PENDAHULUAN
Keracunan jengkol atau yang disebut sebagai JenkoUsm i'jengkoleun' dalam bahasa
sunda), merupakan keracunan makanan yang sering terjadi di daerah tropik terutama pada
daerah dengan penduduk yang mengemari jengkol sebagai makanan tradisional. Walaupun
kejadian keracunan jengkol cukup sering terjadi, tetapi tidak banyak dilaporkan. Keracunan
jengkol hanya terjadi pada daerah tertentu yang penduduknya banyak mengonsumsi jengkol.
Jengkol dikonsumsi di daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia.1
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam biji jengkol terkandung nutrisi yang
diperlukan oleh tubuh antara lain karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, fosfor, kalsium,
dan besi. Kadar protein dalam biji jengkol (23,3 gram per 100 gram bahan) melebihi kadar
protein dalam tempe (18,3 gram per 100 gram bahan) sehingga jengkol dapat menjadi sumber
protein nabati. Namun, selain kandungan nutrisi tersebut terdapat kandungan senyawa dalam
jengkol yang berisiko dapat menimbulkan keracunan yaitu asam jengkolat.5 Jengkol sering
menimbulkan gejala keracunan karena asam jengkol, suatu asam amino yang mengandung
belerang didapat dari biji jengkol. Timbulnya keracunan tidak bergantung dari jumlah biji
jengkol yang dimakan dan apakah jengkol itu dimakan mentah atau di masak lebih dahulu.
Demikian juga tidak ada hubungan dengan muda atau tuanya biji jengkol yang di makan.
Namun timbulnya gejala keracaunan tergantung dari kerentanan seseorang terhadap asam
jengkol.2
Isolasi asam ini pertama kali dikerjakan oleh Van Veen and Hyman10 dari urin
penduduk yang mengalami keracunan jering / jengkol. Mereka berhasil mengisolasi kristal
asam ini dari biji jering menggunakan barium hidroksida (Ba(OH)2) pada 30°C dan ditunggu
beberapa waktu.11
Kandungan asam jengkolat dalam biji jengkol bervariasi, tergantung varietas dan usia
bijinya. Biji jengkol muda mengandung asam jengkolat relatif lebih sedikit daripada biji yang
sudah tua. Pada biji jengkol tua terkandung asam jengkolat 1-2% dari berat bijinya. Sebutir
biji jengkol mentah dengan berat 15 gram dapat mengandung sekitar 0,15 – 0,30 gram asam
jengkolat.5 Diketahui pula, biji legum lain juga mengandung lebih sedikit asam ini:Leucaena
esculenta (2.2 g/kg) dan Pithecolobium ondulatum (2.8 g/kg).12
DEFINISI
Keracunan jengkol diakibatkan memakan asam jengkolat (Jengkolic acid) yang
terdapat pada biji Jengkol.1
EPIDEMIOLOGI
Walaupun kejadian keracunan jengkol cukup sering terjadi, tetapi tidak banyak
dilaporkan. Keracunan jengkol hanya terjadi pada daerah tertentu yang penduduknya banyak
mengonsumsi jengkol. Jengkol dikonsumsi di daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di
Malaysia jengkol disebut sebagai yiniking atau yi-ring; di Thailand disebut ma-niang, cha-
niang, niang kraniang atau niang-yai; di Kamboja dikenal sebagai krakos dan di Burma
dikenal sebagai danyin-ttiee.1
PATOGENESIS
Keracunan jengkol tidak selalu terjadi pada konsumsijengkol. Kombinasi faktor
prediktor pada biji jengkol dan inang menentukan kejadian keracunan jengkol. Faktor biji
jengkol yang pernah diteliti adalah jumlah jengkol yang dikonsumsi, maturitas, dan proses
pengolahannya.
Sedangkan faktor inang adalah tingkat hidrasi dan faktor individual lain yang belum
banyak diketahui. Keracunan jengkol terutama terjadi saat proses eliminasi asam jengkolat
melalui ginjal. Tingginya konsentrasi asam jengkolat pada urin, pH urine, serta faktor-faktor
spesifik inang pada saluran kencing dapat menjadi predisposisi pembentukan kristal asam
jengkolat yang menyebabkan gejala keracunan jengkol.1
Asam jengkolat menyebabkan gangguan ginjal akibat iritasi mekanik dari kristal asam
jengkolat pada tubulus ginjal dan saluran kencing. Kristal asam jengkolat mudah terbentuk
pada urine dengan pH asam yang mengandung asam jengkolat. Asam jengkolat lebih mudah
larut pada urin yang basa. Peningkatan pH urine dari 5 ke 7,4 akan meningkatkan solubilitas
asam jengkolat hingga 43%, sedangkan pada pH 8,1 solubilitasnya dapat mencapat 92%.
