Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jengkol sangat terkenal dengan baunya yang tajam, menyengat dan bergas.
Walaupun begitu bahan pangan ini cukup banyak penggemarnya karena terasa
lezat dan dapat menambah nafsu makan. Jengkol pada sebagian orang dapat
menyebabkan gangguan saat buang air kecil yang biasa dikenal dengan keracunan
jengkol atau kejengkolan. Angka kejadian kejengkolan memang sulit ditentukan,
tetapi hal yang perlu perhatian yaitu dapat terjadi komplikasi gagal ginjal akut
yang membahayakan. Dampak negatif lain akan dirasakan saat melakukan
hubungan sosial atau setelah keluar dari toilet, bau jengkol yang kita keluarkan
tercium orang lain dan cukup mengganggu.
Alasan yang sangat penting mengapa perlu mengatasi masalah bau jengkol
dan kejengkolan bukan hanya mempertimbangkan selera dan hubungan sosial
saja, tetapi untuk mengoptimalkan penggunaan buah jengkol yang ternyata
manfaat dan khasiatnya sangat luar biasa. Jengkol adalah sumber protein yang
tinggi, yaitu 23,3 gram per 100 gram, kadar proteinnya jauh melebihi tempe yang
selama ini dikenal sebagai sumber protein nabati yaitu hanya 18,3 gram per 100
gram. Dewasa ini banyak dicari pengganti sumber protein hewani dari nabati
karena dianggap lebih murah dan lebih sehat. Kandungan vitamin C dalam 100
gram jengkol juga tinggi 80 mg, kadarnya sudah mampu mencukupi kebutuhan
vitamin C orang dewasa dalam sehari 75 mg. Jengkol juga tinggi kandungan
kalsium dan tinggi kandungan fosfor, sangat penting untuk pertumbuhan tulang
dan gigi (http://lordbroken.wordpress.com/2011/10/01/kandungan-jengkol-danmanfaat-serta-bahayanya/). Buah jengkol berkhasiat menurunkan kadar gula darah
pada penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis (Kurniawaty at all, 2012).
Keajaiban lain buah jengkol yaitu mampu membunuh semua jenis sel kanker,
bahkan kemampuannya 10.000 kali lebih kuat dari kemoterapi. (Sidakaton,
S.,2013).

Tanaman jengkol sangat cocok tumbuh di Kalimantan Tengah. Perbedaan


ketinggian tanah dan wilayanh yang sangat luas menyebabkan tanaman jengkol
berbuah secara bergantian. Hal ini menguntungkan bagi ketersediaan jengkol
dipasaran cukup panjang. Tanaman jengkol tidak ditanam oleh masyarakat di
Kalimantan Tengah tetapi sudah tersedia di alam. Potensi ini tentu akan lebih
memberikan harapan kalau dikelola berdasarkan ilmu pertanian dalam bentuk
perkebunan.
Beberapa upaya telah dilakukan masyarakat untuk mengurangi bau
jengkol seperti membenamkan atau mengubur buah jengkol dalam tanah, merebus
buah jengkol dengan menggunakan abu, dan memakan beras atau minum vitamin
B kompleks setelah mengkonsumsi jengkol, tetapi bau jengkol tetap muncul saat
buang air kecil dan buang air besar. Penyebab bau jengkol karena buah jengkol
mengandung asam amino yang terdapat unsur sulfur/belerang. Ketika terdegradasi
atau terpecah-pecah akan menghasilkan gas H2S yang sangat bau dan menyengat.
Sedangkan kejengkolan terjadi kalau asam jengkolat mengendap menjadi kristal
jarum-jarum halus yang dapat menyumbat saluran air seni. Pembentukan kristal
pada ginjal dan saluran urin terjadi kalau dalam kondisi asam dengan pH 5,5
(Abdirahmansyah, 2011). Berdasarkan pedoman penanganan kejengkolan, bahwa
penggunaan soda kue/Natrium bikarbonat dapat membuat urin menjadi basa dan
mengeluarkan kristal asam jengkolat (SIKer dan SPKer, 2001). Kapur sirih juga
dikenal sebagai basa kuat dengan pH l2-13. Penggunaan soda kue dan kapur sirih
dalam pengolahan jengkol diharapkan dapat merubah pH dan mencegah
pembentukan kristal asam jengkolat.
berfungsi

Rimpang kunyit adalah tanaman yang

sebagai antimikroba, antiinflamasi,

antibakteri

dan antijamur.

