Anda di halaman 1dari 9

Pengaruh Rasio Tepung Terigu Dengan Tepung Biji Nangka Terhadap Karakteristik

Fisik Biskuit Yang Dihasilkan


(The Effects Of Ratio Flour With Jackfruit Flour To The Biscuits Produced)
Gusti, R.1, Indriyani1, Silvi, L.R.1
1
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi, Kampus Pondok Meja Jl Tribrata Km 11, Jambi, Indonesia
E-mail : gustiranda656@gmail.com

ABSTRAK −− penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh rasio tepung terigu dengan tepung biji nangka terhadap
biskuit yang dihasilkan dan untuk mendapatkan satu rasio tepung terigu dengan tepung biji nangka dalam menghasilkan
biskuit yang terbaik. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari 6 taraf (0, 10, 20, 30, 40 dan 50%)
dan 3 kali ulangan. Hasil penelitian ini menunjukkan rasio tepung terigu dengan tepung biji nangka sampai formulasi 70:30%
menghasilkan biskuit yang tidak berbeda nyata dengan biskuit tanpa subtitusi (kontrol) terhadap volume pengembangan dan
organoleptik warna. Rasio tepung terigu dengan tepung biji nangka hingga formulasi 50:50% menghasilkan sifat fisik biskuit
yang tidak berbeda nyata terhadap kadar air, tekstur dan uji organoleptik (tekstur, rasa, warna dan penerimaan keseluruhan)
tetapi berbeda nyata terhadap volume pengembangan dan organoleptik warna.

ABSTRACT –The aims of this research conducted to determine the ratio effect of flour with jackfruit flour to the biscuits
produced and to obtain a ratio of wheat flour to jackfruit flour in producing the best biscuits. This research use a complete
randomized design, consist of 6 levels (0, 10, 20, 30, 40 and 50%) and 3 replications. The results of this study show The ratio
of wheat flour to jackfruit seed flour to 70:30% formulation produces biscuits that are not significantly different from biscuits
without substitution (control) of the development volume and color organoleptic. The ratio of wheat flour to jackfruit seed
flour to 50:50% formulation resulted in the physical properties of biscuits that were not significantly different from water
content, texture and organoleptic tests (texture, taste, color and overall acceptance) but significantly different from the
development volume and color organoleptic.
Keywords : Ratio, jackfruit-flour, flour, biscuits.