Penelitian in vitro menemukan bahwa pembentukan kristal asam jengkolat memerlukan
waktu karena terbentuk setelah larutan asam jengkolat didiamkan semalam pada suhu kamar"
Penelitian histopathologis pada ginjal binatang percobaan menemukan bahwa kristal-kristal
asam jengkolat menyebabkan nekrosis tubular akut. Satu satunya penelitian pada manusia
menemukan edema ginjal dengan nekrosis kortikal, pembengkakan epitel tubular, sebukan
lekosit pada glomerulus, dan perdarahan akut pada jaringan perirenal.1
PATOFISIOLOGI
Toksikologi Keracunan Asam Jengkolat (Jengkolisme)
Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-
gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang
meninggal. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan. Mulai dari
cara masuk, umur, kondisi tubuh, kebiasaan, indosinkrasi dan alergi serta waktu pemberian.16
Dalam 1 buah jengkol dengan bobot sekitar 17,7 g/buah, terkandung sekitar 210 mg
asam amino jengkolat. Dengan demikian, seorang anak dengan bobot rata-rata 15 kg, dan
makan 2 jengkol, mengkonsumsi 28 mg/ Kg BB asam jengkolat setiap kalinya. Data ini
menunjukkan bahwa seorang anak penggemar jengkol telah mengkonsumsi “asam amino”
jengkolat melebihi kebutuhan sistein perhari, dan mengacu pada laporan Suharjono (1968)
yang mencatat bahwa konsumen jengkol kebanyakan berasal dari kalangan sosial ekonomi
rendah, yang perharinya memperoleh masukan protein yang rendah, maka mengacu pada
uraian Karyadi dan Muhilal (1994), ada kemungkinan masalah kekurangan protein menjadi
faktor pemicu munculnya keracunan jengkol.21
Kristal asam jengkolat ternyata tidak ditemukan pada semua urin penderita kracunan
jengkol, bahkan penderita keracunan berat dan gagal ginjal akut, lebih banyak ditemukan
negatif, padahal hematuria selalu ada.3
Tabel 3. Kristal asam jengkolat dalam urin yang ditemukan pada berbagai pemeriksaan
Pemeriksaan Jumlah bahan Jumlah kristal %
Sadatun dan Suharjono, 1968 50 30 60
Oen dkk, 1972 11 2 18
Alatas, 1994 39 ? ?
Segasothy, 1995 4 0 0
Vachcanichsanong dan Lebel, 1997 40 0 0
Noviendri, 2000 (marmut) 20 9 45
Perubahan pH urin
Buah jengkol mampu menimbulkan urin yang sangat asam, walaupun asam jengkolat
bersifat amfoter dan merupakan asam lemah. Oen dkk (1972) mendapat hasil pH 5-5,5 pada
urin penderita keracunan dan orang percobaan yang ditelitinya. Adanya kristal dalam urin,
dan dengan pH isoelektrik 5,5 dari asam jengkolat, mengajak berpikir ada saat dimana pH di
bagian ginjal tertentu telah mencapai pH 5,5, bahkan bisa lebih rendah lagi.21
Urin manusia memiliki pH berkisar 4,5-8,0 dan berfluktuasi sesuai dengan
kondisinya. Darah arteri memiliki pH 7,40, dengan kisaran plus minus 0,05.22
Diatas 7,45 sudah terjadi alkalosis, sedang di bawah 7,40 sudah terjadi asidosis.
