Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL PENELITIAN

SISTEM DEWATERING OPEN PIT BATUBARA


DI PT. TEBO PRIMA KEL. SUNGAI BENGKAL
KEC. TEBO ILIR KAB. TEBO
PROVINSI JAMBI

Disusun Oleh:
Rizni Andari P (14 306 153)
Ade Kurniawan (14 306 100)
Muhammad Abdi (14 306 099)
Indah Purnama Sari (14 306 128)
Deni Manurung (16 306 053)
Brimus Jamasi (14 306 139)

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
2017/2018

1
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan masalah besar dalam pekerjaan tambang terbuka maupun tambang bawah
tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap produktivitas.
Dalam produktivitas pada tambang terbuka penyaliran tambang merupakan bagian yang
sangat penting dan mutlak harus diperhatikan, Karena suatu tambang terbuka tidak akan bisa
melakukan kegiatan penambangan bila lokasi tambang tersebut terdapat genangan air yang
dapat mengganggu kegiatan penambangan.

Sistem penyaliran tambang adalah suatu metode yang dilakukan untuk mencegah masuknya
aliran air kedalam lubang bukaan tambang atau mengeluarkan air tersebut. Metode yang
digunakan untuk penanganan mengenai masalah air tambang dalam jumlah besar pada
tambang terbuka di Pit C5 PT. Tebo Prima, yaitu Metode Mine Dewatering.

Mine Dewatering merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke lokasi
penambangan, dengan cara membuat sump di dalam front tambang (Pit). Sistem yang
diterapkan untuk membuang air tambang dari lokasi kerja. Air tambang dikumpulkan pada
sumuran (sump), kemudian dipompa keluar. Pemasangan jumlah pompa tergantung pada
kedalaman penggalian, dengan kapasitas pompa menyesuaikan debit air yang masuk ke dalam
lokasi penambangan.

Berdasarkan parameter tersebut diharapkan dapat diketahui debit air yang masuk ke dalam
front kerja tambang sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan sebaik mungkin, untuk
itu perlu dilakukan analisis terhadap parameter tersebut seperti intensitas curah hujan kinerja
pemompaan dan paritan. Penyaliran tambang adalah merupakan satu-satunya cara untuk
mengatasi air yang masuk ke dalam front kerja tambang yaitu dengan cara mengeluarkan air
yang telah masuk ke dalam front kerja tambang agar menjadi kering sehingga proses
penambangan dapat berjalan dengan lancar. Sehingga dengan adanya permasalahan mengenai
genangan air yang terdapat pada front kerja tambang maka dilakukanlah suatu sistem
penyaliran pada tambang terbuka demi kelancaran kegiatan penambangan dan tercapainya
target produksi.

2
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
Sistem penyaliran tambang memegang peranan penting dalam peningkatan produksi.
Dengan adanya sistem penyaliran tambang yang baik, diharapkan target produksi perusahaan
dapat terpenuhi. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahannya adalah:
1. Bagaimana jumlah pompa yang direncanakan untuk mengeluarkan air yang masuk ke
tambang Pit C5 PT. Tebo Prima?
2. Bagaimanakah dimensi sump yang akan direncanakan untuk menampung air yang masuk
ke front penambangan batubara di Pit C5 PT. Tebo Prima?
3. Bagaimanakah dimensi saluran terbuka yang akan direncanakan untuk mengalirkan air dari
outlet pipa menuju kolam pengendapan lumpur ?
4. Bagaimanakah dimensi kolam pengendapan lumpur (KPL) yang dibutuhkan untuk
mengendapkan lumpur hasil pemompaan dari sump Pit C5 PT. Tebo Prima?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Menentukan jumlah pompa yang diperlukan untuk mengeluarkan air yang masuk ke
tambang Pit C5 PT. Tebo Prima.
2. Menentukan dimensi sump yang dapat menampung air yang masuk kedalam front
penambangan Pit C5 PT. Tebo Prima.
3. Menentukan dimensi saluran terbuka yang dapat mengalirkan air dari outlet pipa menuju
kolam pengendapan lumpur.
4. Menentukan dimensi kolam pengendapan lumpur (KPL) yang dapat mengendapkan
lumpur hasil pemompaan dari sump Pit C5 PT. Tebo Prima.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dapat mengatasi masalah air yang masuk ke lokasi penambangan Pit C5 PT. Tebo Prima
pada tahun 2016 di PT. Tebo Prima dengan merencanakan sistem penyaliran tambang.
2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak PT. Tebo Prima, Pit C5 PT. Tebo
Prima dalam melakukan sistem penyaliran tambang.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi


Air yang berada di dalam maupun di permukaan bumi mengalami proses yang membentuk
daur. Secara umum daur hidrologi terjadi karena air yang menguap ke udara dari permukaan
tanah dan laut akan terkondensasi dan kembali jatuh ke bumi (Gambar 2.1). Kejadian ini
disebut presipitasi yang dapat berbentuk hujan, salju, atau embun. Peristiwa perubahan air
menjadi uap air dan bergerak dari permukaan tanah ke udara disebut evaporasi, sedangkan
penguapan air dari tanaman disebut transpirasi. Jika kedua proses ini terjadi secara bersama-
sama maka disebut evapotranspirasi (Soemarto, 1995).

