbatas pada logam titanium
saja. Proses ini telah digunakan untuk mereduksi banyak jenis logam oksida bahkan
beberapa jenis logam paduan dan logam sulfida. Namun, tidak semua logam oksida dapat
direduksi pada elektrolit jenis ini. Seperti misalkan jenis logam oksida dari logam tanah
jarang dan logam aktinida yang dapat stabil dalam lelehan garam klorida.

20. Proses refining pada Al


Bayer Process
Bayer Process dilakukan dengan tujuan untuk memurnikan aluminium oksida.
Adapun mekanisme yang dilakukan adalah dengan mereaksikan bauksit yang telah
hancur dengan natrium hidroksida pada rentang suhu 140°-240° C dengan tekanan
sekitar 35 atm. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Al2O3 + 2NaOH + 3H2O→2NaAl(OH)4

Setelah terbentuk natrium tetrahidroksialuminat, natrium tetrahidroksialuminat


didinginkan dan digabungkan dengan aluminium hidroksida yang dihasilkan sebelumnya
sehingga akan menggumpal. Setelah itu, aluminium hidroksida dipanaskan dalam
rentang suhu 1100-1200°C sehingga terbentuk alumina dengan reaksi sebagai berikut :
2Al(OH)3→Al2O3+3H2O
Elektrolisis
Kemudian, Aluminium oksida dielektroliis dalam Kriolit (Na3AlF6) yang telah
dilelehkan. Elektrolisis dilakukan pada tegangan sekitar 5-6 volt dengan kuat arus
sebesar 100000 A. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut :

Anda mungkin juga menyukai