PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jengkol sangat terkenal dengan baunya yang tajam, menyengat dan bergas.
Walaupun begitu bahan pangan ini cukup banyak penggemarnya karena terasa
lezat dan dapat menambah nafsu makan. Jengkol pada sebagian orang dapat
menyebabkan gangguan saat buang air kecil yang biasa dikenal dengan keracunan
jengkol atau kejengkolan. Angka kejadian kejengkolan memang sulit ditentukan,
tetapi hal yang perlu perhatian yaitu dapat terjadi komplikasi gagal ginjal akut
yang membahayakan. Dampak negatif lain akan dirasakan saat melakukan
hubungan sosial atau setelah keluar dari toilet, bau jengkol yang kita keluarkan
tercium orang lain dan cukup mengganggu.
Alasan yang sangat penting mengapa perlu mengatasi masalah bau jengkol
dan kejengkolan bukan hanya mempertimbangkan selera dan hubungan sosial
saja, tetapi untuk mengoptimalkan penggunaan buah jengkol yang ternyata
manfaat dan khasiatnya sangat luar biasa. Jengkol adalah sumber protein yang
tinggi, yaitu 23,3 gram per 100 gram, kadar proteinnya jauh melebihi tempe yang
selama ini dikenal sebagai sumber protein nabati yaitu hanya 18,3 gram per 100
gram. Dewasa ini banyak dicari pengganti sumber protein hewani dari nabati
karena dianggap lebih murah dan lebih sehat. Kandungan vitamin C dalam 100
gram jengkol juga tinggi 80 mg, kadarnya sudah mampu mencukupi kebutuhan
vitamin C orang dewasa dalam sehari 75 mg. Jengkol juga tinggi kandungan
kalsium dan tinggi kandungan fosfor, sangat penting untuk pertumbuhan tulang
dan gigi (http://lordbroken.wordpress.com/2011/10/01/kandungan-jengkol-danmanfaat-serta-bahayanya/). Buah jengkol berkhasiat menurunkan kadar gula darah
pada penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis (Kurniawaty at all, 2012).
Keajaiban lain buah jengkol yaitu mampu membunuh semua jenis sel kanker,
bahkan kemampuannya 10.000 kali lebih kuat dari kemoterapi. (Sidakaton,
S.,2013).
antibakteri
dan antijamur.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengolahan jengkol dengan perlakuan khusus (menggunakan kapur
sirih, kunyit dan soda kue) dapat menghilangkan bau jengkol pada mulut,
saat buang air kecil dan saat buang air besar?
2. Apakah pengolahan jengkol dengan perlakuan khusus (menggunakan kapur
sirih, kunyit dan soda kue) dapat mengurangi risiko kejengkolan?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pengaruh pengolahan jengkol dengan perlakuan khusus
(menggunakan kapur, kunyit dan soda kue) terhadap bau jengkol pada
mulut, saat buang air kecil dan saat buang air besar.
2. Untuk mengetahui pengaruh pengolahan jengkol dengan perlakuan khusus
(menggunakan kapur, kunyit dan soda kue) terhadap risiko kejengkolan.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan tentang
pengolahan jengkol yang lebih baik. Meningkatkan keyakinan masyarakat
untuk mengoptimalkan pemanfaatan buah jengkol baik sebagai sumber zat gizi
maupun mengambil khasiatnya sebagai obat menyembuhkan berbagai penyakit
dengan rasa aman.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. JENGKOL (ARCHIDENDRON JIRINGA)
Di Indonesia, jengkol disebut dengan banyak nama, yaitu jengkol
(Jawa), jaring (Kalimantan dan Sumatera), jaawi (Lampung), kicaang (Sunda),
lubi (Sulawesi Utara), dan blandingan (Bali). Dalam dunia tumbuhan, tanaman
jengkol diklasifikasikan dalam keluarga Leguminosae (Mimosaceae), marga
Pithecellobium, dan jenis Pithecellobium lobatum. Tanaman jengkol berupa
pohon yang tingginya dapat mencapai 10-26 meter. Buah jengkol berupa
polong berbentuk gepeng dan berbelit, warna buahnya lembayung tua. Buah
jengkol berkulit ari tipis dan berwarna cokelat mengilap.
