Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif penyebab krisis

kesehatan masyarakat secara global yang disebut juga sebagai The Silent Killer.

Hipertensi menjadi penyebab kematian sembilan juta orang setiap tahunnya

(WHO 2013). Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus

merujuk pada kriteria diagnosis JNC VIII 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan

darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (Riskesdas

2013). Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut, lebih dari 50% penderita

hipertensi berusia di atas 60 tahun. Hipertensi menyebabkan 50% kematian

karena penyakit jantung koroner dan 51% kematian karena penyakit stroke

(WHO 2013).

The World Health Statistics (2012) melaporkan bahwa 57 juta kematian

di dunia pada tahun 2008 disebabkan oleh penyakit noncommunicable (NCD)

atau penyakit tidak menular. Penyebab terbesar dari kematian akibat penyakit

noncommunicable (NCD) disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Prevalensi

kematian akibat penyakit kardiovaskuler diperkirakan naik dari tahun 2015

sebesar 19% menjadi 23% pada tahun 2030 (Kemenkes 2016). Di Indonesia

hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi

menjadi 10 peringkat terbesar penyakit penyebab rawat jalan dari seluruh

penyakit rawat jalan di Rumah Sakit pada kelompok usia 45-64 tahun dan lebih

dari 65 tahun (Kementerian Kesehatan RI 2013). Data Riskesdas tahun 2013


menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia 55-64 tahun 45, 94%,

usia 65-74 tahun 57,6% dan usia lebih dari 75 tahun 63,8%.

Provinsi Jawa Timur termasuk dalam 15 besar angka hipertensi di

Indonesia yaitu sebesar 26,2% (Riskesdas 2013). Penderita hipertensi baru di

Surabaya pada tahun 2011 sebanyak 36.906 dan mengalami peningkatan pada

tahun 2012 sebanyak 41.240 penderita baru (Profil Kesehatan Kota Surabaya

2011). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan juni 2017 di

Panti Werdha Hargodedali terdapat 14 lansia yang menderita hipertensi.

Terdapat 6 lansia dengan hipertensi derajat satu dan 8 lansia dengan hipertensi

derajat dua. Pengendalian hipertensi di Panti Werdha Hargodedali

menggunakan terapi farmakologi yaitu obat anti hipertensi yang sering

digunakan adalah captopril. Hasil wawancara menyatakan bahwa beberapa

lansia di Panti Werdha Hargodedali suka di pijat jika merasa badannya kurang

sehat. Namun pengaruh kombinasi terapi pijat kaki dan musik kecapi suling

terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Panti

Werdha Hargodedali masih perlu dijelaskan.

Hipertensi pada lansia terjadi karena perubahan struktural dan

fungsional pada sistem pembuluh darah perifer penyebab perubahan pada

tekanan darah. Perubahan yang terjadi meliputi aterosklerosis, hilangnya

elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi penurunan otot polos

pembuluh darah dapat menurunkan kemampuan distensi dan daya regang

pembuluh darah. Kemampuan aorta dan arteri besar berkurang dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung mengakibatkan

penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin 2001).


Sebanyak 90% penderita hipertensi melakukan pengendalian hipertensi

menggunakan terapi farmakologi, yang sering digunakan antara lain captopril,

hidroklorotiazid (HCT) dan amlodipine. Pemberian obat antihipertensi pada

lansia dengan kurun waktu yang lama dapat menimbulkan berbagai efek

samping, antara lain resiko hipotensi postural, gangguan ginjal, perubahan

mental dan tingkah laku (Hikayati 2012). Melihat berbagai efek samping yang

muncul dari obat antihipertensi, penanganan non farmakologis dapat dijadikan

salah satu intervensi. Penelitian Saing (2008) mengatakan bahwa penderita

hipertensi yang menggunakan obat antihipertensi dan melaksanakan intervensi

terapi musik klasik selama 30 menit/hari dapat menurunkan tekanan darah 80%,

sedangkan penderita hipertensi yang hanya menggunakan obat antihipertensi

menurunkan tekanan darah 50%.

Penelitian yang dilakukan Aspiana (2014) di Di PSTW Yogyakata Unit

Budi Luhur pada 9 responden yang diberikan intervensi pijat refleksi kaki,

menunjukkan tekanan darah sistolik pre-post test diperoleh nilai signifikasi

0.001 (sig <0,05) dan tekanan darah diastolik pre-post test diperoleh nilai

signifikasi 0,046 (sig <0,05). Penelitian Herdayana (2016) menyatakan bahwa

pemberian terapi musik dengan frekuensi sedang antara (750-3000 herzt) dapat

menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Mendengarkan musik

pada frekuensi sedang membuat sistem limbik teraktivasi, menerima sinyal dari

korteks limbik lalu ke hipotalamus. Hipotalamus menghantarkan impuls saraf

ke nukleus-nukleus di batang otak yang mengendalikan fungsi saraf otonom.

Impuls saraf di nukleus batang otak merangsang peningkatan kerja sistem saraf

parasimpatis yang menghambat kerja sistem saraf simpatis, sehingga nitric


oxide (NO) endotel di pembuluh darah meningkat. Kedua sistem saraf otonom

dapat memerintahkan tubuh untuk melakukan relaksasi (Mawarmi & Diyono

2015). Berdasarkan penelitian Supriadi, Hutabarat & Monica (2015) pada 13

responden yang diberikan terapi musik tradisional kecapi suling sunda

menunjukkan bahwa ada perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik

sebelum dan setelah diberikan intervensi yaitu p value 0,0001 menjadi p value

0,001.

Berdasarkan hasil uraian penelitian diatas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengetahui pengaruh kombinasi terapi pijat kaki dan

musik kecapi suling terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan

hipertensi di Panti Werdha Hargodedali.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh kombinasi terapi pijat kaki dan musik kecapi suling

terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi di Panti Werdha

Hargodedali?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Menganalisis pengaruh kombinasi pijat kaki dan musik kecapi suling

terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Panti

Werdha Hargodedali.
1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik pada lansia hipertensi

sebelum dan sesudah pemberian intervensi kombinasi terapi pijat kaki dan

musik kecapi suling.

2. Menganalisis pengaruh kombinasi terapi pijat kaki dan musik kecapi suling

terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan

sesudah mendapat intervensi pada lansia hipertensi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Hasil penelitian dapat memberikan wacana ilmiah bagi Ilmu

Keperawatan Gerontik dan Keperawatan Medikal Bedah tentang

penatalaksanaan non farmakologis dalam menurunkan tekanan darah pada

lansia dengan hipertensi.

1.4.2 Praktis

1. Peneliti

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan peneliti sebagai tambahan

wawasan ilmu pengetahuan serta pengalaman dalam pengembangan ilmu

pengetahuan gerontik dan medical bedah

2. Responden/lansia

Diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dan landasan

guna menambah wawasan dalam pengendalian hipertensi.


3. Perawat panti

Perawat panti mendapatkan informasi alternatif solusi terapi non

farmakologis untuk menurunkan tekanan darah pada lansia hipertensi.

4. Panti Werdha Hargodedali

Diharapkan dapat dijadikan program tambahan sebagai terapi non

farmakologis dalam menurunkan tekanan darah lansia dengan hipertensi.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia


2.1.1 Definisi lansia
Lansia adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih.

Menurut pengertian gerontologi, lansia adalah suatu tahap dalam hidup

manusia mulai dari bayi, anak-anak, remaja, tua dan usia lanjut dan bukan

penyakit melainkan suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan.

Lansia merupakan proses ilmiah terus menerus dan berkesinambungan

yang dalam keadaan lanjut menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi, dan

biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi

keadaan, fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Departemen

Kesehatan RI 2005, dalam Wahyudi 2008).


