Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

ENZIMOLOGI

ACARA VI
PEMBUATAN MEDIUM PRODUKSI DAN PRODUKSI ENZIM INTRASELULER
DAN EKSTRASELULER

Nama : Matthew Arriel C. Loedji


NIM : 24020220130061
Kelompok :1
Asisten : Immaculata Stefania

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
ACARA VI
PEMBUATAN MEDIUM PRODUKSI DAN PRODUKSI ENZIM INTRASELULER
DAN EKSTRASELULER

I. TUJUAN
Mampu membuat medium produksi enzim dan pengukuran aktivitasnya
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Media Pertumbuhan
Media pertumbuahan adalah campuran nutrien atau zat makanan yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan. Media selain untuk
menumbuhkan mikroba juga dibutuhkan untuk isolasi & inokulasi mikroba serta
untuk uji fisiologi dan biokimia mikroba. Media yang baik untuk pertumbuhan
mikroba adalah yang sesuai dengan lingkungan pertumbuhan mikroba tersebut,
yaitu : susunan makanannya dimana media harus mengandung air untuk menjaga
kelembaban dan untuk pertukaran zat atau metabolisme, juga mengandung
sumber karbon, mineral, vitamin dan gas, tekanan osmose yaitu harus isotonik,
derajat keasaman/pH umumnya netral tapi ada juga yang alkali, temperatur harus
sesuai dan steril. (Yusminar et. al., 2017)
2.2 Xilanase
Xilanase merupakan enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri untuk
menghidrolisis xilan (polisakarida) yang terdapat pada media menjadi molekul
gula sederhana yang akan dimetabolisme di dalam sel. Oleh karena itu substrat
xilan yang terkandung pada media berpengaruh terhadap aktivitas dan
produktivitas enzim xilanase Hasil hidrolisis xilan oleh xilanase adalah
xilooligosakarida (XOS) dan selanjutnya menjadi monomernya yaitu xilosa,
arabinose dan asam glukoroni. Xilanase dapat dihasilkan oleh mikroba dan
memiliki aplikasi yang luas, misalnya dalam bidang peternakan, meningkatkan
aroma jus dan anggur serta likuifikasi buah dan sayur, sebagai agen klarifikasi
dalam pembuatan wine, untuk pemutihan kertas, peningkatan kualitas roti serta
produksi bioetanol. Namun demikian, saat ini aplikasi xilanase masih belum
optimal meskipun telah banyak penelitian yang melaporkan adanya mikroba
unggul penghasil xilanase. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya
pengoptimalan potensi dari mikroba unggul penghasil xilanase. (Zheng et al.
2011).
2.3 Uji Aktivitas Enzim Xilanase
Aktivitas xilanase dilakukan bersamaan dengan pembuatan kurva tumbuh
dengan cara memanen kultur dalam media untuk kemudian disentrifugasi pada
kecepatan 15000 g selama 15 menit pada suhu 4 oC setiap 2 jam untuk
mendapatkan supernatan. Supernatan sebagai ekstrak enzim kasar (EEK) diukur
aktivitasnya dengan menggunakan metode DNS. Substrat yang digunakan untuk
mengukur aktivitas enzim xilanase adalah xilan Beechwood 0.5% dengan waktu
inkubasi 30 menit. Uji stabilitas enzim dilakukan dengan menginkubasikan
ekstrak kasar enzim pada dua suhu yang berbeda, yaitu pada suhu optimumnya,
dan suhu ruang. EEK diuji setiap jam pada pH dan suhu optimumnya dengan
substrat xilan 0.5%. Pengujian dilakukan hingga enzim tidak memiliki aktivitas
lagi. Daya tahan enzim diketahui dengan menghitung nilai (%) aktivitas enzim
relative. (Inayah, 2016)
2.4 Bahan
2.4.1 Amilum
Pati atau amilum yang umum digunakan dalam industri farmasi terbagi
menjadi 2, yaitu amilum alami dan amilum yang dimodifikasi. Amilum
alami (native starch) merupakan amilum yang dihasilkan dari umbi –
umbian dan belum mengalami perubahan sifat fisika dan kimia atau diolah
secara fisika-kimia. Kekurangan dari amilum alami yang digunakan sebagai
eksipien dalam tabet memiliki yang dapat mempengaruhi sifat fisik granul,