Gambar 2.1 Daur Hidrologi (Soemarto, 1995)

2.1.1 Presipitasi
Presipitasi adalah curah hujan atau turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi. Semua air
yang bergerak di dalam bagian lahan dari daur hidrologi secara langsung maupun tidak
langsung berasal dari presipitasi. Sumber dari presipitasi adalah danau, sungai, ataupun laut.
Udara membawa titik-titik uap air bergerak menuju daerah dataran tinggi yang dapat
menyebabkan air mendingin sampai dibawah titik embun dan menyebabkan presipitasi berupa
air hujan, salju, dan bentuk presipitasi lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi presipitasi
adalah sebagai berikut (Seyhan, 1990):
a. Garis Lintang
b. Ketinggian tempat
c. Jarak dari sumber-sumber air
d. Posisi di dalam dan ukuran masa tanah benua atau daratan

4
e. Arah angin yang umum (menuju atau menjauhi) terhadap sumber-sumber air
f. Hubungannya dengan deretan gunung
g. Suhu nisbi tanah dan samudera yang berbatasan

Salah satu bentuk presipitasi yang terpenting di Indonesia adalah hujan. Jika membicarakan
data hujan, ada 5 buah unsur yang harus ditinjau, yaitu (Soemarto, 1995):
a. Intensitas (i), adalah laju curah hujan persatuan waktu, misalnya mm/menit, mm/jam,
mm/hari.
b. Lama waktu atau durasi (t), adalah lamanya curah hujan terjadi dalam menit atau jam.
c. Tinggi hujan (d) adalah banyaknya hujan yang dinyatakan dalam ketebalan air diatas
permukaan datar, dalam mm.
d. Frekuensi, adalah frekuensi kejadian terjadinya hujan yang biasanya dinyatakan dengan
waktu ulang (return periode) T, misalnya sekali dalam T tahun.
e. Luas, adalah luas geografis curah hujan A, dalam km2.

Tahapan menentukan kuantitatif data presipitasi atau curah hujan (Soemarto, 1995):
1. Pengukuran presipitasi atau curah hujan
Pengukuran peresipitasi dapat dilakukan dengan alat pengukur curah hujan yaitu
penangkar hujan dan pencatat hujan. Penangkar hujan untuk menampung hujan yang jatuh
dikawasan tersebut, sedang pencatat hujan untuk mencatat tinggi hujan dari alat penangkar
hujan.
2. Frekuensi pengukuran
Frekuensi pencatatan dan pengukuran terhadap curah hujan yang jatuh di suatu kawasan
dapat dilakukan sebanyak:
- Sekali dalam sehari, dilakukan dengan alat pengukur manual yang mengukur tiap hari
wadah penangkar hujan dengan waktu yang teratur.
- Sekali dalam seminggu atau sebulan, namun dilakukan dengan alat pengukur otomatis
yang mana menhasilkan data curah hujan setiap saat dan di hubungkan dengan
komputer di pusat komputer.

A. Periode ulang hujan


Curah hujan diperkirakan terjadi satu kali dalam n tahun, maka n tahun dapat dianggap
sebagai periode ulang dari x. Perhitungan periode ulang yang paling banyak dipakai

5
adalah Metode Gumbel. Metode Gumbel merupakan teori harga ekstrim untuk
menunjukan bahwa dalam deret harga-harga ekstrim X1, X2, X3, ..., Xn, dimana sample-
samplenya sama besar, dan X merupakan variable berdistribusi eksponensial, maka
probabilitas kumulatipnya P dalam nama sebarang harga di antara n buah harga X n akan
lebih kecil dari harga tertentu. Persamaan Gumbel untuk mendapatkan perkiraan curah
hujan dapat dilihat pada persamaan dibawah ini (Soewarno, 1995).

B. Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah jumlah presipitasi atau curah hujan yang jatuh pada saat tertentu
dalam satuan mm/menit, cm/jam, dan lain-lain (Seyhan, 1990). Untuk mencari intensitas
hujan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan mononobe (Soemarto, 1995):
2
d24 24 3
I= 24
x( t ) .............................................................................................. (2.4)

dimana :
I = intensitas (mm/jam)
d24 = tinggi hujan maksimum dalam 24 jam
t = waktu konsentrasi (jam)

2.1.2 Evaporasi
Menurut Seyhan (1990) evaporasi adalah proses dimana air menjadi uap, bergerak dari
permukaan tanah dan permukaan air ke udara atau semua bentuk permukaan selain vegetasi.
Pertukaran air menjadi uap air dapat terjadi dari permukaan bebas, dari muka air tanah, dan
pada metabolisme tanaman (trasnpirasi). Suhu dan tekanan uap jenuh saling berhubungan satu
sama lainnya, sehingga juga mampu mempengaruhi evaporasi yang terjadi. Hubungan suhu
dan tekanan uap jenuh dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.1 Hubungan Suhu dan Uap Jenuh


Suhu (oC) Tekanan Uap Jenuh (mmHg)

0 4,572
10 9,14
20 17,55
30 31,86
32 36,81
40 55,40

6
Menurut Seyhan (2009) untuk menghitung evaporasi digunakan persamaan Dalton yaitu:
𝐸𝑜 = 𝑐 (𝑒𝑠 − 𝑒)(0,5 + 0,54𝑢2 )................................................................(2.5)

dimana :
𝐸𝑜 = Evaporasi air permukaan bebas (mm/hari)
Es = Tekanan uap air jenuh (mmHg)
e = Tekanan uap aktual dalam udara (mmHg)
U2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 meter dari permukaan (mm/s)

2.1.3 Transpirasi
Transpirasi adalah proses hilangnya air menjadi bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman
yang terletak di atas permukaan tanah. Besarnya transpirasi tergantung dari jenis tumbuhan,
suhu, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari. Mekanisme proses
transpirasi yaitu air diserap kedalam akar secara osmosis melalui rambut akar, sebagian besar
bergerak menurut gradient potensial air melalui xilem. Air dalam pembuluh xilem mengalami
tekanan besar karena molekul air polar menyatu dalam kolom berlanjut akibat dari penguapan
yang berlangsung di bagian atas. Sebagian besar ion bergerak melalui simplas
dari epidermis akar ke xilem, dan kemudian ke atas melalui arus transportasi. Lebih dari 20%
air yang diambil oleh akar dikeluarkan ke udara sebagai uap air.

2.1.4 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah jumlah total air yang kembali lagi ke atmosfer dari permukaan tanah,
permukaan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi.
Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses evaporasi dan transpirasi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah (Seyhan, 1990):
1. Radiasi matahari, karena proses perubahan air dari wujud cair menjadi gas memerlukan
panas (penyinaran matahari secara langsung).
2. Angin yang berfungsi membawa uap air dari satu tempat ke tempat lain.
3. Kelembaban relatif.
4. Suhu.
5. Jenis tumbuhan.
6. Jenis tanah, karena kadar kelembaban tanah membatasi persediaan air yang diperlukan
tumbuhan.

7
2.1.5 Infiltrasi
Air cair yang jatuh pada permukaan bumi akhirnya, jika permukaannya tidak kedap air, dapat
bergerak kedalam tanah dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran yang
disebut infiltrasi. Laju infiltrasi aktual adalah laju air berpenetrasi ke permukaan tanah pada
setiap waktu dengan gaya-gaya kombinasi gravitasi, viskositas dan kapilaritas (Fac). Laju
maksimum presipitasi dapat diserap oleh tanah pada kondisi tertentu disebut kapasitas
infiltrasi (Fc) untuk suatu intensitas curah hujan dilambangkan i. Jika intensitas curah hujan
lebih kecil dari kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi aktual lebih kecil dari kapasitas
infiltrasi (i < Fc, Fac < Fc) dan sebaliknya jika intensitas curah hujan lebih besar dari kapasitas
infiltrasi, maka kecepatan infiltrasi lebih kecil dari dari kapsitas infiltrasi (i < Fc, Fac < Fc). Hal
ini dikarenakan pada saat hujan, tidak ada waktu air untuk terserap kedalam permukaan,
karena debit air hujan yang tinggi membawa partikel-partikel tertentu yang menutupi rongga-
rongga pori tanah (Seyhan, 1990).

2.2 Air Tanah


Air Tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi. Lapisan tanah
yang terletak di bawah permukaan air tanah dinamakan air jenuh (staturated zone), sedangkan
daerah tidak jenuh biasanya terletak di atas daerah jenuh sampai kepermukaan tanah, dimana
rongga-rongganya berisi air dan udara. Dengan anggapan bahwa kondisi hidrologi
menyediakan air kepada zona bawah tanah, maka lapisan-lapisan bawah tanah akan
melakukan distribusi dan mempengaruhi gerakan air tanah (Soemarto 1987). Aliran air tanah
dalam akuifer dapat dihitung dengan persamaan darcy. Persamaan darcy menurut Soemarto
(1987) adalah sebagai berikut:

𝑘 𝐵 (𝐻02 −𝐻12 )
𝑄= ...................................................................................... (2.6)
2𝐿

dimana :
Q = Debit air tanah (m3/detik)
k = Koefisien permeabilitas (m/det)
𝐴 = Luas penampang akuifer(m2)
H0 = Ketinggian awal air tanah (m)
H1 = Ketinggian air tanah sepanjang L (m)
𝐿 = Panjang akuifer, jarak dari sumber (m)