2.1.2 Proses menua
Nugroho (2008) menjelaskan menua merupakan proses alamiah,

yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak,

dewasa, dan tua. Tiga tahap tersebut berbeda, baik secara biologis, maupun

psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya

kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih,

mengalami penurunan fungsi pendengaran dan penglihatan serta postur

tubuh yang tidak proporsional.


Menurut Nugroho (2008), proses menua dialami individu secara

berbeda-beda, teori-teori tersebut adalah:

1. Teori auto-immune
Teori auto-immune terdiri dari beberapa teori diantaranya adalah

penurunan imun tubuh menyebabkan mutasi yang merusak membrane


sel, sehingga sistem imun tidak mengenali dirinya sendiri, menjadi

dasar peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut usia.


2. Teori genetik dan mutasi
Teori ini dibagi menjadi dua, yaitu teori genetic clock dan teori

mutasi. Teori pertama adalah genetic clock menjelaskan bahwa tubuh

memiliki jam biologis yang mengatur gen dan proses penuaan. Setiap

spesies dalam inti selnya memiliki jam biologis sendiri yang telah

diputar menurut replikasi tertentu sehingga jam tersebut berhenti

berputar maka makhluk hidup itu akan mati. Teori kedua adalah mutasi

genetik. Mutasi genetik terjadi karena pengaruh lingkungan yang

buruk. Sehingga pada proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam

proses translasi RNA protein/enzim terjadi kesalahan. Kesalahan ini

terjadi secara terus menerus yang berakibat terjadi penurunan fungsi

organ dan memicu munculnya penyakit.


3. Teori radikal bebas
Tidak stabilnya radikal bebas menyebabkan oksidasi oksigen bahan

organik, mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen pada proses

menua.
4. Teori metabolisme
Teori ini telah dibuktikan pada hewan coba, bahwa pengurangan

asupan kalori ternyata dapat menghambat proses pertumbuhan dan

memperpanjang umur, sedangkan asupan kalori yang berlebihan dapat

mengakibatkan kegemukan yang dapat memperpendek umur,


5. Teori rantai silang
Teori rantai silang menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh

lemak, protein, karbohidrat dan asam nukleat yang bereaksi dengan zat

kimia dan radiasi, sehingga mengubah fungsi jaringan dan organ yang

menyebabkan terjadinya kaku serta kurang elastisitas.


6. Teori fisiologis
Teori ini menegaskan terjadinya kelebihan usaha dan stress

menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat

menstabilkan lingkungan internal tubuh).


7. Teori interaksi sosial
Teori ini menjelaskan terjadinya lanjut usia bertindak pada suatu

situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai oleh masyarakat.

Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi sosial

merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan

kemampuannya bersosioalisasi.
8. Teori aktivitas atau kegiatan
Lanjut usia memiliki ciri khas dalam teori ini yaitu 1) ketentuan

tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung; 2)

kepuasan lansia dicapai apabila dapat melakukan aktivitas dan

mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin; 3) ukuran

optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lansia; 4)

mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap

stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia.


9. Teori kepribadian berlanjut
Teori ini merupakan gabungan teori yang dijelaskan sebelumnya.

Pada teori ini seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe

seronalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya

kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia.


10. Teori pembebasan/penarikan diri
Seseorang dinyatakan mengalami proses menua yang berhasil

apabila dapat menarik diri dari kegiatan yang terdahulu dan dapat

memusatkan perhatiannya pada persoalan pribadi dan mempersiapkan

diri menghadapi kematian.


2.1.3 Klasifikasi lansia
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1998

menyatakan bahwa seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun akan

mengalami perubahan kondisi fisik, psikologis dan spiritual. Perubahan

yang dialami bukanlah suatu penyakit namun proses penuaan (Effendi &

Makhfudli 2009). Batasan lanjut usia menurut WHO meliputi;


1. Usia Pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
2. Lanjut Usia (elderly) : 60-75 tahun
3. Lanjut Usia Total (old) : 75-90 tahun
4. Usia Sangat Tua (very old) : > 90 tahun

2.2 Hipertensi pada Lansia


Hipertensi pada usia lanjut berbeda dengan hipertensi yang dialami

oleh dewasa muda. Faktor –faktor yang berperan dalam hipertensi pada

lansia adalah (Kaplan 2007):


1. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Semakin usia

bertambah makin sensitif terhadap peningkatan dan penurunan kadar

natrium.
2. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses penuaan yang

akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya

akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja.


3. Perubahan ateromatous akibat proses penuaan yang menyebabkan

disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan

substansi kimiawi lain yang menyebabkan reabsorbsi natrium di tubulus

ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah perifer dan

keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.


4. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses

penuaan. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi-

glomerulo-sklerosis, hipertensi yang terus menerus.

2.2.1 Klasifikasi hipertensi

Ada beberapa versi klasifikasi tekanan darah berdasarkan hasil

pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik. Target tekanan darah

untuk hipertensi spesifik untuk lansia di JNC 8 yaitu:

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah untuk lansia menurut JNC 8


Klasifikasi Sistolik Diastolik
Normal <120 mmHg Dan <80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg Atau 80-90 mmHg
Hipertensi derajat 1 140-159 mmHg Atau 90-99 mmHg
Hipertensi derajat 2 ≥160 mmHg Atau ≥100 mmHg

Target tekanan darah yang telah disepakati oleh JNC 8 adalah:

Tabel 2.2 Target tekanan darah untuk lansia


Usia Target tekanan darah
<60 tahun <140/90 mmHg
>60 tahun <150/90 mmHg

2.2.2 Patofisiologi hipertensi

Tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik meningkat

sesuai dengan meningkatnya umur. Tekanan darah sistolik meningkat

secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan tekanan darah

diatolik meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung

menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini menyebabkan

kekakuan pada pembuluh darah dan penurunan kelenturan (compliance)

arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas.

Efek utama dari ketuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi

perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta


dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah

menurun sesuai umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance

aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan peningkatan tekanan

darah sistolik. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan

peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga

berubah dengan seiring bertambahnya usia (Kaplan 2007).

Perubahan mekanisme refleks baroreseptor dapat menerangkan

adanya variabilitas tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus

menerus. Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan

refleks postural, yang mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering

terjadi hipotensi ortostatik. Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi β-

adrenergik dan vasokonstriksi α-adrenergik akan menyebabkan

kecenderungan vasokontriksi dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan

resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Resistensi Na akibat

peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam terjadinya

hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin

terhadap asupan garam, sistem renin-angiotensin tidak mempunyai peranan

utama pada hipertensi pada lanjut usia. Perubahan-perubahan di atas

bertanggung jawab terhadap penurunan curah jantung (cardiac output),

penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi

ventrikel kiri, dan disfungsi diastolik. Ini menyebabkan penurunan fungsi

ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus (Kaplan

2007).

2.2.3 Manifestasi klinis hipertensi


Sebanyak 50% penderita hipertensi tidak menyadari bahwa tekanan

darah mereka mengalami peningkatan. Gejala timbul setelah terjadi

komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak, dan jantung. Gejala

klinis dapat berupa rasa lelah, sukar tidur, pusing, sakit kepala, gangguan

fungsi ginjal, gangguan penglihatan, gangguan serebral atau gejala akibat

pendarahan pembuluh darah diotak berupa kelumpuhan, gangguan

kesadaran bahkan sampai koma. Penelitian di klinik hipertensi di Paris

pada penderita hipertensi yang tidak diobati ditemukan gejala sakit kepala

40,5%, palpitasi 28,5%, nokturia 20,4%, migren 20,8%, dan tinnitus 13,8%

(Kaplan 2007).

