ENZIMOLOGI
ACARA VI
PEMBUATAN MEDIUM PRODUKSI DAN PRODUKSI ENZIM INTRASELULER
DAN EKSTRASELULER
LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
ACARA VI
PEMBUATAN MEDIUM PRODUKSI DAN PRODUKSI ENZIM INTRASELULER
DAN EKSTRASELULER
I. TUJUAN
Mampu membuat medium produksi enzim dan pengukuran aktivitasnya
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Media Pertumbuhan
Media pertumbuahan adalah campuran nutrien atau zat makanan yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan. Media selain untuk
menumbuhkan mikroba juga dibutuhkan untuk isolasi & inokulasi mikroba serta
untuk uji fisiologi dan biokimia mikroba. Media yang baik untuk pertumbuhan
mikroba adalah yang sesuai dengan lingkungan pertumbuhan mikroba tersebut,
yaitu : susunan makanannya dimana media harus mengandung air untuk menjaga
kelembaban dan untuk pertukaran zat atau metabolisme, juga mengandung
sumber karbon, mineral, vitamin dan gas, tekanan osmose yaitu harus isotonik,
derajat keasaman/pH umumnya netral tapi ada juga yang alkali, temperatur harus
sesuai dan steril. (Yusminar et. al., 2017)
2.2 Xilanase
Xilanase merupakan enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri untuk
menghidrolisis xilan (polisakarida) yang terdapat pada media menjadi molekul
gula sederhana yang akan dimetabolisme di dalam sel. Oleh karena itu substrat
xilan yang terkandung pada media berpengaruh terhadap aktivitas dan
produktivitas enzim xilanase Hasil hidrolisis xilan oleh xilanase adalah
xilooligosakarida (XOS) dan selanjutnya menjadi monomernya yaitu xilosa,
arabinose dan asam glukoroni. Xilanase dapat dihasilkan oleh mikroba dan
memiliki aplikasi yang luas, misalnya dalam bidang peternakan, meningkatkan
aroma jus dan anggur serta likuifikasi buah dan sayur, sebagai agen klarifikasi
dalam pembuatan wine, untuk pemutihan kertas, peningkatan kualitas roti serta
produksi bioetanol. Namun demikian, saat ini aplikasi xilanase masih belum
optimal meskipun telah banyak penelitian yang melaporkan adanya mikroba
unggul penghasil xilanase. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya
pengoptimalan potensi dari mikroba unggul penghasil xilanase. (Zheng et al.
2011).
2.3 Uji Aktivitas Enzim Xilanase
Aktivitas xilanase dilakukan bersamaan dengan pembuatan kurva tumbuh
dengan cara memanen kultur dalam media untuk kemudian disentrifugasi pada
kecepatan 15000 g selama 15 menit pada suhu 4 oC setiap 2 jam untuk
mendapatkan supernatan. Supernatan sebagai ekstrak enzim kasar (EEK) diukur
aktivitasnya dengan menggunakan metode DNS. Substrat yang digunakan untuk
mengukur aktivitas enzim xilanase adalah xilan Beechwood 0.5% dengan waktu
inkubasi 30 menit. Uji stabilitas enzim dilakukan dengan menginkubasikan
ekstrak kasar enzim pada dua suhu yang berbeda, yaitu pada suhu optimumnya,
dan suhu ruang. EEK diuji setiap jam pada pH dan suhu optimumnya dengan
substrat xilan 0.5%. Pengujian dilakukan hingga enzim tidak memiliki aktivitas
lagi. Daya tahan enzim diketahui dengan menghitung nilai (%) aktivitas enzim
relative. (Inayah, 2016)
2.4 Bahan
2.4.1 Amilum
Pati atau amilum yang umum digunakan dalam industri farmasi terbagi
menjadi 2, yaitu amilum alami dan amilum yang dimodifikasi. Amilum
alami (native starch) merupakan amilum yang dihasilkan dari umbi –
umbian dan belum mengalami perubahan sifat fisika dan kimia atau diolah
secara fisika-kimia. Kekurangan dari amilum alami yang digunakan sebagai
eksipien dalam tabet memiliki yang dapat mempengaruhi sifat fisik granul,
yaitu mempunyai daya alir dan kompaktibilitas yang kurang baik. Hal ini
disebabkan amilum alami mengandung banyak amilosa sehingga bersifat
kering, kurang lekat dan cenderung menyerap banyak air. Salah satu
sumber tanaman penghasil pati adalah jagung. Jagung mempunyai beragam
jenis amilum, mulai dari amilosa dan amilopektin rendah sampai tinggi.