yaitu mempunyai daya alir dan kompaktibilitas yang kurang baik. Hal ini
disebabkan amilum alami mengandung banyak amilosa sehingga bersifat
kering, kurang lekat dan cenderung menyerap banyak air. Salah satu
sumber tanaman penghasil pati adalah jagung. Jagung mempunyai beragam
jenis amilum, mulai dari amilosa dan amilopektin rendah sampai tinggi.
Pati merupakan komponen utama dalam biji jagung, sekitar 72-73% dari
total berat (Wani, et al., 2010).
2.4.2 Ekstrak Ragi
Ekstrak yeast mengandung komponen dari sel yeast yang larut dalam
air yaitu asam amino, peptida, karbohidrat dan garam. Spesifikasi
ekstrak yeast dalam Indian Standart Institution menyebutkan bahwa ekstrak
yeast umumnya digunakan untuk kerja mikrobiologi atau sebagai suplemen
dalam medium mikrobiologi yang berfungsi sebagai sumber nitrogen.
Ketersediaan nutrisi merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
media pertumbuhan. Media kultur bakteri umumnya mengandung sumber
karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, mineral atau bahan-bahan yang dapat
mendorong pertumbuhan bakteri (faktor tumbuh) seperti ekstrak daging
atau yeast extract. Yeast merupakan mikroorganisme golongan fungi bersel
tunggal dengan ukuran 5 sampai 20 mikron, tidak berflagella dan beberapa
genera membentuk filamen. Berdasarkan proses pembuatannya, yeast
ekstrak dapat dihasilkan dengan beberapa cara yaitu melalui penguraian sel
menggunakan enzim atau dengan kata lain melalui otolisis, hidrolisis dan
plasmolisis (Guan et al, 2013).
2.4.3 Pepton
Pepton merupakan sumber nitrogen sebagai media pertumbuhan
mikroorganisme. Umumnya, pepton berasal dari hewan darat yaitu sapi dan
babi serta turunannya. Penggunaan pepton yang berasal dari babi jelas
diharamkan, sedangkan dari sapi dikhawatirkan terdapat penyakit BSE
(Bovine Spongiform Encephalopathy), dan TSE (Transmissible Spongiform
Encephalopathy) yang dapat menular ke manusia. Sebagai alternatif, pepton
dari limbah pengolahan ikan yang sudah terjamin halal, salah satunya
limbah ikan kurisi (Nemipterus sp.). Produksi pepton halal secara kimiawi
menggunakan pelarut asam, seperti asam format, sitrat, dan propionat
(Pratomo et al, 2020).
2.4.4 MgSO4 7H20
Magnesium sulfat merupakan garam tak berbau yang memiliki rasa asin
yang pahit dan umumnya dijumpai sebagai kristal tak berwarna atau
padatan kristalin putih. Senyawa ini sangat mudah larut dalam air panas.
Magnesium sulfat ialah suatu garam anorganik yang mengandung unsur
magnesium, sulfur dan oksigen, dengan rumus MgSO 4. Dalam molekul
sulfat terdapat ikatan kovalen antara atom belerang (sulfur) dengan atom
oksigen. Di alam senyawa ini terdapat dalam bentuk mineral sulfat.
Magnesium sulfat (MgSO4) atau yang sering disebut dengan garam Inggris
yang dapat dijumpai dalam bentuk magnesium sulfat heptahidrat
(MgSO4.7H2O) merupakan salah satu produk industri. MgSO 4.7H2O atau
magnesium sulfat heptahidrat sering dinamakan dengan garam Epsom
(Ozgoren et al, 2018).
2.4.5 NaCl
Natrium klorida (NaCl) merupakan garam yang paling banyak
ditemukan di dunia. NaCl murni berbentuk kristal kubik berwarna putih
dengan sifat fisik. Umumnya NaCl mengandung pengotor berupa
magnesium klorida, magnesium sulfat, kalsium klorida, kalsium sulfat, dan
air. Pengotor-pengotor ini dapat berada di permukaan kristal maupun
terjebak di dalam kisi kristal. Pengotor di permukaan kristal umumnya
direduksi dengan proses pencucian, sedangkan pengotor di dalam kristal
umumnya direduksi dengan cara rekristalisasi, yaitu dengan melarutkan
kristal kemudian mengkristalkannya kembali. NaCl dapat diklasifikasikan
berdasarkan manfaat utamanya, yaitu garam proanalisis, garam konsumsi,
dan garam industri. Garam proanalisis merupakan garam dengan kemurnian