2.2.4 Penatalaksanaan hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mencegah terjadinya

morbiditas dan mortalitas dari hipertensi, menormalkan tekanan darah dan

menurunkan faktor resiko dalam usaha pengendalian keparahan hipertensi

(Black & Hawks 2009).

1. Terapi farmakologi

Sihombing, Aprilia & Arianto Purba (2013) menjelaskan terapi

farmakologi pada lansia hipertensi antara lain:

1) Diuretik

Diuretik yang sering digunakan pada usia lanjut terutama golongan

tiazid, antagonis aldosteron. Diuretik loop suatu diuretik yang sangat kuat

diberikan apabila ada gagal jantung dan Penyakit Ginjal Kronis (PGK).

Golongan diuretik non-tiazid seperti indapamid adalah turunan dari

sulfonamide, dapat mengurangi morbiditas kardiovaskular atau stroke pada


usia lebh dari 80 tahun. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah

kenaikan kadar gula darah.

2) Calcium Channel Blocker (CCB)

Obat golongan Antagonis kalsium atau Calcium Channel Blocker

(CCB) telah terbukti keamanan dan efikasinya pada pengobatan hipertensi

pada usia lanjut. CCB dianjurkan apabila terdapat penyakit komorbid

kardiovaskular. Obat yang diberikan adalah memiliki waktu kerja yang

panjang. Penggunaan amlodipine (CCB golongan dyhidropiridine) lebih

efektif dibandingkan dengan tiazid dalam menurunkan kejadian

kardiovaskular pada pasien dengan resiko tinggi, termasuk diabetes dan

merupakan pilihan alternatif yang baik untuk pengobatan hipertensi dengan

diabetes. CCB dengan non dyhidropiridine seperti diltiazem dan verapamil

tidak memiliki efek inotropik maupun kronotropik terhadap fungsi sistolik

ventrikel kiri jantung bila dibandingkan dengan CCB golongan

dyhidropiridine seperti amlodipin dan felodipin. Verapamil dan diltiazem

dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien hipertensi dengan

penyakit parenkim ginjal (renal pharenchymal disease) dan hipertensi yang

resisten, namun sebaiknya dihindari penggunaannya pada pasien dengan

disfungsi ventrikel kiri.

3) Angiotensin Converting Enzyme-Inhibitor & Receptor Blocker

Angiotensin Converting Enzyme-Inhibitor (ACE-Inhibitor) dan

Angiotensin Receptor Blocker (ARB) adalah obat yang bekerja dengan

menghambat sistem renin-angiotensin. Penurunan angka morbiditas

kardiovaskular dan insidensi stroke pada penderita hipertensi sistolik


dengan pemberian losartan (ARB) dibandingkan dengan atenolol (beta-

blocker). Dikarenakan memiliki efek renoprotektif dari obat golongan

ACE-Inhibitor dan ARB pada penderita DM tipe 2, maka pedoman

penatalaksanaan anti hipertensi terbaru menyarankan penggunaan salah

satu dari obat ini sebagai terapi inisial pada hipertensi usia lanjut dengan

diabetes mellitus. Efek samping golongan ACE-Inhibitor yang sering

terjadi adalah batuk kering yang disebabkan oleh bradikinin, bila ini terjadi

sebaiknya ACE-Inhibitor dihentikan dan diganti dengan golongan

Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) seperti valsartan ataupun Iosartan.

JNC-8 melalui rekomendasi 9 tidak memperbolehkan penggunaan ACE-

Inhibitor dan ARB secara bersamaan pada satu pasien.

4) Direct Renin Inhibitor (DRI)

Direct Renin Inhibitor (DRI) adalah golongan obat anti hipertensi yang

baru dengan efektivitas serupa dengan ACE-Inhibitor ataupun Angiotensin

Reseptor Blocker (ARB). Aliskiren adalah salah satu obat dari golongan

DRI yang tersedia dapat dikombinasikan dengan obat lain seperti HCT,

ramipril, dan amlodipine.

5) Beta Blocker

Golongan penyekat beta (Beta Blocker) seperti propranolol, bisoprolol,

atenolol tidak lagi dianjurkan sebagai terapi inisial pada pengobatan

hipertensi usia lanjut dikarenakan efek samping yang besar terutama pada

saluran pernafasan, kecuali pada gagal jantung, penyakit jantung koroner,

migrain dan tremor senilis. Pada hipertensi obat golongan ini biasanya

diberikan sebagai kombinasi dengan diuretik.


6) Alfa Blocker

Golongan selektif alfa1 adrenergik antagonis seperti terazosin dan

doxazosin bermanfaat untuk pengobatan hipertensi yang disertai dengan

benign prostatic hypertrophy (BPH). Efek samping utama dari obat

golongan alfa blocker ini adalah hipotensi orthostatik, refleks takikardi dan

sakit kepala. Efek samping berupa peningkatan resiko stroke, kejadian

kardiovaskuler dan peningkatan resiko penyakit jantung kongesif dengan

penggunaan doxazosin bila dibandingkan dengan chlortalidone, hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan golongan alfa antagonis sebaiknya

dihindari sebagai penggunaan lini pertama obat anti hipertensi.

7) Aldosterone Antagonist

Golongan antagonis aldosteron seperti spironolakton biasanya

digunakan pada hipertensi yang resisten yang disebabkan oleh

hiperaldosteronisme primer dan obstructive sleep apnoe (OSA).

8) Golongan anti hipertensi lainnya

Golongan obat yang bekerja di sentral seperti klonidin, tidak

dianjurkan dipakai pada awal terapi mengingat efek sedasi, mengantuk,

bradikardi, dan mulut kering. Selain itu pengguna obat ini pada usia lanjut

dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya hipertensi krisis karena

penghentian obat secara mendadak (withdrawal effect). Klonidin dapat

diberikan dalam bentuk kombinasi dengan obat-obatan lain untuk

mencapai target tekanan darah yang optimal.

2. Terapi non farmakologi


Modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan

darah, mencegah atau memperlambat penyakit hipertensi, meningkatkan

efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi resiko penyakit kardiovaskular

(National Institutes of Health 2003). Modifikasi gaya hidup memiliki efek

yang kuat pada tekanan darah. Peningkatan aktivitas fisik, mengurangi

asupan garam, penurunan berat badan, moderasi asupan alkohol,

meningkatkan asupan kalsium, dan pola diet yang sehat secara keseluruhan

yang disebut Dietary Approacher to Stop Hypertention (DASH). Diet

DASH menekankan buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak

serta mengurangi lemak dan kolesterol (Appel 2003).

2.2.5 Pemeriksaan diagnostik

Menurut Joint National Committee 7 (2003) menyatakan evaluasi

hipertensi termasuk tekanan darah melalui penilaian menggunakan standar

sphygmomanometer dan stetoskop, bersama dengan tes laboratorium dan

diagnostik:

1. Tes darah lengkap.

2. Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, glukosa puasa).

Adanya hipokalemi menunjukkan adanya gangguan aldoterosme

primer sebagai penyebab hipertensi.

3. Profil lemak (LDL, HDL, trigliserida, kolesterol total), analisis urin.

Hematuria atau protein urin mengindikasikan adanya gangguan ginjal.

4. Electrocardiogram (EKG), memperhatikan gelombang R yang tinggi

atau gelombang S yang dalam menunjukkan adanya hipertropi jantung.

5. Ekokardiografi, menunjukkan adanya hipertropi ventrikel kiri.


6. X-Ray, adanya pembesaran jantung.

2.2.6 Mekanisme pijat refleksi kaki

Organ dalam tubuh dapat dirangsang dengan melakukan tekanan

atau pijatan pada kaki. Pijat refleksi kaki bekerja dengan mengirim sinyal

menenangkan ke sistem saraf pusat dengan perantara saraf perifer pada

kaki. Sinyal tersebut memerintahkan tubuh untuk mengurangi tingkat

ketegangan sehingga memicu relaksasi dan melancarkan aliran darah.