jumlah produksi 9.219 ton (Kementerian Pertanian


I. PENDAHULUAN Direktorat Jenderal Holtikultura, 2015).
Biji nangka merupakan edible seed (biji yang
dapat dimakan). Biji nangka mempunyai harga
Masyarakat Indonesia saat ini banyak relatif murah maupun hanya diberikan secara cuma-
mengkonsumsi makanan yang berbahan dasar cuma, umumnya biji nangka hanya dimanfaatkan
tepung terigu akibatnya kebutuhan tepung terigu dalam bentuk biji nangka bakar, rebus, dan goreng.
semakin meningkat, sedangkan produksi terigu di Biji nangka yang sangat melimpah belum banyak
Indonesia belum tercukupi sehingga untuk dimanfaatkan secara optimal. (Widyastuti, 1993).
memenuhi kebutuhan terigu harus mengimpor dari Kandungan gizi yang cukup besar yang
negara lain (Santoso dkk, 2014). Impor gandum di terdapat dalam biji nangka antara lain karbohidrat,
Indonesia pada Tahun 2012 mencapai 6,3 juta ton fosfor, protein, dan vitamin C. Jumlah karbohidrat
dengan nilai 2,3 miliar dolar AS. Jumlah tersebut yang terdapat dalam bahan makanan yang biasa
meningkat pada kuartal 1 Tahun 2013 dimana dibuat tepung (dalam 100 g) sebesar 34,7 g (ketela
angka impor gandum tercatat 1,3 ton atau senilai pohon); 63,6 g (jagung); dan 22,6 g (ganyong),
501 juta dolar AS (Badan Pusat Statistik, 2013 sedangkan jumlah karbohidrat yang terdapat dalam
dalam Sitohang, 2015). Indonesia sulit untuk 100 g biji nangka sebesar 36,7 g sehingga
memproduksi gandum yang merupakan bahan baku memungkinkan untuk diolah menjadi tepung yang
dari tepung terigu, hal ini disebabkan tanaman ini bisa digunakan sebagai salah satu upaya
hanya dapat tumbuh subur dikawasan subtropis. pemanfaatan limbah biji nangka. Selain itu, bisa
Diversifikasi pangan sangat dibutuhkan untuk juga digunakan untuk meningkatkan nilai tambah
mengurangi penggunaan tepung terigu. dari biji nangka tersebut (Juwariyah, 2000 dalam
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk Nugraheni, 2010).
mengurangi impor gandum yang merupakan bahan Tepung biji nangka merupakan hasil olahan
baku dari tepung terigu yaitu pemanfaatan biji biji nangka kering yang telah mengalami
nangka sebagai bahan penstubtitusi. Biji nangka penggilingan dan pengayakan. Tepung biji nangka
adalah jenis biji-bijian yang berasal dari tanaman memiliki kandungan karbohidrat sebesar 81,7 %,
nangka yang terletak didalam buah nangka. protein 13,6 % dan air 11,4 % (Purbasari et al.,
Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus 2014), sedangkan kandungan karbohidrat tepung
Lamk) adalah termasuk golongan tanaman tropis terigu 77,2 %, protein 9,0 % dan air 11,8 % (Tabel
sehingga penyebaran dan pengembangannya lebih Komposisi Pangan Indonesia, 2009 dalam Sari,
banyak ditemukan di daerah iklim tropis, yang 2012).
dapat berbuah sepanjang tahun (widyastuti, 1993). Kandungan gizi tepung biji nangka yang
Populasi tanaman nangka tersebar secara luas di hampir setara dengan kandungan gizi pada tepung
pelosok nusantara. Luas panen tanaman nangka di terigu sehingga dapat dijadikan sebagai bahan baku
Provinsi Jambi Tahun 2014 tercatat 969 Ha, dengan penstubtitusi tepung terigu dalam pembuatan
1
produk-produk pangan. penelitian-penelitian yang Penelitian dilakukan dengan pembuatan
telah dilakukan dengan pemanfaatan tepung biji tepung biji nangka kemudian dilanjutkan dengan
nangka antara lain, penelitian Hartika (2009), pembuatan biskuit. Penelitian ini menggunakan
Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tepung Biji Nangka Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan
(Artocarpus heterophyllus Lamk) dan Aplikasinya penggunaan tepung biji nangka yang terdiri dari 6
Dalam Pembuatan Roti Manis, penelitian Restu taraf perlakuan (0, 10, 20, 30, 40 dan 50 % dari
(2015), Pemanfaatan Tepung Biji Nangka menjadi jumlah tepung terigu yang digunakan). Setiap
Kue Pia Kering. Penelitian Qomari (2013), perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga
Pengaruh subtitusi tepung biji nangka terhadap sifat diperoleh 18 satuan percobaan. Data yang diperoleh
organoleptik dan sifat kimia kerupuk. dianalisis menggunakan sidik ragam pada taraf
