PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan
protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada
tubuh1 . Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan
overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus,
kwashiorkor, serta marasmic – kwashiorkor.
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di
dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika,
Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk
adalah marasmik-kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta
orang yang menderita gizi buruk pada tahun 2000–2002, dan 815 juta diantaranya
hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun (balita). Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di
Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat
76.178 balita mengalami gizi buruk dan data Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi
Nasional) tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%.
Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa
propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan
Nusa Tenggara Barat.1,2
Untuk Provinsi Sumatera Selatan, berdasarkan riskesdas 2010, angka kejadian
gizi kurang pada balita sebesar 14.4% dan buruk sebanyak 5.5% dengan indikator
berat badan per umur. Sebagai perbandingan berdasarkan laporan yang ada dalam
profil kesehatan Kota Palembang tahun 2007 dijelaskan bahwa angka gizi buruk
tahun 2007 adalah 1,4% menurun bila dibanding tahun 2006 yaitu 2,21%, angka
KEP total tahun 2007 adalah 15% meningkat dibanding tahun 2006 yaitu 12,9%,
sedangkan gizi lebih tahun 2007 adalah 2,8% menurun dibanding dengan tahun
2006 yaitu 4% dan balita yang gizi baik tahun 2007 adalah 82,12% bila dibanding
tahun 2006 terdapat penurunan dimana tahun 2006 berjumlah 84%. Pada tahun
2008 dari 144 ribu balita dikota Palembang, 400 diantaranya mengalami kurang
1
gizi atau berada dibawah garis merah dalam Kartu Menuju Sehat hasil pantauan di
889 posyandu aktif. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk Kota Palembang,
angka kurang gizi pada balita juga masih tegolong tinggi. Pada tahun 2010, angka
kejadian gizi buruk berjumlah 24 kasus dengan prevalensi gizi buruk tertinggi
terjadi di wilayah Kecamatan Seberang Ulu 1 sejumlah 8 kasus (33,3%). Angka
kejadian gizi kurang berjumlah 876 kasus, dengan prevalensi gizi kurang tertinggi
terjadi di wilayah Kecamatan Ilir Timur 1 sebanyak 143 kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut
saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu anak
kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak
menderita penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat
dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan
akibat penyakit infeksi. Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk
yaitu tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang
memadai, dan sanitasi / kesehatan lingkungan kurang baik, serta akses pelayanan
kesehatan terbatas. Akar masalah tersebut berkaitan erat dengan rendahnya tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan keluarga.3
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala
klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya disertai
dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
tuberculosis (TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan
bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare,
19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan 32% penyebab lainnya.4
Mengingat banyaknya masalah serta tingginya angka morbiditas dan
mortalitas anak dengan gizi buruk, maka kami menulis referat yang berjudul
“Patogenesis, Diagnosis, dan Penatalaksanaan Marasmik-Kwashiorkor pada
Anak”.
2
1.2.Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
tentang patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan marasmik kwashiorkor
pada anak.
1.3.Manfaat Penulisan
Melalui penulisan referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan
informasi dan pengetahuan mengenai patogenesis, diagnosis, dan
penatalaksanaan marasmik kwashiorkor pada anak.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Definisi
Gizi buruk adalah terdapatnya edema pada kedua kaki atau adanya severe wasting
(BB/TB < 70% atau <-3SD), atau ada gejala klinis gizi buruk (kwashiorkor,
marasmus atau marasmik-kwashiorkor). Menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang
gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor
dan marasmus-kwashiorkor.1,2
2.2Epidemiologi
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini
dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari
4
5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi
penurunan, tetapi jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar.3
2.3.1 Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup
karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolik
atau malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat
mengakibatkan malnutrisi.6
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
5
2.3.2 Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun
dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat
kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan
kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak
cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu,
seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria
(nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein,
seperti pada penyakit hati kronik .4
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik,
akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan
gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol
di dunia saat ini terutama berada di daerah industri belum bekembang.4
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis
atau iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup,
kurang stamina, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap
infeksi, dan udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari
manifestasi yang paling serius dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia,
kekenduran jaringan subkutan dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat
terjadi awal atau lambat, sering terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi
awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam
organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal,
laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil
pada awal stadium penyakit tetapi biasanya kemudian membesar. Pada kasus ini
sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi
tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat
6
terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut sering
jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam,
dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut
(hipokromotrichia) .4
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual,
muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi
kadang-kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental,
terutama iritabilitas dan apati sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat
menyertai.4
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
kusam.
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
2.3.3 Marasmik-Kwashiorkor
7
2.4 Diagnosis
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari
derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi
disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang
menyertainya. Gejala klinis gizi buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang
ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang seperti berat badan yang kurang
dibandingkan dengan anak yang sehat.5
Jika BB/TB ata BB/PB tidak dapat diukur dapat digunakan tanda klinis berupa
anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan
lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu lengan pantat dan pah; tulang iga
terlihat jelas dengan atau tanpa adanya edema.5
Pada setiap anak gizi buruk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis terdiri dari anamnesia awal dan lanjutan.6
Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan
muntah dan diare (encer/darah/lender)
8
Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami
dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera.