Kemampuan kunyit ini diharapkan dapat mencegah proses pembentukan gas H 2S


yang biasanya muncul sebagai akibat pembusukan sisa metabolisme oleh kuman
yang dikeluarkan melalui keringat, urin dan feses (Rahayu, S.S, 2009). Sampai
saat ini belum ada penelitian untuk menghilangkan bau jengkol dan mengurangi
risiko kejengkolan yang membuat penulis tertarik untuk menelitinya, sehingga
setiap orang tidak ragu dan merasa aman untuk mengkonsumsi jengkol dan
memperoleh manfaat yang begitu besar dari buah jengkol.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengolahan jengkol dengan perlakuan khusus (menggunakan kapur
sirih, kunyit dan soda kue) dapat menghilangkan bau jengkol pada mulut,
saat buang air kecil dan saat buang air besar?
2. Apakah pengolahan jengkol dengan perlakuan khusus (menggunakan kapur
sirih, kunyit dan soda kue) dapat mengurangi risiko kejengkolan?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pengaruh pengolahan jengkol dengan perlakuan khusus
(menggunakan kapur, kunyit dan soda kue) terhadap bau jengkol pada
mulut, saat buang air kecil dan saat buang air besar.
2. Untuk mengetahui pengaruh pengolahan jengkol dengan perlakuan khusus
(menggunakan kapur, kunyit dan soda kue) terhadap risiko kejengkolan.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan tentang
pengolahan jengkol yang lebih baik. Meningkatkan keyakinan masyarakat
untuk mengoptimalkan pemanfaatan buah jengkol baik sebagai sumber zat gizi
maupun mengambil khasiatnya sebagai obat menyembuhkan berbagai penyakit
dengan rasa aman.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. JENGKOL (ARCHIDENDRON JIRINGA)
Di Indonesia, jengkol disebut dengan banyak nama, yaitu jengkol
(Jawa), jaring (Kalimantan dan Sumatera), jaawi (Lampung), kicaang (Sunda),
lubi (Sulawesi Utara), dan blandingan (Bali). Dalam dunia tumbuhan, tanaman
jengkol diklasifikasikan dalam keluarga Leguminosae (Mimosaceae), marga
Pithecellobium, dan jenis Pithecellobium lobatum. Tanaman jengkol berupa
pohon yang tingginya dapat mencapai 10-26 meter. Buah jengkol berupa
polong berbentuk gepeng dan berbelit, warna buahnya lembayung tua. Buah
jengkol berkulit ari tipis dan berwarna cokelat mengilap.

Gambar 2.1 Gambar Buah Jengkol

Jengkol kaya akan berbagai macam zat gizi dapat dilihat pada Table
2.1. Kadar protein jengkol (23,3 g per 100 gram) jauh melebihi tempe yang
selama ini dikenal sebagai sumber protein nabati, yaitu hanya 18,3 g per 100 g.
Kandungan vitamin C dalam 100 gram sudah mampu memenuhi kebutuhan
vitamin C orang dewasa dalam sehari. Angka kecukupan gizi vitamin C yang

dianjurkan per hari adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan untuk pria dewasa
bisa sampai 90 mg/hari. Jengkol juga sangat baik bagi kesehatan tulang dan
gigi karena tinggi kandungan kalsium, yaitu 140 mg/ 100 g dan fosfor 166,7
mg/100g

(http://lordbroken.wordpress.com/2011/10/01/kandungan-jengkol-

dan-manfaat-serta-bahayanya/)
Tabel 2.1 Komposisi Zat Gizi Buah Jengkol per 100 gram

NO

NAMA ZAT GIZI

KADAR

Energi

133 kkal

Protein

23,3 gram

Karbohidrat

20,7 gram

Vitamin A

140 SI

Vitamin B

0,7 mg

Vitamin C

80 mg

Fosfor

Kalsium

140 mg

Besi

4,7 mg

10

Air

49,5 mg

166,7 mg

Jengkol berkhasiat untuk pengobatan diabetes melitus (Soemitro


1987). Jengkol juga sangat bagus untuk pengobatan semua jenia kanker,
bahkan efeknya 10.000 kali lebih kuat dari kemoterapi. (Sidakaton, S.,2013)
Jengkol juga dikenal sebagai makanan yang dapat menimbulkan bau
pada mulut, saat buang air kecil maupun buang air besar. Penyebab bau tak
sedap itu sebenarnya adalah asam amino buah jengkol didominasi oleh asam
5

amino yang mengandung unsur sulfur/belerang (S). Ketika terdegradasi atau


terpecah-pecah menjadi komponen yang lebih kecil, asam amino akan
menghasilkan berbagai komponen aroma yang sangat bau akibat pengaruh
sulfur tersebut. Salah satu gas yang terbentuk dengan unsur itu adalah gas H 2S
yang terkenal sangat bau (Rahayu, S.S, 2009).
Konsumsi jengkol pada sebagian orang dapat menyebabkan
keracunan. Gejala keracunan jengkol/ kejengkolan adalah nyeri pada perut dan
kadang-kadang muntah, serangan kolik dan nyeri waktu buang air kecil, urin
berdarah, pengeluaran urin sedikit dan terdapat titik-titik putih seperti tepung,
bahkan urin tidak bisa keluar sama sekali. Keluhan pada umumnya timbul
dalam waktu 5-12 jam setelah mengosumsi jengkol. Keluhan yang tercepat
adalah 2 jam dan yang terlambat adalah 36 jam sesudah konsumsi biji jengkol.
Kenyataan di masyarakat, tidak secara otomatis pemakan jengkol mengalami
kejengkolan. Kejengkolan terjadi apabila urin orang yang mengkonsumsi
jengkol bersifat asam sehingga asam jengkol akan mengendap membentuk
kristal jarum-jarum halus. Proses pembentukan kristal ini hanya bisa terbentuk
pada kondisi pH 5,5. Kristal-kristal ini dapat merusak jaringan dinding ginjal
dan

menymbat

saluran

urin

(http://lordbroken.wordpress.com

2011/10/01/kandungan-jengkol-dan-manfaat-serta-bahayanya/)