Stimulasi yang dihasilkan dari pijat refleksi kaki akan merangsang tubuh

untuk melepaskan hormon morphin endogen seperti endorphin, enkefalin

dan dinorfin sekaligus menurunkan kadar stress hormon seperti hormon

kortisol, norepinephrin dan dopamin. Hormon-hormon tersebut

menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler mengakibatkan terjadinya

perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah. Akibatnya timbul efek relaksasi

otot-otot yang kaku serta akibat vasodilatasi akan mempengaruhi

perubahan tekanan darah (Tarumetor 2007).

2.2.7 Mekanisme musik

Proses mendengar manusia dimulai dari gelombang suara yang

diterima daun telinga selanjutnya masuk dan menggetarkan membran

timpani yang merupakan selaput tipis dan transparan. Proses pendengaran

komponen perifer dari jalur pendengaran (telinga, koklea, dan sel-sel

rambut bagian dalam) mengkonversi tekanan gelombang ke potensial aksi

saraf melalui transduksi mekanoelektrik. Informasi pendengaran diproses

lebih lanjut pada sejumlah struktur subkortikal. Serabut saraf pendengaran

meninggalkan koklea bertemu dengan saraf vestibulocochlear dan


melewati nucleus cochlear (CN) dibatang otak. Informasi ini kemudian

diteruskan ke inferior colliculus melalui sel dorsal cochlear (DCN), atau

dengan rute tidak langsung ke superior olivary complex (SOC). SOC

memproses informasi dari telinga dan petunjuk yang berhubungan dengan

tempat suara (Sheerwood 2012).

Musik menimbulkan gelombang vibrasi yang dapat menimbulkan

stimulus pada gendang pendengaran. Stimulus dikirim dari akson, serabut

sensori asendens ke neuron dan reticular activating system (RAS).

Stimulus ditransmisikan oleh nuclei spesifik dari thalamus melewati area

sistem saraf otonom serta sistem neuroendokrin (Suselo 2010).

Alunan musik dapat menstimulus tubuh untuk memproduksi

molekul nitric oxide (NO) yang bekerja pada tonus pembuluh darah. NO

merupakan senyawa endhotelium derived relaxing factor endhotelium

derived relaxing factor yang berperan penting dalam pengaturan

homeostatis vaskuler. Penurunan produksi NO berakibat pada kekakuan

arteri, mengecilnya lumen pembuluh darah sehingga mengakibatkan

peningkatan tekanan darah (Suselo 2010).

2.3 Konsep Akupresur

2.3.1 Definisi akupresur

Akupresur atau yang dikenal dengan terapi totok adalah salah satu

bentuk fisioterapi dengan memberikan pemijatan dan stimulasi pada titik-

titik tertentu pada tubuh. Terapi akupresur merupakan pengembangan dari

ilmu akupuntur, sehingga pada prinsipnya metode terapi akupresur sama

dengan akupuntur yang membedakannya, terapi akupresur tidak


menggunakan jarum dalam proses pengobatan. Akupresur berguna untuk

mengurangi ataupun mengobati berbagai jenis penyakit dan nyeri serta

mengurangi ketegangan dan kelelahan. Proses pengobatan dengan teknik

akupresur menitikberatkan pada titik-titik saraf di tubuh. Titik-titik

akupresur terletak pada kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki. Di

kedua telapak tangan dan kaki terdapat titik akupresur untuk jantung, paru-

paru, ginjal, mata, hati, kelenjar tiroid, pankreas, sinus dan otak (Fengge

2012).

2.3.2 Teori dasar akupresur

Terdapat dua teori dasar akupresur antara lain adalah:

1. Teori Yin dan Yang

Akupresur sebagai seni dan ilmu pengetahuan berlandaskan pada

teori keseimbangan yang berasal dari ajaran “Taonisme” yang

menyimpulkan bahwa semua isi alam dan sifat-sifatnya dapat

dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu “Yin” dan “Yang”. Semua

benda-benda yang sifatnya mendekati api dikelompokkan ke dalam

kelompok “Yang” dan semua benda yang sifatnya mendekati air

dikelompokkan ke dalam kelompok “Yin”. Api dan air digunakan sebagai

patokan dalam keadaan wajar dan dari sifat api dan air tersebut dapat

dirumuskan sifat-sifat penyakit dan bagaimana cara penyembuhannya.

Seseorang dikatakan tidak sehat apabila antara Yin dan Yang di dalam

tubuhnya tidak seimbang (Fengge 2012).

Pada dasarnya tidak ada keseimbangan yang bersifat mutlak dan

statis, sehingga hubungan antara Yin dan Yang selalu bersifat relatif dan
dinamis. Sifat hubungan dari Yin dan Yang adalah berlawanan, saling

mengendalikan dan mempengaruhi, tapi membentuk satu kesatuan yang

dinamis. Hukum keseimbangan ini menjadi dasar dalam menganalisa

penyebab suatu penyakit dan cara penyembuhan/pemberian terapi pada

metode pengobatan tradisional, khususnya pada terapi akupuntur dan

akupresur. Jika seseorang sakitnya dikelompokkan ke dalam kelompok

Yin, maka pengobatannya bersifat Yang, dan begitu pula sebaliknya

(Fengge 2012).

2. Teori pegerakan lima unsur

Selain teori Yin dan Yang, terdapat teori falsafah alamiah yang

berhubungan dengan konsep kategorisasi alam dan unsurnya yaitu teori

pergerakan lima unsur (Fengge 2012).

Gambar teori pergerakan lima unsur (Fengge 2012)

2.3.3 Teknik memijat pada terapi akupresur

Sebelum melakukan pijat akupresur pertama kali yang harus

diperhatikan adalah kondisi umum klien. Pijat akupresur tidak boleh

dilakukan terhadap orang yang sedang dalam keadaan terlalu lapar dan

terlalu kenyang, dan perempuan yang sedang dalam keadaan hamil muda.
Selain kondisi klien, ruangan untuk terapi akupresur pun harus

diperhatikan. Suhu ruangan yang digunakan untuk terapi tidak boleh terlalu

panas atau dingin, sirkulasi udara ruangan baik dan tidak diperbolehkan

melakukan pemijatan di ruangan berasap. Dalam terapi akupresur pijatan

bisa dilakukan dengan menggunakan jari tangan (jempol dan jari telunjuk).

Lama dan banyaknya tekanan (pemijatan) tergantung pada jenis pijatan.

Pijatan untuk menguatkan (Yang), untuk kasus penyakit dingin, lemah,

pucat, lesu, dapat dilakukan dengan maksimal 30 kali tekanan, untuk

masing-masing titik dan pemutaran pemijatannya searah jarum jam.

Sedangkan pemijatannya yang berfungsi melemahkan (Yin) untuk penyakit

panas, kuat, muka merah, berlebihan/hiper dapat dilakukan dengan

minimal 50 kali tekanan dan cara pemijatannya berlawanan jarum jam

(Fengge 2012).

Titik akupresur untuk penderita hipertensi Fengge (2012):

1. SP 6 Sanyinjiao (sedase)

Terletak 3 cun diatas malleolus internus

Gambar 2.1 SP 6 Sanyinjiao (Fengge 2012)

2. LR 3 Taichong (sedate)

Terletak proximal pertemuan tulang-tulang metatarsal I dan metatarsal II.


Gambar 2.2 LR 3 Taichong (Fengge 2012)

3. Ki 3 Taixi (Tonic)

Terletak diantara malleolus internus dan tendon achiles setinggi bagian

tertinggi malleolus internus.

