Anda di halaman 1dari 3

Nama : Viona Destalia

NPM : 1510075612170

Kelas : Moneter Malam

UTS TEORI EKONOMI MAKRO ( TAKE HOME )

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA


2015 – 2017

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode


2014 - 2017
5.05

5 5.02 5.02 5.01


4.95

4.9 2014

4.85 2015

4.8 2016
4.79 2017
4.75

4.7

4.65
2014 2015 2016 2017

Sumber : Badan Pusat Statistik


Ekonomi Tahun 2015 Tumbuh hanya 4,79 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir pertumbuhan ekonomi RI selama tahun 2015 mencapai
4,79 persen. Adapun untuk kuartal IV-2015, ekonomi tumbuh 5,04 persen lebih tinggi dari
kuartal sebelumnya yang hanya 4,73 persen. Kepala BPS Suryamin menuturkan, nilai Produk
Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan (ADHK) mencapai Rp 2.270,4 triliun.
Sedangkan PDB atas dasar harga berlaku (ADBH) mencapai Rp 2.945 triliun.
Menurut saya dari tahun 2014 ke tahun 2015 Perekonomian indonesia mengalami penurunan
yang cukup signifikan. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin, ada beberapa
penyebab melambatnya pertumbuhan tahun 2015. Pertama, menurunnya ekonomi Cina dan
Singapura yang selama ini menjadi mitra dagang utama Indonesia. Kedua, turunnya harga
minyak dunia, dan ketiga, menurunnya nilai ekspor akibat rendahnya harga komoditas seperti
minyak sawit dan karet.

Ekonomi RI Tumbuh 5,02 Persen di 2016


Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,02
persen di 2016. Angka ini lebih tinggi dari 2015 yang dikoreksi sebesar 4,88 persen. Adapun
untuk kuartal IV-2016 pertumbuhan ekonomi mencapai 4,94 persen. Ini lebih rendah dari
kuartal sebelumnya yang sebesar 5,02 persen. Juga lebih rendah dibanding laju ekonomi
kuartal IV tahun 2015 yakni 5,04 persen.

Menurut saya penyebab tumbuhnya ekonomi 2016 dibandingkan tahun 2015 karena ada
faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang berasal dari domestik dan
eksternal. Faktor domestik yang mempengaruhi yaitu harga komoditas nonmigas di pasar
internasional yang mengalami peningkatan. Selain itu, harga rata-rata minyak mentah
Indonesia (ICP) naik dari 30,20 dollar AS per barel pada kuartal I 2016 menjadi 42,13 dollar
AS pada kuartal II 2016.

BPS juga mencatat bahwa ada pengaruh inflasi sebesar 0,44 persen quarter to quarter (Q-to-
Q), dan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) yang turun dari 6,75 persen pada Maret
2016 menjadi 6,50 persen pada Juni 2016.

"Faktor domestik lainnya yakni realisasi belanja pemerintah (APBN) pada kuartal-II 2016
yang mencapai Rp 474,28 triliun. Angka ini naik dari realisasi belanja pemerintah pada
kuartal-II 2015 yang hanya Rp 384,74 triliun)," imbuh Suryamin.

Dari sisi investasi, realisasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam
negeri (PMDN) kuartal II 2016 sebesar Rp 151,6 triliun, atau naik sebesar 3,5 persen (Q-to-
Q), dan naik 12,3 persen (YoY).

Pada kuartal II 2016 juga terjadi pergeseran panen raya tanaman pangan yang berpengaruh
terjadap pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2016 juga dipengaruhi oleh peningkatan produksi mobil
sebesar 10,96 persen (Q-to-Q) menjadi 316.351 unit.

Produksi semen pada kuartal II 2016 juga naik 3,34 persen (Q-to-Q) menjadi 14,40 juta ton.
Jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia juga mendorong pertumbuhan
ekonomi kuartal II 2016. Jumlah wisman yang masuk ke Indonesia mencapai 2,67 juta
kunjungan atau naik 2,15 persen (Q-to-Q) dan naik 5,83 persen YoY.

Ekonomi Indonesia Triwulan I-2017 Tumbuh 5,01 Persen

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada triwulan I-2017 tumbuh 5,01
persen (yoy), lebih baik ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini
lebih tinggi dari triwulan IV-2016 dan triwulan I-2016. Menurut saya ini cukup bagus Setelah
penguatan di 2016, pertumbuhan ekonomi 2017 diharapkan akan sangat membantu bagi
kenaikan harga komoditas dan diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi 5,2% dan
5,3% di 2018. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga diproyeksikan akan meningkat
karena nilai tukar rupiah yang stabil. Sementara, upah riil yang lebih tinggi dan angka
pengangguran yang terus menurun memberi dukungan bagi peningkatan daya beli konsumen.

Namun, Indonesia juga masih perlu mewaspadai kondisi global saat ini. Antara lain dari
perubahan dalam kebijakan perdagangan di negara-negara maju, perubahan yang tidak
terduga dalam kebijakan moneter AS, ketidakpastian politik di Eropa, meningkatnya inflasi
domestik yang berkepanjangan, dan penerimaan fiskal yang lemah memberikan risiko
penurunan yang signifikan

Anda mungkin juga menyukai