2. KUNYIT ( CURCUMA DOMESTICA VAL.)


Kunyit

termasuk

Angiospermae, Kelas

dalam

Divisio

Spermatophyta,

Monocotyledoneae, Ordo

Sub-diviso

Zingiberales, Famili

Zingiberaceae, Genus Curcuma, Species Curcuma domestica Val. Kunyit


dikenal dengan beberapa nama seperti kunyir, kunir, kuning, janar dan banyak
lagi yang laiannya tergantung daerah masing-masing.

Gambar 2.2 Rimpang/umbi Kunyit


Kunyit adalah tanaman yang berfungsi sebagai antimikroba,
antiinflamasi, antibakteri, antijamur, analgetik, anti tumor, pencegah kanker,
mengurangi kadar lemak dan kolesterol darah, serta mampu membersihkan
darah. Kunyit memiliki bau khas aromatik, rasa agak pahit, sedikit pedas,
sejuk, dan tidak beracun (Olivia, et al, 2009).

3. SODA KUE (NATRIUM BIKARBONAT)


Soda kue (baking soda) adalah senyawa kimia dengan rumus
NaHCO3 (Natrium bikarbonat). Senyawa ini termasuk kelompok garam,
merupakan kristal yang sering ditemukan dalam bentuk serbuk. Natrium
bikarbonat larut dalam air. Senyawa ini juga digunakan sebagai obat antasid
(penyakit maag atau tukak lambung). Karena bersifat alkaloid (basa),
digunakan sebagai obat penetral asam bagi penderita asidosis tubulus renalis
(ATR) atau rhenal tubular acidosis (RTA) ( http://www.beritaterkinionline.com
/2010/07/ragam-manfaat-baking-soda-bagi-perawatan-tubuh.html)
Natrium bikarbonat dipergunakan sebagai obat untuk mengatasi
kejengkolan. Sesuai dengan penatalaksannan keracunan asam jengkolat, selain
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dilakukan alkalanisasi
urin untuk mengeluarkan kristal asam jengkolat dengan pemberian natrium
bikarbonat yang dosisnya disesuikan dengan analisis gas darah (Tim SIKer dan
SPKer, 2001).

4. KAPUR SIRIH
Kapur (CaO) adalah suatu campuran antara air dan senyawa kimia tak
berwarna atau berupa bubuk putih. Selain itu air kapur Ca(OH)2 juga dapat
dihasilkan oleh campuran antara larutan kalsium klorida dan larutan natrium
hidroksida. Air kapur merupakan larutan yang memiliki tingkat kekuatan basa
kuat pH 12-13. Sifat bahan yang alkali inilah yang cukup banyak memberikan
kontribusi pada jaringan. Hal ini dapat dikarenakan sifat basa yang terkandung
dalam air kapur Ca(OH)2 dan juga pelepasan ion kalsium akan bereaksi dengan
jaringan sehingga menjadi cukup alkalis (Rahayu, S.S, 2009). .
Larutan air kapur ini dapat bereaksi dengan sangat baik dengan larutan
asam dengan bantuan air. Larutan ini akan menjadi berwarna cukup keruh jika
dilewatkan dengan aliran gas karbon dioksida. Hal ini dapat dikarenakan jika
air kapur ini diberi aliran gas karbon dioksida maka akan menghasilkan
endapan kalsium karbonat yang menjadikan larutan air ini menjadi berwarna
keruh. Air kapur adalah sebagai bahan alkali untuk menggantikan peran dari
natrium hidroksida. Kegunaan air kapur ini adalah sebagai reaktan atau
pereaksi kimia. Reaktan atau pereaksi kimia adalah bahan yang dikonsumsi
atau menyebabkan terjadinya suatu reaksi kimia tertentu. Dalam hal ini, air
kapur Ca(OH)2 seperti telah kita ketahui akan bereaksi cukup baik dengan
bahan asam (Rahayu, S.S, 2009)..