Pati merupakan komponen utama dalam biji jagung, sekitar 72-73% dari
total berat (Wani, et al., 2010).
2.4.2 Ekstrak Ragi
Ekstrak yeast mengandung komponen dari sel yeast yang larut dalam
air yaitu asam amino, peptida, karbohidrat dan garam. Spesifikasi
ekstrak yeast dalam Indian Standart Institution menyebutkan bahwa ekstrak
yeast umumnya digunakan untuk kerja mikrobiologi atau sebagai suplemen
dalam medium mikrobiologi yang berfungsi sebagai sumber nitrogen.
Ketersediaan nutrisi merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
media pertumbuhan. Media kultur bakteri umumnya mengandung sumber
karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, mineral atau bahan-bahan yang dapat
mendorong pertumbuhan bakteri (faktor tumbuh) seperti ekstrak daging
atau yeast extract. Yeast merupakan mikroorganisme golongan fungi bersel
tunggal dengan ukuran 5 sampai 20 mikron, tidak berflagella dan beberapa
genera membentuk filamen. Berdasarkan proses pembuatannya, yeast
ekstrak dapat dihasilkan dengan beberapa cara yaitu melalui penguraian sel
menggunakan enzim atau dengan kata lain melalui otolisis, hidrolisis dan
plasmolisis (Guan et al, 2013).
2.4.3 Pepton
Pepton merupakan sumber nitrogen sebagai media pertumbuhan
mikroorganisme. Umumnya, pepton berasal dari hewan darat yaitu sapi dan
babi serta turunannya. Penggunaan pepton yang berasal dari babi jelas
diharamkan, sedangkan dari sapi dikhawatirkan terdapat penyakit BSE
(Bovine Spongiform Encephalopathy), dan TSE (Transmissible Spongiform
Encephalopathy) yang dapat menular ke manusia. Sebagai alternatif, pepton
dari limbah pengolahan ikan yang sudah terjamin halal, salah satunya
limbah ikan kurisi (Nemipterus sp.). Produksi pepton halal secara kimiawi
menggunakan pelarut asam, seperti asam format, sitrat, dan propionat
(Pratomo et al, 2020).
2.4.4 MgSO4 7H20
Magnesium sulfat merupakan garam tak berbau yang memiliki rasa asin
yang pahit dan umumnya dijumpai sebagai kristal tak berwarna atau
padatan kristalin putih. Senyawa ini sangat mudah larut dalam air panas.
Magnesium sulfat ialah suatu garam anorganik yang mengandung unsur
magnesium, sulfur dan oksigen, dengan rumus MgSO 4. Dalam molekul
sulfat terdapat ikatan kovalen antara atom belerang (sulfur) dengan atom
oksigen. Di alam senyawa ini terdapat dalam bentuk mineral sulfat.
Magnesium sulfat (MgSO4) atau yang sering disebut dengan garam Inggris
yang dapat dijumpai dalam bentuk magnesium sulfat heptahidrat
(MgSO4.7H2O) merupakan salah satu produk industri. MgSO 4.7H2O atau
magnesium sulfat heptahidrat sering dinamakan dengan garam Epsom
(Ozgoren et al, 2018).
2.4.5 NaCl
Natrium klorida (NaCl) merupakan garam yang paling banyak
ditemukan di dunia. NaCl murni berbentuk kristal kubik berwarna putih
dengan sifat fisik. Umumnya NaCl mengandung pengotor berupa
magnesium klorida, magnesium sulfat, kalsium klorida, kalsium sulfat, dan
air. Pengotor-pengotor ini dapat berada di permukaan kristal maupun
terjebak di dalam kisi kristal. Pengotor di permukaan kristal umumnya
direduksi dengan proses pencucian, sedangkan pengotor di dalam kristal
umumnya direduksi dengan cara rekristalisasi, yaitu dengan melarutkan
kristal kemudian mengkristalkannya kembali. NaCl dapat diklasifikasikan
berdasarkan manfaat utamanya, yaitu garam proanalisis, garam konsumsi,
dan garam industri. Garam proanalisis merupakan garam dengan kemurnian
tinggi (>99%) yang digunakan sebagai reagen dalam analisis di
laboratorium dan industri farmasi. Garam konsumsi umumnya digunakan
untuk konsumsi rumah tangga (garam dapur) sebagai bahan peningkat rasa
makanan. Untuk konsumsi rumah tangga, garam ditambahkan zat aditif
berupa Kalium Iodida (KI) dan Kalium Iodat (KIO3) (Widayat, 2019).
