Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jengkol (Archidendron pauciflorum) merupakan salah satu jenis makanan
yang tidak asing lagi bagi penduduk Asia terutama Indonesia, Malaysia, Thailand,
dan Myanmar. Biji jengkol dapat dikonsumsi dalam kondisi mentah maupun
setelah dimasak. Beberapa individu yang mengkonsumsi jengkol dapat
mengalami keracunan tyang disebut jengkolisme yang disebabkan oleh
kandungan asam jengkolat didalamnya.12
Asam jengkolat terdapat pada biji jengkol. Strukturnya mirip dengan asam
amino sistein tetapi tidak dapat dicerna sehingga tidak memberikan manfaat
apapun bagi tubuh. Kandungan asam jengkolat per-100 gram biji sebesar 0,3-1,3
gram dan sebanyak 93% dalam bentuk asam jengkolat bebas yang tentunya
berbahaya. Molekul asam jengkolat mengandung sulfur yang berperan dalam
pembentukan bau. Asam jengkolat tidak larut dalam air sehingga dalam jumlah
tertentu akan membentuk Kristal yang berperan dalam patogenesis gagal ginjal.12
Gagal ginjal akut akibat asam jengkolat merupakan kejadian yang langka
namun penting untuk diperhatikan karena mampu menyebabkan kematian. Secara
epidemiologi, prevelensi dan insiden jengkolisme didunia jarang dilaporkan.
Namun, secara geografis pohon jengkol hanya tersebar di area tropis Asia
terutama Asia Selatan dan banyak digunakan sebagai bahan makanan dan
berpotensi sebagai obat herbal terutama antioksidan.12
Pencegahan kejadian jengkolisme sulit dilakukan karena kejadian dan pola
kerentanan individu terdapat asam jengkolat yang berbeda. Insidennya sangat
langka. Sindrome jengkolisme sangat beragam, bahkan tidak tergantung dari
prosedur pengolahannya. Tidak semua individu dapat terkena jengkolisme dengan
memakan olahan jengkol denag prosedur pengolahan yang sama. Kerentangan
individu terhadap GGA juga tidak tergantung dari frekuensi konsumsi.12

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan paper yang berjudul “Keracunan Asam Jengkolat” ini
adalah untuk memberikan informasi ilmiah mengenai sumber, sifat serta khasiat

1
racun, gejala-gejala dan pengobatan pada penyakit keracunan jengkol melalui
tinjauan pustaka.

1.3 Manfaat Penulisan


a Dapat memberikan informasi mengenai definisi dan klasifikasi dari
toksikologi keracunan jengkol
b Dapat memberikan informasi mengenai toksikologi keracunan jengkol
ditinjau dari aspek patologi forensik
c Dapat memberikan informasi mengenai identifikasi korban dan keadaan
umum yang ditemukan pada mayat dengan toksikologi keracunan jengkol

2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Keracunan Asam Jengkol (Jengkolisme)


2.1.1. Buah Jengkol

Gambar 1. Buah dan biji jengkol

Buah jengkol (pithecolobium lobatum syn. Pithecolobium jiringa) sangat


digemari oleh golongan tertentu pada penduduk Indonesia, terutama di pulau Jawa
dan Sumatera. Di Sumatera Barat penduduknya sangat menyukai masakan
jengkol. Pada beberapa tempat, misalnya di suatu acara pesta tidak akan berarti
apa – apa tanpa adanya masakan jengkol.1,2
Asal tanaman jengkol tidak diketahui pasti tetapi tanaman sudah sejak lama
di tanam di Indonesia dan wilayah – wilayah lain sebelah barat Indonesia seperti
Thailand, Malaysia dan juga Filipina. Dilema yang menarik dalam konsumsi
jengkol adalah kemanfaatan sebagai sumber karbonhidrat dan kerugian bau yang
ditimbulkan serta kemungkinan keracunan akibat asam jengkol.
Biji jengkol biasanya diolah dan dikonsumsi dalam bentuk emping, semur,
sambal goreng, rendang, urap atau lalapan mentah. Selain bijinya yang
dimanfaatkan sebagai bahan makanan, jengkol juga dapat dimanfaatkan untuk
pengobatan. Kulit batang tanaman jengkol secara tradisional digunakan untuk
mengobati sakit gigi, sedangkan daunnya digunakan untuk mengobati luka dan
kudis. Selain itu, jengkol juga digunakan pada penyakit diabetes dan tekanan
darah tinggi.3

3
Tidak satupun text book Urologi ataupun pediatrik non Indonesia yang
membahas masalah keracunan jengkol. Hal ini disebabkan karena penyakit ini
spesifik muncul di Indonesia terutama di Jawa Barat. 4-6

2.1.2. Kandungan Zat Dalam Biji Jengkol


Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam biji jengkol terkandung nutrisi
yang diperlukan oleh tubuh antara lain karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B,
fosfor, kalsium, dan besi. Kadar protein dalam biji jengkol (23,3 gram per 100
gram bahan) melebihi kadar protein dalam tempe (18,3 gram per 100 gram bahan)
sehingga jengkol dapat menjadi sumber protein nabati. Namun, selain kandungan
nutrisi tersebut terdapat kandungan senyawa dalam jengkol yang berisiko dapat
menimbulkan keracunan yaitu asam jengkolat.3

Tabel 1. Komposisi Bahan Dalam Buah Jengkol


Kandungan Jumlah Kandungan Jumlah
Kalori 20,0 gr Fe 0,7 gr
Protein 3,5, gr Vit. A 240 iu
Lemak 0,1 gr Vit. B 0,1 mg
filtrat arang 3,1 gr Vit. C 12,0 mg
C2 21,0 gr Air 93,0%
F 25,0 gr

Sumber : Direktorat Gizi (1972)

Asam jengkolat atau jengkolic acid (S,S’-methylenebicysteine) merupakan


senyawa sejenis asam amino non-protein yang mengandung unsur sulfur.
Senyawa ini tersusun dari dua asam amino sistein yang diikat oleh satu
gugus metil pada atom belerangnya. Nama IUPAC (International Union of Pure
and Applied Chemistry) -nya adalah asam (2R)-2-amino-3-(2R)-2-amino-3-
hidroksi-3-oksopropil sulfanil metil sulfanil propanoat. Adanya unsur sulfur
menyebabkan asam jengkolat dapat menghasilkan bau yang kurang sedap. 3,7

4
Gambar 2. Struktur asam jengkolat

Senyawa ini bersifat amfoter, dapat larut dalam suasana asam amupun
basa. Kristal berwarna putih dan tidak berbau. Daya larut dalam air sangat kecil,
yaitu sekitar 10-20 mg dalam 10 ml air, dan pada pH isoelektrik 5,5, terjadi
pengendapan kristal asam jengkol.15

Isolasi asam ini pertama kali dikerjakan oleh Van Veen and Hyman8 dari
urin penduduk yang mengalami keracunan jering / jengkol. Mereka berhasil
mengisolasi kristal asam ini dari biji jering menggunakan barium hidroksida
(Ba(OH)2) pada 30°C dan ditunggu beberapa waktu.9