B. KERANGKA TEORI

Gambar 2.3 Kerangka Teori

C. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan hubungan antar
variabel independen dan dependen seperti pada Gambar 2.6
JENGKOL
BAU JENGKOL
DENGAN
DAN
PERLAKUAN:
RISIKO
a. BIASA
KEJENGKOLAN
b. KHUSUSGambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

BAB III
METODOLOGI

A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini yaitu eksperimen dengan kontrol. Penilaian hasil
dilakukan satu kali pada kelompok intervensi dan kontrol setelah
mengkonsumsi jengkol. Konsumsi jengkol yang diolah dengan perlakuan

khusus untuk kelompok intervensi dan perlakuan biasa untuk kelompok


kontrol. Penilaian bau jengkol dilakukan dengan menilai hasil jawaban
kuesioner oleh responden. Penilain risiko kejengkolan melalui hasil
pengukuran pada jengkol yang sudah diolah dengan perlakuan khusus dan
biasa.

B. WAKTU DAN TEMPAT


Penelitian dilakukan di kota Palangka Raya selama 2 bulan pada tanggal 5
Juni 2014 sampai dengan 6 Agustus 2014. Eksperimen dilakukan sebanyak
tiga kali, setelah diyakini hasilnya sama, maka

pada eksperimen yang

terakhir baru dilakukan penilaian dengan menggunakan kuesioner dan


pengukuran pH.

C. SAMPEL DAN TEKNIK PENARIKAN SAMPEL


1. Sampel penelitian untuk bahan adalah buah jengkol yang sudah tua, yang
dijual di pasar besar kota Palangka Raya diambil secara acak sebanyak 1
Kg untuk perlakuan biasa dan 1 Kg untuk perlakuan khusus.
Penimbangan di pasar menggunakan timbangan dacin penjual jengkol,
dan di rumah ditimbang kembali dengan timbangan makanan merk
Tanika.
2. Sampel responden yang berperan serta secara sukarela mengkonsumsi
hidangan jengkol sebanyak 20 orang. Pembagian responden kedalam
kelompok intervensi dan kontrol dilakukan secara acak/random.
Responden yang mendapat nomor urut genap masuk dalam kelompok
intervensi dan responden yang mendapat nomor urut ganjil masuk
kelompok kontrol. Kelompok intervensi dan kontrol masing-masing
sebanyak 10 orang. Bahan untuk dikonsumsi (buah jengkol yang sudah
dimasak) baik dengan perlakuan biasa maupun perlakuan khusus
ditempatkan dalam wadah plastik mika yang bentuknya sama. Berat
jengkol yang diberikan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
juga sama, masing-masing 100 gram. Responden tidak mengetahui
perbedaan keduanya. Bahan jengkol yang dikonsumsi diberi nomor 1-20,
nomor pada bahan sama dengan nomor di kuesioner. Dibuatkan juga
nomor undian untuk responden. Responden diminta mengambil nomor

10

undian, kemudian responden mendapatkan bahan konsumsi dan kuesioner


dalam amplop sesuai/sama dengan nomor undian yang diambilnya.
Pengumpulan kuesioner dilakukan besok hari, sebelumnya responden
dianjurkan untuk memasukkan kembali kuesioner kedalam amplop dan
lem penutupnya direkatkan tanpa diberi nama waktu menyerahkan
kuesioner. Peneliti hanya melihat nomor kuesioner apakah ganjil atau
genap sesuai pengelompokan intervensi dan kontrol.

D. DEFINISI OPERASIONAL
Tabel 3.1 Definisi Operasional
NO
1

VARIABEL

DEFINISI

PENILAIAN

Jengkol

OPERASIONAL
Buah jengkol yang sudah

dengan

tua direndam selama 6

dengan perlakuan biasa

perlakuan

jam, kemudian jengkol di

apabila saat perendaman

rebus sampai matang

dan perebusan tanpa

selama lebih kurang 2 jam.


Ada dua macam proses

menggunakan bahan

tersebut, yang

a. Dikatakan jengkol

tambahan
b. Dikatakan jengkol

menggunakan bahan

dengan perlakukan

tambahan kapur, soda dan

khusus apabila saat

kunyit dan yang tanpa

perendaman

bahan tambahan

menggunakan bahan
kapur dan saat perebusan
menggunakan bahan

Bau jengkol

Penilaian bau yang

kunyit dan soda kue.


a. Dikatakana berbau

dilakukan oleh responden

apabila 1 jam setelah

dengan cara mengisi

memakan jengkol

kuesioner bau jengkol

responden merasa mulut

yang dinilai dari bau khas

berbau menyengat khas

jengkol yang menyengat

jengkol, atau 12-24 jam

pada mulut setelah selesai

setelah memakan

11

mengkonsumsi buah

jengkol, merasa saat

jengkol yang sudah

buang air kecil dan atau

dimasak dan yang tercium

buang air besar tercium

saat buang air kecil atau

bau menyengat khas

buang air besar lebih dari

jengkol
b. Dikatakan tidak berbau

12 - 24 jam setelah
mengkonsumsi buah
jengkol tersebut.

apabila 1 jam setelah


memakan jengkol
responden merasa mulut
tidak berbau menyengat
khas jengkol, atau 12-24
jam setelah makan
jengkol, merasa saat
buang air kecil dan atau
buang air besar tidak
tercium bau menyengat
khas jengkol