Jengkol kaya akan berbagai macam zat gizi dapat dilihat pada Table
2.1. Kadar protein jengkol (23,3 g per 100 gram) jauh melebihi tempe yang
selama ini dikenal sebagai sumber protein nabati, yaitu hanya 18,3 g per 100 g.
Kandungan vitamin C dalam 100 gram sudah mampu memenuhi kebutuhan
vitamin C orang dewasa dalam sehari. Angka kecukupan gizi vitamin C yang
dianjurkan per hari adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan untuk pria dewasa
bisa sampai 90 mg/hari. Jengkol juga sangat baik bagi kesehatan tulang dan
gigi karena tinggi kandungan kalsium, yaitu 140 mg/ 100 g dan fosfor 166,7
mg/100g
(http://lordbroken.wordpress.com/2011/10/01/kandungan-jengkol-
dan-manfaat-serta-bahayanya/)
Tabel 2.1 Komposisi Zat Gizi Buah Jengkol per 100 gram
NO
KADAR
Energi
133 kkal
Protein
23,3 gram
Karbohidrat
20,7 gram
Vitamin A
140 SI
Vitamin B
0,7 mg
Vitamin C
80 mg
Fosfor
Kalsium
140 mg
Besi
4,7 mg
10
Air
49,5 mg
166,7 mg
menymbat
saluran
urin
(http://lordbroken.wordpress.com
2011/10/01/kandungan-jengkol-dan-manfaat-serta-bahayanya/)
termasuk
Angiospermae, Kelas
dalam
Divisio
Spermatophyta,
Monocotyledoneae, Ordo
Sub-diviso
Zingiberales, Famili
4. KAPUR SIRIH
Kapur (CaO) adalah suatu campuran antara air dan senyawa kimia tak
berwarna atau berupa bubuk putih. Selain itu air kapur Ca(OH)2 juga dapat
dihasilkan oleh campuran antara larutan kalsium klorida dan larutan natrium
hidroksida. Air kapur merupakan larutan yang memiliki tingkat kekuatan basa
kuat pH 12-13. Sifat bahan yang alkali inilah yang cukup banyak memberikan
kontribusi pada jaringan. Hal ini dapat dikarenakan sifat basa yang terkandung
dalam air kapur Ca(OH)2 dan juga pelepasan ion kalsium akan bereaksi dengan
jaringan sehingga menjadi cukup alkalis (Rahayu, S.S, 2009). .
Larutan air kapur ini dapat bereaksi dengan sangat baik dengan larutan
asam dengan bantuan air. Larutan ini akan menjadi berwarna cukup keruh jika
dilewatkan dengan aliran gas karbon dioksida. Hal ini dapat dikarenakan jika
air kapur ini diberi aliran gas karbon dioksida maka akan menghasilkan
endapan kalsium karbonat yang menjadikan larutan air ini menjadi berwarna
keruh. Air kapur adalah sebagai bahan alkali untuk menggantikan peran dari
natrium hidroksida. Kegunaan air kapur ini adalah sebagai reaktan atau
pereaksi kimia. Reaktan atau pereaksi kimia adalah bahan yang dikonsumsi
atau menyebabkan terjadinya suatu reaksi kimia tertentu. Dalam hal ini, air
kapur Ca(OH)2 seperti telah kita ketahui akan bereaksi cukup baik dengan
bahan asam (Rahayu, S.S, 2009)..
B. KERANGKA TEORI
C. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan hubungan antar
variabel independen dan dependen seperti pada Gambar 2.6
JENGKOL
BAU JENGKOL
DENGAN
DAN
PERLAKUAN:
RISIKO
a. BIASA
KEJENGKOLAN
b. KHUSUSGambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian
BAB III
METODOLOGI
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini yaitu eksperimen dengan kontrol. Penilaian hasil
dilakukan satu kali pada kelompok intervensi dan kontrol setelah
mengkonsumsi jengkol. Konsumsi jengkol yang diolah dengan perlakuan
10
D. DEFINISI OPERASIONAL
Tabel 3.1 Definisi Operasional
NO
1
VARIABEL
DEFINISI
PENILAIAN
Jengkol
OPERASIONAL
Buah jengkol yang sudah
dengan
perlakuan
menggunakan bahan
tersebut, yang
a. Dikatakan jengkol
tambahan
b. Dikatakan jengkol
menggunakan bahan
dengan perlakukan
perendaman
bahan tambahan
menggunakan bahan
kapur dan saat perebusan
menggunakan bahan
Bau jengkol
memakan jengkol
setelah memakan
11
mengkonsumsi buah
jengkol
b. Dikatakan tidak berbau
12 - 24 jam setelah
mengkonsumsi buah
jengkol tersebut.