8
2.3 Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Catchment area menurut Suwandhi (2004) merupakan suatu areal atau daerah tangkapan
hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga
akhirnya merupakan suatu poligon tertutup yang mana polanya disesuaikan dengan kondisi
topografi, dengan mengikuti kecenderungan arah gerak air. Dengan pembatasan catchment
area maka diperkirakan setiap debit hujan yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi
yang terendah pada catchment area tersebut. Pembatasan catchment area biasanya dilakukan
pada peta topografi, dan untuk perencanaan sistem penyaliran di anjurkan dengan
menggunakan peta rencana penambangan dan peta situasi tambang agar didapatkan hasil yang
lebih baik.

2.4 Air Limpasan


Air limpasan adalah aliran air yang mengalir di atas permukaan karena penuhnya kapasitas
infiltrasi tanah. Besarnya frekuensi banjir pada suatu kawasan dikendalikan oleh faktor-faktor
penyebab (intensitas presipitasi, lama hujan, frekuensi terjadinya hujan angin dan luas daerah
aliran) faktor-faktor lingkungan (faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi dan waktu
konsentrasi (Soemarto, 1995). Metode yang sangat sering digunakan karena
kesederhanaannya adalah metode rasional. Metode ini memberikan batasan jumlah air masuk
dilihat dari limpasan permukaan maksimum. Persamaan metode rasional menurut Soemarto
(1995) adalah sebagai berikut:
𝑄 = 𝐶. 𝐼. 𝐴 ........................................................................................................ (2.7)

dimana:
Q = Limpasan permukaan maksimum (m3/jam)
C = Koefisien limpasan (Tabel 2.6)
i = Intensitas curah hujan (m/jam)
A = Luas catchment area / daerah tangkapan hujan (m2)

Tabel 2.2 Koefisien Limpasan (Suwandhi, 2004)


Kemiringan Jenis lahan C

< 3% (datar) Sawah, rawa 0,2


Hutan, perkebunan 0,3
Perumahan 0,4

9
3% - 15% (sedang) Hutan, perkebunan 0,4
Perumahan 0,5
semak-semak agak jarang 0,6
Lahan terbuka 0,7

>15% (curam) Hutan 0,6


Perumahan 0,7
Semak-semak agak jarang 0,8
Lahan terbuka daerah tambang 0,9

2.5 Sistem Penyaliran


Sistem penyaliran tambang yaitu adanya input dan output, dimana air yang masuk ke tambang
(input) ditampung dalam sump selanjutnya dipompakan keluar tambang, air yang dipompakan
keluar tambang (output) harus dinetralisir terlebih dahulu di kolam pengendapan lumpur
sebelum dialirkan ke sungai. Teknik penyaliran ini bisa bersifat pencegahan atau
pengendalian air yang masuk ke lokasi penambangan (Suwandhi, 2004).

Terdapat dua cara pengendalian air yang sudah telanjur masuk ke dalam front penambangan,
yaitu dengan sistem kolam terbuka (sump) atau membuat paritan dan membuat adit. Sistem
penyaliran dengan membuat kolam terbuka dan paritan biasanya ideal diterapkan pada
tambang open cast atau quarry, karena dapat memanfaatkan gravitasi untuk mengalirkan
airnya dari bagian puncak atau lokasi yang tinggi ke tempat yang rendah. Pompa digunakan
pada posisi ini lebih efisien, efektif dan hemat energi. Pada tambang open pit penggunaan
pompa menjadi sangat vital untuk menaikan air dari dasar tambang ke permukaan dan kerja
pompa pun cukup berat. Kadang-kadang tidak cukup digunakan hanya 1 unit pompa, tetapi
harus beberapa pompa yang dihubungkan seri untuk membantu daya dorong dari dasar
sampai permukaan. Artinya unsur biaya pemompaan harus diperhatikan. Sedangkan sistem
adit lebih ideal diterapkan pada tambang terbuka open pit dengan syarat lokasi penambangan
harus mempunyai lembah tempat sumuran dan adit agar air dapat keluar (Suwandhi, 2004).

2.5.1 Pumping (Pemompaan)


Untuk memindahkan zat cair keluar dari tambang diperlukan kegiatan pemompaan dengan
bantuan gaya tekan yang dihasilkan dari sebuah alat pada pompa dimana dapat mengangkat
zat cair dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi. Pemasangan pompa dapat
dilakukan dengan cara seri dan paralel. Pemasangan pompa secara seri dilakukan karena head

10
pompa yang digunakan tidak mencukupi untuk menaikkan air sampai ketinggian tertentu.
Pemasangan pompa secara paralel dilakukan karena debit pompa yang digunakan tidak
mencukupi untuk mengeluarkan air sehingga harus digunakan dua pompa atau lebih yang
dipasang secara paralel.