Risiko

Kecenderungan untuk

Kejengkolan

terbentuknya kristal asam

kejengkolan berkurang,

jengkolat pada ginjal yang

apabila pH jengkol

dapat menyumbat

setelah perlakukan

pengeluaran urine, hal ini

khusus lebih tinggi dari

dapat terjadi apabila

pH jengkol dengan

kondisi darah yang

perlakukan biasa

mengkonsumsi buah
jengkol dalam keadaan
asam sehingga pH air
kecing menjadi

a. Dikatan risiko terjadi

b. Dikatakan risiko terjadi


kejengkolan bertambah,
apabila PH jengkol
setelah perlakukan

rendah/asam juga dan


bereaksi dengan pH

12

khusus lebih rendah


dari pH jengkol dengan

jengkol yang rendah.

perlakuan biasa

Penilaian kecenderungan
dilihat dari kadar pH buah
jengkol yang diukur
setelah perlakuan.
E. ALAT
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Alat untuk pengolahan jengkol:
a. Baskom plastik
b. Panci (pada penelitian ini menggunakan panci stenlesstil)
c. Kompor (pada penelitian ini menggunakan kompor gas)

2. Alat untuk mengukur risiko kejengkolan:


Kejengkolan terjadi karena asam jengkolat menyumbat saluran urine.
Kristal asam jengkolat hanya dapat terbentuk pada kondisi asam pH 5,5.
Risiko kejengkolan dinilai dari perubahan keasaman jengkol. Semakin
asam buah jengkol semakin berisiko terjadi kejengkolan. Pengukuran
keasaman buah jengkol menggunakan:
a. PH indicator strips merek MERCK dengan universal indikator 0-14
b. Kertas lakmus warna biru dan merah
Format isian penilaian pengukuran pH dan perubahan warna lakmus
terlampir.
3. Alat untuk mengukur bau jengkol
Kuesioner pengukur bau jengkol terdiri dari 3 pertanyaan untuk menilai
bau yaitu bau mulut, bau saat buang air kecil dan bau saat buang air besar.
Setiap pertanyaan terdiri dari 10 pilihan jawaban sekaligus menjadi nilai
skor bau. Skor bau ini selanjutnya dibagi dalam 4 katagori seperti pada
Tabel 3.2. Kuesioner penilaian bau terlampir.
Tabel 3.2. Katagori Bau Jengkol di Mulut, Urin dan Feses
NO
1
2
3

SKOR BAU
1
2,3,4
5,6,7

KATAGORI BAU JENGKOL


tidak bau jengkol
sedikit bau jengkol
bau jengkol
13

8,9,10

sangat bau jengkol

F. BAHAN PERCOBAAN
Bahan percobaan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Bahan Penelitian
PERLAKUAN BIASA
1. Jengkol 1 Kg
2. Air

PERLAKUAN KHUSUS
1. Jengkol 1 Kg
2. Kapur sirih 50 gram
3. Kunyit 50 gram
4. Soda kue 20 gram
5. Garam 15 gram
6. Daun jeruk 5 lembar
7. Air

G. BAHAN PENDAMPING
1. Santan kelapa 500 cc
2. Bawang putih 2 siung
3. Garam 0,5 sendok teh
4. Gula pasir 1 sendok makan
5. Merica bubuk 0,5 sendok teh
H. PROSEDUR KERJA
Prosedur kerja pengolahan jengkol dengan perlakuan biasa dan perlakuan
khusus dilaksanakan dengan tahapan yang sama yaitu tahap perendaman dan
tahap perebusan. Waktu perendaman juga sama selama 6 jam dan waktu
perebusan juga sama yaitu 2 jam. Perbedaan keduanya hanya pada bahan
campuran untuk merendam dan merebus. Perlakuan biasa tanpa bahan campuran,
sedangkan perlakuan khusus menggunakan bahan campuran seperti yang
dijelaskan pada Tabel 3.3
Tabel 3.4 Prosedur Kerja

TAHAP PERENDAMAN
Masukkan jengkol 1 Kg ke dalam mangkok plastik (Jengkol
yang digunakan adalah jengkol yang sudah tua yang dijual

14

di pasar besar kota Palangka Raya, Jengkol diambil secara


acak dan ditimbang dengan menggunakan timbangan dacin

yang digunakan pedagang di pasar tersebut)


Tambahkan 1 liter air (sampai semua jengkol terendam)
Campurkan 50 gram kapur sirih, (kapur sirih yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kapur sirih yang
dijual di pasar besar kota Palangka Raya. Kapur ini

dibungkus dengan plastik dan diikat dengan tali rafia)


Kapur yang dicampurkan diaduk hingga rata dan air

berwarna putih
Diamkan rendaman jengkol selama 6 jam, perendaman yang
terlalu lama menimbulkan bau

TAHAP PEREBUSAN
Masukkan jengkol kedalam panci tanpa disertai air

rendaman, dan isi dengan air sebanyak 1 liter


Kunyit 50 gram dicuci bersih, dipotong kecil-kecil dan
dihaluskan dengan cara mengulek atau diblender. (pada

penelitian ini kunyit diblender)


Masukkan kunyit yang sudah dihaluskan kedalam panci
Tambahkan soda kue dan daun jeruk untuk memberi aroma
segar (kunyit, soda kue dan daun jeruk dibeli di pasar besar

kota palangka Raya)


Rebus jengkol sampai masak 2 jam, selama perebusan
panci jangan ditutup agar ion hidrogen menguap.