Pembuatan kue kering dari tepung biji nyata 1% dan 5%. Jika berbeda nyata maka
nangka merupakan salah satu inovasi baru dalam dilanjutkan dengan Duncan’s New Range Multiple
memanfaatkan tepung biji nangka agar memiliki Test (DNMRT) pada taraf 5%.
nilai lebih dimata masyarakat. (Restu et al., 2015).
Salah satu jenis kue kering yang dapat c. Prosedur Penelitian
diaplikasikan dengan menggunakan tepung biji Pembuatan Tepung Biji Nangka (Arna Diah, 2011
nangka adalah biskuit. dalam Yunarni, 2012)
Biskuit adalah produk makanan kering yang Biji nangka dilakukan pernyortiran berbentuk
dibuat dengan memanggang adonan yang bulat sampai lonjong berukuran kecil ± 3,5 cm,
mengandung bahan dasar terigu, lemak dan kemudian dilakukan pencucian, perebusan selama
pengembang, dengan ataupun tanpa penambahan 30 menit untuk mempermudah proses pengupasan
bahan makanan dan bahan tambahan lain yang kulit ari dan pengirisan, dikupas kulit arinya dengan
diizinkan (BSN, 1992). pisau, diiris tipis – tipis dilakukan pengeringan di
Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2002), alat pengering oven pada suhu 600C selama 4 jam
subtitusi tepung sukun pada pembuatan biskuit untuk mengurangi kadar airnya menjadi 12%,
dengan subtitusi 30 % dapat diterima dengan baik kemudian dilakukan penghalusan dimesin
oleh panelis. Penelitian yang dilakukan oleh penggilingan tepung biji nangka atau blender dan
Kurniawati (1998), pemanfaatan tepung gayam diayak dengan ayakan 60 mesh.
untuk pembuatan biskuit dengan subtitusi tepung
gayam 40 % ditetapkan sebagai perlakuan terbaik Pembuatan Biskuit (Nugroho, 2006 yang telah d
berdasarkan nilai organoleptik, dari segi uji tekstur imodifikasi)
tidak berpengaruh nyata terhadap kontrol yang Pembutan biskuit dalam penelitian ini
menggunakan tepung terigu seutuhnya. Penelitian ditetapkan urutan proses pembuatan biskuit sebagai
yang dilakukan oleh Perkasa (2013) pemanfaatan berikut: tepung terigu dan tepung biji nangka
tepung buah lindur sebagai substitusi tepung terigu ditimbang sesuai formulasi (100:0, 90:10, 80:20,
pada pembuatan biskuit, diperoleh bahwa biskuit 70:30, 60:40, 50:50 %) dan bahan lainnya
yang paling disukai oleh panelis yaitu biskuit ditimbang sesuai formulasi yang telah ditentukan.
dengan substitusi tepung lindur sebesar 40%. Margarin sebanyak 16,09% (35 g), gula halus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebanyak 18,39% (40 g) dan kuning telur sebanyak
pengaruh rasio tepung terigu dengan tepung biji 9,19% (20 g) dicampur dan mixer 5 menit. Setelah
nangka terhadap biskuit yang dihasilkan dan untuk mengembang dan bercampur merata, ditambahkan
mendapatkan satu rasio tepung terigu dengan bahan-bahan lain satu per satu, yaitu susu full
tepung biji nangka dalam menghasilkan biskuit cream sebanyak 9,19% (20 g), garam sebanyak
yang terbaik. 0,45%, baking powder sebanyak 0,45% (1 g) dan
vanili sebanyak 0,23% (0,5 g) sambil diaduk.
II. METODOLOGI PENELITIAN Ditambah tepung terigu dan tepung biji nangka
(sesuai formulasi) sedikit demi sedikit dan
a. Bahan dan Alat ditambahkan air diaduk dalam mixer sampai
Bahan yang digunakan adalah biji nangka adonan kalis, Setelah terbentuk adonan kemudian
yang diperoleh dari daerah Muara Jambi. Biji dicetak pada loyang berukuran 38 x 24 cm .
nangka yang digunakan dengan ciri-ciri berbentuk Pencetakan biskuit dilakukan dengan membuat
bulat dan lonjong. Tepung terigu yang digunakan lembaran adonan kemudian dilakukan pelebaran,
adalah tepung terigu merk “Kunci Biru”. penipisan dan penghalusan lembaran adonan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini dengan ketebalan ±0,3 cm dan ukurannya 2x2 cm.
adalah pisau, baskom plastik, ayakan, blender, Sebelum dicetak lembaran adonan perlu dibiarkan
oven, toples, loyang, mixer dan alumunium foil. sejenak agar lembaran sedikit mengerut Lembaran
Alat analisa yang digunakan adalah cawan, adonan yang telah dicetak tersebut dipanggang
desikator, steven LFRA (Leatherhead Food dalam oven dengan suhu 1500C selama 20 menit.
Research Association) Texture analyser dan jangka
sorong.Rancangan Penelitian