Kandungan asam jengkolat dalam biji jengkol bervariasi, tergantung


varietas dan usia bijinya. Biji jengkol muda mengandung asam jengkolat relatif
lebih sedikit daripada biji yang sudah tua. Pada biji jengkol tua terkandung asam
jengkolat 1-2% dari berat bijinya. Sebutir biji jengkol mentah dengan berat 15
gram dapat mengandung sekitar 0,15 – 0,30 gram asam jengkolat.3 Diketahui pula,
biji legum lain juga mengandung lebih sedikit asam ini:Leucaena esculenta (2.2
g/kg) dan Pithecolobium ondulatum (2.8 g/kg).10

2.2. Toksikologi Keracunan Asam Jengkolat (Jengkolisme)


Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun,
gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan
pada korban yang meninggal. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya keracunan. Mulai dari cara masuk, umur, kondisi tubuh, kebiasaan,
indosinkrasi dan alergi serta waktu pemberian.14

2.2.1. Farmakokinetik Asam Jengkolat


Asam jengkolat relatif mudah dan cepat diabsorpsi oleh usus halus,
kemudian 2-3- jam berikutnya sudah ditemukan pada urin penderita dengan
bentuk yang tidak berubah, dan dalam jumlah yang besar. Ini menunjukkan

5
efisiensi penyerapan yang tinggi dari usus, dan ginjal terkesan sebagai alat
ekskresi utama bagi asam jengkolat, dan bahan ini tidak mengalami metabolisme
berarti dalam hati. Di dalam darah, asam jegnkolat ditransportasikan dalam bentuk
ikatan longgar dengan albumin sehingga dengan mudah dilepaskan oleh albumin
dan lolos dari saringan glomerulus.15
Asam jengkolat mampu merembes ke jaringan sekitar (imbibisi), sehingga
pada beberapa kasus keracunan jengkol yang disertai sumbatan di uretra, asam ini
keluar ke jaringan sekitar (ekstravasasi) bersama dengan air kemih dan tertimbun
di jaringan tersebut sehingga terbentuk infiltrat air kemih yang mengandung
kristal asam jengkolat pada penis, skrotum dan di daerah suprapubis. Hal ini lebih
sering terlihat pada anak-anak (Moenanjat dkk, 1936). Pada anak laki-laki, hablur
asam jengkolat banyak berkumpul di fossa naviculare penis. Pada 20% penderita
keracunan yang ditemukan inflitrat di daerah penis dan suprapubis. Bila dilakukan
torehan (excisie), infiltrat ini mengandung hablur asam jengkolat (Sadatun dan
suharjono,1968). Rembesan cairan urin (mengandung kristal asam jengkolat)
daerah suprapubis, dapat terjadi bila ureter atau vesika urinaria mengalami
peregangan berlebihan, dan cairan keluar melalui celah antar sel epitel permukaan
(Junqueira dkk, 1998).19

2.2.2. Farmakodinamik Asam Jengkolat dan Patogenesa Jengkolisme


Mengkonsumsi biji jengkol mentah atau setengah matang diduga berperan
memberikan potensi risiko terjadinya keracunan jengkol karena asam jengkolat
yang terkandung dalam biji jengkol mentah masih dalam keadaan utuh dan aktif.
Namun demikian tidak semua orang yang mengkonsumsi jengkol akan
mengalami keracunan karena faktor utama penyebab kejadian keracunan akibat
jengkol tergantung pada daya tahan tubuh seseorang, dalam hal ini kondisi
lambungnya, jumlah jengkol yang dikonsumsi, atau cara memasaknya. Seseorang
yang mengkonsumsi jengkol dalam kondisi lambung yang asam akan lebih
berisiko mengalami keracunan.3 Jumlah buah yang dimakan juga bervariasi untuk
menimbulkan keracunan yaitu antara 1-10 buah jengkol.19 Laporan kasus oleh
Bunawan et al. (2014), sindrom jengkolisme muncul 2-12 jam paska
mengkonsumsi jengkol.12

6
Mathew & George (2011) mengungkapkan bahwa jengkol merupakan
penyebab utama dari Gagal ginjal akut akibat bahan makanan yang terjadi di Asia
Tenggara. Karbon disulfida yang terkandung dalam asam jengkolat merupakan zat
yang bersifat nefrotoksik sehingga berbahaya bagi ginjal. Karbon disulfida
menyebabkan nekrosis pada tubulus dan glomerulus ginjal. 11
Patogenesis terjadinya Gagal ginjal akut akibat jengkol sampai saat ini
masih belum diketahui secara menyeluruh. Patogenesis terjadinya jengkolisme
diduga berkaitan dengan interaksi host dan agent. Beberapa studi memberikan
pendapat bahwa kerusakan ginjal yang terjadi akibat adanya reaksi hipersentivitas,
efek toksis langsung asam jengkolat terhadap parenkim ginjal, endapan metabolik
jengkol, spasme ureter, atau adanya obstuksi saluran kemih oleh kristal jengkolat
(urolitiasis jengkolat). Hipersensitivitas terhadap salah satu komponen dalam
jengkol diduga berperan penting dalam etiologi jengkolisme sehingga senyawa
tersebut bisa bersifat nefrotoksik bagi host. 12
Studi eksperimental pada tikus dan mencit yang pernah dilakukan, tidak
memberikan kesimpulan yang berarti selain adanya nekrosis tubular akut (NTA).
Nekrosis tubular akut dapat terjadi akibat obstruksi kristal jengkolat pada tubulus
renal. Namun, hal ini masih menjadi perdebatan karena tidak adanya bukti
histologis renal pada penderita gagal ginjal akut akibat jengkolat. 12
Karyadi dan Muhilal (1994), telah melakukan percobaan untuk melihat
kecukupan kebutuhan asam amino perhari pada hewan percobaan, menyimpulkan
bahwa suplementasi asam amino berlebihan dapat menimbulkan keracunan. Bila
masukan protein rendah, maka toleransi terhadap pemberian asam amino tertentu
yang berlebihan, lebih rendah dibanding pada mereka yang mendapat masukan
protein lebih tinggi. Berikut ini dapat dilihat perkiraan kebutuhan asam amino
pehari pada seorang anak.19

Tabel 2. Perkiraan Kebutuhan Asam Amino sesuai umur (mg/KgBB/hari)


Kelompok Umur
Asam Amino Bayi (3-4- Balita (1-5 Anak Sekolah Dewasa
bln) thn) (6-12 thn)
Histidin 28 - - 8-12

7
Isoleusin 70 31 28 10
Leusin 161 73 44 12
Lisin 103 64 44 12
Metionin + 58 27 22 13
Sistin
Penilalanin + 125 69 22 14
tirosin
Threonin 87 37 28 7
Triptopan 17 12,5 3,3 3,5
Valin 93 38 25 10
Sumber : FAO/WHO/UNU, 1985 (Karyadi dan Muhilal, 1994)

