Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN

Tentang

HIPOSPADIA
Dosen Pembimbing : Ns. Robiatul Adawiyah S.Kep M.Kep

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK VI

1. Rina Mariani
2. Excel Alfianto
3. Nenni Hartina
4. Samsul Rizal
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian…………………………………………………………………………………..
B. Etiologi……………………………………………………………………………………...
C. Manifestasi klinis…………………………………………………………………………...
D. Patofisiologi………………………………………………………………………………..

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian…………………………………………………………………………………..
B. Diagnose……………………………………………………………………………………
C. Rencana keperawatan……………………………………………………………………….
D. Evaluasi……………………………………………………………………………………..

BAB IV PENUTUP………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian

Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak disebelah
ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Hipospadia terjadi pada 1 – 3 per 1.000
kelahiran dan merupakan anomaly penis yang paling sering.

 Klasifikasi

Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe, menurut letak orifisium uretra eksternum yaitu
sebagai berikut :

1. Tipe sederhana adalah tipe grandular : meatus terletak pada pangkal glans penis. Pada
kelainan ini secara klinis umumnya bersifat asimtomatik.
2. Tipe penil : meatus terletas antara glans penis dan skrotum.
3. Tipe penoskrotal dan tipe perineal : kelainan cukup besar umumnya pertumbuhan
penis akan terganggu.

B. Etiologi

Beberapa factor penyebab, meliputi factor genetic, endokrin, dan lingkungan.

1. Faktor genetic
Sebuah kecenderungan genetic telat disarankan oleh peningkatan 8x lipat dalam
kejadian hipospadia antara kembar monozigot dibandingkan dengan tunggal.
Kecenderungan keluarga telah dicatat dengan hipospadia. Frevalensi hipospadia pada
anak laki – laki nenek moyang dengan hipospadia telah dilaporkan sebesar 8%, dan
14% dari anak saudara dengan hipospadia juga berpengaruh.
2. Factor andokrin
Penurunan androgen atau ketidakmampuan untuk menggunakan androgen dapat
mengakibatkan hipospadia. Dalam sebuah laporan tahun 1997 oleh Aaronson dkk.,
66% dari anak laki – laki dengan hipospadia ringan dan 40% dengan hipospadia
berat ditemukan memiliki cacat dalam biosintesis testosterone testis.
Mutasi alfa reductase enzim-5, yang mengubah testosterone (T) menjadi
dihidrotestosteron (DHT), secara signifikan telah dihubungkan dengan hipospadia.
Sebuah laporan tahun 1999 oleh silver dkk.. ditemukan hampir 10% dari anak laki –
laki dengan hipospadia terisolasi memiliki setidaknya satu alel terpengaruh dengan
alpha deructase mutasi-5.
3. Factor lingkungan
Gangguan endokrin oleh agen lingkungan adalah mendapatkan popularitas sebagai
etiologi mungkin untuk hipospadia dan sebagai penjelasan atas kejadian yang
semakin meningkat.
Estrogen telah terlibat dalam pengembangan penis abnormal pada hewan.
Lingkungan dengan aktivitas estrogenic signifikan dimana – mana dalam masyarakat
industri dan tertelan sebagai pestisida pada buah – buahan dan sayur – sayuran,
tanaman estrogen endogen, dalam susu dari sapi perah laktasi hamil, dari lapisan
plastic kaleng logam, dan obat – obatan.
Sebuah study oleh Hadziselimovic tahun 2000 dijelaskan peningkatan konstrasi
estradiol syncytiotrophoblasts basal plasenta anak laki – laki dengan testis yang tidak
turun. Testis tidak turun dan hipospadia telah dihubungkan, tetapi peningkatan
konsentrasi estradio belum terlibat dalam hipospadia.

C. Patofisiologi

Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan yang diperkirakan terjadi pada masa embrio
selama pengembangan uretra, dari kehamilan 8 – 20 bulan.

Perkembangan terjadinya fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajad
kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian
disepanjang batang penis hingga akhirnya di perineum.

Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari
glans. Pita jaringan fibrosa yang di kenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan
kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.

Chordee atau lengkungan ventral dari penis, sering dikaitkan dengan hipospadia, terutama
bentuk – bentuk yang lebih berat. Hal ini diduga akibat dari perbedaan pertumbuhan
antara punggung jaringan normal tubuh kopral dan uretral ventral dilemahkan dan
jaringan terkait. Pada kondisi yang lebih jarang, kegagalan jaringan spongiosub dan
pembentukan fasia pada bagian distal meatus uretra dapa membentuk balutan berserat
yang menarik meatus uretra sehingga memberikan kontribusi untuk terbentuknya suatu
korda.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Secara umum pengkajian didapatkan pancaran urine pada saat BAK tidak lurus,
biasanya ke bawah, menyebar, dan mengalir melalui batang penis sehingga anak
akan jongkok pada saat BAK.

Pada hipospadia grandular/koronal, anak dapat BAK dalam posisi berdiri dengan
mengangkat penis ke atas. Pada hiospadia peniscrotal/perineal anak berkemih dengan
jongkok. Penis akan melengkuk kebawah pada saat ereksi.

Pengkajian peatalaksanaan medis

Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah merekomendasikan


penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau ekat normal
sehingga arah aliran urine kedepan dan dapat melakukan koitus dengan normal.

Operasi harus dilakukan sejak dini dan sebelum operasi dilakukan, bayi atau anak
tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk pembedahan
nanti.

B. Diagnose keperawatan

1) Gangguan pemenuhan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, obstruksi


mekanik.
2) Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan pascabedah.
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entrée luka pascabedah, insersi
kateter.
4) Pemenuhan informasi berhubungan dengan rencana pembedahan, prognosis penyakit.
5) Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi.

C. Rencana keperawatan

Tujuan dari rencana intervensi praoratif adalah mengadaptasikan keluhan nyeri,


pemenuhan eliminasi urine, penurunan kecemasan, dan terpenuhinya kebutuhan
informasi tentang asuhan praoperatif.

Untuk intervensi pada masalah keperawatan gangguan pemenuhan eliminasi


urine,intervensi da[art di sesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien striktur
uretra. Untuk intervensi pada masalah nyeri resiko tinggi infeksi, pemenuhan
informasi, dan kecemasan intrvensi dapat disesuaikan dengan masalah yang sama
pada pasien batu ginjal.

D. Evaluasi

Hasil ang diharapkan setelah mendapatkan intervensi adalah sebagai berikut :

1. Gangguan pemenuhan eliminasi urine teratasi.


2. Penurunan skala nyeri.
3. Tidak terjadi infeksi luka pascabedah.
4. Penurunan tingkat kecemasan.
5. Informasi kesehatan terpenuhi.
BAB IV

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Elrod, Rachel.2000. Nursing Assessment Urinary System. In Medical-Surgical Nursing.

Assessment and management of clinical problem. Missouri: Mosby Company.

Duckett J.W. Hypospadias. Walsh P.C., Retik A.B., dan Vaughan E.D. et al.(eds).1998.

Campbell’s urology. Edisi ke-7. Philadelphia: WB Saunders Co.

Frenkl T. dan Potts J. 2006. Sexually Trsnsmitted Diseases. Wein A.J., Kavoussi I,.R.,

Novick A.C., Partin A.W., dan Peters C.A., eds. Campbell-Walsh Urology. Edisi ke-9.

Anda mungkin juga menyukai