tinggi (>99%) yang digunakan sebagai reagen dalam analisis di
laboratorium dan industri farmasi. Garam konsumsi umumnya digunakan
untuk konsumsi rumah tangga (garam dapur) sebagai bahan peningkat rasa
makanan. Untuk konsumsi rumah tangga, garam ditambahkan zat aditif
berupa Kalium Iodida (KI) dan Kalium Iodat (KIO3) (Widayat, 2019).
2.4.6 CaCl
Kalsium klorida merupakan senyawa anorganik dengan rumus kimia
CaCl2 berupa padatan kristal yang tak berwarna pada suhu kamar dan
sangat larut dalam air. Senyawa ini memiliki nama IUPAC yaitu calcium
chloride yang biasanya berguna dalam penurunan titik beku, pengolahan
air, medis, sterilisasi hewan, sumber ion kalsium, pengering, dan proses
industri. Senyawa ini berbentuk serbuk putih, yang bersifat higroskopis dan
tidak berbau. Kalsium klorida ini larut dalam CH 3COOH, alkohol, etanol,
metanol, aseton, dan piridin. Tetapi tidak larut dalam NH 3 cair, DMSO,
CH3COOC2H5. Kalsium klorida dijumpai sebagai hidrasi padat dengan
rumus umum CaCl2(H2O)x dengan nilai x = 0, 1, 2, 4, dan 6.  Senyawa ini
terutama digunakan untuk penghilang es dan pengendali debu. Karena
garam anhidrat yang higroskopis (Hussain, 2012).
2.4.7 Bacillus subtilis
Bacillus subtilis merupakan salah satu bakteri antagonis yang banyak
digunakan dalam pengendalian patogen tular tanah. Efektivitas B.
subtilis dalam pengendalian patogen tular tanah pada tanaman jagung telah
dibuktikan oleh beberapa peneliti. B. subtilis merupakan bakteri gram
positif, berbentuk batang, bersel satu, berukuran 0,5–2,5 μm x 1,2–10 μm,
bereaksi katalase positif, bersifat aerob atau anaerob fakultatif, dan
heterotrof. B. subtilis memiliki fisiologi yang berbeda dari bakteri lain yang
bukan patogen, yakni relative mudah dimanipulasi secara genetik dan
mudah pula dibiakkan sehingga dapat dikembangkan pada skala
industry. Di dalam tanah, B. subtilis memanfaatkan eksudat akar dan bahan
tanaman mati sebagai sumber nutrisi. Apabila kondisi lingkungan tidak
sesuai bagi pertumbuhannya, misalnya karena suhu tinggi, tekanan fisik dan
kimia, atau kahat nutrisi, bakteri akan membentuk endospora (Suriani,
2016).
III. METODE
3.1. Alat
3.1.1. Erlenmeyer
3.1.2. Tabung reaksi
3.1.3. Rak
3.1.4. Spektrofotometer
3.1.5. Autoklaf
3.2. Bahan
3.2.1. Amilum
3.2.2. Ekstrak ragi (yeast extract)
3.2.3. Pepton
3.2.4. MgSO4.7H2O
3.2.5. NaCl
3.2.6. CaCl
3.2.7. Isolat Bacillus subtilis
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Pembuatan medium produksi (gr/100) Amilum 1.5; ekstrak ragi 0.4;
pepton 0,1; MgSO4 7H20 0.05 ; NaCl 0.005; CaCl 0.08 selanjutnya
dilarutkan dengan aquades hingga volume 100 ml dan di atur pHnya 7,0.
Setelah itu disterilisasi dengan autoklaf.
3.3.2. Pembuatan starter dilakukan dengan menginokulasikan B. subtilis pada
medium produksi umur 20 jam.
3.3.3. Biakan Bacillus subtilis (umur 20 jam) dimasukkan ke dalam medium
produksi sebanyak 5% (w/v). Dilakukan pengamatan selama 4 sekali
selama 30 jam.
3.3.4. Pengukuran pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer 570 nm.
3.3.5. Selanjutnya, dilakukan pengukuran aktivitas amilase (metode DNS) dengan
menggunakan rumus.
3.3.6. Dilakukan hal yang sama terhadap enzim intraselluler. Perbedaanya terletak
setelah proses pemanen sel. Sel bakteri/jamur dapat dipecah selnya dengan
menggunakan lisozim/glukanex/biolizing enzyme ataupun glass bead.
3.3.7. Setelah proses pemecahan sel selesai dilakukan, maka dilakukan sentrifugas
i dengan kecepatan 4000 rpm.
3.3.8. Supernatan yang didapatkan, selanjutnya dilakukan uji aktivitas enzim (sesu
ai enzim yang akan diujikan).
3.3.9. Selanjutnya uji aktivitas enzim dilakukan dengan metode DNS.
IV.HASIL PENGAMATAN