Air

rebusan akan berbuaih dan bisa meluap keatas, jengkol bisa


diaduk atau kecilkan api untuk menghindari air rebusan

keluar.
Setelah matang jengkol dibilas dengan air matang.
Jengkol yang dihasilkan ada terasa pahit sedikit, tetapi tidak

terasa ketika kita konsumsi bersama bahan pendamping.


Rasa pahit dapat dihilangkan dengan cara jengkol direbus
sebentar 10 menit dengan air + garam 1 sendok makan.

15

MEMBUAT HIDANGAN PENDAMPING/LALA:


Campur semua bahan (santan, garam, gula pasir, bawang

putih dan lada) dalam wajan.dan dimasak sampai kental.


Hidangan siap untuk dimakan bersama jengkol rebus

Setiap responden mengkonsumsi jengkol sebanyak 100 gram. Responden


yang sudah mengkonsumsi jengkol diminta mengisi kuesioner penilaian bau
jengkol setelah 12-24 jam mengkonsumsi hidangan jengkol. Penilaian bau
dilakukan pada mulut, saat buang air kecil dan saat buang air besar.

16

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Jumlah jengkol yang dipakai untuk penelitian sebanyak 2 Kg. Jengkol
dengan perlakuan biasa sebanyak 1 Kg. Jengkol dengan perlakuan khusus
sebanyak 1 Kg. Responden yang berperan serta secara sukarela dalam
penelitian ini sebanyak 20 orang. Responden yang mengkonsumsi jengkol
dengan perlakuan biasa sebanyak 10 orang. Responden yang mengkonsumsi
jengkol dengan perlakuan khusus sebanyak 10 orang.

1. BAU JENGKOL
Hasil tanggapan responden yang menilai bau jengkol dapat dilihat pada
Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Bau Jengkol Setelah Perlakuan
PERLAKUAN
A.

PERLAKUAN BIASA:

1.
2.
3.
B.
1.
2.
3.

Di Mulut
Saat BAK
Saat BAB

Tidak Bau
f
%

BAU JENGKOL
Bau Sedikit
Bau
f
%
f
%

7
4
3

70
40
30

Sangat Bau
f
%
3
6
7

30
60
70

PERLAKUAN KHUSUS:

Di Mulut
Saat BAK
Saat BAB
Ket: BAK = buang air kecil

10
10
10

100
100
100

0
0
0

0
0
0

BAB = buang air besr

Berdasarkan hasil pendapat responden yang mengkonsumsi jengkol


dengan perlakuan biasa dapat disimpulkan bahwa pada mulut paling banyak
tercium kategori bau sebanyak 70%. Pada saat BAK dan BAB paling banyak
katagori sangat bau. Saat BAK 60% dan BAB 70%. Jengkol yang mendapat
perlakuan khusus semuanya tidak tercium bau jengkol, baik pada mulut, saat
BAK dan saat BAB.
2. RISIKO KEJENGKOLAN

17

Risiko kejengkolan tidak bisa diukur dari jumlah kristal asam jengkolat,
karena kristal asam jengkolat tidak selalu terbentuk setiap mengkonsumsi
jengkoal. Kristal asam jengkolat bisa terbentuk pada kondiri urin asam dengan
pH 5,5. Keasaman urin dipengaruhi oleh pH darah dan pH makanan atau
keasaman makanan dalam hal ini jengkol. Keasaman dan pH jengkol dalam
penelitian ini menjadi indikator risiko kejengkolan. Keasaman jengkol dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2, dan pH jengkol dapat dilihat pada
Tabel 4.3.
Tabel 4.2 Tes Kertas Lakmus Pada Jengkol Setelah Perlakuan
PERLAKUAN JENGKOL

WARNA KERTAS

KESIMPULA

LAKMUS

A. PERLAKUAN BIASA
ASAM

B. PERLAKUAN KHUSUS
BASA LEMAH

Hasil perubahan warna kertas lakmus pada perlakuan biasa setelah


dilakukan pengukuran menghasilkan perubahan warna kertas lakmus biru
menjadi merah dan kertas lakmus merah tidak berubah. Dapat disimpulkan
jengkol dengan perlakuan biasa bersifat asam. Pada perlakuan khusus, kertas
lakmus biru tidak mengalami perubahan, sedangkan kertas lakmus merah
terjadi perubahan warna sedikit dari merah menjadi agak biru. Dapat
disimpulkan bahwa jengkol dengan perlakuan khusus bersifat basa lemah.
Pengukuran selanjutnya dilakukan dengan menggunakan pH meter,
untuk membandingkan dengan perubahan warna kertas lakmus. Hasil
pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.3. Hasil pengukuran pH pada jengkol
yang mendapat perlakuan khusus lebih tinggi dari pH yang mendapat