Dalam 1 buah jengkol dengan bobot sekitar 17,7 g/buah, terkandung


sekitar 210 mg asam amino jengkolat. Dengan demikian, seorang anak dengan
bobot rata-rata 15 kg, dan makan 2 jengkol, mengkonsumsi 28 mg/ Kg BB asam
jengkolat setiap kalinya. Data ini menunjukkan bahwa seorang anak penggemar
jengkol telah mengkonsumsi “asam amino” jengkolat melebihi kebutuhan sistein
perhari, dan mengacu pada laporan Suharjono (1968) yang mencatat bahwa
konsumen jengkol kebanyakan berasal dari kalangan sosial ekonomi rendah, yang
perharinya memperoleh masukan protein yang rendah, maka mengacu pada uraian
Karyadi dan Muhilal (1994), ada kemungkinan masalah kekurangan protein
menjadi faktor pemicu munculnya keracunan jengkol.19

2.2.2.1. Pembentukan Kristal Asam Jengkolat


Pada sistem saluran kemih, pembentukan kristal dapat ditemukan secara
kasat mata di berbagai bagian dari ginjal, mulai dari lubang keluar ureter, kandung
kemih, uretra, ujung luar penis, dan pada kondisi yang hebat, dapat ditemukan
pada jaringan intersisial penis dan skrotum. Kristal masih dapat ditemukan bila
contoh urin segar kita ambil, tetapi beberapa lama kemudian kristal akan
menghilang bila urin disimpan lama. Kristal asam jengkolat ternyata tidak
ditemukan secara mikroskopik pada semua contoh urin walaupun keadaan
keracunannya tergolong berat. Moenadjat dkk (1963) menduga bahwa

8
pembentukan kristal kemungkinan akibat orang tersebut banyak berkeringat,
sehingga seolah-olah ada kekurangan cairan badan dengan akibat kadar asam
jengkolat dalam badan relatif bertambah, sehingga penghabluran menjadi lebih
mudah. Selanjutnya dikatakan bahwa sungguhpun hablur tidak ditemukan secara
mikroskopik dalam sedimen urin, tetapi pada beberapa sitoskopi hablur itu dapat
terlihat secara kasat mata. Dengan ditemukannya fakta ini, dikatakan bahwa
dugaan terdahulu adalah benar yaitu anuria terjadi akibat masalah mekanik.19
Walaupun dalam urin secara mikroskopik tidak selalu dapat ditemukan kristal,
penyelidikan Oen dkk (1972), dengan cara khromatografi kertas, mengemukakan
bahwa pada semua pemakan jengkol, urin mengandung bahan asam jengkolat.15
Peny dkk (1984), menjelaskan bahwa pmbentukan kristal diawali oleh
terbentuknya inti kristal, dan disusul dengan bertumbuhnya kristal menjadi besar.
Pengkristalan dimungkinkan terjadi bila bahan terlarut menjadi sangat jenuh
(supersaturated). Supersaturasi terjadi bila larutan encer dipekatkan melalui
penarikan bahan pelarut (solvent).
Royer dkk (1974), tentang proses litogenesis, menjelaskan bahwa dalam
keadaan normal, urine merupakan pelarut yang lebih baik dari air. Cairan kemih
mengandung berbagai bahan dalam kondisi supersaturasi dan secara
fisikokimiawi berada dalam keadaan tidak stabil. Proses pengendapan bahan
untuk menjadi kalkuli di urin, bergantung pada kecepatan aliran, volume air, daya
tarik ionik, pH, bahan terlarut lainnya, dan telah terbentuknya nukleus kristal.
Kecepatan aliran merupakan faktor terpenting dan menjadi faktor predisposisi
untuk pembentukan kalkuli, sedang pH merupakan faktor fundamental. Dijelaskan
lebih lanjut bahwa kejadian pembentukan kalkuli, mudah terjadi pada bayi dan
anak, karena sering mengalami kekurangan air secara tidak wajar, misalnya diare
dan demam, Tempat yang paling ideal untuk terbentukanya kristal, adalah di
kaliks ginjal, karena di tempat ini kepekatannya tertinggi.19
Pada ginjal, filtrat glomerulus awalnya encer, dan filtrat menjadi sangat
pekat di daerah tubulus proksimal karena penarikan air secara reabsorpif aktif
sebanyak 95%. Penarikan air menjadi maksimal setelah tubulus distal
menjalankan perannya dengan menarik air sekitar 4% lagi bila tubuh perlu lebih
banyak air dikembalikan ke dalam tubuhn sehingga dengan bantuan vasopresin,

9
konsentrasi bahan dapat mencapai kepekatan 1.200 mosm/l saat meninggalkan
tubulus kontortus.20
Meatabolisme dalam tubuh meninggalkan produk sampah metabolisme
yang menghasilkan banyak asam. Penumpukan asam harus dibuang dan ginjal
merupakan salah satu organ yang melaksanakan pengeluaran asam tubuh,
sehingga cairan kemih cenderung mejadi lebih asam dan pH cairan kemih
menurun.20 Turunnya pH dapat sebegitu rendahnya dan dapat mencapai pH 5,5
atau lebih rendah lagi. Pada Ph 5,5 ini merupakan pH isoelektrik asam
jengkolat.Sehingga membantu proses pengkristalan.15
Batuan urin pada awalnya berupa bahan dasar kristal yang kemudian
menyatu menjadi senyawa kompleks yang padat dan keras dengan permukaan luar
yang kasar dan runcing. Penyatuan terjadi setelah kristal satu dengan lainnya
diikat oleh matrik organik yang terdapat dalam cairan kemih, dimana kadar matrik
organik berkisar 2,5 – 10% dari berat batuan. Penyatuan dalam bentuk senyawa
komplek yang besar, memerlukan waktu yang cukup lama karena penyatuannya
berlangsung secara bertahap hari demi hari. Setelah berbentuk batuan keras mirip
batu karang, barulah kalkuli ini bepotensi melukai dinding saluran kemih baik saat
terkelupasnya batuan dari tempat perlekatannya, ataupun sepanjang perjalanannya
pada saluran kemih. Dengan demikian pada hematuria, perlu sekali diperhatikan
apakah kristal yang ditemukan telah menyatu dan telah merupakan bentukan
senyawa komplek yang keras, sehingga mampu melukai dinding saluran kemih.19
Kristal asam jengkolat dalam urin, dapat berbentuk jarum gelendong
(spindle), bila dalam keadaan terpisah atau berbentuk bunga mawar (rosete) bila
dalam bentuk berkelompok. Gambar berikut memperlihatkan kristal asam
jengkolat.