Untuk mempertahankan pH darah dengan kisaran sempit ini, tubuh dilengkapi oleh berbagai
sistem sistem dapar (buffer). Ginjal juga mengemban tugas ini sebagai lini ketiga, dengan
mangatur ekskresi ion H+, ion HCO3- dan NH3 (amonia).22
Oen dkk (1972) mencatat pH urin berkisar pada 5,0-5,5, suatu pH yang sangat asam,
sehingga patut diduga telah terjadi suatu masalah pada tubuh, sehingga ginjal terpacu kuat
untuk mengeluarkan banyak asam ke dalam lumen saluran kemih.21 Secara fisiologis tubuh
akan memakai ginjal untuk membantu membuang kelebihan asam dalam tubuh, bila lini
pertama (dapar kimiawi) dan lini kedua (dapar respirasi) mengalami kesulitan dalam
mempertahankan pH tubuh agar tetap diatas pH 7,35 (pH terendah tubuh). Ini
mengindikasikan bahwa ginjal telah memperoleh sinyal adanya kelebihan asam, baik
ekstrasel maupun intrasel, sehingga segera bekerja membuang kelebihan beban asam dalam
tubuh, apapun penyebabnya. 22
Dalam penelitian Togi (2002) terhadap marmut, ia mendapatkan kristal asam
jengkolat pada beberapa urin marmut, ini menunjukkan bahwa pada sistem nefron ginjal,
kemungkinan telah terjadi penurunan pH isoelektrik 4,5 telah tercapai, walaupun pH urin
yang terendah hanya tercatat sebesar 7,30. Kristal yang ditemukan pada keadaan pH yang
basa ini, dapat dimungkinkan selama tingkat kejenuhan kelarutannya maksimal.21
Terbukti secara statistik bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pH urine antara
paparan jengkol dengan kelompok tanpa paparan jengkol dan perbedaan tersebut
berhubungan dengan perbedaan dosis paparan jengkol. Akan tetapi tidak terdapat hubungan
yang bermakna kadar ion bikarbonat (HCO3) dalam darah dengan pemberian jengkol.21
Munculnya Anuria
Schureks dan Johns (1997), mengatakan bahwa tubulus proksimal harus dilindungi
terhadap kemungkinan tejadinya defisiensi oksigen karena tubulus proksimal punya kapasitas
yang kecil terhadap oksidasi glikolitik. Untuk itu, kelemahan ini dilindungi melalui tubulo
glomerular feedback (TGF). Bagian terminal akhir dari segmen tebal yang menaik (tubulus
distal), yaitu makula densa, bertindak sebagai alat picu untuk pelaksanaan TGF, dan
mengatur agar laju filtrasi tidak terlalu besar dan membebani tubulus karena tubulus akan
perlu lebih banyak oksigen saat melakukan reabsorbsi aktif. Alat picu bekerja bila terjadi
kenaikan kadar ion natrium. Perubahan pada glikolisis, secara dramatis akan mengakibatkan
perubahan efisiensi daya transpor dari bagian segmen tebal yang menaik.21
Kerusakan daerah tubulus kortikal, menyebabkan kemampuan tubulus proksimal
menurun dalam melaksanakan reabsorbsinya. TGF yang terpicu untuk bekerja, dengan segera
akan menurunkan daya transpornya, dan bersamaan dengan diperintahkannya glomerulus
mengurangi laju filtrasinya, akan menyebabkan terhentinya aliran kemih, dan terjadilah
anuria.21
Kristal-kristal asam jengkolat yang telah terbentuk, pada gilirannya akan mengendap
sejalan dengan berhentinya aliran kemih. Endapan yang banyak akan mampu mengakibatkan
sumbatan, dan ini akan mengakibatkan bertambah beratnya keadaan.21
Pada pemeriksaan urine dengan mikroskop dapat ditemukan kristal asalm jengkol
berupa jarum runcing yang kadang-kadang bergumpal menjadi ikatakan atau berupa roset.2
Sindrom jengkolisme secara dominan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita
dengan rasio 7:1. Insidensi jengkolisme meningkat pada bulan September sampai dengan
Januari saat pohon jengkol berbuah. Sindrom yang terjadi tidak serta merta muncul sesaat
setelah mengkonsumsi jengkol. Laporan kasus oleh Bunawan et al. (2014), sindrom
jengkolisme muncul 2-12 jam paska mengkonsumsi jengkol. Gejala yang muncul lebih
banyak terjadi pada sistem nefrourologi. 14
Bunawan et al. (2014) telah membuat laporan kasus pasien penderita jengkolisme.