18

perlakuan biasa. Jengkol yang mendapat perlakuan biasa bersifat asam pH 5,5
sedangkan jengkol yang mendapat perlakuan khusus bersifat basa pH 8.
Tabel 4.3 PH Jengkol Setelah Perlakuan
PERLAKUAN
JENGKOL

Power of Hydrogen (pH)

PERLAKUAN

5,5

BIASA

PERLAKUAN
KHUSUS

B. PEMBAHASAN
1. BAU JENGKOL
Bau jengkol disebabkan adanya asam jengkolat yang mengandung
unsur sulfur (Belerang). Unsur sulfur menghasilkan bau yang tidak sedap.
Asam jengkolat ketika terdegradasi atau berpecah-pecah menjadi
komponen yang lebih kecil akan menghasilkan berbagai komponen aroma
gas H2S yang menyengat dan sangat bau akibat pengaruh sulfur. Gas H2S
ini terbentuk karena penguraian mikroorganisme dalam tubuh, dimana
terjadi proses pembusukan sisa metabolisme tubuh dalam usus besar oleh
bakteri Escherichiacoli (Rahayu, S.S, 2009). .

19

Makanan yang dikonsumsi akan melalui proses pencernaan secara


mekanik dan kimiawi. Di dalam lambung makanan dicerna secara kimiawi
oleh HCL, enzim dan faktor intrinsik, yang dihasilkan oleh 35 juta
kelenjar. Salah satu fungsi HCL adalah membunuh kuman-kuman pada
makanan yang dimakan. HCL ini termasuk asam kuat dengan pH 1-3
(http://www.scribd.com/doc/230044034/Diet-Alkaline-Autosaved.) Ketika
jengkol diolah dengan perlakuan khusus menggunakan kunyit yang
mempunyai keunggulan karena bersifat sebagai antimikroba, antiinflamasi,
antibakteri dan anti jamur maka kebutuhan akan HCL untuk membunuh
kuman-kuman tidak terlalu banyak (Olivia, et al, 2009). Kelebihan kunyit
ini tentu juga membantu mencegah aktifitas bakteri diusus besar yang akan
membusukkan feses sehingga mengeluarkan gas H2S yang berbau dan
menyengat pada feses.
Timbulnya bau pada proses eksresi sisa metabolisme tubuh, baik
melalui keringat, urin dan feses adalah karena adanya aktifitas bakteri. Bau
badan muncul ketika bakteri di permukaan kulit mengurai keringat dari
kelenjar apokrin menjadi asam yang mudah menguap dan melepaskan bau
tidak sedap. Yang berperan menguraikan sisa metabolisme di kulit yaitu
bakteri staphylococcus epidermis dan bakteri staphylococcus epidermisn
propionibacteria, sejenis bakteri yang hidup di saluran kelenjar sebasea
manusia dewasa dan remaja. (Maria, 2013).
Pada urine yang segar /baru biasanya tidak berbau keras /
menyengat, tetapi pada urine yang telah lama dikeluarkan dari tubuh,
uranium yang terkandung didalamnya akan di ubah menjadi amoniak oleh
bakteri yang ada dalam urine, sehingga menimbulkan bau yang keras/
menyengat.

Bakteri

Entamoebacolli

yang

banyak

berperan

pada

urine

adalah

(http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/13/sistem-

pencernaan-manusia/)

2. RISIKO KEJENGKOLAN

20

Keracunan jengkol dapat terjadi akibat mengkristalnya asam


jengkolat dalam suasana asam yang bentuknya menyerupai jarum roset
yang sukar larut dalam air. Kristal ini dapat menyebabkan penyumbatan
pada saluran kencing (tractus urinarius) dan juga dalam ginjal sehingga
pada kasus yang parah dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Proses
pembentukan kristal ini hanya bisa terbentuk pada kondisi pH urin 5,5.
Risiko kejengkolan tidak bisa dilihat dari jumlah kristal asam jengkolat
yang terbentuk, karena tidak semua orang yang mengkonsumsi jengkol
akan terbentuk kristal asam urat. Risiko kejengkolan dinilai dari faktor
perubahan pH. Semakin rendah pH jengkol maka asamnya semakin kuat.
Semakin asam pH jengkol yang dikonsumsi akan mempengaruhi kadar
keasaman darah, sehingga semakin berisiko terbentuknya kristal asam
jengkolat