Pandanglah aliran suatu zat cair melalui suatu penampang saluran. Pada penampang tersebut
zat cair mempunyai tekanan statis p (kgf/m2), kecepatan rata-rata v (m/s) dan ketinggian Z
(m). Maka zat cair tersebut pada penampang yang bersangkutan mempunyai head (m). Untuk
perhitungan head pompa digunakan prinsip Bernoulli. Bentuk persamaan Bernoulli untuk
aliran tak-termampatkan menurut Sularso dkk (2000) ditunjukan dalam persamaan dibawah
ini:
P V2
H= + + z1 ......................................................................................... (2.8)
γ 2g

dimana :
P = tekanan (bar)
γ = berat spesifik (kN/m3)
V = kecepatan aliran fluida (m/s2)
Z1 = elevasi hisap (m)
g = percepatan gravitasi (m/s2)

Bentuk persamaan head total pompa menurut Sularso dkk (2000) dapat ditulis sebagai
berikut:
vd 2
H = + Ha + ∆Hp − HL ........................................................................ (2.9)
2g

dimana:
H = Head total pompa (m)
ha = Head statis total (m), Δhp = Perbedan head tekan yang bekerja pada kedua permukaan
air (m)
hl = Beberapa keruguian head di pipa, katup, belokan, dambungan, dll (m)
Vd = kecepatan aliran rata-rata dititik keluar pipa (m/s)

Energi yang secara efektif diterima oleh air dari pemompaan persatuan waktu menurut
Sularso dkk (2000) dapat ditulis sebagai berikut:

11
𝑃𝑤 = 𝛾𝑄𝐻 ..................................................................................................... (2.10)

dimana:
Pw = Daya air (kW)
H = Head total pompa (m)
Q = Debit (m3/detik)
𝛾 = Berat spesifik (kN/m3)

Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan sebuah pompa adalah sama dengan daya air
ditambah kerugian daya di dalam pompa. Dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini
menurut Sularso dkk (2000):
𝑃𝑤
𝑃= ......................................................................................................... (2.11)
𝜂𝑝

dimana:
𝜂𝑝 = Effisiensi pompa
Pw = Daya air (kW)

2.5.2 Hosting (Pemipaan)


Pipa (hosting) digunakan untuk keperluan pemompaan dalam aktivitas penambangan. Sistem
pemipaan akan sangat berhubungan erat dengan head kerugian yang dihasilkan oleh pipa.
Menurut Sularso dkk (2000) perhitungan besarnya head loss pada pipa dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan Hazen-William yaitu sebagai berikut:
1. Head loss pada pipa panjang

10.6666Q1.85
HL = x (L) ........................................................................... (2.12)
C1.85 D4.87

dimana :
HL = Head loss pipa (m)
Q = Debit aliran pipa (m3/detik)
C = Konstanta Hazen-Williams (Tabel 2.7)
D = Diameter pipa (m)
L = Panjang pipa (m)

12
Tabel 2.3 Konstanta Hazen – Williams Berbagai Jenis Pipa (Sularso dkk, 2000)
No JENIS PIPA NILAI C

1 Pipa besi cor baru 130


2 Pipa besi cor lama 100
3 Pipa besi cor lama / permukaan dalam kasar 70
4 Pipa baja baru 130
5 Pipa baja sedang / setengah pakai 100
6 Pipa baja lama 80
7 Pipa Plastik "Polyethylene" 140

2. Head loss pada katup hisap

v2
Hv = fv ...................................................................................................... (2.13)
2g
Dimana :
Hv = kerugian head katup (m)
v = kecepatan rata-rata di penampang masuk katup (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
f = koefisien kerugian katup (Tabel 2.8)

3. Head loss pada ujung pipa keluar

v2
Hf = f ........................................................................................................ (2.14)
2g
dimana :
f =1
v adalah kecepatan rata-rata pada pipa keluar

2.5.3 Sump (Kolam Penampungan)


Menurut Suwandhi (2004) sump merupakan kolam penampungan air yang dibuat untuk
penampung air limpasan, yang dibuat sementara sebelum air itu dipompakan, serta dapat
berfungsi sebagai pengendapan lumpur. Pengaliran air dari sump akan dipengaruhi oleh
sistem drainase tambang yang disesuaikan dengan geografis daerah tambang dan kestabilan
lereng tambang. Berdasarkan tata letak kolam penampung (sump), sistem penirisan tambang
dapat dibedakan menjadi (Suwandhi, 2004):

13
Berdasarkan penempatannya, sump dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu (Suwandhi,
2004):
1. Travelling Sump
Sump ini dibuat pada daerah front tambang. Tujuan dibuatnya sump ini adalah untuk
menanggulangi air permukaan. Jangka waktu penggunaan sump ini relatif singkat dan selalu
ditempatkan sesuai dengan kemajuan tambang.
2. Sump Jenjang
Sump ini dibuat secara terencana baik dalam pemilihan lokasi maupun volumenya.
Penempatan sump ini adalah pada jenjang tambang dan biasanya di bagian lereng tepi
tambang. Sump ini dibuat untuk jangka waktu yang cukup lama dan biasanya dibuat dari
bahan kedap air dengan tujuan untuk mencegah meresapnya air yang dapat menyebabkan
longsornya jenjang.
3. Main Sump
Sump ini dibuat sebagai tempat penampungan air terakhir. Pada umumnya sump ini dibuat
pada elevasi terendah dari dasar tambang.