b. Rancangan Penelitian dan Analisis Statistik d. Analisis Parameter


2
Kadar Air (Sudarmadji 1997) Tabel 1 Skor penilaian uji organoleptik
Penentuan kadar air dilakukan dengan
menimbang contoh sebanyak 2 g dimasukkan Uji mutu hedonik
kedalam cawan yang telah terlebih dahulu Tekstur Rasa Warna
dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C selama 3 Sangat
jam dan didinginkan dalam desikator. Kemudian Sangat Enak Kuning
Renyah
cawan yang berisi sampel dimasukkan kedalam Renyah Enak Agak Kuning
oven bersuhu 1050C selama 1 jam, kemudian Kuning
didinginkan lagi dalam desikator dan ditimbang. Agak Renyah Agak Enak
Kecoklatan
Pekerjaan ini dilakukan berulang- ulang sampai Tidak Renyah Tidak Enak Agak Coklat
sampai diperoleh berat konstan. Kadar air diperoleh Sangat Tidak Sangat Tidak
dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Coklat
Renyah Enak
Tabel 2. Skor penilaian uji perbandingan jamak

Skala Perbandingan Skala Numerik


Sangat lebih disukai dari R 7
Tekstur (Baer dan Dilger, 2014 dalam Lesmana,
2017) Lebih disukai dari R 6
Pengukuran tekstur dilakukan dengan alat Agak lebih disukai dari R 5
steven LFRA (Leatherhead Food Research Sama disukainya dengan R 4
Association) Texture Analyser. Alat steven LFRA
Texture Analyser disetting terlebih dahulu sebelum Agak lebih tidak disukai dari R 3
dilakukan pengukuran. Adapun settingan alat lebih tidak disukai dari R 2
steven LFRA Texture Analyser sebagai berikut.
Sangat lebih tidak disukai dari
Mode : measure force in compression (mengukur 1
R
besarnya gaya yang dibutuhkan dalam menekan . Panelis yang digunakan sebanyak 25 orang
sampel), Plot : Final, Option : Normal, Trigger : panelis agak terlatih. Panelis adalah Mahasiswa
Auto 4g standards, Distance (Jarak) : 3mm, Speed Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi
(Kecepatan) : 0,5 mm/s. Pertanian Universitas Jambi.
Biskuit yang akan diukur diletakkan pada
lempengan meja penahan. Tekan tombol start pada III. HASIL DAN PEMBAHASAN
alat steven LFRA Texture Analyser. Kemudian
probe menekan biskuit dengan kecepatan 0,5 mm/s b. Kadar Air
hingga jarak penekanan 3 mm. Probe yang Kadar air merupakan salah satu faktor penting
digunakan berbentuk silinder dengan diameter 2 terhadap karakteristik dan lama umur simpan
mm. Tipe trigger yang digunakan adalah tipe auto. biskuit. Analisis ragam kadar air biskuit
Pada tipe ini, probe secara otomatis akan mencari menunjukkan bahwa rasio tepung terigu dengan
permukaan sampel. Nilai tekstur akan ditampilkan tepung biji nangka berpengaruh tidak nyata
pada display alat. Nilai tekstur dinyatakan dalam terhadap kadar air biskuit yang dihasilkan. Tabel 3
satuan gram force (gF). menunjukkan kadar air biskuit subtitusi tepung
terigu dengan tepung biji nangka cenderung
Analisa Volume Pengembangan (Aj-juwita dan menurun namun tidak memberikan perbedaan nyata
Kusnadi, 2015) pada biskuit. Hal ini diduga karena jumlah kadar air
Menghitung volume biskuit sebelum dioven tepung biji nangka tidak berbeda jauh dengan
(V1) dengan mengukur panjang, lebar, dan tinggi jumlah kadar air tepung terigu. Tepung biji nangka
biskuit dan menghitung volume biskuit setelah yang digunakan memiliki kadar air 12%
dioven (V2). berdasarkan pada tahap pembuatan tepung biji
Menentukan presentase volume nangka pada penelitian ini, sedangkan jumlah kadar
pengembangan biskuit dengan rumus berikut air yang dimiliki tepung terigu yaitu 14,3%
(Bogasari, 2018). Hal ini didukung oleh Kaya
Volume pengembangan = (2008) bahwa nilai kadar air biskuit salah satunya
dipengaruhi oleh tingkat kadar air bahan yang
Sifat Organoleptik (Sukarto, 1985) digunakan dalam pembuatan biskuit. Menurut
Uji organoleptik pada biskuit dilakukan Nurjanah dkk (2011), proses pemanggangan pada
menggunakan uji mutu hedonik dan pembanding suhu 1500C menguapkan dan menurunkan jumlah
jamak. Uji mutu hedonik dilakukan terhadap kadar air dalam biskuit.
tekstur, rasa dan warna. Pembanding jamak Berdasarkan analisis kadar air pada semua
dilakukan terhadap penerimaan keseluruhan. perlakuan, kadar air yang dihasilkan berkisaran
Panelis yang digunakan sebanyak 20 orang panelis 1,95-2,98% dan nilai tersebut memenuhi
agak terlatih. Panelis adalah Mahasiswa Teknologi persyaratan mutu biskuit menurut standar nasional
Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Indonesia tahun 2011 yaitu biskuit dengan kadar air
Universitas Jambi. maksimum 5%.
3
Tabel 3. Kadar air , tekstur dan volume pengembangan biskuit pada berbagai tingkat penggunaan tepung biji
nangka
Penggunaan Tepung biji
Kadar Air (%) Tekstur (gF) Volume Pengembangan (%)