10
Gambar 3. Bentuk kristal asam jengkolat (Oen dkk, 1972)

Kristal asam jengkolat ternyata tidak ditemukan pada semua urin penderita
kracunan jengkol, bahkan penderita keracunan berat dan gagal ginjal akut, lebih
banyak ditemukan negatif, padahal hematuria selalu ada.1

Tabel 3. Kristal asam jengkolat dalam urin yang ditemukan pada berbagai
pemeriksaan
Pemeriksaan Jumlah bahan Jumlah kristal %
Sadatun dan Suharjono, 1968 50 30 60
Oen dkk, 1972 11 2 18
Alatas, 1994 39 ? ?
Segasothy, 1995 4 0 0
Vachcanichsanong dan Lebel, 40 0 0
1997
Noviendri, 2000 (marmut) 20 9 45

2.2.2.2. Tubulus Nekrosis Akut


Keracunan jengkol dapat menimbulkan masalah yang serius, dan sering
penderita dibawa dalam keadaan yang berat dan sudah terjadi gagal ginjal akut.
Kegagalan fungsi ginjal diakibatkan terjadinya nekrosis tubulus yang akut seperti
ditemukan oleh Alatas (1994), yaitu pada biopsi ginjal ditemukan kerusakan epitel
tubulus. Hal yang mirip juga didapat oleh Segasothy dkk (1995) yang melihat

11
adanya fokus-fokus nekrosis tubuler yang tersebar luas, edema jaringan intersisial,
sedangkan dari delapan glomerulus yang ditemukan, kesemuanya terkesan
normal.19

Aliran darah ginjal yang menuju glomerulus hanya 20%, sedang 80%
lainnya mengalir melalui kapiler peritubuler. Dengan demikian klirens glomerulus
hanya membersihkan 20% darah yang mengalir ke ginjal. Hal ini memberi
pengertian bahwa pembersihan lainnya sebanyak 80%, dilaksanakan langsung
dari darah yang mengalir dari peritubuler dan kerja ini dilakukan oleh sel tubulus
yang menerima kiriman bahan langsung dari kapiler peritubuler.20
Melalui penjelasan ini dapat diduga bahwa bahan perusak (asam jengkolat
atau metabolitnya) akan masuk ke dalam sel tubulus melalui 2 jalur yaitu sebagai
bahan yang masuk kembali melalui reabsorbsi, dan dari hasil perembesan
langsung dari pembuluh darah peritubular.19
Bahan berasal dari jalur reabsorbsi, terjadi karena sifat reabsorbsi tubulus
proksimal yang uncontrolled, akan menyerap kembali bahan penting, termasuk
(mungkin) asam jengkolat sebagai asam amino non esensial. Sifat reabsorbsi
tubulus, tidak berbeda dengan usus dan bentukan asam amino L-isomer akan
dirabsorbsi secara aktif oleh sel tubulus.20 Asam jengkolat sangat mungkin
mengalami hal yang sama, sehingga bersama dengan hasil perembesan melalui
kapiler peritubuler, akan menyebabkan asam jengkolat terkonsentrasi di daerah
kortikal ginjal secara cukup.19
Togi berasumsi bahwa akibat konsentrasi yang tinggi dari asam jengkolat
atau metabolitnya, mengakibatkan terjadinya nekrosis jaringan tubulus yang akut,
dan gangguan timbul melalui :19
1. Asam jengkolat atau metabolitnya memgakibatkan kelumpuhan kerja
berbagai enzim seperti Na-K-ATPase, yang mengakibatkan
menumpuknya ion H, ion Na, dan air dalam cairan intrasel. Terjadinya
pembengkakan sel dan organel, selanjutnya akan mengakibatkan
kematian sel.20
2. Asam jengkolat merupakan asam amino, dan asam amino merupakan
suatu bentukan protein yang lebih kecil. Remuzzi dkk (1997)

12
menjelaskan bahwa lisosom akan segera mencerna dan mengolahnya,
dan dengan segera bertindak melakukan endositosis. Struktur asam
jengkolat merupakan L-asam amino, dan tubuh memang hanya
mempunyai enzim pencerna untuk L-asam amino.Tetapi asam
jengkolat tidak termasuk dalam 20 asam amino pembentuk protein,
sehingga tubuh akan menolak untuk mengolahnya. Karyadi dan
Muhilal (1994), menjelaskan potensi toksik dari asam amino yang
diberikan secara berlebih. Sesuai dengan umur terbanyak penderita (4-
7 tahun), kebutuhan metionin + sistin berkisar antara 22-27
mg/kgBB/hari. Dengan bobot badan rata-rata 15 Kg, maka kebutuhan
metionin + sistin maksimal 405 mg perhari. Dengan makan 1 jengkol,
seorang anak telah mengkonsumsi 150 mg asam jengkolat yang
notabene juga merupakan sistin, sehingga dengan memakan 2 jengkol,
kebutuhan maksimalnya cenderung telah dilampaui. Sifat sel tubulus
untuk mereabsorbsi asam amino asam jengkolat ditambah masuknya
asam jengkolay dari kapiler peritubuler, dan terlebih lagi dengan sel
tubuli yang tidak mampu mengolah asam amino jengkolat,
memungkinkan asam jengkolat sebagai asam amino bermasalah berada
pada sel tubulus ginjal dalam jumlah berlebih. Kondisi ini
memungkinkan asam jengkolat secara langsung dapat mengakibatkan
terjadinya stres protein. Organel akan bengkak dan akhirnya pecah.
Enzim pencerna sel akan keluar ke sekitarnya. Keluarnya enzim
pencerna seluler ini ke jaringan sekitar, tentu bersifat sangat merusak
dan akan mengakibatkan hancurnya dinding sel tubulus dan endotel
pembuluh darah peritubuler.
3. Kerusakan organel juga akan mengakibatkan rusaknya peroksikom,
ayng kaya dengan ion H+.20 Keluarnya asam ini akan menyebabkan
sinyal untuk ginjal mengeluarkan lebih banyak asam dan pH urin akan
menurun secara bertahap.19
4. Gangguan pH dan stres protein dapat menyebabkan enzim asetilkolin
esterase terhambat kerjanya, dan akan terbentuk oksigen reaktif.
Poovala dkk,mengatakan bahwa oksigen reaktif ini akan