2.5.4 Saluran Tambang


Pembuatan saluran tambang dilakukan untuk menampung air limpasan permukaan pada suatu
daerah dan mengalirkannya ke tempat pengumpulan (sumuran) atau tempat lainnya. Saluran
ini juga digunakan untuk mengalirkan air hasil pemompaan keluar areal penambangan
(sungai).
Menurut Gautama (1999) saluran tambang harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai
berikut:
a. Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan.
b. Kemiringan sedemikian sehingga tidak terjadi pengendapan/sedimentasi
c. Kecepatan air sedemikian sehingga tidak merusak saluran (erosi)
d. Kemudahan dalam penggalian.

Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran air dilakukan dengan rumus Manning, yaitu:

2 1
1
𝑄 = 𝑛 𝑅 3 × 𝑆 2 𝐴 ...............................................................................................(2.15)

dimana :
Q = Debit aliran pada saluran (m3/detik)

14
𝐴
R = Jari-jari hidrolik = 𝑃

S = Kemiringan dasar saluran (%)


P = Keliling basah
A = Luas penampang
n = Koefisien manning (tabel 2.9)

Tabel 2.4 Harga Koefisien Manning (n) (Gautama, 1999)


No Tipe Elemen (n)

1. Semen 0,010 – 0,014


2. Beton 0,011 – 0,016
3. Bata 0,012 – 0,020
4. Besi 0,013 – 0,017
5. Tanah 0,020 – 0,030
6. Gravel 0,022 – 0,035
7. Tanah yang ditanami 0,025 – 0,040

Dimensi penampang yang dapat di katakan efisien, yaitu apabila dapat mengalirkan debit
aliran secara maksimum.

2.5.5 Kolam Pengendapan Lumpur (KPL)


Menurut R & M Consultant (1983) kolam pengendapan lumpur merupakan sarana untuk
menghindari pencemaran perairan umum oleh air limpasan dari tambang yang mengandung
material padat akibat erosi. Penentuan lokasi dan kapasitas kolam pengendapan lumpur harus
direncanakan dengan memperhatikan rencana tambang agar biaya pembuatannya dan
penanganan lumpur tidak memerlukan biaya besar.

Walaupun bentuknya dapat bermacam-macam, namun pada setiap kolam pengendap akan
selalu ada 3 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material padatan.
Menurut Endrianto dan Ramli (2013) Keempat zona itu adalah:
1. Zona masukan adalah tempat masuknya aliran air berlumpur kedalam kolam pengendapan
dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan terdistribusi secara merata.
2. Zona Endapan Lumpur adalah tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami
sedimentasi dan terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap.
3. Zona Keluaran adalah tempat keluarnya buangan cairan yangt relative bersih. zone ini
terletak pada akhir saluran.

15
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah


Lokasi kegiatan terletak di PT. Tebo Prima Kelurahan Sungai bengkal, Kecamatan Tebo Ilir,
Kabupaten Tebo, Provinsi jambi. (Gambar 3.1).

Lokasi PT. Tebo Prima


Prima

Sumber : Google Map


Gambar 3.1 Peta jalan raya dari Bandara sultan Thaha sayifuddin menuju Sungai Bengkal.

Untuk dapat menuju ke Lokasi kegiatan yang berada di Sungai Bengkal bisa dijangkau dari
dua arah, yakni dari kota Jambi menuju sungai bengkal, anda bisa memilih jalur darat dengan
menggunakan travel dengan jarak sekitar 178 KM dengan waktu perjalanan sekitar 4-6 Jam

3.2 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian.
Suatu rencana dan struktur penelitian untuk menjawab permasalahan yang dihadapi dengan
mengetahui dan menganalisa berbagai variabel yang berpengaruh terhadap penelitian tugas
akhir ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini ada beberapa variabel rancangan penelitian
yang dilakukan diantaranya sebagai berikut:

3.2.1 Studi Literatur


Studi literatur dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang, yang
diperoleh dari instansi terkait (data perusahaan), perpustakaan (literatur).

16
3.2.2 Orientasi Lapangan
Dilakukan dengan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui kondisi daerah
penelitian dan kegiatan penambangan di lokasi tersebut.