nangka (%)
0 2,98 1106.733 193,59 a
10 2,83 1188.400 186,46 ab
20 2,32 755.400 147,01 ab
30 2,19 1024.667 160,59 ab
40 2,10 1365.467 148,97 b
50 1,96 1363.867 92,97 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang, sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DNMRT.

b. Tekstur pengembangan yang berbeda akan menghasilkan


zona udara yang berbeda-beda yang akan
Analisis ragam tekstur biskuit menunjukkan mempengaruhi kekerasan dari biskuit yang
bahwa rasio tepung terigu dengan tepung biji dihasilkan. Penyebab lain adalah tepung biji
nangka berpengaruh tidak nyata terhadap tekstur nangka tidak memiliki zat gluten seperti tepung
biskuit yang dihasilkan. Aspek tekstur yang diuji terigu yang menyebabkan tepung tersebut tidak
pada penelitian ini adalah kekerasan. Kekerasan memiliki kapasitas gelatinisasi sehingga
(hardness) merupakan indikator penting dalam menyebabkan adonan tidak mengembang dan
menganalisis tekstur makanan terutama dalam tekstur biskuit menjadi keras. Semakin
produk-produk baked seperti roti dan biskuit berkurangnya tepung terigu dan bertambahnya
(Wenzhoa dkk., 2013). tepung biji nangka maka nilai kekerasan yang
Nilai kekerasan biskuit komersial 1129,2 gF dihasilkan semakin meningkat. Menurut Manley
merupakan acuan nilai kekerasan standar penelitian (1998), Biskuit yang dihasilkan akan semakin keras
Kaya (2008). Nilai tersebut juga dijadikan acuan karena kandungan gluten dari tepung terigu
standar kekerasan biskuit pada penelitian ini. Pada semakin sedikit sehingga mmpengaruhi tekstur
rasio tepung terigu dengan tepung biji nangka biskuit. Penelitian ini sebagian besar bahan dasar
100:0, 90:10, 80:20,dan 70:30 nilai kekerasan lebih yang digunakan adalah tepung terigu, tepung terigu
rendah dari pada nilai standar. Pada rasio tepung diketahui memiliki kandungan gluten yang dapat
terigu dengan tepung biji nangka 90:10 nilai mempengaruhi tekstur produk yang dihasilkan.
kekerasan hampir menyerupai nilai standar. Prinsip
dari pengukuran tekstur menggunakan texture c. Volume Pengembangan
analyser ini yaitu mengukur besarnya gaya yang Analisis ragam volume pengembangan
dibutuhkan untuk menekan sampel. Semakin besar biskuit Menunjukkan bahwa rasio tepung terigu
gaya yang dibutuhkan maka semakin keras biskuit dengan tepung biji nangka berpengaruh nyata
yang dihasilkan (Rianti, 2008). terhadap volume pengembangan biskuit yang
Nilai tekstur berkisar antara 755,40 sampai dihasilkan. Volume pengembangan merupakan
1365,467 gF, yang menunjukkan kecendrungan salah satu faktor yang mempengaruhi kerenyahan
peningkatan nilai kekerasan dengan semakin dan penerimaan konsumen.
meningkatnya rasio tepung biji nangka. Hasil Volume pengembangan biskuit semakin
penelitian ini serupa dengan penelitian Kurniawati rendah dengan semakin meningkatnya rasio tepung
(1998) yang menujukkan kecendrungan biji nangka yang digunakan. Hal ini diduga karena
peningkatan nilai kekerasan dengan semakin semakin menurunnya kandungan gluten dalam
meningkatnya tingkat subtitusi tepung gayam adonan biskuit dengan seiring semakin
namun tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini bertambahnya jumlah rasio tepung biji nangka.
diduga karena kadar air pada biskuit dapat Gluten pada adonan biskuit ini hanya berasal dari
mempengaruhi nilai kekerasan dari biskuit itu tepung terigu sedangkan tepung biji nangka tidak
sendiri, semakin rendah kadar air biskuit semakin memiliki kandungan gluten yang dibutuhkan dalam
tinggi nilai kekerasannya. Menurut Harzau dan pengembangan biskuit. Tepung terigu mempunyai
Estasih (2013) kadar air yang terkandung dalam protein gliadin dan glutenin yang apabila dibasahi
suatu produk pangan dapat mempengaruhi tekstur dengan air dapat membentuk gluten (Aini, 2013).
produk itu sendiri. Pada penelitian ini kadar air Semakin tinggi kandungan protein dalam terigu
pada biskuit tidak berpengaruh nyata sehingga hal maka semakin besar pula jumlah gluten yang
ini juga berdampak pada tekstur biskuit yang tidak terkandung didalamnya. Kandungan gluten yang
memberikan pengaruh nyata. semakin banyak akan menghasilkan produk yang
Perbedaan nilai kekerasan pada biskuit juga lebih lembut dan mengembang karena didalam
diduga karena kandungan pati pada biji nanagka. gluten terdapat didalam protein yang disebut
Menurut Sukri, (2012) kemampuan pengembangan gliadin. Gliadin bersifat kuat, kenyal dan mampu
pati berfungsi untuk membentuk zona udara dengan menahan gas sampai ketitik maksimum, namun jika
volume tertentu, sehingga kemampuan kandungan gluten rendah maka cendrung