Gejala jengkolisme muncul 2-12 jam paska konsumsi biji jengkol berupa nyeri
kostovertebrae (flank pain), spasme vesika urinari (VU), disuria, kolik, flatulen, muntah, dan
gangguan gastrointestinal berupa diare atau konstipasi. 12,13 Dimana bila dipersenkan, gejala-
gejala dominan yang muncul adalah nyeri kolik abdomen 70%, disuria 66%, oligouria 59%,
hematuria 55% dan hipertensi 36%. 14
Urin penderita pada awalnya akan berwarna putih seperti susu yang kemudian
menjadi merah akibat hematuri. Hasil urinalisis didapatkan albumin, sel epitel, cast, eritrosit,
dan terkadang ditemui kristal jengkolat yang berbentuk seperti jarum. Pembentukan kristal
jengkolat dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH) dimana asam jengkolat akan mengkristal
pada suasana asam. 16
Jengkolisme memiliki 2 gambaran klinis berupa: 1) gejala ringan berupa nyeri dan
hematuria akibat obstruksi ureter oleh kristal jengkolat (ureterolitiasis) dan 2) gejala yang
berat berupa hipertensi, oligouria, dan azotemia walaupun jarang. Jengkolisme dan anuria
mampu menyebabkan kematian walaupun kasusnya jarang. Pemeriksaan laboratorium pada
anuria digunakan untuk mendukung gagal ginjal akut. Diagnosis klinis berupa flank pain,
mual, muntal, dan hematuria yang nyata terjadi karena adanya obstruksi di ureter maupun
uretra.15 Kristal melukai jaringan ginjal sehingga menyebabkan perdarahan. Endapan
metabolik juga mampu menyebabkan obstruksi uretra sehingga menyulitkan pemasangan
kateter. 14
Kejadian jengkolisme pada anak jarang terjadi. Studi kasus oleh Vachvanichsanong &
Lebel (1997) pada pasien anak yang menderita jengkolisme, sindrom ini terjadi setelah anak
tersebut mengkonsumsi jengkol 4 kali. 14 Penderita jengkolisme dapat mengalami gangguan
elektrolit dan asidosis. Urin dan nafas penderita yang berbau sulfur juga bisa menjadi
diagnosis presumtif terjadinya intoksikasi asam jengkolat.18
Pada jengkolisme dapat dilakukan laboratorium rutin dan pemeriksaan penunjang
berupa Faal ginjal (kadar ureum, kreatinin), urinalisa (untuk menentukan kadar eritrosit
dalam urine), pemeriksaan urin dan sedimen (Untuk menentukan PH urin dan ada atau
tidaknya kristal asam jengkol), histopatologi ginjal, radiologi (foto polos abdomen, BNO)
dan USG Abdomen.19,20
Parameter untuk menyatakan bahwa seseorang keracunan jengkol dapat dinilai dari
pemeriksaan urin. 1). Terjadinya hematuria mikroskopik atau makroskopik dan 2). Terdapat
kristal asam jengkolat dalam urin. yang diperiksa melalui pemeriksaan mikroskopik
pembesaran 10 x 45. Kristal masih dapat ditemukan bila contoh urin segar kita ambil, tetapi
beberapa lama kemudian kristal akan menghilang bila urin disimpan lama. Khusus untuk
butir eritrosit, bila ditemukan eritrosit dalam urin, dilakukan pemeriksaan mikroskopik
lanjutan memakai fase kontras. Biasanya ditemukan bentuk eritrosit yang isomorfik. Selain
itu dari urin juga dapat dinilai Warna dan kekeruhan urin yang dilihat secara kasat mata, bau
dengan menciumnya dan menentukan pH dengan kertas lakmus Merck pH 0 - 14.21
Pada pemeriksaan faal ginjal dapat ditemukan kadar kreatinin yang normal atau dapat
juga meningkat14,21 Untuk mengetahui adanya obstruksi akibat spasme atau kelainan pada
sistem saluran kemih dapat dibuktikan dengan penunjang radiologis seperti foto polos
abdomen atau BNO.14
Pada pemeriksaan USG abdomen dapat ditemukan adanya hidronefrosis ginjal.14
Pemeriksaan histiopatologis (biopsi) ginjal dan saluran kemih dapat ditemukan adanya
hiperemi pada ginjal dan hemoragi pada uretra.19 Sagasothy dkk (1995) tidak menemukan
adanya kerusakan pada glomerulus namun terjadi nekrosis yang luas pada tubulus.