3.2.3 Pengumpulan Data


Data yang diambil harus benar, akurat, dan lengkap serta relevan dengan permasalahan yang
ada. Data yang diambil dapat dikelompokkan menjadi:
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diambil dari pengamatan dilapangan dengan mencatat secara
sistematis, data tersebut meliputi :
a) Debit Pemompaan Aktual
Debit pompa aktual diambil dengan cara pengukuran pada mulut outlet pipa di
lapangan menggunakan alat Current Meter merk AOTT tipe 531 dimana hasil
pengukuran debit aktual pompa adalah sebesar 8 m3/menit.
b) Dimensi Kolam Pengendapan Lumpur Aktual
Dimensi kolam pengendapan lumpur (KPL) didapat dari pengukuran di lapangan
menggunakan alat meteran. KPL saat ini terdapat 4 kompartemen dengan panjang tiap
kompartemen 80 meter, lebar 20 meter dan kedalaman 6 meter serta aliran air dibuat
secara zig-zag.

2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan berdasarkan referensi dari perusahaan dan buku-
buku handbook atau laporan perusahaan yang mendukung, data tersebut meliputi:
a) Data Curah Hujan
Data tersebut di peroleh dari catatan laporan perencanaan hidrologi perusahaan
termasuk didalamnya yaitu curah hujan bulanan, curah hujan harian, jam hujan, hari
hujan. Data yang digunakan adalah data curah hujan dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir yaitu tahun 2006-2015.
b) Peta Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Peta daerah tangkapan hujan yang digunakan adalah peta rencana penambangan Pit
C5 PT. Tebo Prima tahun 2016 yang di peroleh dari satuan kerja perencanaan operasi
perusahaan.

17
a. Data Spesifikasi Pompa dan Pipa
Data spesifikasi pompa dan pipa ini merupakan data berupa debit pompa, head pompa,
panjang pipa, panjang rubber hose, ketebalan pipa, diameter dalam dan luar pipa dan
sebagainya. Data ini didapatkan dari handbook alat yang digunakan maupun dari perencanaan
hidrologi PT.Tebo Prima.

3.2.4 Pengolahan Data


Setelah mendapatkan data, maka selanjutnya adalah pengolahan data. Karena penelitian ini
terdiri dari beberapa variabel, maka data harus dikelompokkan sesuai dengan tahapan
pengerjaannya. Adapun tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan prediksi curah hujan dan intensitas curah hujan
Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan 10 tahun yang didapat dari satuan
kerja Perencanaan Sipil dan Hidrologi PT. Tebo Prima. Data tersebut merupakan data mentah
yang belum bisa langsung digunakan sehingga perlu diolah terlebih dahulu dengan prinsip
statistika. Hasil pengolahan data tersebut merupakan angka-angka perkiraan tinggi hujan
maksimum yang dianggap terjadi sekali dalam periode ulang hujan yang direncanakan.
Metode yang dipakai dalam pengolahan data curah hujan adalah metode Gumbel dan untuk
menghitung intensitas hujan digunakan persamaan Mononobe.

2. Perhitungan debit air total


Debit air total didapatkan dari jumlah volume air limpasan dan volume air tanah dikurangi
dengan volume penyerapan atau evaporasi.

3. Menghitung head total pompa


Perhitungan head total pompa yaitu menggunakan persamaan Bernoulli dengan
menjumlahkan head static dengan head loss. Head static merupakan perbedaan tinggi elevasi
antara pipa inlet dengan pipa outlet sedangkan head loss merupakan head kerugian yang
dihasilkan oleh pipa.

4. Menghitung jumlah pompa


Jumlah pompa dapat dihitung dengan membagikan debit air yang masuk ke tambang terhadap
debit pemompaan yang direncanakan. Dengan mengetahui debit air total yang masuk ke
tambang, debit rencana pemompaan, dan perkiraan efektif working hour pompa dalam satu

18
hari maka dapat diketahui jumlah pompa yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air yang
masuk ke tambang Pit C5 PT. Tebo Prima.

5. Menghitung dimensi sump


Sump berfungsi untuk menampung air permukaan yang belum sempat terpompakan keluar
tambang. Kapasitas sump pada tahun 2016 dihitung berdasarkan jumlah debit air tebesar yang
masuk ke tambang. Dimensi sump dihitung berdasarkan selisih terbesar antara debit total air
yang masuk kedalam tambang dengan debit pemompaan dalam variasi waktu 1-24 jam.
Selanjutnya untuk mencari panjang tiap sisi sump digunakan rumus trapesium.

6. Menghitung dimensi saluran terbuka


Saluran tambang merupakan salah satu sarana pengaliran air, dalam kasus ini saluran tambang
menghubungkan antara mulut outlet pipa menuju kolam pengendapan lumpur. Dalam
merencanakan saluran tambang pada umumnya penampang saluran berbentuk trapesium
karena lebih efisien dan lebih mudah dalam pembuatannya serta dapat menampung debit air
yang begitu besar. Penentuan dimensi penampang saluran ini menggunakan rumus Manning.