(http://lordbroken.wordpress.com/2011/10/01/kandungan-

jengkol-dan-manfaat-serta-bahayanya/)
. PH darah atau Power of hydrogen darah adalah kondisi asam
atau basa darah dalam tubuh yang dilihat dari kandungan ion hidrogen.
Semakin tinggi ion hidrogen darah, maka kondisi keasaman darah
semakin kuat. Normalnya pH darah arteri adalah 7,35 - 7,45. Rentang
optimal pH darah untuk kehidupan adalah 6,5 8,2. PH urin dapat
bervariasi dari sekitar 4,5 9,0, tetapi idealnya pH urin adalah 6-7. pH
darah dipengaruhi oleh pH makanan, dan pH darah mempengaruhi pH urin
karena ginjal berfungsi sebagai penyaring darah. Jengkol termasuk
hidangan yang bersifat asam. Seseorang yang mengkonsumsi jengkol
dalam kondisi lambung yang asam akan lebih berisiko mengalami
keracunan. Asam lambung akan bertambah kalau lambung dalam keadaan
kosong, atau mengkonsumsi makanan atau minuman yang asam seperti
lemon jouce yang pHnya 2,0. Jengkol yang mendapat perlakuan biasa
yaitu direbus tanpa bahan tambahan mempunyai pH 5,5. Kondisi asam ini
berisiko untuk terjadinya pembentukan jarum-jarum kristal di ginjal dan
saluran urin, apalagi kalau pH urin orang yang mengkonsumsi rendah atau
asam juga (Shepherd, P,2014).

21

Berbeda dengan jengkol yang sudah mendapat perlakuan khusus.


Perendaman dengan menggunakan kapur sirih (CaOH2) yang bersifat basa
dan perebusan dengan menggunakan soda kue yang juga bersifat basa
kuat. Penggunaan kapur sirih (Ca(OH)2) dalam perendaman jengkol
memiliki keuntungan karena kapur sirih adalah elektrolit kuat. Sifat
elektrolit kuat akan mudah larut dalam air sehingga mudah diabsorbsi
kedalam jaringan bahan, dalam hal ini yaitu jengkol (Rahayu, S.S, 2009).
Penggunaan bahan soda kue/natrium bikarbonat dalam perlakuan khusus
ini sangat tepat, karena selaras dengan pedoman penanganan keracunan
jengkol dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSUD Dr. Sutomo, RSUP Dr.
Hasan Sadikin, dan RSUP H. Adam Malik Jakarta. Penanganan keracunan
jengkol tersebut dengan cara alkalanisasi urin/membuat urin menjadi basa
untuk mengeluarkan kristal asam jengkolat. Teknik alkalanisasi ini dengan
pemberian natrium bikarbonat bisa peroral maupun lewat infus tergantung
berat ringannya kegagalan ginjal (SIKer dan SPKer, 2001)
Telah terbukti dari hasil penelitian, pengolahan jengkol dengan
perlakuan khusus mampu menghilangkan sifat asam dari jengkol. Jengkol
yang sudah mendapat perlakuan khusus memiliki pH 8. Nilai pH 8
termasuk basa dan masih dalam rentang pH optimal darah. Pada kondisi
pH darah asam untuk orang yang mengkonsumsi jengkol dengan
perlakuan khusus, risiko untuk terjadi kejengkolan juga sangat kecil
karena pH jengkol yang dikonsumsi bersifat basa. PH jengkol yang basa
dan pH darah yang asam akan menjadikan kondisi pH diurin yang normal,
sehingga jarum-jarum kristal asam jengkolat tidak terbentuk. Bisa
disimpulkan bahwa pengolahan jengkol dengan perlakuan khusus
mengurangi risiko kejengkolan.
Mengkonsumsi buah jengkol mentah atau setengah matang diduga
berperan memberikan potensi risiko terjadinya keracunan jengkol karena
asam jengkolat yang terkandung dalam buah jengkol mentah masih dalam
keadaan utuh dan aktif. Hal lain yang perlu diperhatikan untuk pencegahan
keracunan jengkol yaitu hindari mengkonsumsi jengkol pada saat perut
kosong, saat mengkonsumsi jengkol jangan bersamaan dengan makanan
22

atau minuman yang bersifat asam. Jengkol sebaiknya diolah dengan


perlakuan khusus untuk menghilangkan sifat asamnya, sehingga aman
terhadap bahaya kejengkolan (SIKer dan SPKer, 2001).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil penelitian, Bau jengkol tidak tercium/ tidak ada baik pada
mulut, saat buang air kecil maupun saat buang air besar, setelah
mengkonsumsi jengkol dengan perlakuan khusus menggunakan, kapur sirih,
soda kue dan kunyit.

23

2. Risiko kejengkolan berkurang pada jengkol yang diolah dengan perlakuan


khusus. Risiko kejengkolan diukur dari peningkatan nilai pH dan perubahan
status dari asam menjadi basa..
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan penilaian perubahan pH yang
lebih runtut dari pH mulut, pH jengkol dan pH urine. Variabel luar perlu teliti dan
diuji seperti makanan yang dikonsumsi karena dapat mempengaruhi perubahan
pH darah dan urine. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang dosis optimal
komposisi bahan campuran dan lama waktu perendaman.

24

Anda mungkin juga menyukai