Disusun Oleh:
Rizni Andari P (14 306 153)
Ade Kurniawan (14 306 100)
Muhammad Abdi (14 306 099)
Indah Purnama Sari (14 306 128)
Deni Manurung (16 306 053)
Brimus Jamasi (14 306 139)
1
BAB I PENDAHULUAN
Sistem penyaliran tambang adalah suatu metode yang dilakukan untuk mencegah masuknya
aliran air kedalam lubang bukaan tambang atau mengeluarkan air tersebut. Metode yang
digunakan untuk penanganan mengenai masalah air tambang dalam jumlah besar pada
tambang terbuka di Pit C5 PT. Tebo Prima, yaitu Metode Mine Dewatering.
Mine Dewatering merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke lokasi
penambangan, dengan cara membuat sump di dalam front tambang (Pit). Sistem yang
diterapkan untuk membuang air tambang dari lokasi kerja. Air tambang dikumpulkan pada
sumuran (sump), kemudian dipompa keluar. Pemasangan jumlah pompa tergantung pada
kedalaman penggalian, dengan kapasitas pompa menyesuaikan debit air yang masuk ke dalam
lokasi penambangan.
Berdasarkan parameter tersebut diharapkan dapat diketahui debit air yang masuk ke dalam
front kerja tambang sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan sebaik mungkin, untuk
itu perlu dilakukan analisis terhadap parameter tersebut seperti intensitas curah hujan kinerja
pemompaan dan paritan. Penyaliran tambang adalah merupakan satu-satunya cara untuk
mengatasi air yang masuk ke dalam front kerja tambang yaitu dengan cara mengeluarkan air
yang telah masuk ke dalam front kerja tambang agar menjadi kering sehingga proses
penambangan dapat berjalan dengan lancar. Sehingga dengan adanya permasalahan mengenai
genangan air yang terdapat pada front kerja tambang maka dilakukanlah suatu sistem
penyaliran pada tambang terbuka demi kelancaran kegiatan penambangan dan tercapainya
target produksi.
2
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
Sistem penyaliran tambang memegang peranan penting dalam peningkatan produksi.
Dengan adanya sistem penyaliran tambang yang baik, diharapkan target produksi perusahaan
dapat terpenuhi. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahannya adalah:
1. Bagaimana jumlah pompa yang direncanakan untuk mengeluarkan air yang masuk ke
tambang Pit C5 PT. Tebo Prima?
2. Bagaimanakah dimensi sump yang akan direncanakan untuk menampung air yang masuk
ke front penambangan batubara di Pit C5 PT. Tebo Prima?
3. Bagaimanakah dimensi saluran terbuka yang akan direncanakan untuk mengalirkan air dari
outlet pipa menuju kolam pengendapan lumpur ?
4. Bagaimanakah dimensi kolam pengendapan lumpur (KPL) yang dibutuhkan untuk
mengendapkan lumpur hasil pemompaan dari sump Pit C5 PT. Tebo Prima?
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Presipitasi
Presipitasi adalah curah hujan atau turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi. Semua air
yang bergerak di dalam bagian lahan dari daur hidrologi secara langsung maupun tidak
langsung berasal dari presipitasi. Sumber dari presipitasi adalah danau, sungai, ataupun laut.
Udara membawa titik-titik uap air bergerak menuju daerah dataran tinggi yang dapat
menyebabkan air mendingin sampai dibawah titik embun dan menyebabkan presipitasi berupa
air hujan, salju, dan bentuk presipitasi lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi presipitasi
adalah sebagai berikut (Seyhan, 1990):
a. Garis Lintang
b. Ketinggian tempat
c. Jarak dari sumber-sumber air
d. Posisi di dalam dan ukuran masa tanah benua atau daratan
4
e. Arah angin yang umum (menuju atau menjauhi) terhadap sumber-sumber air
f. Hubungannya dengan deretan gunung
g. Suhu nisbi tanah dan samudera yang berbatasan
Salah satu bentuk presipitasi yang terpenting di Indonesia adalah hujan. Jika membicarakan
data hujan, ada 5 buah unsur yang harus ditinjau, yaitu (Soemarto, 1995):
a. Intensitas (i), adalah laju curah hujan persatuan waktu, misalnya mm/menit, mm/jam,
mm/hari.
b. Lama waktu atau durasi (t), adalah lamanya curah hujan terjadi dalam menit atau jam.
c. Tinggi hujan (d) adalah banyaknya hujan yang dinyatakan dalam ketebalan air diatas
permukaan datar, dalam mm.
d. Frekuensi, adalah frekuensi kejadian terjadinya hujan yang biasanya dinyatakan dengan
waktu ulang (return periode) T, misalnya sekali dalam T tahun.
e. Luas, adalah luas geografis curah hujan A, dalam km2.