Menghitung aktivitas enzim xilanase berdasarkan penelitian Purwanti (2015),


dengan data sebagai berikut:

Kadar Xilosa : 800 ppm


Pengenceran : 10-1
v : 1 ml
t : 60 menit
BM Xilosa : 151 g/mol
V. PEMBAHASAN
Praktikum Enzimologi Acara ke VI yang berjudul “Pembuatan Medium Produ
ksi dan Produksi Enzim Intraseluler dan Ekstraseluler” memiliki tujuan agar mahasis
wa mampu membuat medium produksi enzim dan pengukuran aktivitasnya.
Praktikum ini dilaksanakan secara daring menggunakan aplikasi Microsoft Teams
pada tanggal 18 Oktober 2021
5.1 Xilanase
Xilanase merupakan enzim ekstraseluler. Menurut Zheng (2011) bahwa
Xilanase dihasilkan oleh bakteri untuk menghidrolisis xilan (polisakarida) yang
terdapat pada media menjadi molekul gula sederhana yang akan dimetabolisme di
dalam sel. Berdasarkan Zheng (2011) bahwa enzim ini berfungsi dalam bidang
peternakan, meningkatkan aroma jus dan anggur serta likuifikasi buah dan sayur,
sebagai agen klarifikasi dalam pembuatan wine, untuk pemutihan kertas,
peningkatan kualitas roti serta produksi bioetanol. Mekanisme kerja enzim
Xilanase yaitu diperlukan substrat berupa xilan. Xilan yang terkandung pada
media berpengaruh terhadap aktivitas dan produktivitas enzim xilanase Hasil
hidrolisis xilan oleh xilanase adalah xilooligosakarida dan selanjutnya menjadi
monomernya yaitu xilosa, arabinose dan asam glukoroni. Berdasarkan Inayah
(2016) bahwa Hidrolisis lengkap xilan menjadi monomernya memerlukan kerja
sinergi beberapa enzim xilanolitik.
5.2 Pembuatan Media
Media merupakan substansi dalam bentuk cair, setengah padat, atau padat
yang mengandung substrat dan nutrien untuk mendukung perkembangbiakan
mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan Hafsan (2014), yang menyatakan
pentingnya penggunaan media dalam mengultivasi mikroba. Mikroorganisme
memanfaatkan nutrisi yang disediakan dari media berupa molekul-molekul yang
selanjutnya disintesis untuk menyusun komponen sel dan berkembang biak
sehingga sel-sel tersebut dapat dimanfaatkan. Menurut Zetri (2020), komposisi
media cair kultivasi bakteri penghasil xilanase dalam 1 (satu) L adalah 0,1 g
ekstrak khamir, 0,5 g polipepton, 0,1 g K2HPO4, 0,02 g MgSO4.7H2O dan 0,1 g
oat spelt xylan (Sigma). Media diatur pada pH 9,5 dengan menambahkan Na2CO3
1%. Konsentrasi inokulan yang digunakan sebanyak 10%. Inkubasi dilakukan
dengan agitasi 150 rpm pada suhu 30-38°C selama 3 hari untuk menjaga
kesterilan media dan meratakannya. Seleksi koloni bakteri penghasil xilanase
dilakukan secara bertahap berdasarkan zona bening yang dihasilkan di sekeliling
koloni pada media padat di petridish yang bersifat alkali. Tahapan ini merupakan
langkah awal untuk mengetahui apakah isolat tersebut dapat mendegradasi
substrat (xilan) pada media partumbuhannya. Apabila mampu mendegradasi
dengan terbentuknya zona bening di sekeliling koloni maka isolat dinyatakan