Gambar 2.3 Ki 3 Taixi (Fengge 2012)

4. St 40 Fenglong (sedate)

Terletak satu jari lateral dari titik St 38.


Gambar 2.4 St 40 Fenglong (Fengge 2012)

2.4 Musik Kecapi Suling

Kecapi alat musik tradisional yang berasal dari daerah Sunda. Nada

dalam kecapi memiliki 5 tangga nada atau pentatonic. Pasangan kecapi

dalam permainan musik biasanya diiringi oleh Suling Sunda yang terbuat

dari bambu (Arini & Supriadi 2011).

Gambar 2.5 Kecapi (Arini & Supriadi 2011)

Jenis-jenis Kecapi antara lain (Arini & Supriadi 2011):

1. Kecapi Tembang adalah suatu kotak resonansi yang dibagian

bawahnya diberi lubang resonansi untuk memungkinkan suara keluar.

Sisi-sisi kecapi ini dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai

perahu. Pada zaman dahulu, Kecapi jenis ini dibuat langsung dari

bongkahan kayu dengan memahatnya.

Gambar 2.6 Kecapi Tembang (Arini & Supriadi 2011)

2. Kecapi Siter. Kotak resonansi dengan bidang rata yang sejajar.

Mirip dengan Kecapi Tembang, lubang ditempatkan pada bagian

bawah. Sisi bagian atas dan bawahnya terbentuk trapezium.


Gambar 2.7 Kecapi Siter (Arini & Supriadi 2011)

Menurut fungsinya dalam mengiringi musik, Kecapi dimainkan sebagai

Kecapi indung dan Kecapi rincik. Kecapi indung memimpin musik dengan

cara memberikan intro, bridges, dan interlude, juga menentukan tempo,

maka menggunakan Kecapi besar dengan 18 atau 20 dawai. Kecapi rincik

memperkaya iringan musik dengan cara mengisi ruang antara nada dengan

frekuensi tinggi, khususnya dalam lagu-lagu yang bermetrum tetap seperti

dalam ‘Kecapi Suling’ atau ‘Sekar Penambih’. Maka menggunakan Kecapi

yang lebih kecil dengan 15 dawai.

Suling Sunda merupakan alat musik tiup yang terbuat dari bambu

Tamiang yang merupakan salah satu jenis bambu tipis dan memiliki diameter

yang kecil sehingga cocok untuk membuat Suling. Suling Sunda sering

dimainkan mengiringi Kecapi, Gamelan, dan Gamelan Tembang Sunda

(Arini & Supriadi 2011).

Gambar 2.8 Suling Sunda (Arini & Supriadi 2011)

Gambar 2.9 Skala Nada Suling (Arini & Supriadi 2011)

2.5 Keaslian Penelitian


Tabel 2.2 Keywords Penelitian kombinasi
terapi pijat kaki dan musik kecapi
suling terhadap penurunan tekanan
darah.
Terapi music Tekanan darah Terapi kombinasi
Kecapi suling sunda Masase kaki Aromaterapi
Lansia Hipertensi

Peneliti menggunakan kata kunci (keyword) seperti pada Tabel 2.2

untuk mencari literatur artikel jurnal. Database yang digunakan oleh peneliti

adalah ScienceDirect, Elsevier, Google Scholar. Setelah itu peneliti

menyesuaikan dengan judul dan abstrak. Hasil pencarian tersebut didapatkan

39 jurnal dan setelah membaca abstrak didapatkan 10 jurnal yang relevan

dengan penelitian ini.

Tabel 2.3 Keaslian penelitian kombinasi terapi pijat kaki dan musik kecapi
suling terhadap penurunan tekanan darah.
No Judul Artikel; Metode (Desain; Hasil
Peneliti; Tahun Sampel; Variabel; Penelitian
instrumen; Analisis)
1. Pengaruh musik klasik Desain: eksperimental dengan p value =
teradap penurunan pre-post test control group 0,0001
tekanan darah (Saloma design
Klementina Saing Sampel: 42 responden
2007) Variabel dependen:
penurunan tekanan darah
Variabel independen: musik
klasik
Instrumen: tensimeter air
raksa, musik klasik
Uji: xilcoxon dan t
berpasangan
2. Perbedaan tekanan Desain: pra eksperimental p <0,05
darah pada lansia dengan one group pre-post
hipertensi sebelum dan test design
sesudah diberikan Sampel: 30 responden
terapi musik Variabel dependen:
instrumental di panti perbedaan tekanan darah pada
Werdha Pengayoman lansia
Pelkris Kota Semarang Variabel independen: terapi
(Nafilasari 2012) musik instrumental
Instrumen: tensimeter air
raksa, musik instrumental
Uji: Wilcoxon match pair test
3. Pengaruh pijat refleksi Desain: quasi eksperimental p<0,05
kaki terhadap tekanan dengan one group pre-post
darah pada lansia test
hipertensi di PSTW Sampel: 9 responden
Yogyakarta Unit Budi Variabel dependen: tekanan
Luhur (Aspiana 2014) darah pada lansia hipertensi
Variabel independen: pijat
refleksi kaki
Instrumen: tensimeter
dengan merk One Med yang
diuji kalibrasi
Uji: non parametrik Wilcoxon
test
4. Pengaruh pemijatan Desain: quasi eksperimental Tekanan darah
tungkai dan kaki dengan randomized control sistolik
dengan aromaterapi group pre-post test design kelompok
lavender terhadap Sampel: 9 responden perlakuan
penurunan tekanan Variabel dependen: p=0,046<0,05
darah penderita penurunan tekanan darah pada dan kelompok
hipertensi primer penderita hipertensi primer kontrol
(Tiara 2015) Variabel independen: p=0,0042<0,05
pemijatan tungkai dan kaki
dengan aroma terapi lavender Tekanan darah
Instrument: tensimeter dan diatolik
aroma terapi lavender kelompok
Uji: Wilcoxon signed ranks perlakuan
test dan Mann-whitney test p=0,046<0,05
dan kelompok
kontrol
p=0,083>0,05
5. Pengaruh terapi musik Desain: pre eksperimental Tekanan darah
tradisional kecapi dengan one group pre-post sistolik p value
suling sunda terhadap test design 0,0001
tekanan darah pada Sampel: 13 responden
lansia dengan Variabel dependen: tekanan Tekanan darah
hipertensi (Dedi, et al. darah pada lansia hipertensi diastolik p
2011) Variabel independen: terapi value 0,001
musik tradisional kecapi
suling
Instrumen: tensimeter dan
musik tradisional kecapi
sunda
Uji: wilcoxon
6. Perbedaan pengaruh Desain: quasi eksperimental Tidak ada
terapi masase dengan design dengan time series perbedaan
minyak aromaterapi design pengaruh p
dan minyak VCO Sampel: 42 responden value = 0,000
terhadap penurunan Variabel dependen: (p value ≤0,05)
tekanan darah pasien penurunan tekanan darah
hipertensi primer pasien hipertensi primer
(Wijayanto & Sari Variabel independen:terapi
2015) masase dengan minyak
aromaterapi dan minyak VCO
Instrumen: tensimeter,
aromaterapi
Uji: paired t test dan pooled t
test
7. Efektifitas kombinasi Desain: quasi eksperimental p value <0,05
terapi musik dan slow dengan pre-post control
deep breathing group design
terhadap penurunan Sampel: 56 responden
tekanan darah pada Variabel dependen:
pasien hipertensi penurunan tekanan darah pada
(Tahu 2015) pasien hipertensi
Variabel independen:
kombinasi terapi musik dan
slow deep breathing
Instrumen: tensimeter, music
Uji: Wilcoxon dan mann-
whitney
8. Terapi musik 5 oktav Desain: pre eksperimental p value <0,05
menurunkan tekanan dengan one group post test
darah pada penderita design
hipertensi (Astuti, et Sampel: 24 responden
al. 2016). Variabel dependen: terapi
musik 5 oktav
Variabel independen:
menurunkan tekanan
darahpada penderita
hipertensi
Instrument: tensimeter, musik
5 oktav
Uji: Wilcoxon
9. Pengaruh kombinasi Desain: quasi eksperimental Penurunan
pijat punggung dan dengan pre post test tekanan darah
dzikir terhadap stress intervention with control sistolik p =
dan tekanan darah group 0,004
penderita hipertensi Sampel: 60 responden
(Haryono 2016) Variabel dependen: Tekanan darah
kombinasi pijat punggung dan diastolik tidak
dzikir terjadi
Variabel independen: stess penurunan
dan tekanan darah penderita yang bermakna
hipertensi p = 0,987
Instrumen: tensimeter, the
perceived stress scale (PSS-
10)
Uji: Wilcoxon dan mann-
whitney
10. Pengaruh terapi musik Desain: pra eksperimental Tekanan darah
tradisional kecapi dengan one group pre-post sistolik p value
suling sunda terhadap test design 0,0001
tekanan darah pada Sampel: 13 responden
lansia dengan Variabel dependen: tekanan Tekanan darah
hipertensi (Supriadi, darah pada lansia denga diastolik p
Hutabarat & Monica hipertensi value 0,001
2015) Variabel independen: terapi
musik tradisional kecapi
suling sunda
Instrumen: tensimeter, musik
kecapi suling sunda
Uji: t-dependent
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian


