Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari hal ikhwal racun terutama pengaruhnya
pada makhluk hidup. Toksikologi merupakan ilmu yang disusun dari banyak ilmu terkait
(multidipliner) seperti ilmu kimia, biokimia, biologi, ilmu faal, patologi, farmakologi dan ilmu
kesehatan masyarakat. Dalam perkembangannya toksikologi terbagi menjadi beberapa
subdisiplin yang terutama mempelajari aspek tertentu racun (Ngatidjan, 2006).

Racun merupakan substansi yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan sistem biologis
sehingga timbul gangguan fungsi sistem tersebut. Kemampuan racun untuk menimbulkan
cidera dan kerusakan sistem biologis dikenal sebagai toksisitas. Toksisitas tidak mempunyai arti
tanpa menyatakan kuantitas racun yang masuk tubuh, cara dan frekuensi masuk tubuh (sebagai
dosis tunggal atau berulang), tipe dan derajat cidera serta waktu yang diperlukan untuk
menimbulkan cidera tersebut. Ukuran toksisitas (dalam hubungannya dengan kuantitas racun)
dikenal sebagai potensi atau daya racun dan secara sederhana ukuran toksisitas dapat
dinyatakan sebagai lethal dose ( LD) atau dosis letal (Ngatidjan, 2006).

Toxic agent atau zat toksik dapat menimbulkan efek toksik terhadap organ tubuh manusia atau
hewan diantaranya organ hepar,otak, paru-paru, ren, limpa, otot dan lain-lain. Etil asetat
adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan ester etanol
dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini
sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat
diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut (Anonim, 2013).

Etil asetat merupakan pelarut semi polar, sehingga biasa digunakan untuk meng-ekstrasi
senyawa-senyawa yang bersifat polar maupun non polar dari suatu senyawa atau bahan
mentah (Kurniastuty, 2008). Ekstrasi adalah kegiatan pemisahan atau penarikan kandungan
senyawa organik suatu atau beberapa zat yang dapat larut dari suatu padatan atau cairan
dengan bantuan pelarut cair (Mutiyani, 2013).

Etil asetat diketahui tidak ber-efek toksik pada hepar manusia atau menimbulkan efek kronik,
namun hepar penting dalam biotransformasi dan detoksifikasi zat asing harus menjadi
pertimbangan sebelum dipaparkan ke manusia terutama saat fungsi hati lemah (Anonim, 1978).
Pemberian perlakuan etil asetat berulang pada kelinci dengan konsentrasi 4450 ppm per hari
selama 40 hari menyebabkan anemia leukosit,kerusakan hepar dan ren. Pemberian etil asetat
pada konsentrasi letal menyebabkan kematian disertai edema dan hemoragi pada paru-paru
(Anonim, 1978).

Hepar adalah organ yang menjadi sasaran utama zat kimia atau toksikan yang masuk ke tubuh.
Oleh karena itu, organ ini bertanggung jawab terhadap proses metabolisme obat, terutama
obat yang diberikan secara oral. Hepar melakukan detoksifikasi untuk mengeluarkan toksin dan
membuang melalui urin atau feses (Lu, 1995).

Junqueira et al (1980) mengatakan bahwa sekitar 70% darah yang menuju hepar berasal dari
vena porta hepatika. Apabila dalam darah terdapat banyak zat asing kemungkinan fungsi hepar
menjadi berat bahkan dapat terganggu. Menurut Lopa et al (2007) serum transaminase
merupakan indikator yang peka pada kerusakan sel hepar. Dua transaminase yang sering
digunakan dalam menilai penyakit/kerusakan hepar adalah serum glutamic oxaloacetic
transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT). SGPT dan SGOT
merupakan jenis enzim, keduanya dikenal sebagai transaminase yang berhubungan dengan
kerusakan sel hepar (hepatocelluler liver injury). Kerusakan hepar mengakibatkan lepasnya
SGPT dan SGOT ke dalam peredaran darah (Teeter and Franciscus, 2004). Bila sel hepar rusak,
maka enzim-enzim ini keluar dari sel-sel hepar sehingga kadarnya meningkat dalam darah.
Semua jenis kerusakan hepar, baik oleh racun maupun virus akan terjadi peningkatan kadar
SGPT dan SGOT (Syaharuddin, 2013).

Penelitian ini dilakukan guna mengetahui efek etil asetat terhadap kerusakan hepar dan
seberapa parah kerusakan yang terjadi sehingga dapat dijadikan acuan dalam kasus keracunan
atau konsumsi etil asetat pada manusia. Belum adanya penelitian yang menjelaskan tentang
efek etil asetat pada mencit (Mus musculus L.) jantan dalam variasi dosis mendorong peneliti
untuk membuktikannya.

Anda mungkin juga menyukai