menghasilkan xilanase. Pada tahap ini seleksi untuk masing-masing isolat diulang
tiga kali. Menurut Wahyuningsih et al (2018), komposisi NB terdiri dari beef
extract sebagai sumber karbon dan pepton sebagai sumber nitrogen.
5.3 Metode Pengukuran Enzim
Dalam praktikum ini pengukuran enzim menggunakan metode in vivo.
Beberapa pengukurannya menurut Ou et al (2018) adalah fluorescence, activity-
based probes, dan microdialysis. Berdasarkan penelitian Ardiansyah et al (2014),
pemisahan xilanase dilakukan dengan metode sentrifugasi pada kecepatan 6000
rpm. Tahap ini bertujuan untuk memisahkan enzim dari komponen media dan sel-
sel bakteri. Supernatan yang diperoleh merupakan ekstrak kasar xilanase (crude
enzyme). Selanjutnya ekstrak kasar yang diperoleh difraksinasi menggunakan
amonium sulfat, yang bertujuan untuk memisahkan protein enzim xilanase
dengan protein lainnya. Endapan yang diperoleh dari hasil fraksinasi merupakan
protein enzim dengan tingkat kejenuhan yang berbeda yaitu, F1, F2, F3, F4 dan
F5 (perbedaan tingkat kejenuhan ammonium sulfat; 0-20%, 20-40%, 40-60%, 60-
80%, dan 80-100%). Menurut Ou et al (2018), fraksi tersebut selanjutnya
didialisis yang merupakan proses pemurnian lanjutan terhadap protein enzim.
Yang lalu amonium sulfat yang masih terdapat dalam endapan protein enzim
harus dipisahkan, dengan demikian hanya protein enzim saja yang diperoleh.
Dialisis dihentikan jika tidak lagi terbentuk endapan BaSO4, hal ini berarti protein
enzim telah terbebas dari ion sulfat.
5.4 Perhitungan Unit Aktivitas Enzim
Perhitungan nilai aktivitas enzim dilakukan dengan rumus berupa kadar
konsentrasi enzim (C) yang dikalikan dengan faktor pengencerannya (p),
kemudian dibagi dengan berat molekul enzim (BM) yang dikalikan dengan
volume dan waktu inkubasinya. Pada data yang digunakan, diketahui bahwa kadar
enzim (C) xilosa adalah 800 ppm, dan faktor pengencerannya 10¬-1 dan
volumenya 1 ml, dengan waktu inkubasi 60 menit. Berat molekul (BM) xilosa
adalah 151 g/mol. Rumus perhitungan unit aktivitas enzim dapat ditulis sebagai (C
x 1000 x p)/(v x BM x t), yang menghasilkan hasil sebesar 8,83 U/ml. Artinya, B.
subtilis mampu menghasilkan 8,83 unit enzim per mililiter dalam kurun waktu
inkubasi selama 60 menit. Rumus tersebut digunakan untuk enzim ekstraseluler.
Sedangkan rumus yang digunakan untuk enzim intraseluler yang harus melewati
proses sentrifugasi, dihitung dengan menggunakan nilai absorbansinya.
Simanjuntak, et.al. (2021), menyatakan bahwa rumus aktivitas enzim (U/mL)
untuk supernatan yang diamati adalah dengan nilai absorbansi kompleks enzim
substrat dikurangi dengan absorbansi enzim, lalu dikurangi lagi dengan absorbansi
substrat, yang kemudian dikali dengan 1000, lalu dibagi dengan berat molekul
(BM) produk yang dikalikan dengan waktu inkubasi.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim adalah pH, suhu,