Risiko
Kecenderungan untuk
Kejengkolan
kejengkolan berkurang,
apabila pH jengkol
dapat menyumbat
setelah perlakukan
pH jengkol dengan
perlakukan biasa
mengkonsumsi buah
jengkol dalam keadaan
asam sehingga pH air
kecing menjadi
12
perlakuan biasa
Penilaian kecenderungan
dilihat dari kadar pH buah
jengkol yang diukur
setelah perlakuan.
E. ALAT
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Alat untuk pengolahan jengkol:
a. Baskom plastik
b. Panci (pada penelitian ini menggunakan panci stenlesstil)
c. Kompor (pada penelitian ini menggunakan kompor gas)
SKOR BAU
1
2,3,4
5,6,7
8,9,10
F. BAHAN PERCOBAAN
Bahan percobaan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Bahan Penelitian
PERLAKUAN BIASA
1. Jengkol 1 Kg
2. Air
PERLAKUAN KHUSUS
1. Jengkol 1 Kg
2. Kapur sirih 50 gram
3. Kunyit 50 gram
4. Soda kue 20 gram
5. Garam 15 gram
6. Daun jeruk 5 lembar
7. Air
G. BAHAN PENDAMPING
1. Santan kelapa 500 cc
2. Bawang putih 2 siung
3. Garam 0,5 sendok teh
4. Gula pasir 1 sendok makan
5. Merica bubuk 0,5 sendok teh
H. PROSEDUR KERJA
Prosedur kerja pengolahan jengkol dengan perlakuan biasa dan perlakuan
khusus dilaksanakan dengan tahapan yang sama yaitu tahap perendaman dan
tahap perebusan. Waktu perendaman juga sama selama 6 jam dan waktu
perebusan juga sama yaitu 2 jam. Perbedaan keduanya hanya pada bahan
campuran untuk merendam dan merebus. Perlakuan biasa tanpa bahan campuran,
sedangkan perlakuan khusus menggunakan bahan campuran seperti yang
dijelaskan pada Tabel 3.3
Tabel 3.4 Prosedur Kerja
TAHAP PERENDAMAN
Masukkan jengkol 1 Kg ke dalam mangkok plastik (Jengkol
yang digunakan adalah jengkol yang sudah tua yang dijual
14
berwarna putih
Diamkan rendaman jengkol selama 6 jam, perendaman yang
terlalu lama menimbulkan bau
TAHAP PEREBUSAN
Masukkan jengkol kedalam panci tanpa disertai air
Air
keluar.
Setelah matang jengkol dibilas dengan air matang.
Jengkol yang dihasilkan ada terasa pahit sedikit, tetapi tidak
15
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Jumlah jengkol yang dipakai untuk penelitian sebanyak 2 Kg. Jengkol
dengan perlakuan biasa sebanyak 1 Kg. Jengkol dengan perlakuan khusus
sebanyak 1 Kg. Responden yang berperan serta secara sukarela dalam
penelitian ini sebanyak 20 orang. Responden yang mengkonsumsi jengkol
dengan perlakuan biasa sebanyak 10 orang. Responden yang mengkonsumsi
jengkol dengan perlakuan khusus sebanyak 10 orang.
1. BAU JENGKOL
Hasil tanggapan responden yang menilai bau jengkol dapat dilihat pada
Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Bau Jengkol Setelah Perlakuan
PERLAKUAN
A.
PERLAKUAN BIASA:
1.
2.
3.
B.
1.
2.
3.