13
mengakibatkan rusaknya tubulus ginjal melalui kerusakan lisosom, dan
senyawa radikal bebas ini akan bekerja secara langsung, dan akan
mengakibatkan kerusakan sel tubulus. Lameire dan Vanholder (2001)
menjelaskan terjadinya sejumlah respon metabolik bila tubulus
mengalami iskemia atau nefrotoksik yang mengakibatkan deplesi ATP
sel, pembengkakan sel, meningkatnya kadar ion Ca bebas dalam
intrasel, aktifnya enzim fosfolipase yang akan merusak lapisan lemak
pada plasma membran dan organel subseluler, akrtfinya protease, dan
meningkatkan pembentukan oksigen radikal. Oksigen radikal seperti
NO (nitrogen monoksida), akan menyebabkan terkelupasnya epitel
tubulus (detachment) dan degan cepat berkembang menjadi nekrosis
tubulus akut.
Nekrosis yang terjadi bisa sangat luas, dan bersifat sangat akut, sehingga
mampu
menimbulkan gagal ginjal akut. Perdarahan yang ditimbulkannya juga dapat
bersifat masif, dan akibat dinding tubulus juga rusak, darah dapat masuk ke
tubulus, keluar bersama urin, sehingga dapat dilihat secara kasat mata (gross
hematuria). Kemungkinan hebatnya perdarahn ini dapat menjelaskan bahwa
kadang-kadang dapat ditemukan gumpalan darah di kandung kemih.19
Di lain pihak, obstruksi oleh kristal dapat juga mengakibatkan
meningkatnya tekanan intraluminar sehingga cairan dari lumen berbalik kearah sel
tubulus dan jaringan intersisial (back leak). Sel ini akan mengakibatkan
menumpuknya cairan dan sampah metabolisme dalam sel tubulus dan jaringan
intersisial dan bila prosesnya berlanjut, akan mengakibatkan kematian jaringan
yang luas. Nekrosis tubulus dapat terjadi. Bila kerusakannya berat, perdarahan
dapat juga terjadi. Selain itu, pembentukan kristal juga daoat menyebabkan
terjadinya perdarahan akibat perlukaan dinding yang dilengkapi oleh otot polos.
Pada perdarahn akibat pergesekan ini, kristal harus dalam bentuk kristal komplek
yang sudah keras. Tipe perdarahan seperti ini, dapat terjadi dari ureter sampai
uretra, Dalam masalah keracunan jengkol yang disertai obstruksi oleh kristal, baik
yang mengakibatkan nekrosis jaringan, ataupun yang menimbulkan perdarahan,
prosesnya berlangsung lama. Mengingat cepatnya muncul gejala keracunanm sulit

14
untuk menjelaskan bahwa kristal menjadi penyebab pokok pada masalah
keracunan jengkol.19

2.2.2.3. Hematuria Pada Keracunan Jengkol


Salah satu gejala pada keracunan jengkol adalah hematuria, dan selama ini
diyakini ditimbulkan oleh tajamnya kristal yang menggores dinding sistem
perkemihan. Bentuk kristal asam jengkolat memang runcing, dan adakalanya
pembentukan kristal begitu hebatnya sehingga dapat ditemukan pada orifisium
ureter eksterna, kandung kemih, orifisium uretra eksterna terutama di fosa
navikularis penis, dan lebih hebat lagi, dapat ditemukan pada jaringan intersisial
penis, skrotum, suprapubis, dan daerah inguinal.19
Anggapan para klinisi tentang hematuria ini juga bervariasi, tetapi
umumnya berpendapat bahwa kemunculan hematuria pada penderita keracunan
yang datang untuk ditolong, mengindikasikan kondisi penderita dalam keadaan
keracunan berat. Keadaan di lapangan (wawancara dengan penggemar jengkol)
kelihatannya berbeda dalam memandang suatu hematuria, karena bagi mereka ini
adalah biasa bila kencing berdarah setelah makan jengkol. Pendapat penggemar
ini kelihatannya sesuai dengan yang ditemukan oleh Vachvanichsanong dan Lebel
(1997), yang melakukan survei pada 609 anak di daerah yang banyak tumbuh
jengkol sejumlah 80% mengaku penggemar jengkol, dan di antara mereka ini,
31% mengaku dalam 24 jam terakhir telah makan jengkol dimana pemeriksaan
urin menunjukkan bahwa 7,8% hematuria, 8,4% kristaluria, dan 7,0% lekosituria
(pyuria), juga ditambahkan bahwa resiko hematuria tidak mengurangi minat
makan jengkol.19
Hematuria diperiksa dengan memakai mikroskop biasa, dan eritrosit
secara utuh dapat dilihat dengan baik. Segasothy dkk 1995, memeriksa struktur
mikroskopik eritrosit dalam di urin memakai fase kontras, tidak melihat ada
bentuk yang gepeng, semuanya isomorfik dan menyimpulkan sebagai perdarahan
non-glomerular.19
Hematuria ini sering dapat dilihat secara kasat mata (gross hematuria),
bahkan pada penderita yang ditangani oleh Siswan (1992) bekuan darah keluar
saat kandung kemih dibilas.19

15
Untuk masalah keracunan jengkol ini, hematuria oleh kristal asam
jengkolat, bila timbul akibat robekan dinding oleh ketajaman kristal maka sebagai
konsekuensi perdarahan terbuka, akan ditemukan penyebab terletak pada segmen
bawah sistem kemih (ureter sampai uretra), butiran eritrosit tidak ditemukan di
daerah nefron fungsional khusunya pada segmen atas. Eritrosit baru kemudian
dapat ditemukan bila sumbatan oleh kristal telah mengakibatkan pembendungan
lanjut yang telah mencapai glomerulus.19
Bila masalahnya diakibatkan bahan nefrotoksik, dan dengan mengingat
kemungkinan awal terjadi lebih dahulu di daerah tublus proksimal, maka butiran
eritrosit mungkin dapat ditemukan mulai dari tubulus daerah kortikal ginjal
sampai ke kandung kemih. Butir eritrosit tidak ditemukan di lumen kapsula
bowman sepanjang anyaman glomerular tidak mengalami kerusakan.19
Pemeriksaan struktur mikroskopik eritrosit memakai kontras, tidak
menunjukan adanya anisomorfisme butir darah, dan ini mengindikasikan bahwa
darah berasal dari keluarnya darah langsung dari pembuluh darah yang terbuka.
Hasil pemeriksaan histopatologi yang menunjukkan bahwa ureter dan vesika
urinaria hanya menunjukkan dilatasi ringan tanp ada kerusakan pada epitel
dinding, dapat memastikan bahwa sumber perdarahn terletak pada bagian yang
lebih tinggi. Pengamatan histopatologi pada tubulus moduler yang juga cenderung
tergolong gangguan ringan, juga mengindikasikan bahwa sumber perdarahan
bukan dari bagian medula ginjal, tetapi berasal dari bagian yang lebih tinggi.19

2.2.2.4. Keluhan Nyeri Pinggang


Salah satu keluhan yang menonjol adalah nyeri pinggang, baik yang
disebut kolik maupun sakit pinggang. Keluhan nyeri pinggang dan kolik ini
menunjukkan suatu nyeri berkepanjangan, yang melibatkan serabut saraf tipe C
sebagai penghantarnya. Untuk rasa nyeri tipe ini, bradikinin memegang peranan
pokok dalam memicu munculnya rasa nyeri ini, dan derajat nyeri bertambah
dengan adanya pengaruh prostaglandin yang juga dikeluarkan pada kerusakan sel.
Bradikinin menjadi aktif bila enzim lisozim keluar dari jaringan yang rusak.
Bradikinin juga punya kontribusi dalam reaksi peradangan.20

16
Untuk rasa nyeri ini, kolik akan lebih dominan bila ada sumbatan pada
ureter, dan rasa pegal akan lebih dominan bila reseptor nyeri pada kapsul ginjal
terangsang. Perlu dicatat disini bahwa frekuensi kolik dan pegal terjadi sama
banyak pada penderita yang dirawat.19
Bila asam jengkolat mebimbulkan masalah awal melalui pemebntukan
kristal yang menymbat ureter, kolik akan mengawali segala keluhan. Bila bahan
nefrotoksik menimbulkan masalah awal melalui kerusakan jaringan, maka rasa
pegal akan mengawali keluhan.19
Kerusakan sel di daerah tubulus kortikal, dapat mengakibatkan
dikeluarkannya kinin-kinin seperti bradikinin, dan bersamaan dengan
dikeluarkannya prostaglandin ke daerah kerusakan, akan timbul rasa nyeri hebat.
Hal ini dapat menjawab mengapa muncul nyeri kolik dan nyeri pinggang dalam
waktu singkat, sejalan dengan munculnya hematuria.19