inhibitor, konsentrasi substrat, dan konsentrasi enzim. Zhao, et.al. (2011),
menyatakan bahwa kisaran pH 7 sampai 7,5 adalah kondisi yang baik untuk
menjaga kestabilan enzim. Suhu juga memengatuhi kestabilan kerja enzim.
Menurut Herawati (2020), enzim adalah suatu protein sehingga kenaikan suhu
dapat menyebabkan denaturasi enzim dan bagian aktif enzim akan terganggu.
Sedangkan adanya inhibitor akan berikatan dengan sisi aktif enzim dan
mengganggu pengikatan enzim terhadap substrat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Herawati (2020), inhibitor akan menghambat enzim dengan cara
menempel pada bagian enzim dengan cara berikatan langsung pada sisi aktif
enzim sehingga menyebabkan sisi aktif enzim berubah. Aktivitas kerja enzim juga
dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan substrat. Menurut Risnawati et al (2013),
hal tersebut karena kecepatan reaksi akan bertambah seiring dengan bertambahnya
konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi
VI. KESIMPULAN
Medium produksi enzim dibuat dengan memperhatikan kandungan substrat
dan nutrien dalam media agar dapat mendukung pertumbuhan B. subtilis untuk
menghasilkan enzim. Salah satu media yang digunakan dalam praktikum adalah
Nutrient Broth (NB). Sementara metode pengukuran aktivitas enzim dapat dilakukan
menggunakan metode DNS dan spektrofotometer untuk mengetahui aktivitas enzim
tersebut. Aktivitas spesifik xilanase dihitung berdasarkan unit aktivitas xilanase per
mg protein. Selanjutnya dilakukan karakterisasi pada fraksi dengan aktivitas spesifik
tertinggi meliputi suhu, pH dan waktu inkubasi.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Y. T., Mulyani, N. S., & Sarjono, P. R. 2014. Isolasi dan Karakterisasi
Enzim Xilanase dari Bacillus Subtilis pada Media Nutrient Broth dengan
Penambahan Xilan Hasil Isolasi Jerami Padi. Jurnal Kimia Sains dan
Aplikasi, 17(3), 95-99.
Guan, Yuping., Yan Zeng., Wei Bai., YuanxiaSun. 2013. Utilization of Candida
utilis Cellsfor the Production of Yeast Extract : Effect of Enzyme Types,
Dosages and Treatment Time. Advance Journal of Food Science and
Technology. 5(5):551-556.
Hafsan. 2014. Mikrobiologi Analitik. Alauddin University Press: Makassar.
Herawati, I. 2020. Aktivitas enzim protease kapang endofit yang diisolasi dari daun
tanaman pepaya Carica papaya L. UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta.
Hussain PR, Meena RS, Dar MA, Wani AM. 2012. Effect of post-harvest calcium
chloride dip treatment and gamma irradiation on storage quality and shelf-life
extension of Red delicious apple. Journal of food science and technology.
49:415-26.
Inayah, Mazidah, Ambasari, Laksmi, Meryandini, Anja. 2016. Characterization of
Xylanase from Xylanolitic Bacteria XJ20 Isolatedfrom Forest Land Bukit