Pemeriksaan biopsi ginjal oleh Alatas (1994), menemukan adanya kerusakan epitel pada
tubulus daerah proksimal. Namun, biopsi masih diperdebatkan penggunaanya karena pasien
jengkolisme biasanya datang dengan kondisi akut.14
ETIOLOGI
Biji jengkol didapat dari pohon jengkol {Pithecellobium jiringa). Jengkol termasuk
dalam keluarga leguminosae. Pohon jengkol yang tingginya dapat mencapai 25 meter banyak
tumbuh di daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Biji jengkol, yang pada beberapa
daerah di Indonesia disebut juga sebagai Jiring, berbentuk bulat lebar dengan diameter 3-3,5
cm dan tebal 1,5-2 cm; berwarna coklat kemerahan dan mempunyai bau khas yang dapat
tercium bila biji jengkol ini dimakan" (Gambar 1).1
Jengkol dimasak menjadi berbagai macam olahan dengan cara direbus, digoreng,
dibakar atau dimakan secara mentah. Keracunan Jengkol lebih sering terjadipada jengkol
muda yang dikonsumsi secara mentah. Jengkol mempunyai nilai nutrisi yang tinggi. Jengkol
mengandung protein, karbohidrat, vitamin 81, B2, asam folat serta beberapa mineral
termasuk besi, kalsium dan fosfat. Delapan belas asam amino termasuk 8 asam amino
esensial terdapat pada jengkol. Jengkol juga kadangkadang digunakan untuk pengobatan
penyakit kencing manis pada pengobatan tradisional." Asam jengkolat (Jengkolic acid) yang
menyebabkan keracunan jengkol terkandung dengan kadar 1.6 gram per 100 gram jengkol
atau sekitar 1-2 % dari berat jengkol. Asam jengkolat terutama terdapat dalam bentuk bebas
sebanyak 93% dan sisanya terikat dengan protein. Jengkol yang muda lebih banyak
mengandung asam jengkolat daripada jengkol yang lebih tua. Menurunkan kadar asam
jengkolat bebas dengan cara merebus dengan larutan 5% HCI atau 5% NaHCOj diketahui
dapat mengurangi kejadian keracunanjengkol.1
DIAGNOSIS
Diagnosis keracunan jengkol mudah ditegakkan dari anamnesis riwayat konsumsi
jengkol sebelumnya dan bau jengkol yang khas pada napas dan urin penderita. Pemeriksaan
fisik menemukan tanda-tanda obstruksi saluran kencing dan pemeriksaan laboratorium dapat
menemukan kristal-kristal asam jengkolat yang berbentuk seperti jarum.1
Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun
penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada sisa barang bukti.
Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan adalah dapat ditemukan racun/sisa
racun dalam tubuh/cairan tubuh korban, jika racun menjalar secara sistemik serta terdapatnya
kelainan pada tubuh korban, baik mikroskopik yang sesuai dengan racun penyebab.
Disamping itu perlu pula dipastikan bahwa korban tersebut benar-benar kontak dengan
racun.14
Yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan korban keracunan ialah : keterangan
tentang racun apa kira-kira yang merupakan penyebabnya, dengan demikian pemeriksaan
dapat dilakukan dengan lebih terarah dan dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya.16
Pada Jengkolisme Penetapan diagnosis keracunan jengkol bagi seorang dokter yang
pemah melihat kasus keracunan jengkol dan pernah mencium bau khas jengkol memang tidak
terlalu sulit. Anamnesa yang cukup teliti akan mengungkapkan bahwa gejala-gejala
keracunan timbul beberapa waktu setelah memakan buah jengkol.17 Selain anamnesa juga
diperlukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya.
KLASIFIKASI
Berdasarkan berat ringannya penyakit, keracunanjengkol dapat digolongkan dalam 2
kelompok: (1) Keracunan jengkol ringan, penderita mengeluh nyeri spasmosdik pada
pinggang dan daerah suprapubis yang hilang sendiri dalam waktu 1 atau 2 hari dan penderita
jarang memerlukan pertolongan medis. (2) Keracunan jengkol berat, penderita mengeluh
nyeri kolik yang hebat pada abdomen disertai dengan muntah, diare, disuria dan oliguria.1
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keracunan jengkol seluruhnya bertujuan membuang kristal asam
jengkolat. Hidrasi yang agresif, dan alkalinisasi urin dengan mengunakan sodium bikarbonat
akan meningkatkan solubilitas asam jengkolat. Peningkatan aliran urin dengan hidrasi dan
diuretik diperlukan untuk membuang endapan asam jengkolat. Dialisis diperlukan pada
kasus-kasus yang berat. Pada beberapa kasus dengan anuria yang tidak berespons terhadap