2.2.2.5. Perubahan pH urin


Buah jengkol mampu menimbulkan urin yang sangat asam, walaupun
asam jengkolat bersifat amfoter dan merupakan asam lemah. Oen dkk (1972)
mendapat hasil pH 5-5,5 pada urin penderita keracunan dan orang percobaan yang
ditelitinya. Adanya kristal dalam urin, dan dengan pH isoelektrik 5,5 dari asam
jengkolat, mengajak berpikir ada saat dimana pH di bagian ginjal tertentu telah
mencapai pH 5,5, bahkan bisa lebih rendah lagi.19
Urin manusia memiliki pH berkisar 4,5-8,0 dan berfluktuasi sesuai dengan
kondisinya. Darah arteri memiliki pH 7,40, dengan kisaran plus minus 0,05.20
Diatas 7,45 sudah terjadi alkalosis, sedang di bawah 7,40 sudah terjadi
asidosis. Untuk mempertahankan pH darah dengan kisaran sempit ini, tubuh
dilengkapi oleh berbagai sistem sistem dapar (buffer). Ginjal juga mengemban
tugas ini sebagai lini ketiga, dengan mangatur ekskresi ion H+, ion HCO3- dan
NH3 (amonia).19
Oen dkk (1972) mencatat pH urin berkisar pada 5,0-5,5, suatu pH yang
sangat asam, sehingga patut diduga telah terjadi suatu masalah pada tubuh,
sehingga ginjal terpacu kuat untuk mengeluarkan banyak asam ke dalam lumen
19
saluran kemih. Secara fisiologis tubuh akan memakai ginjal untuk membantu

17
membuang kelebihan asam dalam tubuh, bila lini pertama (dapar kimiawi) dan
lini kedua (dapar respirasi) mengalami kesulitan dalam mempertahankan pH
tubuh agar tetap diatas pH 7,35 (pH terendah tubuh). Ini mengindikasikan bahwa
ginjal telah memperoleh sinyal adanya kelebihan asam, baik ekstrasel maupun
intrasel, sehingga segera bekerja membuang kelebihan beban asam dalam tubuh,
apapun penyebabnya. 20
Dalam penelitian Togi (2002) terhadap marmut, ia mendapatkan kristal
asam jengkolat pada beberapa urin marmut, ini menunjukkan bahwa pada sistem
nefron ginjal, kemungkinan telah terjadi penurunan pH isoelektrik 4,5 telah
tercapai, walaupun pH urin yang terendah hanya tercatat sebesar 7,30. Kristal
yang ditemukan pada keadaan pH yang basa ini, dapat dimungkinkan selama
tingkat kejenuhan kelarutannya maksimal.19
Terbukti secara statistik bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pH
urine antara paparan jengkol dengan kelompok tanpa paparan jengkol dan
perbedaan tersebut berhubungan dengan perbedaan dosis paparan jengkol. Akan
tetapi tidak terdapat hubungan yang bermakna kadar ion bikarbonat (HCO3)
dalam darah dengan pemberian jengkol.17

2.2.2.6. Munculnya Anuria


Schureks dan Johns (1997), mengatakan bahwa tubulus proksimal harus
dilindungi terhadap kemungkinan tejadinya defisiensi oksigen karena tubulus
proksimal punya kapasitas yang kecil terhadap oksidasi glikolitik. Untuk itu,
kelemahan ini dilindungi melalui tubulo glomerular feedback (TGF). Bagian
terminal akhir dari segmen tebal yang menaik (tubulus distal), yaitu makula
densa, bertindak sebagai alat picu untuk pelaksanaan TGF, dan mengatur agar laju
filtrasi tidak terlalu besar dan membebani tubulus karena tubulus akan perlu lebih
banyak oksigen saat melakukan reabsorbsi aktif. Alat picu bekerja bila terjadi
kenaikan kadar ion natrium. Perubahan pada glikolisis, secara dramatis akan
mengakibatkan perubahan efisiensi daya transpor dari bagian segmen tebal yang
menaik.19
Kerusakan daerah tubulus kortikal, menyebabkan kemampuan tubulus
proksimal menurun dalam melaksanakan reabsorbsinya. TGF yang terpicu untuk
bekerja, dengan segera akan menurunkan daya transpornya, dan bersamaan

18
dengan diperintahkannya glomerulus mengurangi laju filtrasinya, akan
menyebabkan terhentinya aliran kemih, dan terjadilah anuria.19
Kristal-kristal asam jengkolat yang telah terbentuk, pada gilirannya akan
mengendap sejalan dengan berhentinya aliran kemih. Endapan yang banyak akan
mampu mengakibatkan sumbatan, dan ini akan mengakibatkan bertambah
beratnya keadaan.19

2.2.3. Kriteria Diagnostik


Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai
dengan racun penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun
pada sisa barang bukti. Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan
adalah dapat ditemukan racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh korban, jika
racun menjalar secara sistemik serta terdapatnya kelainan pada tubuh korban, baik
mikroskopik yang sesuai dengan racun penyebab. Disamping itu perlu pula
dipastikan bahwa korban tersebut benar-benar kontak dengan racun.14
Yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan korban keracunan ialah :
keterangan tentang racun apa kira-kira yang merupakan penyebabnya, dengan
demikian pemeriksaan dapat dilakukan dengan lebih terarah dan dapat menghemat
waktu, tenaga dan biaya.14
Pada Jengkolisme Penetapan diagnosis keracunan jengkol bagi seorang
dokter yang pemah melihat kasus keracunan jengkol dan pernah mencium bau
khas jengkol memang tidak terlalu sulit. Anamnesa yang cukup teliti akan
mengungkapkan bahwa gejala-gejala keracunan timbul beberapa waktu setelah
memakan buah jengkol.15 Selain anamnesa juga diperlukan pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya.