Duabelas National Park Jambi Indonesia. Jurnal Sumberdaya HAYATI.
2(1):25-30.
Ou, Y., Wilson, R. E., & Weber, S. G. 2018. Methods of Measuring Enzyme
Activity Ex Vivo and In Vivo. Annual review of analytical chemistry (Palo
Alto, Calif.), 11(1):509–533. https://doi.org/10.1146/annurev-anchem-061417-
125619
Ozgoren T, Pinar O, Bozdag G, Denizci AA, Gunduz O, et al. 2018. Assessment
ofpoly(3-hydroxybutyrate) synthesis from a novel obligate alkaliphilic
Bacillusmarmarensis and generation of its composite scaffold via
electrospinning. International journal of biological macromolecules. 119:982-
989.
Pratomo, Moh., d.k.k. 2020. Characteristics of Peptone from Threadfin Bream
(Nemipterus sp.) Waste as a Halal Bacterial Growth Medium. Journal of
Aquaculture and Fish Health. 9(2):104-114.
Risnawati, M., Cahyaningrum, S. E. 2013. Pengaruh Penambahan Ion Logam Ca 2+
Terhadap Aktivitas Enzim Papain. UNESA Journal of Chemistry, 2(1): 76-83.
Shahi, N. & Hasan, Adria & Akhtar, Salman & Siddiqui, Mohammad & Sayeed,
Usman & Khan, Mohammad. (2016). Xylanase: A promising enzyme. 8. 334-
339.
Simanjuntak, E. F., Kusdiyantini, E., & Lunggani, A. T. 2021. Pengaruh variasi
sumber karbon terhadap aktivitas enzim isolat khamir Ep A dari limbah kulit
buah nanas madu (Ananas comocus L.). NICHE Journal of Tropical
Biology, 4(1), 1-7.
Suriani, Muis, Amran. 2016. PROSPEK Bacillus subtilis SEBAGAI AGEN
PENGENDALI HAYATIPATOGEN TULAR TANAH PADA TANAMAN
JAGUNG. J. Litbang Pert. 35(1): 37-45.
Wahyuningsih, N., & Zulaika, E. 2019. Perbandingan Pertumbuhan Bakteri
Selulolitik pada Media Nutrient Broth dan Carboxy Methyl Cellulose. Jurnal
Sains dan Seni ITS. 7(2): 36-38.
Wani, I. A., Sogi, D. S., Wani, A. A., Gil, B.S., dan Shivhare, U. S. 2010. Physico-
chemical properties of starches from Indian kidney bean (Phaseolus vulgaris)
cultivars. Int. J. Food Sci. Technol. 45:2176– 2185.
Widayat. 2019. Production of Industry Salt with Sedimentation-Microfiltration
Process : Optimization of Temperature and Concentration by Using Surface
response Methodology. TEKNIK. 30(1): 11-18.
Yusminar, Wardiyah., Khairun Nida. 2017. Mikrobiologi Dan Parasitologi. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Zetri, P. W. 2020. Potensi Bakteri Termofilik Amobil untuk Produksi Xilanase pada
Variasi Konsentrasi Starter dan Agitasi. Universitas Negeri Padang: Padang.
Zhao, L. et.al. 2011. Extraction, Purification, and Characterization of Fish Pepsin: A
Critical Review. Journal Food Process Technology, 2: 126.
Zheng D, Du G, Chen J. 2011. Yeast extract promotes cell growth and induces
production of polyvinyl; alcohol-degrading enzymes. Enz Research.
2011(1):1-8.
LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 18 Oktober 2021


Mengetahui
Asisten Praktikan,

Immaculata StefaniaMatthew Arriel


NIM. 24020219130031NIM. 24020220130061

Anda mungkin juga menyukai