Di Mulut
Saat BAK
Saat BAB
Tidak Bau
f
%
BAU JENGKOL
Bau Sedikit
Bau
f
%
f
%
7
4
3
70
40
30
Sangat Bau
f
%
3
6
7
30
60
70
PERLAKUAN KHUSUS:
Di Mulut
Saat BAK
Saat BAB
Ket: BAK = buang air kecil
10
10
10
100
100
100
0
0
0
0
0
0
17
Risiko kejengkolan tidak bisa diukur dari jumlah kristal asam jengkolat,
karena kristal asam jengkolat tidak selalu terbentuk setiap mengkonsumsi
jengkoal. Kristal asam jengkolat bisa terbentuk pada kondiri urin asam dengan
pH 5,5. Keasaman urin dipengaruhi oleh pH darah dan pH makanan atau
keasaman makanan dalam hal ini jengkol. Keasaman dan pH jengkol dalam
penelitian ini menjadi indikator risiko kejengkolan. Keasaman jengkol dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2, dan pH jengkol dapat dilihat pada
Tabel 4.3.
Tabel 4.2 Tes Kertas Lakmus Pada Jengkol Setelah Perlakuan
PERLAKUAN JENGKOL
WARNA KERTAS
KESIMPULA
LAKMUS
A. PERLAKUAN BIASA
ASAM
B. PERLAKUAN KHUSUS
BASA LEMAH
18
perlakuan biasa. Jengkol yang mendapat perlakuan biasa bersifat asam pH 5,5
sedangkan jengkol yang mendapat perlakuan khusus bersifat basa pH 8.
Tabel 4.3 PH Jengkol Setelah Perlakuan
PERLAKUAN
JENGKOL
PERLAKUAN
5,5
BIASA
PERLAKUAN
KHUSUS
B. PEMBAHASAN
1. BAU JENGKOL
Bau jengkol disebabkan adanya asam jengkolat yang mengandung
unsur sulfur (Belerang). Unsur sulfur menghasilkan bau yang tidak sedap.
Asam jengkolat ketika terdegradasi atau berpecah-pecah menjadi
komponen yang lebih kecil akan menghasilkan berbagai komponen aroma
gas H2S yang menyengat dan sangat bau akibat pengaruh sulfur. Gas H2S
ini terbentuk karena penguraian mikroorganisme dalam tubuh, dimana
terjadi proses pembusukan sisa metabolisme tubuh dalam usus besar oleh
bakteri Escherichiacoli (Rahayu, S.S, 2009). .
19
Bakteri
Entamoebacolli
yang
banyak
berperan
pada
urine
adalah
(http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/13/sistem-
pencernaan-manusia/)
2. RISIKO KEJENGKOLAN
20
(http://lordbroken.wordpress.com/2011/10/01/kandungan-
jengkol-dan-manfaat-serta-bahayanya/)
. PH darah atau Power of hydrogen darah adalah kondisi asam
atau basa darah dalam tubuh yang dilihat dari kandungan ion hidrogen.
Semakin tinggi ion hidrogen darah, maka kondisi keasaman darah
semakin kuat. Normalnya pH darah arteri adalah 7,35 - 7,45. Rentang
optimal pH darah untuk kehidupan adalah 6,5 8,2. PH urin dapat
bervariasi dari sekitar 4,5 9,0, tetapi idealnya pH urin adalah 6-7. pH
darah dipengaruhi oleh pH makanan, dan pH darah mempengaruhi pH urin
karena ginjal berfungsi sebagai penyaring darah. Jengkol termasuk
hidangan yang bersifat asam. Seseorang yang mengkonsumsi jengkol
dalam kondisi lambung yang asam akan lebih berisiko mengalami
keracunan. Asam lambung akan bertambah kalau lambung dalam keadaan
kosong, atau mengkonsumsi makanan atau minuman yang asam seperti
lemon jouce yang pHnya 2,0. Jengkol yang mendapat perlakuan biasa
yaitu direbus tanpa bahan tambahan mempunyai pH 5,5. Kondisi asam ini
berisiko untuk terjadinya pembentukan jarum-jarum kristal di ginjal dan
saluran urin, apalagi kalau pH urin orang yang mengkonsumsi rendah atau
asam juga (Shepherd, P,2014).
21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil penelitian, Bau jengkol tidak tercium/ tidak ada baik pada
mulut, saat buang air kecil maupun saat buang air besar, setelah
mengkonsumsi jengkol dengan perlakuan khusus menggunakan, kapur sirih,
soda kue dan kunyit.
23
24