Tahapan menentukan kuantitatif data presipitasi atau curah hujan (Soemarto, 1995):
1. Pengukuran presipitasi atau curah hujan
Pengukuran peresipitasi dapat dilakukan dengan alat pengukur curah hujan yaitu
penangkar hujan dan pencatat hujan. Penangkar hujan untuk menampung hujan yang jatuh
dikawasan tersebut, sedang pencatat hujan untuk mencatat tinggi hujan dari alat penangkar
hujan.
2. Frekuensi pengukuran
Frekuensi pencatatan dan pengukuran terhadap curah hujan yang jatuh di suatu kawasan
dapat dilakukan sebanyak:
- Sekali dalam sehari, dilakukan dengan alat pengukur manual yang mengukur tiap hari
wadah penangkar hujan dengan waktu yang teratur.
- Sekali dalam seminggu atau sebulan, namun dilakukan dengan alat pengukur otomatis
yang mana menhasilkan data curah hujan setiap saat dan di hubungkan dengan
komputer di pusat komputer.
5
adalah Metode Gumbel. Metode Gumbel merupakan teori harga ekstrim untuk
menunjukan bahwa dalam deret harga-harga ekstrim X1, X2, X3, ..., Xn, dimana sample-
samplenya sama besar, dan X merupakan variable berdistribusi eksponensial, maka
probabilitas kumulatipnya P dalam nama sebarang harga di antara n buah harga X n akan
lebih kecil dari harga tertentu. Persamaan Gumbel untuk mendapatkan perkiraan curah
hujan dapat dilihat pada persamaan dibawah ini (Soewarno, 1995).
B. Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah jumlah presipitasi atau curah hujan yang jatuh pada saat tertentu
dalam satuan mm/menit, cm/jam, dan lain-lain (Seyhan, 1990). Untuk mencari intensitas
hujan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan mononobe (Soemarto, 1995):
2
d24 24 3
I= 24
x( t ) .............................................................................................. (2.4)
dimana :
I = intensitas (mm/jam)
d24 = tinggi hujan maksimum dalam 24 jam
t = waktu konsentrasi (jam)
2.1.2 Evaporasi
Menurut Seyhan (1990) evaporasi adalah proses dimana air menjadi uap, bergerak dari
permukaan tanah dan permukaan air ke udara atau semua bentuk permukaan selain vegetasi.
Pertukaran air menjadi uap air dapat terjadi dari permukaan bebas, dari muka air tanah, dan
pada metabolisme tanaman (trasnpirasi). Suhu dan tekanan uap jenuh saling berhubungan satu
sama lainnya, sehingga juga mampu mempengaruhi evaporasi yang terjadi. Hubungan suhu
dan tekanan uap jenuh dapat dilihat pada tabel 2.4.
0 4,572
10 9,14
20 17,55
30 31,86
32 36,81
40 55,40
6
Menurut Seyhan (2009) untuk menghitung evaporasi digunakan persamaan Dalton yaitu:
𝐸𝑜 = 𝑐 (𝑒𝑠 − 𝑒)(0,5 + 0,54𝑢2 )................................................................(2.5)
dimana :
𝐸𝑜 = Evaporasi air permukaan bebas (mm/hari)
Es = Tekanan uap air jenuh (mmHg)
e = Tekanan uap aktual dalam udara (mmHg)
U2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 meter dari permukaan (mm/s)
2.1.3 Transpirasi
Transpirasi adalah proses hilangnya air menjadi bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman
yang terletak di atas permukaan tanah. Besarnya transpirasi tergantung dari jenis tumbuhan,
suhu, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari. Mekanisme proses
transpirasi yaitu air diserap kedalam akar secara osmosis melalui rambut akar, sebagian besar
bergerak menurut gradient potensial air melalui xilem. Air dalam pembuluh xilem mengalami
tekanan besar karena molekul air polar menyatu dalam kolom berlanjut akibat dari penguapan
yang berlangsung di bagian atas. Sebagian besar ion bergerak melalui simplas
dari epidermis akar ke xilem, dan kemudian ke atas melalui arus transportasi. Lebih dari 20%
air yang diambil oleh akar dikeluarkan ke udara sebagai uap air.