2.2.4. Gejala dan Tanda Jengkolisme


Sindrom jengkolisme secara dominan lebih banyak terjadi pada laki-laki
daripada wanita dengan rasio 7:1. Insidensi jengkolisme meningkat pada bulan
September sampai dengan Januari saat pohon jengkol berbuah. Sindrom yang
terjadi tidak serta merta muncul sesaat setelah mengkonsumsi jengkol. Laporan
kasus oleh Bunawan et al. (2014), sindrom jengkolisme muncul 2-12 jam paska

19
mengkonsumsi jengkol. Gejala yang muncul lebih banyak terjadi pada sistem
nefrourologi. 12
Bunawan et al. (2014) telah membuat laporan kasus pasien penderita
jengkolisme. Gejala jengkolisme muncul 2-12 jam paska konsumsi biji jengkol
berupa nyeri kostovertebrae (flank pain), spasme vesika urinari (VU), disuria,
kolik, flatulen, muntah, dan gangguan gastrointestinal berupa diare atau
12,13
konstipasi. Dimana bila dipersenkan, gejala-gejala dominan yang muncul
adalah nyeri kolik abdomen 70%, disuria 66%, oligouria 59%, hematuria 55% dan
hipertensi 36%. 12
Urin penderita pada awalnya akan berwarna putih seperti susu yang
kemudian menjadi merah akibat hematuri. Hasil urinalisis didapatkan albumin, sel
epitel, cast, eritrosit, dan terkadang ditemui kristal jengkolat yang berbentuk
seperti jarum. Pembentukan kristal jengkolat dipengaruhi oleh derajat keasaman
(pH) dimana asam jengkolat akan mengkristal pada suasana asam. 12
Jengkolisme memiliki 2 gambaran klinis berupa: 1) gejala ringan berupa
nyeri dan hematuria akibat obstruksi ureter oleh kristal jengkolat (ureterolitiasis)
dan 2) gejala yang berat berupa hipertensi, oligouria, dan azotemia walaupun
jarang. Jengkolisme dan anuria mampu menyebabkan kematian walaupun
kasusnya jarang. Pemeriksaan laboratorium pada anuria digunakan untuk
mendukung gagal ginjal akut. Diagnosis klinis berupa flank pain, mual, muntal,
dan hematuria yang nyata terjadi karena adanya obstruksi di ureter maupun
uretra.13 Kristal melukai jaringan ginjal sehingga menyebabkan perdarahan.
Endapan metabolik juga mampu menyebabkan obstruksi uretra sehingga
menyulitkan pemasangan kateter. 12
Kejadian jengkolisme pada anak jarang terjadi. Studi kasus oleh
Vachvanichsanong & Lebel (1997) pada pasien anak yang menderita jengkolisme,
12
sindrom ini terjadi setelah anak tersebut mengkonsumsi jengkol 4 kali.
Penderita jengkolisme dapat mengalami gangguan elektrolit dan asidosis. Urin
dan nafas penderita yang berbau sulfur juga bisa menjadi diagnosis presumtif
terjadinya intoksikasi asam jengkolat.16

20
2.2.5. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
Pada jengkolisme dapat dilakukan laboratorium rutin dan pemeriksaan
penunjang berupa Faal ginjal (kadar ureum, kreatinin), urinalisa (untuk
menentukan kadar eritrosit dalam urine), pemeriksaan urin dan sedimen (Untuk
menentukan PH urin dan ada atau tidaknya kristal asam jengkol), histopatologi
ginjal, radiologi (foto polos abdomen, BNO) dan USG Abdomen.17,18
Parameter untuk menyatakan bahwa seseorang keracunan jengkol dapat
dinilai dari pemeriksaan urin. 1). Terjadinya hematuria mikroskopik atau
makroskopik dan 2). Terdapat kristal asam jengkolat dalam urin. yang diperiksa
melalui pemeriksaan mikroskopik pembesaran 10 x 45. Kristal masih dapat
ditemukan bila contoh urin segar kita ambil, tetapi beberapa lama kemudian
kristal akan menghilang bila urin disimpan lama. Khusus untuk butir eritrosit, bila
ditemukan eritrosit dalam urin, dilakukan pemeriksaan mikroskopik lanjutan
memakai fase kontras. Biasanya ditemukan bentuk eritrosit yang isomorfik. Selain
itu dari urin juga dapat dinilai Warna dan kekeruhan urin yang dilihat secara kasat
mata, bau dengan menciumnya dan menentukan pH dengan kertas lakmus Merck
pH 0 - 14.19
Pada pemeriksaan faal ginjal dapat ditemukan kadar kreatinin yang normal
atau dapat juga meningkat12,19 Untuk mengetahui adanya obstruksi akibat spasme
atau kelainan pada sistem saluran kemih dapat dibuktikan dengan penunjang
radiologis seperti foto polos abdomen atau BNO.12
Pada pemeriksaan USG abdomen dapat ditemukan adanya hidronefrosis
ginjal.12 Pemeriksaan histiopatologis (biopsi) ginjal dan saluran kemih dapat
ditemukan adanya hiperemi pada ginjal dan hemoragi pada uretra.17 Sagasothy
dkk (1995) tidak menemukan adanya kerusakan pada glomerulus namun terjadi
nekrosis yang luas pada tubulus. Pemeriksaan biopsi ginjal oleh Alatas (1994),
menemukan adanya kerusakan epitel pada tubulus daerah proksimal. Namun,
biopsi masih diperdebatkan penggunaanya karena pasien jengkolisme biasanya
datang dengan kondisi akut.12

21
2.2.6. Penatalaksanaan Jengkolisme
Reimann & Sukaton (1956) melaporkan bahwa pasien dengan jengkolisme
sebagian besar memerlukan tindakan suportif selama 3 hari. Jengkolisme ringan
tidak memerlukan terapi spesifik selain kontrol nyeri dan hidrasi (banyak minum).
Jengkolisme berat dengan gejala anuria dan diduga mengalami GGA memerlukan
analgesik, hidrasi cepat, dan alkalinisasi urin menggunakan sodium bikarbonat
sebagai antidotum untuk meningkatkan kelarutan kristal asam jengkolat. Dosis
yang dapat diberikan 0,5 – 2 gram 4x/hari secara oral pada anak-anak dan 4x2
gram hari pada orang dewasa.3,20 Namun, apabila tidak didapatkan sodium
bikarbonat, terapi dapat diganti menggunakan minuman berkarbonasi. 12
Dalam kondisi keracunan penting untuk pemantauan ketat status cairan
dan elektrolit pasien karena kondisi pasien dapat memburuk secara tiba-tiba dan
berat. Bila telah terjadi gagal ginjal akut atau komplikasi dari gagal ginjal akut
maka berikan terapi sesuai gagal ginjal akut atau komplikasi yang muncul, tidak
ada antidotum yang spesifik. Seperti tabel dibawah ini: 3,20
Tabel 4. Pengobatan Suportif pada Gagal Ginjal Akut

Terapi konservatif yang dilakukan pada jengkolisme berat dengan anuria


terkadang tidak berespon secara maksimal sehingga memerlukan tindakan

22
operasi. 12 Laporan kasus yang dilakukan oleh Wong et al. bahwa obstruksi pada
saluran kemih akibat endapan metabolik dan kalkuli dari kristal jengkolat perlu
dilakukan irigasi uretra, kateterisasi, atau pemasangan stent dan bypass untuk
mengurangi obstruksi. 18
Pencegahan kejadian jengkolisme sulit dilakukan karena kejadian dan pola
kerentanan individu terhadap asam jengkolat yang berbeda. Insidensinya sangat
langka. Sindrom jengkolisme sangat beragam, bahkan tidak tergantung dari
prosedur pengolahannya. Tidak semua individu dapat terkena jengkolisme dengan
memakan olahan jengkol dengan prosedur pengolahan yang sama. Kerentanan
individu terhadap GGA juga tidak tergantung dari frekuensi konsumsinya.12
Namun demikian, untuk meminimalisir terjadinya keracunan akibat
mengkonsumsi jengkol, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :3
- Hindari mengkonsumsi jengkol pada saat perut kosong (sebelum makan)
dan/atau jangan disertai makanan/ minuman lain yang besifat asam.
- Hindari mengkonsumsi jengkol dalam keadaan mentah. Sebaiknya jengkol
dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi agar kandungan asam
jengkolatnya dapat berkurang. Jengkol mentah mengandung asam
jengkolat lebih banyak daripada jengkol yang sudah dimasak.
- Biji jengkol dapat dipendam dahulu di dalam tanah sebelum dimasak agar
kandungan asam jengkolatnya dapat berkurang.
- Jangan mengkonsumsi jengkol secara berlebihan, terutama bagi individu
yang mengalami gangguan ginjal.