4
menghasilkan produk yang renyah karena glutenin Penilaian tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas
yang bersifat menyerap air, ataupun kerenyahan (Kartika, 1998).
Tekstur dipengaruhi oleh adanya kandungan
Selama pemanggangan, udara dan uap air gluten pada tepung. Menurut Anshari (2010)
akan terperangkap dalam adonan sehingga adonan menyatakan bahwa Gluten bermanfaat untuk
akan mengembang dan membentuk pori-pori yang mengikat dan membuat adonan menjadi elastis
besar. Hal ini diduga karena terjadinya proses sehingga mudah dibentuk dan tekstur produk yang
gelatenisasi protein. air terikat oleh protein dan dihasilkan menjadi renyah. Tepung biji nangka
menghilang saat proses pemanggangan. tidak memiliki protein gluten yang merupakan
Penambahan tepung biji nangka pada pembuatan protein utama pada terigu. Hal ini mengakibatkan
biskuit maka kandungan gluten lebih sedikit karena semakin tinggi penambahan tepung biji nangka
berkurangnya penggunaan tepung terigu. Pada maka tekstur yang dihasilkan semakin tidak renyah.
proses pembuatan biskuit, kandungan gluten sangat
mempengaruhi terhadap daya kembang dan tekstur 2. Rasa
biskuit yang dihasilkan. Menurut Subandoro dkk Rasa dalam bahan pangan sangat penting
(2013) jumlah gluten dalam adonan sedikit, dapat dalam menentukan daya terima konsumen, selain
menyebabkan adonan kurang mampu menahan gas, itu rasa juga merupakan salah satu faktor yang
sehingga pori-pori yang terbentuk dalam adonan sangat berpengaruh dalam menentukan mutu.
juga kecil. Akibatnya adonan menjadi tidak Menunjukkan. Skor rasa berkisar 3,65-4,20 yakni
mengembang. Selama pemanggangan, udara dan enak.
uap air dalam adonan akan terperangkap sehingga Rata-rata penerimaan panelis terhadap rasa
adonan akan mengembang. Adanya penambahan tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini diduga
bahan sumber protein atau komponen lain akan karena rasa tepung biji nangka yang tidak tajam
mengubah sifat gluten sehingga mempengaruhi atau cendrung rasa tawar hampir sama hal nya
pengembangan produk. Akibatnya adonan tidak dengan rasa tepung terigu sehingga pada biskuit
mengembang dengan baik, maka setelah yang dihasilkan tidak memilki rasa yang berbeda
pemanggangan selesai akan menghasilkan produk pula, hal ini didukung dengan hasil penelitian yang
yang keras. dilakukan oleh Nurjanah (2011) bahwa Tepung
pisang dan tepung terigu memiliki rasa yang
d. Sifat Organoleptik cendrung tawar sehingga sehingga perbandingan
tepung pisang dan tepung terigu tidak
Uji Mutu Hedonik mempengaruhi rasa biskuit yang dihasilkan. Rasa
Analisis ragam menunjukkan bahwa manis pada biskuit diperoleh dari penambahan gula,
penggunaan tepung biji nangka dalam pembuatan selain itu dengan penambahan susu dan margarin
biskuit berpengaruh tidak nyata terhadap parameter juga dapat digunakan sebagai pembangkit rasa
tekstur, rasa dan pembanding jamak tetapi (Wulandari, 2010).
berpengaruh nyata terhadap parameter warna.
3. warna
1. Tekstur Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada
Penilaian panelis menunjukkan bahwa hasil perlakuan 100:0% tidak berbeda nyata pada
uji penilaian tekstur biskuit sejalan dengan uji perlakuan 90:10, 80:20 dan 70:30% tetapi berbeda
parameter tekstur (Tabel 3) pada penelitian ini. nyata pada perlakuan 60:40 dan 50:50%. Pada
Skor tekstur berkisar 3,80-4,05, yakni renyah. 60:40% berbeda nyata pada 50:50%. Nilai warna
Perlakuan 100:0% tidak memberikan pengaruh tertinggi didapatkan pada perlakuan 100:0% yaitu
nyata pada perlakuan 90:10, 80: 20, 70:30, 60:40 sebesar 4,05 berwarna agak kuning dan nilai warna
dan 50:50%. Tekstur merupakan tekanan yang terendah didapatkan pada perlakuan 50:50% yaitu
dapat diamati dengan mulut (pada waktu digigit, sebesar 2,95 yaitu berwarna kuning kecoklatan.
dikunyah dan ditelan) ataupun peradaban dengan Warna memegang peranan penting dalam pemilihan
jari. Setiap bentuk makanan mempunyai sifat suatu produk Karena jika warna tidak menarik akan
tekstur sendiri tergantung pada keadaan fisik, mengurangi penerimaan konsumen terhadap produk
ukuran dan bentuk sel yang dikandungnya. tersebut meskipun kandungan gizi yang dimiliki
sudah lengkap (Musita, 2016).
Tabel 4. Skor uji mutu hedonik dan penerimaan keseluruhan biskuit pada berbagai tingkat penggunaan tepung biji
nangka
Penggunaan tepung Penerimaan
Tekstur* Rasa** Warna***
biji nangka (%) Keseluruhan****
0 4,05 4,00 4,05 a 4,80
10 3,85 4,00 3,95 a 5,55
20 3,80 4,00 3,10 a 5,00
30 4,00 4,20 3,45 ab 5,05
40 3,80 4,00 3,30 bc 4,65
50 3,85 3,65 2,95 c 4,65