7. Menghitung dimensi kolam pengendapan lumpur


Kolam pengendapan lumpur bertujuan untuk menampung air dari tambang yang mengandung
material lumpur sebelum dialirkan menuju sungai. Hal ini dilakukan agar partikel-partikel
halus yang terkandung didalam air mengalami pengendapan terlebih dahulu sebelum dialirkan
ke sungai. Penentuan dimensi kolam pengendapan lumpur berdasarkan debit air yang masuk
kedalam KPL, spesifikasi alat untuk pengurasan, dan lahan yang tersedia.

3.2.5 Analisis Data


Data-data yang diperoleh kemudian dianalisa untuk selanjutnya dapat dihasilkan suatu
rekomendasi.

Tabel 3.1 Metode Penyelesaian


No Rumusan Masalah Tujuan Metode

1. Bagaimana jumlah Untuk menentukan 1. Menghitung perkiraan curah hujan rencana dengan
pompa yang jumlah kebutuhan menggunakan metode analisa Gumbel.
direncanakan untuk pompa yang diperlukan 2. Menghitung intensitas curah hujan rencana dengan
mengeluarkan air yang untuk mengeluarkan air menggunakan persamaan Mononobe.

19
masuk ke tambang pit c5 yang masuk ke 3. Menghitung luas catchment area berdasarkan peta
Tebo Prima ? tambang. rencana penambangan tahun 2016.
4. Menghitung debit air limpasan menggunakan
metode rasional.
5. Menghitung debit air tanah.
6. Menghitung debit evaporasi dengan persamaan
Dalton.
7. Menghitung total debit air yang masuk ke tambang.
8. Menghitung head total pompa menggunakan
persamaan Bernoulli.
9. Menentukan debit rencana pompa dengan
menggunakan grafik performance pompa Sykes
HH220i.
10. Menghitung jumlah pompa dengan membagikan
debit air yang masuk ke tambang dengan debit
pemompaan rencana.

2. Bagaimanakah dimensi Untuk menentukan 1. Menentukan dimensi sump berdasarkan selisih


sump yang akan dimensi sump yang terbesar antara debit total air yang masuk kedalam
direncanakan untuk dapat menampung air tambang dengan debit pemompaan dalam variasi
menampung air yang yang masuk kedalam waktu 1-24 jam.
masuk ke front front penambangan pit 2. Menghitung panjang tiap sisi sump menggunakan
penambangan? C5 PT. Tebo Prima rumus trapesium.
pada tahun 2016.

3. Bagaimanakah dimensi Untuk menentukan Menghitung dimensi penampang saluran tambang


saluran tambang yang dimensi saluran terbuka yang dibuat sebagai penghubung outlet pipa ke
akan direncanakan untuk yang dapat mengalirkan kolam pengendapan lumpur dengan menggunakan
mengalirkan air dari air dari outlet pipa rumus Manning.
outlet pipa menuju KPL menuju KPL.
?
4. Bagaimanakah dimensi Untuk menentukan 1. Menghitung total volume padatan yang akan masuk
kolam pengendapan dimensi kolam ke KPL dengan mengalikan persen solid yang
lumpur (KPL) yang pengendapan lumpur ditetapkan dan debit inlet KPL.
dibutuhkan untuk yang dapat 2. Menentukan dimensi kolam pengendapan lumpur
mengendapkan lumpur mengendapkan lumpur berdasarkan debit air yang masuk kedalam KPL,
hasil pemompaan dari hasil pemompaan dari spesifikasi alat dan lahan yang tersedia.
sump ? Pit C5 PT. Tebo Prima

20
3.2.6 Kesimpulan
Untuk menjawab rumusan masalah yang diangkat pada Bab I Pendahuluan, maka penulis
lampirkan bagan digram alir (Gambar 3.3) sebagai bahan panduan dalam pelaksanaan kerja
praktek.

Perencanaan Teknis Sistem Penyaliran Tambang Pit c5 PT. Tebo Prima

Studi Kepustakaan

Pengamatan Lapangan

Pengambilan Data

Pengolahan Data

1. Menghitung curah hujan rencana periode ulang 10 tahunan.


2. Menghitung intensitas curah hujan rencana
3. Menghitung luas catchment area
4. Perhitungan debit limpasan
5. Perhitungan debit evaporasi
6. Perhitungan debit air total
7. Perhitungan head total dan kapasitas pompa
8. Perhitungan kebutuhan jumlah pompa
9. Perhitungan dimensi sump
10. Perhitungan dimensi saluran
11. Perhitungan dimensi KPL

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.2. Bagan Alir Penelitian

21

Anda mungkin juga menyukai