23
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Jengkol mengandung asam jengkolat yang berperan utama dalam
etiopatogenesis jengkolisme melalui reaksi hipersentivitas, efek toksis
langsung asam jengkolat terhadap parenkim ginjal, endapan metabolik
jengkol, spasme ureter, atau adanya obstuksi saluran kemih oleh kristal
jengkolat (urolitiasis jengkolat).
2. Gambaran klinis jengkolisme: a) gejala ringan berupa nyeri dan hematuria
akibat obstruksi ureter oleh kristal jengkolat (ureterolitiasis) dan b) gejala
yang berat berupa hipertensi, oligouria, dan azotemia.
3. Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai
dengan racun penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya
racun pada sisa barang bukti. Yang terpenting pada penegakan diagnosis
keracunan adalah dapat ditemukan racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh
korban, jika racun menjalar secara sistemik serta terdapatnya kelainan pada
tubuh korban, baik mikroskopik yang sesuai dengan racun penyebab.
Disamping itu perlu pula dipastikan bahwa korban tersebut benar-benar
kontak dengan racun.
4. Parameter untuk menyatakan bahwa seseorang keracunan jengkol dapat
dinilai dari pemeriksaan urin. 1). Terjadinya hematuria mikroskopik atau
makroskopik dan 2). Terdapat kristal asam jengkolat dalam urin. yang
diperiksa melalui pemeriksaan mikroskopik pembesaran 10 x 45. Selain itu
dari urin juga dapat dinilai Warna dan kekeruhan urin yang dilihat secara
kasat mata, bau dengan menciumnya dan menentukan pH dengan kertas
lakmus Merck pH 0 - 14.
5. Jengkolisme ringan tidak memerlukan terapi spesifik selain kontrol nyeri dan
hidrasi (banyak minum)..
6. Pencegahan kejadian jengkolisme sulit dilakukan karena kejadian dan pola
kerentanan individu terhadap asam jengkolat yang berbeda.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Tambunan T. Nefrologi Anak : Keracunan Jengkol Pada Anak. Jakarta : Balai


Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993.
2. Ismail R, Sugeng B, Thalut K. 1987. Jengkolic Acid Intoxication : An Acute
Paediatric Problem in West Sumatera, Southeast Asian. J.Surgery, Vol 10
(2).1987: 112–115.
3. _____. Bahaya Keracunan Asam Jengkolat.
http://ik.pom.go.id/v2014/artikel/BAHAYA-KERACUNAN-
ASAMJENGKOLAT4.pdf. Diakses Oktober 2015.
4. Pitojo S. Jengkol: Budidaya dan Pemanfaatannya. Jogjakarta : Penerbit
Kanisius, 1992.
5. Suharjono, Sadatun. Djengkol Intoxication in Children. Paediatrica Indonesia
8, 1968.
6. Winarno. Senyawa Beracun Dalam Bahan Pangan dalam: Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta : PT. Gramedia, 1984.
7. Oey, KN. Zat-zat toksik yang secara alamiah ada pada bahan makanan
nabati. Cermin Dunia Kedokteran, 1989 ; 58:24-28.
8. Van Veen AG, Hyman AJ. On the toxic component of the djenkol
bean. Geneesk. Tijdschr. Nederl. Indie, 1933; 73: 991.
9. Du Vigneaud V, Patterson WI. The synthesis of djenkolic acid. J. Biol. Chem,
1936; 114: 533–538.
10. D'Mello, J. P. Felix.1991. Toxic Amino Acids. In J. P. F. D'Mello, C. M.
Duffus, J. H. Duffus (Eds.) Toxic Substances in Crop Plants. Woodhead
Publishing. pp. 21–48. ISBN 0-85186-863-0. Diakses Oktober 2015.
11. Combest, W., Marian N., Austin C., & June HK. Effects of Herbal
Supplements on the Kidney. Complementary and Preventive Medicine, 2005;
25(5): 381-403
12. Bunawan, NC., Ashgar R., Kathleen PW., & Nancy EW. 2014. Djenkolism:
Case Report and Literature Review. International Medical Case Reports
Journal, 2014; 7: 79-87

25
13. Majid, AM. & Nahdzatul SM. Pithecellobium jiringa: A Traditional
Medicinal Herb. WebmedCentral, 2010; 1-4
14. Budiyanto, A et al. Ilmu Kedokteran Forensik, Ed.2. Jakarta : Bagian
Kedokteran Forensik FK UI, 1997.
15. Oen LH. Peranan Asam Jengkol Pada Keracunan Buah Jengkol. Dalam
Simposium Nasional Masalah Penyakit Ginjal dan Saluran Kemih di
Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran 1982; 28:59−60.
16. Adler SG. & Jan JW. A Case of Acute Renal Failure. Clinical Journal of
Americal Society of Nephrology, 2006; 1: 158-65
17. ____. Pengaruh Pemberian Jengkol Pada Saluran Kemih. Majalah
Kedokteran Andalas No. 2. Vol.28, 2004.
18. Wong, JS., Ong TA., Chua HH., & Tan C. Acute Anuric Renal Failure
Following Jering Bean Ingestion. Asian Journal of Surgery, 2007; 30(1): 80-1
19. Sinaga TH. Dampak Pemberian Berbagai Dosis Keracunan Asam Jengkolat
pada Sistem Perkemihan Marmut (Cavia porcellus).
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/769. Diakses Oktober,2015.
20. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (Ed). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5, Jakarta : InternaPublishing, 2010.
21. Mathew, AJ. & Jacob G. Acute Kidney Injury in the Tropics. Annals of Saudi
Medicine, 2011; 31(5): 451-6.
22. Ibrahim, IA., Suhailah WQ., Mahmood AA., Amal RM., Siddiq IA., & Fouad
HA. Effects of Pithecellobium jiringa Ethanol Extract Against Ethanol-
Induced Gastic Mucosal Injuries in Sprague-Dawley Rats. Molecules,
2012;17: 2796-811.
23. World Health Organization (WHO). Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit (Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di
Kabupaten/Kota), 2009.

26

Anda mungkin juga menyukai