5
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut
uji DNMRT.
*Skor : 5 = sangat renyah; 4 = renyah; 3 =agak renyah; 2 = tidak renyah; 1 = sangat tidak renyah
**Skor : 5 = sangat enak; 4 = enak; 3 =agak enak; 2 = tidak enak; 1 = sangat tidak enak
***Skor : 5 = agak kuning; 4 = kuning; 3 = kuning kecoklatan; 2 = agak coklat; 1 = coklat
****Skor 7 = sangat lebih disukai dari R; 6 = lebih disukai dari R; 5 = agak lebih disukai dari R; 4 = sama
disukai dengan R; 3 = agak lebih tidak disukai dari R; 2 = lebih tidak disukai dari R; 1 = sangat
lebih tidak disukai dari R

6
Semakin berkurang pengeringan pada dari R dan terendah organoleptik
tepung terigu yang proses pembuatan pada perlakuan (tekstur, rasa,
dan bertambahnya tepung biji nangka, 60:40% dan 50:50% warna dan
tepung biji nangka sehingga dengan skor 4,65
penerimaan
maka warna biskuit menghasilkan tepung yaitu agak lebih
yang dihasilkan biji nangka berwarna disukai dari R. keseluruhan)
cendrung menurun kecoklatan. Fadillah Berdasarkan skor tetapi berbeda
nilai warna rasio dkk (2008) penilaian panelis nyata terhadap
80:20, 70:30, 60:40 menerangkan proses terhadap penerimaan volume
dan 50:50% memiliki pemasakan yang keseluruhan biskuit pengembangan
nilai warna yang lama akan dengan rasio semua dan organoleptik
lebih rendah menyebabkan perlakuan
warna.
dibandingkan dengan penguapan air yang dibandingkan dengan
nilai warna biskuit tinggi sehingga suhu biskuit R (komersial) 2. Saran
pada rasio 100:0% pemasakan semakin dapat dinyatakan 1. Pembuatan
dan 90:10%. tinggi dan bahwa panelis dapat biskuit rasio
Semakin tinggi mengakibatkan menerima biskuit tepung terigu
penggunaan tepung terjadi karamelisasi rasio tepung biji dengan tepung
biji nangka warna gula. Menurut nangka dengan biji nangka
biskuit yang Suarni (2009), semua perlakuan sebaiknya
dihasilkan cenderung menjelaskan bahwa dengan baik menggunakan
ke warna coklat. Hal pemanggangan akan formulasi 70:30%
ini sejalan dengan mempengaruhi terhadap
penelitian warna produk pengujian volume
Rahmaningsih menjadi coklat IV. KESIMPULAN pengembangan
(2016), semakin karena terjadinya DAN SARAN dan warna.
banyak tepung buah reaksi pencoklatan 2. Pembuatan
lindur yang noen enzimatis, yaitu 1. Kesimpulan biskuit tepung
digunakan maka karamelisasi dan Berdasarkan terigu dengan
warna biskuit ikan reaksi mailliard. hasil penelitian yang tepung biji
lele yang dihasilkan telah dilakuan maka nangka boleh
akan semakin 4. Penerimaan dapat disimpulkan menggunakan
berwarna kecoklatan. Keseluruhan sebagai berikut : formulasi hingga
Hal ini diduga karena Skor 1. Rasio tepung 50:50% terhadap
warna tepung biji penerimaan terigu dengan pengujian selain
nangka yang keseluruhan tepung biji volume
ditambahkan ke dilakukan dengan pengembangan
nangka sampai
dalam pembuatan pengujian dan warna.
formulasi 70:30%
biskuit berbeda pembanding jamak
dengan cara menghasilkan DAFTAR PUSTAKA
dengan warna tepung
terigu dimana warna membandingkan biskuit yang tidak
Aini, N. 2013. Teknologi
tepung biji nangka biskuit penelitian berbeda nyata Fermentasi
kecoklatan dengan biskuit dengan biskuit pada Tepung
dibandingkan dengan komersial. Biskuit Jagung.
tanpa subtitusi
Yogyakarta :
warna tepung terigu komersial memiliki (kontrol) terhadap Graha Ilmu.
sehingga adonan komposisi tepung Aj-juwita, A.T. &
volume
yang terbentuk terigu, gula Kusnadi, J.
pengembang, susu, pengembangan 2015.
adalah campuran
dan organoleptik Pembuatan
putih dan coklat. mentega dan garam. biskuit beras
Menurut Qomari Hasil rata-rata warna. parboiled
(2013) menyatakan penerimaan panelis 2. Rasio tepung (kajian
bahwa warna gelap terhadap pembanding proporsi tepung
terigu dengan beras parboiled
pada kerupuk jamak berkisar 4,65- tepung biji dengan tepung
disebabkan oleh 5,55 yakni agak lebih tapioka dan
nangka hingga
warna tepung biji disukai disukai dari penambahan
R – lebih disukai dari formulasi 50:50% kuning telur).
nangka berwarna
menghasilkan Jurnal Pangan
kecoklatan. R. penerimaan dan
Penyebab panelis terhadap sifat fisik biskuit Agroindustri.
warna tepung biji pembanding jamak yang tidak Vol. 3 No. 4.
tertinggi adalah Badan Standar Nasional
nangka kecoklatan berbeda nyata ( BSN). 1992.
adalah terjadinya perlakuan 90:10% terhadap kadar SNI 01-2973-
reaksi karamelisasi dengan skor 5,55 1992: Biskuit.
air, tekstur dan uji
saat perebusan dan yaitu lebih disukai BSN, Jakarta.
Anshari, H. 2010. Kurniawati, E. 1998. Biskuit. buah lindur
Pemanfaatan Pemanfaatan Skripsi. (Braguiera
Biji Cempedak Tepung Gayam Fakultas gymnorrhiza)
sebagai (Inocarpus Perikanan Dan terhadap ikan
Alternatif edulis Forst) Ilmu Kelautan, lele (Clarias