2.1.4 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah jumlah total air yang kembali lagi ke atmosfer dari permukaan tanah,
permukaan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi.
Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses evaporasi dan transpirasi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah (Seyhan, 1990):
1. Radiasi matahari, karena proses perubahan air dari wujud cair menjadi gas memerlukan
panas (penyinaran matahari secara langsung).
2. Angin yang berfungsi membawa uap air dari satu tempat ke tempat lain.
3. Kelembaban relatif.
4. Suhu.
5. Jenis tumbuhan.
6. Jenis tanah, karena kadar kelembaban tanah membatasi persediaan air yang diperlukan
tumbuhan.
7
2.1.5 Infiltrasi
Air cair yang jatuh pada permukaan bumi akhirnya, jika permukaannya tidak kedap air, dapat
bergerak kedalam tanah dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran yang
disebut infiltrasi. Laju infiltrasi aktual adalah laju air berpenetrasi ke permukaan tanah pada
setiap waktu dengan gaya-gaya kombinasi gravitasi, viskositas dan kapilaritas (Fac). Laju
maksimum presipitasi dapat diserap oleh tanah pada kondisi tertentu disebut kapasitas
infiltrasi (Fc) untuk suatu intensitas curah hujan dilambangkan i. Jika intensitas curah hujan
lebih kecil dari kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi aktual lebih kecil dari kapasitas
infiltrasi (i < Fc, Fac < Fc) dan sebaliknya jika intensitas curah hujan lebih besar dari kapasitas
infiltrasi, maka kecepatan infiltrasi lebih kecil dari dari kapsitas infiltrasi (i < Fc, Fac < Fc). Hal
ini dikarenakan pada saat hujan, tidak ada waktu air untuk terserap kedalam permukaan,
karena debit air hujan yang tinggi membawa partikel-partikel tertentu yang menutupi rongga-
rongga pori tanah (Seyhan, 1990).
𝑘 𝐵 (𝐻02 −𝐻12 )
𝑄= ...................................................................................... (2.6)
2𝐿
dimana :
Q = Debit air tanah (m3/detik)
k = Koefisien permeabilitas (m/det)
𝐴 = Luas penampang akuifer(m2)
H0 = Ketinggian awal air tanah (m)
H1 = Ketinggian air tanah sepanjang L (m)
𝐿 = Panjang akuifer, jarak dari sumber (m)
8
2.3 Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Catchment area menurut Suwandhi (2004) merupakan suatu areal atau daerah tangkapan
hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga
akhirnya merupakan suatu poligon tertutup yang mana polanya disesuaikan dengan kondisi
topografi, dengan mengikuti kecenderungan arah gerak air. Dengan pembatasan catchment
area maka diperkirakan setiap debit hujan yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi
yang terendah pada catchment area tersebut. Pembatasan catchment area biasanya dilakukan
pada peta topografi, dan untuk perencanaan sistem penyaliran di anjurkan dengan
menggunakan peta rencana penambangan dan peta situasi tambang agar didapatkan hasil yang
lebih baik.
dimana:
Q = Limpasan permukaan maksimum (m3/jam)
C = Koefisien limpasan (Tabel 2.6)
i = Intensitas curah hujan (m/jam)
A = Luas catchment area / daerah tangkapan hujan (m2)
9
3% - 15% (sedang) Hutan, perkebunan 0,4
Perumahan 0,5
semak-semak agak jarang 0,6
Lahan terbuka 0,7
Terdapat dua cara pengendalian air yang sudah telanjur masuk ke dalam front penambangan,
yaitu dengan sistem kolam terbuka (sump) atau membuat paritan dan membuat adit. Sistem
penyaliran dengan membuat kolam terbuka dan paritan biasanya ideal diterapkan pada
tambang open cast atau quarry, karena dapat memanfaatkan gravitasi untuk mengalirkan
airnya dari bagian puncak atau lokasi yang tinggi ke tempat yang rendah. Pompa digunakan
pada posisi ini lebih efisien, efektif dan hemat energi. Pada tambang open pit penggunaan
pompa menjadi sangat vital untuk menaikan air dari dasar tambang ke permukaan dan kerja
pompa pun cukup berat. Kadang-kadang tidak cukup digunakan hanya 1 unit pompa, tetapi
harus beberapa pompa yang dihubungkan seri untuk membantu daya dorong dari dasar
sampai permukaan. Artinya unsur biaya pemompaan harus diperhatikan. Sedangkan sistem
adit lebih ideal diterapkan pada tambang terbuka open pit dengan syarat lokasi penambangan
harus mempunyai lembah tempat sumuran dan adit agar air dapat keluar (Suwandhi, 2004).