Lansia Hipertensi

Disfungsi
Penurunan endotelnitric oxide (NO)
produksi Peningkatan
Sintesiskerja sistem
hormon sarafsimpatis
katekolamin
Vaskuler mengalami vasokontriksi Merangsang sistem renin angiotensin
Peningkatan tahanan vaskuler

Sistem limbik teraktivasi Terapi pijat kaki


Musik Kecapi suling
disalurkan ke hipotalamus
Menyalurkan impuls saraf ke
nukleus-nukleus di batang otak
kerja sistem saraf parasimpatis
produksi nitric oxide (NO) hormon katekolamin dalam plasma
Vasodilatasi
Simpatoadrenergik teraktivasi
Peningkatan vaskularisasi
Pelepasan stress released hormones
tekanan darah

Keterangan: = diteliti = tidak diteliti

= mempengaruhi

Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitian pengaruh kombinasi terapi pijat


kaki dan musik kecapi suling terhadap penurunan tekanan darah
pada lansia hipertensi di Panti Werdha Hargodedali.

Hipertensi yang terjadi pada lansia akibat dari disfungsi sistem

endotel. Disfungsi sistem endotel mengakibatkan nitric oxide (NO) yang

berfungsi sebagai vasodilator semakin berkurang pada usia lanjut. NO

memiliki peran penting dalam proliferasi otot polos karena diketahui sebagai

vasodilator yang kuat. Penurunan NO berakibat pada kekakuan arteri,


mengecilkan lumen pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadinya

peningkatan tekanan darah (Aronow 2011).

Kontraksi dan relaksasi pembuluh darah berada di pusat vasomotor

yang terletak pada medulla otak. Rangsangan dari pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf

simpatis. Peningkatan kerja sistem simpatis menstimulasi medulla adrenal

untuk mensintesis hormon katekolamin. Hormon katekolamin memiliki

peran vasokontriksi pembuluh darah dan mengingkatkan detak jantung.

Vasokontriksi menyebabkan penurunan aliran darah yang kaya oksigen ke

ginjal, sehingga merangsang sistem renin angiotensin aldosteron yang secara

bersama-sama meningkatkan volume plasma dengan meretensi garam dan

cairan sehingga meningkatkan tekanan darah (Sherwood 2007).

Pijat refleksi kaki bekerja dengan mengirim sinyal menenangkan ke

sistem saraf pusat dengan perantara saraf perifer pada kaki. Sinyal tersebut

memerintahkan tubuh untuk mengurangi tingkat ketegangan sehingga

memicu relaksasi dan melancarkan aliran darah. Stimulasi yang dihasilkan

dari pijat refleksi kaki akan merangsang tubuh untuk melepaskan hormon

morphin endogen seperti endorphin, enkefalin dan dinorfin sekaligus

menurunkan kadar stress hormon seperti hormone kortisol, norepinephrin

dan dopamin sehingga membuat tubuh relaksasi (Tarumetor 2007).

Mendengarkan musik kecapi seling dengan frekuensi sedang

cenderung merangsang jantung, paru dan emosi. Musik menimbulkan

gelombang vibrasi yang dapat menimbulkan stimulus pada gendang

pendengaran. Stimulasi dikirmkan dari acson, serabut sensori asendens ke


neuron dan reticular activating system (RAS). Stimulus ditransmisikan oleh

nuclei spesifik dari talamus melewati area korteks serebral ke sistem limbik

(Suselo 2010).

Musik masuk melalui melalui saraf pendengaran kemudian diterima

oleh otak, musik mengaktivasi pada sistem limbik yang berhubungan dengan

emosi, saat sistem limbik teraktivasi otak menjadi rileks sehingga dapat

menciptakan kondisi tubuh yang tenang. Alunan musik juga dapat

menstimulasi tubuh untuk memproduksi molekul nitric oxide (NO) dapat

membuat kondisi vasodilatasi pembuluh darah karena molekul ini masuk

dalam tonus otot pembuluh darah. Molekul NO bekerja pada tonus pembuluh

darah yang dapat mengurangi tekanan darah (Astuti, et al. 2016).

3.2 Hipotesis Penelitian


H1: Ada pengaruh pemberian kombinasi terapi pijat kaki dan musik

kecapi suling terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Arini, S.H.D. & Supriadi, D., 2011. Kacapi Suling Instrumentalia Sebagai Salah
Satu Kesenian Khas Sunda.,pp.10-16.

Aronow, W., 2011. A report of the American college of cardiology foundation


task force on clinical expert on consensus documents, ACCF/AHA 2011
Expert Consensus Document on Hypertension in the Elderly April 2011.
USA : Elsevier.

Aslani, M., 2003. Teknik Pijat untuk Pemula. Jakarta: Erlangga.

Aspiana, N., 2014. Pengaruh Pijat Kaki Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia
Hipertensi Di PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur. Skripsi. Yogyakarta:
Stikes ‘Aisyiyah.
Astuti, Suwardianto & Yuliantin, 2016. 5Th Octave Music Therapy Is Decrease
Blood Pressure To Patients With Hypertention. Skripsi. Kediri: Stikes Rs.
Baptis Kediri.

Bistok Sihombing, Dina Aprilia, Arianto Purba, F.S., 2013. Penatalaksanaan


Hipertensi Pada Lanjut Usia. Jurnal penyakit dalam, 7(2). Pp. 35-140.

Black, J.M & Hawks, J.H., 2009. Medical Surgical Nursing : Clinical
Management for Positive Outcomes, 8th Edition, Volume 2. Singapure :
Elsevier Saunders.

Brunner & Suddarth., 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC.

Burke & Laramie, 2000. Primary Care of the Older Adult A Multidisiplinary
Approach. St. Louis: Mosby Company.

Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Dinas Kesehatan Kota Surabaya., 2014. Statistik 10 Penyakit Terbanyak, diakses


24 April 2017. http://dinkes.surabaya.go.id/portal/index.php/profil/dkk-
dalam-angka/statistik-10-penyakit-terbanyak/

Effendi, F & Makhfudli, 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan


Praktek Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Fengge, A., 2012. Terapi Akupresur:Manfaat & Teknik Pengobatan. Yogyakarta:


Crop Circle Corp.