2.4.6 CaCl
Kalsium klorida merupakan senyawa anorganik dengan rumus kimia
CaCl2 berupa padatan kristal yang tak berwarna pada suhu kamar dan
sangat larut dalam air. Senyawa ini memiliki nama IUPAC yaitu calcium
chloride yang biasanya berguna dalam penurunan titik beku, pengolahan
air, medis, sterilisasi hewan, sumber ion kalsium, pengering, dan proses
industri. Senyawa ini berbentuk serbuk putih, yang bersifat higroskopis dan
tidak berbau. Kalsium klorida ini larut dalam CH 3COOH, alkohol, etanol,
metanol, aseton, dan piridin. Tetapi tidak larut dalam NH 3 cair, DMSO,
CH3COOC2H5. Kalsium klorida dijumpai sebagai hidrasi padat dengan
rumus umum CaCl2(H2O)x dengan nilai x = 0, 1, 2, 4, dan 6. Senyawa ini
terutama digunakan untuk penghilang es dan pengendali debu. Karena
garam anhidrat yang higroskopis (Hussain, 2012).
2.4.7 Bacillus subtilis
Bacillus subtilis merupakan salah satu bakteri antagonis yang banyak
digunakan dalam pengendalian patogen tular tanah. Efektivitas B.
subtilis dalam pengendalian patogen tular tanah pada tanaman jagung telah
dibuktikan oleh beberapa peneliti. B. subtilis merupakan bakteri gram
positif, berbentuk batang, bersel satu, berukuran 0,5–2,5 μm x 1,2–10 μm,
bereaksi katalase positif, bersifat aerob atau anaerob fakultatif, dan
heterotrof. B. subtilis memiliki fisiologi yang berbeda dari bakteri lain yang
bukan patogen, yakni relative mudah dimanipulasi secara genetik dan
mudah pula dibiakkan sehingga dapat dikembangkan pada skala
industry. Di dalam tanah, B. subtilis memanfaatkan eksudat akar dan bahan
tanaman mati sebagai sumber nutrisi. Apabila kondisi lingkungan tidak
sesuai bagi pertumbuhannya, misalnya karena suhu tinggi, tekanan fisik dan
kimia, atau kahat nutrisi, bakteri akan membentuk endospora (Suriani,
2016).
III. METODE
3.1. Alat
3.1.1. Erlenmeyer
3.1.2. Tabung reaksi
3.1.3. Rak
3.1.4. Spektrofotometer
3.1.5. Autoklaf
3.2. Bahan
3.2.1. Amilum
3.2.2. Ekstrak ragi (yeast extract)
3.2.3. Pepton
3.2.4. MgSO4.7H2O
3.2.5. NaCl
3.2.6. CaCl
3.2.7. Isolat Bacillus subtilis
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Pembuatan medium produksi (gr/100) Amilum 1.5; ekstrak ragi 0.4;
pepton 0,1; MgSO4 7H20 0.05 ; NaCl 0.005; CaCl 0.08 selanjutnya
dilarutkan dengan aquades hingga volume 100 ml dan di atur pHnya 7,0.
Setelah itu disterilisasi dengan autoklaf.
3.3.2. Pembuatan starter dilakukan dengan menginokulasikan B. subtilis pada
medium produksi umur 20 jam.
3.3.3. Biakan Bacillus subtilis (umur 20 jam) dimasukkan ke dalam medium
produksi sebanyak 5% (w/v). Dilakukan pengamatan selama 4 sekali
selama 30 jam.
3.3.4. Pengukuran pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer 570 nm.
3.3.5. Selanjutnya, dilakukan pengukuran aktivitas amilase (metode DNS) dengan
menggunakan rumus.
3.3.6. Dilakukan hal yang sama terhadap enzim intraselluler. Perbedaanya terletak
setelah proses pemanen sel. Sel bakteri/jamur dapat dipecah selnya dengan
menggunakan lisozim/glukanex/biolizing enzyme ataupun glass bead.
3.3.7. Setelah proses pemecahan sel selesai dilakukan, maka dilakukan sentrifugas
i dengan kecepatan 4000 rpm.
3.3.8. Supernatan yang didapatkan, selanjutnya dilakukan uji aktivitas enzim (sesu
ai enzim yang akan diujikan).
3.3.9. Selanjutnya uji aktivitas enzim dilakukan dengan metode DNS.
IV.HASIL PENGAMATAN