Batuk kronik
Riwayat imunisasi
Pemeriksaan Fisik6
Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung
kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakn BB/TB-PB
9
Tanda syok (akral dingin, CRT lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran
menurun
Sangat pucat
Adakah perut kembung, bising usus melemah atau meningkat, tanda asites
Tampilan tinja
Pemeriksaan Penunjang
- Kadar gula darah, darah tepi lengkap, urin lengkap, feses lengkap,
elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin
- Tes mantoux
- Radiologi (dada,, AP, dan lateral)
- EKG
10
2.5 Alur dan Penatalaksanaan Gizi Buruk6
11
Tabel 1.Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak Gizi Buruk
12
Tatalaksana:
Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula
darahsetelah 30 menit.
Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi
pemberianlarutan glukosa atau gula 10%.
Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk,
mungkinhipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran
kadar guladarah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan
hipoglikemia).
Pencegahan
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin (lihat
Pemberian makan awal halaman 205) atau jika perlu, lakukan rehidrasi
lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.
13
Langkah Ke-2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia7,8
o Pemantauan:
- Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila
memakai pemanas ukur setiap 30 menit
- Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama
malam hari
- Raba suhu anak
- Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.
o Pencegahan:
- Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
- Sepanjang malam selalu beri makan
- Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat
tidur)
- Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan
medis terlalu lama).
14
Langkah Ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi7,8
o Pemantauan
Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2
jam pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan
memantau: denyut nadi, pernafasan, frekwensi kencing, frekwensi
diare/muntah.
15
Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar
yang berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi
telah berlangsung, tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini seringkali
tidak terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi
yang cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau
kelebihan cairan.
o Pencegahan:
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun
kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering
terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.Ketidakseimbangan
elektrolit ini ikut berperan pada terjadinya edema (jangan obati edema dengan
pemberian diuretikum).
o Berikan :
- Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)
- Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2
/kgBB/hari)
- Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
- Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
16
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang
ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut
pada 1 liter formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat lampiran 6
untuk cara pembuatan larutan).
Catatan:
17
3. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan
kloramfenikol 25 mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
4. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik
spesifik yang sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan
darah untuk malaria positif.
5. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi
pemberian hingga 10 hari.
6. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap,
termasuk lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten
serta apakah vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar.
Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-
osmolar.
Berikan secara oral/nasogastrik
Energi : 80 – 100 kal/kgBB/hari
Protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari
Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian
formula.
18
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari
untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg
BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan
lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.7,8
- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100
ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram
per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan
keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein
yang sama.
- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200
ml/kgBB/hari).
19
Pemantauan pada masa transisi: frekwensi nafas, frekwensi denyut nadi.
Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit
dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian
formula.Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
- Suplementasi multivitamin
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
- Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
- Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
20
- Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10
mg/kgBB/hari
- Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak
sudah mendapat suplementasi vitamin A pada 1 bulan terakhir. Bila
ada tanda/ gejala defisiensi vitamin A, berikan vitamin dosis terapi.
Kasih sayang
Lingkungan yang ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
Aktifitas fisik segera setelah sembuh
Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).
Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80%
BB/U, dapat dikatakan anak sembuh.Pola pemberian makan yang baik dan
stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah penderita
dipulangkan.Peragakan kepada orangtua tentang pemberian makan yang
sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat dan terapi bermain
terstruktur.7,8
21
(lihat lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan
secara teratur di posyandu/puskesmas.
pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien
yang padat
Penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
1. Defisiensi vitamin A
Bila ada ulkus dimata diberikan : tetes mata khloramfenikol atau salep
matatetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, teteskan tetes mata
atropin, 1 tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan kasa yang
dibasahi larutan garam faal.4,15
2. Dermatosis
Tatalaksana :
22
b.Beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
c. Usahakan agar daerah perineum tetap kering
d.Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit/Cacing
4. Diare Melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan
umum. Berikan formula bebas / rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa
usus dan giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila
mungkin,lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5
mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.7,8
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin / Mantoux (sering
kali anergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB,
diobati sesuai pedoman pengobatan TB.7,8
23
2.6 Langkah Promotif dan Preventif 10
- Pola makan
Penyuluhan pada masyaarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan
jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral berdasarkan umur
dan berat badan)
- Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala
(sebulan sekali pada tahun pertama)
- Faktor sosial
Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan
tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat menyebabkan
terjadinya MEP
- Faktor ekonomi
Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang ceoat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan
sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat
lanjutannya. Ditekankan pula perrlunya bahan makanan yang bergizi baik di
samping kuantitasnya.
- Faktor infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP walaupun
dalam derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.
24
BAB III
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
2. Depkes RI. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta :
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
4. Berhman dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC.
5. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Anak di Rumah Sakit. 2009. Hal 193-222.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak
Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2011.
7. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis
pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
2005 : 95-137
8. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe
Malnutrition in Management of The Child With a Serious Infection or Severe
Malnutrition, World Health Organization, 2004 : 80-91
9. Ikatan Dokter Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta:
Pengurus Pusat IDAI
26