Hermawati, S. et al., 2011. Instrumental Bamboo Kaapi as One of Unique Art of


Sun-danese.,pp.10-16.

Hikyati., Rostika Flora, S.P., 2012. Penatalaksanaan Non Farmakologis Terapi


Komplementer Sebagai Upaya Mengatasi Dan Mencegah Komplikasi Pada
Penderita Hipertensi Primer Dikelurahan Indramayu Mulya Kabupaten Ogan
Ilir. Skripsi. Sumatera: Universitas Sriwijaya.

Kaplan NM., 2007. Hypertension in the elderly. London: Martin Dunitz.

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Pusdatin Hipertensi, diakses 25 April 2017.


http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/inf
odatin-lansia.pdf

Maryanti, 2010. Pengaruh Terapi Musik Gamelan Jawa Nada Slendro Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengn Hipertensi Di Posyandu
Lansia Yuswo Adhi RW XVII Kelurahan Srondol Wetan Semarang. Skripsi.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Mawarmi, p. & Diyono, 2015. Efek Terapi Musik Menurunkan Tekanan Darah
Pada Pasien Hipertensi Di Desa Taraman Sragen Jawa Tengah. Kosala, 3(2),
pp.1-10.

Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC.

Pedak, M., 2009. Metode Supernol Menaklukan Stres. Jakarta : Hikmah.

Potter & Perry, 2005. Buku Ajar Fundamental keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC.

Potter & Perry, 2010. Fundamental Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Potter, A. P., & Perry, G. A., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Prince, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

Profil kesehatan kota Surabaya, 2015. Profil Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_
2015/3578_JATIM_Surabaya_2015.pdf

Rahim, A., 1988. Massage Olahraga. Jakarta: Pustaka Merdeka.

Rakhmawati, S., 2013. Hubungan Antara Derajat Hipertensi pada Pasien Usia
Lanjut dengan Komplikasi Organ Target di RSUP Dokter Kariadi Semarang
Periode 2008-2012. Karya Tulis Ilmiah. Semarang : Universitas Diponegoro.

Riset Kesehatan Dasar, 2013. Laporan nasional 2013, pp.1-384.

Sherwood, L., 2007. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Sherwood, L., 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. C & Bare, B. G., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah
Brunner & Suddath. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.

Suselo, 2010. Efektivitas Terapi Musik Terhadap Penurunan Tanda-Tanda Vital


pada Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura. Tesis.
Depok : Universitas Indonesia.

Tairas, Tarumetor. J. H., 2007. Refleksologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Tjipto Soeroso, 1978. Maasage Olahraga. Yogyakarta: Yayasan STO


Tran & Giang, 2014. Changes in Blood Pressure Classification, Blood Pressure
Goals and Pharmacological Treatment of Essential Hypertension in Medical
Guidelines from 2003 to 2013. IJC Metabolic & Endocrine. Vol. 2. Hal. 1-
10.

WHO, 2013. A Global Brief on Hypertension. A global brief on hypertension,


p.40. Availableat:
http://isworld.com/downloads/pdf/global_brief_hypertension.pdf.

WHO, 2005. Updated Projects of Global Mortality and Burden of Disease 2002-
2030. www.who.int/healthinfo/statistics/bodprojections2030/en/index.html.

Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Dengan Hormat,
Sehubungan dengan tugas penelitian di Program Studi Pendidikan Ners
Universitas Airlangga Surabaya, maka saya:
Nama : Dewi Anggraini Nurjanah
NIM : 131311133034
Dosen Pembimbing 1 : Harmayetty, S.Kp., M.Kes
Dosen Pembimbing 2 : Eka Misbahatul MMHas, S.Kep., Ns., M.Kep
Bermaksud melakukan penelitian mengenai: “Pengaruh kombinasi
terapi pijat kaki dan musik kecapi suling terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia dengan hipertensi”. Dengan ini saya memohon dengan
hormat kepada bapak/ibu untuk bersedia menjadi responden dalam penelitian
ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi
terapi pijat kaki dan musik kecapi suling terhadap penurunan tekanan darah.
1. Kesediaan bapak/ibu untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi
responden.
2. Kerahasian bapak/ibu dirahasiakan sepenuhnya oleh peneliti.
3. Kerahasiaan informasi yang diberikan bapak/ibu dijamin oleh peneliti.
Dengan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari
pihak manapun.

Surabaya, 2017
Hormat Saya

(Dewi Anggraini Nurjanah)

Lampiran 2

PENJELASAN PENELITIAN

BAGI RESPONDEN PENELITIAN

Judul penelitian: Pengaruh Kombinasi Terapi Pijat Kaki dan Musik Kecapi
Suling Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi
Di Panti Werdha Hargodedali.
Tujuan:

Tujuan umum

Menganalisis pengaruh pemberian intervensi kombinasi pijat kaki dan musik

kecapi suling terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi.

Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik pada lansia

hipertensi sebelum dan sesudah pemberian intervensi terapi pijat kaki

dan musik kecapi suling.

2. Menganalisis pengaruh kombinasi terapi pijat kaki dan musik kecapi

suling terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum

dan sesudah mendapat intervensi pada lansia hipertensi.

Perlakuan yang diterapkan pada subyek

1. Pada tahap awal peneliti memberikan informed consent untuk

mendapatkan data dari masing-masing responden.

2. Subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberikan penjelasan

mengenai tujuan dan manfaat penelitian.

3. Peneliti mengukur tekanan darah sistolik dan diastolik kepada setiap

responden dengan menggunakan tensimeter.

4. Peneliti memberi perlakuan terapi pijat dan musik instrumental kecapi

suling setiap hari selama 5 hari dengan derasi 10 menit.

Manfaat

Subyek (lansia dengan hipertensi di Panti Werdha Hargodedali) yang terlibat

dalam penelitian ini mendapatkan salah satu cara untuk menurunkan tekanan

darah selain menggunakan terapi farmakologi.


Hak untuk undur diri

Keikutsertaan subyek dalam penelitian ini bersifat sukarela dan responden

berhak untuk mengundurkan diri kapanpun, tanpa menimbulkan konsekuensi

yang merugikan responden.

Insentif untuk subyek

Lansia dengan hipertensi sebagai responden dalam penelitian ini

memperoleh konsumsi.

Jaminan kerahasiaan data

Peneliti berjanji selalu menghargai dan menjunjung tinggi hak responden

dengan cara menjamin kerahasiaan identitas dan data yang diperoleh selama

proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data hasil penelitian.

Lampiran 3

INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Umur :
Jenis kelamin :

Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai:

1. Penelitian yang berjudul “Pengaruh Kombinasi Terapi Pijat Kaki dan


Musik Kecapi Suling Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia
dengan Hipertensi di Panti Werdha Hargodedali” dengan dosen
pembimbing Ibu Harmayetty, S.Kp., M.Kes, dan Ibu Eka Misbahatul
MMHas, S.Kep., Ns., M.Kep.
2. Perlakuan yang diterapkan pada subyek
3. Manfaat ikut sebagai subyek penelitian
4. Bahaya yang timbul
5. Prosedur penelitian
6. Jaminan kerahasiaan data

dan prosedur penelitian mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan


mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh
karena itu saya bersedia/bersedia*) secara sukarela untuk menjadi subyek
penelitian dengan penuh kesadaran serta tanpa keterpaksaan.

Surabaya, 2017

Peneliti, Responden,

(Dewi Anggraini N.) (….……………..)