10
pompa yang digunakan tidak mencukupi untuk menaikkan air sampai ketinggian tertentu.
Pemasangan pompa secara paralel dilakukan karena debit pompa yang digunakan tidak
mencukupi untuk mengeluarkan air sehingga harus digunakan dua pompa atau lebih yang
dipasang secara paralel.
Pandanglah aliran suatu zat cair melalui suatu penampang saluran. Pada penampang tersebut
zat cair mempunyai tekanan statis p (kgf/m2), kecepatan rata-rata v (m/s) dan ketinggian Z
(m). Maka zat cair tersebut pada penampang yang bersangkutan mempunyai head (m). Untuk
perhitungan head pompa digunakan prinsip Bernoulli. Bentuk persamaan Bernoulli untuk
aliran tak-termampatkan menurut Sularso dkk (2000) ditunjukan dalam persamaan dibawah
ini:
P V2
H= + + z1 ......................................................................................... (2.8)
γ 2g
dimana :
P = tekanan (bar)
γ = berat spesifik (kN/m3)
V = kecepatan aliran fluida (m/s2)
Z1 = elevasi hisap (m)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Bentuk persamaan head total pompa menurut Sularso dkk (2000) dapat ditulis sebagai
berikut:
vd 2
H = + Ha + ∆Hp − HL ........................................................................ (2.9)
2g
dimana:
H = Head total pompa (m)
ha = Head statis total (m), Δhp = Perbedan head tekan yang bekerja pada kedua permukaan
air (m)
hl = Beberapa keruguian head di pipa, katup, belokan, dambungan, dll (m)
Vd = kecepatan aliran rata-rata dititik keluar pipa (m/s)
Energi yang secara efektif diterima oleh air dari pemompaan persatuan waktu menurut
Sularso dkk (2000) dapat ditulis sebagai berikut:
11
𝑃𝑤 = 𝛾𝑄𝐻 ..................................................................................................... (2.10)
dimana:
Pw = Daya air (kW)
H = Head total pompa (m)
Q = Debit (m3/detik)
𝛾 = Berat spesifik (kN/m3)
Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan sebuah pompa adalah sama dengan daya air
ditambah kerugian daya di dalam pompa. Dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini
menurut Sularso dkk (2000):
𝑃𝑤
𝑃= ......................................................................................................... (2.11)
𝜂𝑝
dimana:
𝜂𝑝 = Effisiensi pompa
Pw = Daya air (kW)
10.6666Q1.85
HL = x (L) ........................................................................... (2.12)
C1.85 D4.87
dimana :
HL = Head loss pipa (m)
Q = Debit aliran pipa (m3/detik)
C = Konstanta Hazen-Williams (Tabel 2.7)
D = Diameter pipa (m)
L = Panjang pipa (m)
12
Tabel 2.3 Konstanta Hazen – Williams Berbagai Jenis Pipa (Sularso dkk, 2000)
No JENIS PIPA NILAI C
v2
Hv = fv ...................................................................................................... (2.13)
2g
Dimana :
Hv = kerugian head katup (m)
v = kecepatan rata-rata di penampang masuk katup (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
f = koefisien kerugian katup (Tabel 2.8)
v2
Hf = f ........................................................................................................ (2.14)
2g
dimana :
f =1
v adalah kecepatan rata-rata pada pipa keluar
13
Berdasarkan penempatannya, sump dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu (Suwandhi,
2004):
1. Travelling Sump
Sump ini dibuat pada daerah front tambang. Tujuan dibuatnya sump ini adalah untuk
menanggulangi air permukaan. Jangka waktu penggunaan sump ini relatif singkat dan selalu
ditempatkan sesuai dengan kemajuan tambang.
2. Sump Jenjang
Sump ini dibuat secara terencana baik dalam pemilihan lokasi maupun volumenya.
Penempatan sump ini adalah pada jenjang tambang dan biasanya di bagian lereng tepi
tambang. Sump ini dibuat untuk jangka waktu yang cukup lama dan biasanya dibuat dari
bahan kedap air dengan tujuan untuk mencegah meresapnya air yang dapat menyebabkan
longsornya jenjang.