pengobatan konservatif, intervensi bedah dengan pemasangan sfeA7f pada ureter kadang
diperlukan. Setelah obstruksi teratasi dan jumlah aliran urine cukup, penderita akan membaik
tanpa gejala sisa.1
J ika gejala penyakit ringan (muntah, sakit perut atau pinggang saja) penderita tidak
perlu dirawat, cukup dinasehati untuk banayk minum serta memberikan natrium bikarbonat
saja. Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat minum) penderita
sebaiknya dirujuk ke rs.2
Reimann & Sukaton (1956) melaporkan bahwa pasien dengan jengkolisme sebagian
besar memerlukan tindakan suportif selama 3 hari. Jengkolisme ringan tidak memerlukan
terapi spesifik selain kontrol nyeri dan hidrasi (banyak minum). Jengkolisme berat dengan
gejala anuria dan diduga mengalami GGA memerlukan analgesik, hidrasi cepat, dan
alkalinisasi urin menggunakan sodium bikarbonat sebagai antidotum untuk meningkatkan
kelarutan kristal asam jengkolat. Dosis yang dapat diberikan 0,5 – 2 gram 4x/hari secara oral
pada anak-anak dan 4x2 gram hari pada orang dewasa.5,22 Namun, apabila tidak didapatkan
sodium bikarbonat, terapi dapat diganti menggunakan minuman berkarbonasi. 14
Dalam kondisi keracunan penting untuk pemantauan ketat status cairan dan elektrolit
pasien karena kondisi pasien dapat memburuk secara tiba-tiba dan berat. Bila telah terjadi
gagal ginjal akut atau komplikasi dari gagal ginjal akut maka berikan terapi sesuai gagal
ginjal akut atau komplikasi yang muncul, tidak ada antidotum yang spesifik. Seperti tabel
dibawah ini: 5,22
Tabel 4. Pengobatan Suportif pada Gagal Ginjal Akut
Terapi konservatif yang dilakukan pada jengkolisme berat dengan anuria terkadang
14
tidak berespon secara maksimal sehingga memerlukan tindakan operasi. Laporan kasus
yang dilakukan oleh Wong et al. bahwa obstruksi pada saluran kemih akibat endapan
metabolik dan kalkuli dari kristal jengkolat perlu dilakukan irigasi uretra, kateterisasi, atau
pemasangan stent dan bypass untuk mengurangi obstruksi. 20
Pencegahan kejadian jengkolisme sulit dilakukan karena kejadian dan pola kerentanan
individu terhadap asam jengkolat yang berbeda. Insidensinya sangat langka. Sindrom
jengkolisme sangat beragam, bahkan tidak tergantung dari prosedur pengolahannya. Tidak
semua individu dapat terkena jengkolisme dengan memakan olahan jengkol dengan prosedur
pengolahan yang sama. Kerentanan individu terhadap GGA juga tidak tergantung dari
frekuensi konsumsinya.14
Namun demikian, untuk meminimalisir terjadinya keracunan akibat mengkonsumsi
jengkol, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :5
- Hindari mengkonsumsi jengkol pada saat perut kosong (sebelum makan) dan/atau
jangan disertai makanan/ minuman lain yang besifat asam.
- Hindari mengkonsumsi jengkol dalam keadaan mentah. Sebaiknya jengkol dimasak
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi agar kandungan asam jengkolatnya dapat
berkurang. Jengkol mentah mengandung asam jengkolat lebih banyak daripada
jengkol yang sudah dimasak.
- Biji jengkol dapat dipendam dahulu di dalam tanah sebelum dimasak agar kandungan
asam jengkolatnya dapat berkurang.
- Jangan mengkonsumsi jengkol secara berlebihan, terutama bagi individu yang
mengalami gangguan ginjal.
KOMPLIKASI
Komplikasi keracunan jengkol terjadi pada keracunan jengkol berat dengan bentuk
nefropati obstruktif akibat endapan kristal asam jengkolat. Gagal ginjal akut dapat terjadi
dengan semua komplikasi termasuk asidosis metabolik. Hidronefrosis akibat obstruksi
saluran kemih juga dapat ditemukan.1
PENCEGAHAN
Apabila konsumsi jengkol tidak dapat dihindari, maka kejadian keracunan jengkol
dapat diturunkan dengan menurunkan kadar asam jengkolat bebas dalam jengkol, misalnya
dengan cara menghindari jengkol yang masih muda dan mengolahnya terlebih dahulu.1
PROGNOSIS
Keracunan jengkol ringan mempunyai prognosis yang baik, gejala dan tanda ini akan
menghilang sendiri dalam waktu 1 atau 2 hari dan penderita jarang memerlukan pertolongan
medis. Keracunanjengkol berat mempunyai angka mortalitas hingga 6%, sebagian besar
membaik dengan terapi dini yang agresif. Keracunanjengkol sebagai faktor etiologi gagal
ginjal kronik belum banyak diketahui, tetapi beberapa penelitian menemukan asam jengkolat
pada inti dari batu saluran kemih.1
BAB V
KESIMPULAN