*) Coret yang tidak perlu

Lampiran 4

DATA DEMOGRAFI RESPONDEN

Judul : Pengaruh Kombinasi Terapi Pijat Kaki dan Musik Kecapi


Suling Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia dengan
Hipertensi di Panti Werdha Hargodedali
Kode Responden : (Diisi oleh peneliti)
Tanggal Pengisian :
Tanda Tangan :
Petunjuk pengisian: Isilah data sesuai dengan item pertanyaan yang diminta
di bawah ini dan berilah tanda √ pada kotak jawaban yang saudara anggap
benar
1. Usia responden : ……… (Tahun)

2. Jenis Kelamin?

a. Laki-laki

b. Perempuan

3. Lama tinggal di panti : ………….

4. Apakah anda melakukan aktivitas olahraga?

a. Teratur

b. Tidak teratur

Jika teratur, berapa menit setiap hari? ……………………………….

5. Sejak kapan anda menderita hipertensi?..............................................

Lampiran 5

SATUAN ACARA KEGIATAN PELAKSANAAN

TERAPI PIJAT KAKI DAN MUSIK KECAPI SULING

Sasaran : Penderita hipertensi usia 60-80 Tahun

Tempat : Panti Werdha Hargodedali

Kegiatan : Terapi pijat kaki dan musik kecapi suling

Waktu : Terapi pijat kaki dan musi kecapi suling dilakukan setiap hari

selama 5 hari dengan durasi 10 menit.


I. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan pembelajaran tentang terapi pijat kaki dan
musik kecapi suling, penderita hipertensi diharapkan dapat menerapkan
intervensi terapi pijat kaki dan musik kecapi suling secara mandiri.
II. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti intervensi ini, diharapkan penderita hipertensi dapat:
1. Mendapatkan respon tubuh relaksasi, memberikan perasaan nyaman,
mengurangi stress, dan memberikan ketenangan.
2. Digunakan sebagai intervensi untuk menurunkan tekanan darah tanpa
mengunakan obat-obatan sehingga mengurangi efek samping dan
ketergantungan yang ditimbulkan oleh obat-obatan tersebut.
III.Metode
1. Demonstrasi
2. Diskusi
IV. Media
1. Handphone
2. MP3 instrumental musik kecapi suling
3. Earphone

V. Kegiatan
No
Kegiatan Peneliti Waktu
.
1. Pembukaan: 5 menit
1. Memperkenalkan diri.
2. Menjelaskan kepada responden tentang tujuan,
prosedur dan lamanya tindakan.
3. Menciptakan lingkungan yang tenang dan
nyaman.
4. Responden diminta untuk menempatkan diri pada
posisi senyaman mungkin, bisa dengan berbaring
atau duduk bersandar di tempat sesuai kehendak
responden.
2. Pelaksanaan: 10 menit
Mulai terapi pijat kaki dan musik kecapi suling:
1. Pasang earphone yang telah dihubungkan ke
handphone kepada klien.
2. Nyalakan musik dengan memastikan volume
suara musik sesuai.
3. Lakukan terapi pijat pada bagian kaki bersamaan
saat klien mendengarkan musik.
4. Hindari menghidupkan musik lain selama
kegiatan.
3. Penutup: 5 menit
1. Membereskan alat yang sudah digunakan untuk
intervensi.
2. Menanyakan respon klien tentang tindakan
yang telah dilakukan.
3. Memberikan umpan balik positif dari respon
yang telah diberikan klien.
Total waktu 20 menit

VI. Kriteria Evaluasi


1. Evaluasi struktur
Responden dapat mengikuti kegiatan dengan baik.
2. Evaluasi proses
Peneliti mengevaluasi responden selama intervensi terapi pijat
kaki dan musik kecapi suling meliputi:
a. Responden melakukan intervensi terapi pijat kaki dan musik
kecapi suling satu sesi dalam sehari selama 10 menit.
b. Responden melakukan intervensi terapi pijat kaki dan musik
kecapi suling selama 5 hari berturut-turut dengan dampingan
peneliti dan relawan yaitu teman-teman dari peneliti yang sudah
diberikan penjelasan sebelumnya untuk dilakukan evaluasi
pelaksanaan intervensi terapi pijat kaki dan musik kecapi suling.
3. Evaluasi Hasil
Intervensi terapi pijat kaki dan musik kecapi suling berjalan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan dan klien dapat menerapkan
intervensi terapi pijat kaki dan musik kecapi suling.

Lampiran 6

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INTERVENSI MUSIK

Pengertian : Pemanfaatan kemampuan musik dan elemen musik oleh


terapis kepada klien.
Tujuan : Memberikan respon tubuh relaksasi, nyaman dan
mengurangi stress.
Persiapan alat : 1. Handphone
dan bahan 2. Earphone
3. MP3 instrumental musik kecapi suling

Prosedur :
NO PROSEDUR
Pre interaksi
1. Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien (jika ada)
2. Siapkan alat-alat
3. Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan
kontraindikasi
4. Cuci tangan
Tahap orientasi
5. Beri salam dan panggil
6. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien
Tahap kerja
7. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilaksanakan
8. Jaga privasi klien
9. Bantu klien memilih posisi yang nyaman
10. Batasi stimulasi eksternal seperti suara, pengunjung, panggilan
telepon selama kegiatan
11. Pastikan alat-alat yang akan digunakan dalam keadaan yang baik
12. Nyalakan musik dan lakukan intervensi music
13. Pastikan volume musik sesuai
14. Evaluasi hasil kegiatan
Terminasi
15. Simpulkan hasil kegiatan
17. Berikan umpan balik yang positif
19. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
20. Bereskan alat-alat yang telah digunakan
21. Cuci tangan
Dokumentasi
22. Catat hasil kegiatan di catatan keperawatan

Sumber: SOP terapi musik program studi Ilmu keperawatan FK Universitas


Udayana Bali (https://www.scribd.com/doc/181262705/SOP-
TERAPI-MUSIK-doc)
Lampiran 7

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TERAPI PIJAT KAKI

Pengertian : Pemijatan, pengurutan, pada bagian kaki dengan


menggunakan tangan (jari-jari tangan) atau dengan
menggunakan alat-alat tertentu.
Tujuan : Memperlancar peredaran darah dan memberikan
respon tubuh relaksasi.
Persiapan alat : Minyak/ lotion
Dan bahan

Prosedur :
NO PROSEDUR
.
Pre interaksi
1. Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien (jika ada)
2. Siapkan alat-alat
3. Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan
kontraindikasi
4. Cuci tangan
Tahap orientasi
5. Beri salam dan panggil sesuai dengan nama klien
6. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien
Tahap kerja
7. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilaksanakan
8. Jaga privasi klien
9. Bantu klien memilih posisi yang nyaman
10. Lakukan pemijatan pada bagian kaki durasi 5-10 menit
11. Gunakan minyak/lotion dalam melakukan pemijatan untuk
menghindari lecet pada kulit klien
12. Pijat bagian kaki dari arah bawah keatas, yang disesuaikan dengan
arah aliran darah mengalir
13. Gunakan tulang jari telunjuk yang dilipatkan saat melakukan
pemijatan pada titik-titik saraf tertentu
14. Evaluasi hasil kegiatan
Terminasi
15. Simpulkan hasil kegiatan
17. Berikan umpan balik yang positif
19. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
20. Cuci tangan
Dokumentasi
21. Catat hasil kegiatan di catatan keperawatan

Sumber:http://dokumen.tips/education/standar-operating-procedure-sop
prosedur-pijat-refleksibagi-mahasiswa-keperawatan.html
Lampiran 8

LEMBAR OBSERVASI PENGUKURAN TEKANAN DARAH

Pre/ post intervensi terapi pijat kaki dan musik kecapi suling selama 5 hari.
Tempat : Panti Werdha Hargodedali
Pre intervensi Post intervensi
Kode Tekanan darah Tekanan darah
No Responde sistolik/diastolik (mmHg) sistolik/diastolik (mmHg)
n Hari ke Hari ke
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12

13

14.

Anda mungkin juga menyukai