3. Main Sump
Sump ini dibuat sebagai tempat penampungan air terakhir. Pada umumnya sump ini dibuat
pada elevasi terendah dari dasar tambang.
Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran air dilakukan dengan rumus Manning, yaitu:
2 1
1
𝑄 = 𝑛 𝑅 3 × 𝑆 2 𝐴 ...............................................................................................(2.15)
dimana :
Q = Debit aliran pada saluran (m3/detik)
14
𝐴
R = Jari-jari hidrolik = 𝑃
Dimensi penampang yang dapat di katakan efisien, yaitu apabila dapat mengalirkan debit
aliran secara maksimum.
Walaupun bentuknya dapat bermacam-macam, namun pada setiap kolam pengendap akan
selalu ada 3 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material padatan.
Menurut Endrianto dan Ramli (2013) Keempat zona itu adalah:
1. Zona masukan adalah tempat masuknya aliran air berlumpur kedalam kolam pengendapan
dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan terdistribusi secara merata.
2. Zona Endapan Lumpur adalah tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami
sedimentasi dan terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap.
3. Zona Keluaran adalah tempat keluarnya buangan cairan yangt relative bersih. zone ini
terletak pada akhir saluran.
15
BAB III METODE PENELITIAN
Untuk dapat menuju ke Lokasi kegiatan yang berada di Sungai Bengkal bisa dijangkau dari
dua arah, yakni dari kota Jambi menuju sungai bengkal, anda bisa memilih jalur darat dengan
menggunakan travel dengan jarak sekitar 178 KM dengan waktu perjalanan sekitar 4-6 Jam
16
3.2.2 Orientasi Lapangan
Dilakukan dengan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui kondisi daerah
penelitian dan kegiatan penambangan di lokasi tersebut.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan berdasarkan referensi dari perusahaan dan buku-
buku handbook atau laporan perusahaan yang mendukung, data tersebut meliputi:
a) Data Curah Hujan
Data tersebut di peroleh dari catatan laporan perencanaan hidrologi perusahaan
termasuk didalamnya yaitu curah hujan bulanan, curah hujan harian, jam hujan, hari
hujan. Data yang digunakan adalah data curah hujan dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir yaitu tahun 2006-2015.
b) Peta Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Peta daerah tangkapan hujan yang digunakan adalah peta rencana penambangan Pit
C5 PT. Tebo Prima tahun 2016 yang di peroleh dari satuan kerja perencanaan operasi
perusahaan.
17
a. Data Spesifikasi Pompa dan Pipa
Data spesifikasi pompa dan pipa ini merupakan data berupa debit pompa, head pompa,
panjang pipa, panjang rubber hose, ketebalan pipa, diameter dalam dan luar pipa dan
sebagainya. Data ini didapatkan dari handbook alat yang digunakan maupun dari perencanaan
hidrologi PT.Tebo Prima.
18
hari maka dapat diketahui jumlah pompa yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air yang
masuk ke tambang Pit C5 PT. Tebo Prima.
1. Bagaimana jumlah Untuk menentukan 1. Menghitung perkiraan curah hujan rencana dengan
pompa yang jumlah kebutuhan menggunakan metode analisa Gumbel.
direncanakan untuk pompa yang diperlukan 2. Menghitung intensitas curah hujan rencana dengan
mengeluarkan air yang untuk mengeluarkan air menggunakan persamaan Mononobe.
19
masuk ke tambang pit c5 yang masuk ke 3. Menghitung luas catchment area berdasarkan peta
Tebo Prima ? tambang. rencana penambangan tahun 2016.
4. Menghitung debit air limpasan menggunakan
metode rasional.
5. Menghitung debit air tanah.
6. Menghitung debit evaporasi dengan persamaan
Dalton.
7. Menghitung total debit air yang masuk ke tambang.
8. Menghitung head total pompa menggunakan
persamaan Bernoulli.
9. Menentukan debit rencana pompa dengan
menggunakan grafik performance pompa Sykes
HH220i.
10. Menghitung jumlah pompa dengan membagikan
debit air yang masuk ke tambang dengan debit
pemompaan rencana.
20
3.2.6 Kesimpulan
Untuk menjawab rumusan masalah yang diangkat pada Bab I Pendahuluan, maka penulis
lampirkan bagan digram alir (Gambar 3.3) sebagai bahan panduan dalam pelaksanaan kerja
praktek.
Studi Kepustakaan
Pengamatan Lapangan
Pengambilan Data
Pengolahan Data
21