Anda di halaman 1dari 2

Kereta Pagi

Hatiku masih mengumpat, bangsat! gagal tidur malam ini. Ujung gerbong kereta paling belakang
seperti spring bed yang sedang dimainkan ponakanku saja. Kulihat kaca pintu sebelah kiri, langit
mulai cerah. Mataku masih ingin tidur, tetapi selain ujung gerbong ini, tak ada lagi tempat seluas
ini untuk sekedar duduk meluruskan kaki. Mungkin ada kursi kosong, tapi aku malas mencari.

Kali ini kutengok pintu sebelah kanan yang terbuka, cahaya lebih cerah. Akupun segera berdiri di
pintu. Cahaya matahari yang sedang dikejar kereta sangat nikmat dilihat. Ditambah hijau alam
selatan jawa. Plus basah embun pagi, sedap dipandang mata. Tiba-tiba saja aku membeli kopi,
sesuatu yang jarang kulakukan diatas rel. Aku lebih suka membeli air mineral atau larutan
elektrolit jika haus. Tapi kopi ini nikmat untuk kuminum pagi ini.

Baterai handphoneku sudah habis, musik tak lagi mengalun menyesakkan kupingku. Akupun
mencari tambahan kegiatan diantara selingan meminum kopi. Melamun? rasanya kurang cukup
jika hanya melamun. Temanku meninggalkan bungkus kotak dikantong sebelah kanan jaketku,
dan kaca berpemantik berisikan gas dikantong kiri. Dia lupa mengambilnya sewaktu kuminta
jaketku di stasiun purwokerto shubuh tadi. Setelah beberapa kali gagal menyalakan api karena
angin yang kencang. Lalu tersulutlah ... setelah lebih dari setahun aku tak menyulutnya,
meskipun aku bukan penyulut apalagi penghisap.

Sensasi pagi itu benar-benar kurasakan merefresh habis otakku yang tiba-tiba suntuk setelah
masuk warnet tadi malam. Ya, setelah membuka facebook tiba-tiba saja aku suntuk berat. Aku
malas melakukan sesuatu. Untung saja ditanggal merah ini, seorang teman pergi ke jogja untuk
kepentingan akademik. Tanpa pikir panjang kuputuskan ikut. Daripada suntukku bertahan 24 jam
karena masih berhadapan dengan udara yang sama.

“Nih punya lu, gak tega w” sambil kusodorkan bungkus kotaknya.

“Yah telat, w puasa sekarang” temanku menolak.

Niatnya aku hendak kembali ke ujung gerbong belakang, namun kantukku yang semakin
menjadi membuatku nafsu melihat kursi kosong. Akupun terlelap sebentar sampai akhirnya aku
kaget melihat tulisan “Jl. MALIOBORO” dari jendela. Wah sudah sampai, sebentar lagi aku
harus turun di Lempuyangan.

<i> Aku memang pergi dari purwokerto menuju jogja, bukan untuk jalan-jalan disana meskipun
isinya jalan kaki belasan kilometer. Mungkin sensasi perjalanan kereta pagilah yang sebenarnya
aku butuhkan untuk mengembalikan performa otakku yang seperti tak ada sinyal semalam. Sinar
matahari yang mampu mengubah pro-vitamin D menjadi vitamin D adalah sedikit manfaat bagi
bagian tubuh lain. Plus udara pagi yang ditembus dengan sadis oleh kereta membuat partikelnya
berputar-putar menyejukkan. Mungkin juga karena perpaduan racun caffeine dan nikotin yang
menjadi satu.</i>

(37 jam sesudah itu)


Kereta gaya baru malam jurusan Jakarta sudah datang. Akupun naik, tentu saja hanya untuk
sampai purwokerto. Aku harus masuk kuliah lagi esok, cukup saja mata kuliah yang kubolos tadi
siang. Sebenarnya bukan karena niat bolos, hanya saja kemarin malam aku ketinggalan kereta.
Kupastikan baterai hapeku cukup untuk menyalakan musik sampai Purwokerto. Aku duduk
dibibir pintu, jika bisa dikatakan begitu. Memang, aku tak akan melihat pemandangan matahari
terbit lagi karena ini malam hari. Tapi setidaknya angin akan menyegarkan aliran nafasku.

Anda mungkin juga menyukai