Pengganti untuk IPB. Bogor. batrachus).
Tepung Terigu. Pembuatan Nurjanah, S., Musita, N., Jurnal
PKM. Biskuit dalam & Indriani, D. Pengolahan
Universitas Rangka 2011. dan
Negeri Malang. Penganekaraga Karakteristik Bioteknologi.
Malang. man Pangan. biskuit dari Vol. 5, No. 3.
Bogasari. 2018. Tepung Skripsi campuran Restu, N., Damiati, M.K
Terigu Kunci Fakultas tepung pisang & Ekayani,
Biru. Pertanian IPB. batu (Musa I.A.P.H. 2015.
http://www.bog Bogor. balbisiana Pemanfaatan
asari.com/prod Lesmana, Y.T. 2017. colla) dan Tepung Biji
uct//brand/kunc Pengaruh tepung terigu Nangka
i-biru diakses perbandingan pada berbagai menjadi Kue
pada 03 Mei tepung terigu tingkat Pia Kering.
2018. dengan tepung subtitusi. Jurnal Jurnal
Hartika, W. 2009. Kajian buah pedada Teknologi dan Pendidikan
Sifat Fisik dan (Sonneratia Industri. Vol. kesejahteraan
Kimia Tepung caseolaris) 16, No.1. Keluarga. Vol.
Biji Nangka terhadap Perkasa, H.B. 2013. 11.
(Artocarpus karakteristik Pemanfaatan Rianti, A. W. 2008. Kajian
heterophyllus cookies kaya Buah Lindur Formulasi
Lamk) dan serat. Skripsi. (Bruguiera Cookies Ubi
Aplikasinya Fakultas gymnorrhiza). Jalar (Ipomea
dalam Teknologi Skripsi Batatas L.)
Pembuatan Pertanian, Fakultas dengan
Roti Manis. Universitas Perairan dan Karakteristik
Herzau dan Estasih. 2013. Jambi. Jambi. Ilmu Kelautan, Tekstur
Karakteristik Manley, D. 1998. Institut Menyerupai
cookies umbi Technology of Pertanian Cookies
inferior uwi biscuit, creaker Bogor. Bogor. Keladi.
putih (kajian and cookies. Purba, S.B. 2002. (Skripsi),
proporsi tepung Third Edition, Karakteristik Fakultas
uwi : pati Washington : Tepung Sukun Teknologi
jagung dan CRC. Press. (Artocarpus Pertanian,
penambahan Musita, N. 2016. Kajian altilis) Hasil Institut
margarin). sifat Pengeringan Pertanian
Jurnal Pangan organoleptik Drum dan Bogor. Bogor
dan biskuit Aplikasinya Santoso, M.T., Laili, H., &
Agroindustri. berbahan baku Untuk Subtitusi Rini, S. 2014.
Vol. 1, No.1. tepung jagung Tepung Terigu Pengaruh
Kartika, B. 1998. teknik Pada Perlakuan
Pedoman uji stamalisasi dan Pembuatan Pembuatan
inderawi bahan terigu. Jurnal Biskuit. Sktipsi Tepung Biji
pangan. Pusat Dinamika Fakultas Nangka
Antar Penelitian Teknologi Terhadap
Universitas Industri. Vol. Pertanian, Kualitas
Pangan dan 27, No. 2. Institut Cookies Lidah
Gizi. UGM. Nugraheni, T.C. 2010. Pertanian Kucing Tepung
Yogyakarta. Pengaruh Bogor. Bogor. Biji Nangka.
Kaya, A.O.W. 2008. Substitusi Purbasari P., Ekky F.A., & Jurnal
Pemanfaatan Tepung Biji Raizka K.M. Teknologi dan
Tepung Tulang Nangka 2014. Kejuruan
Ikan Patin (Artocarpus Bioplastik Dari Universitas
(Pangasius sp) Heterophyllus Tepung Biji Negeri Malang,
Sebagai Lamk.) Dengan Nangka. Vol. 37, No 2,
Sumber Penambahan Prosiding 167-178.
Kalsium dan Ekstrak Wortel Seminar Sari, K.T.P. 2012.
Fosfor dalam (Daucus Nasional Sains Pemanfaatan
Pembuatan Carota L.) Tekonolgi, Tepung Biji
Biskuit. Terhadap ISBN 978-602- Nangka
Sekolah Kualitas Mie 99334-3-7. (Artocarpus
Pascasarjana. Kering Selama Qomari, F. 2013. Pengaruh heterophyllus
Institut Umur Simpan subtitusi Lamk) Sebagai
Pertanian Nugroho J.S. 2006. tepung biji Substitusi
Bogor. Bogor. Optimalisasi nangka Dalam
Kementerian Pertanian Pemanfaatan terhadap sifat Pembuatan
Direktorat Ikan Pepetek organoleptik Kudapan
Jenderal (Leignathus dan sifat kimia Berbahan
Hortikultura. sp.) Daun Ubi kerupuk. Jurnal Dasar Tepung
2015. Statistik Jalar Putih Boga. Vol. 2, Terigu Untuk
Produksi (Ipomoea No. 1. Pmt Pada
Hortikultura. batatas L.) Rahmaningsih. 2016. Balita. Skripsi
Jakarta. Dalam Pengaruh Fakultas Ilmu
Pembuatan penambahan Keolahragaan,
UNES. Pascasarjana,
Semarang. Institut
Sitohang, K.A.K., Zulkifli, Pertanian
L., & Linda, Bogor. Bogor.
M.L. 2015. Wanzhao, L., Guangpeng,
Pengaruh L., Baolings.,
Perbandingan Xianglei T., &
Jumlah Tepung Xu, S. 2013.
Terigu dan Effect of
Tepung Sukun sodium
dengan Jenis stearoyl and the
Penstabil microstructure
Terhadap Mutu of dough,
Cookies Sukun. Advance
Jurnal Ilmu dan Journal of Food
Tekonologi Scense and
Pangan. Vol. 3. Technology 5
Soekarto, S. T. 1985. (6) : 682-687.
Penilaian Wulandari, M., Erma, H.
Organoleptik 2010. Pengaruh
Untuk Industri Penambahan
Pangan dan Bekatul
Hasil Terhadap
Pertanian. Kadar Protein
Bhrata Karya dan Sifat
Aksara, Organoleptik
Jakarta. Biskuit. Jurnal
Suarni. 2009. Prospek Pangan Dan
pemanfaatan Gizi
tepung jagung Universitas
untuk kue Muhammadiya
kering h Semarang.
(cookies). Vol. 01 No. 02
Jurnal Litbang Hal. 94-106
Pertanian. Vol. Widyastuti. 1993. Nangka
28, No. 2. dan Cempedak.
Subandoro, R.H., Basito., Jakarta:
& Atmaka, W. Penebar
2013. Swadaya.
Pemanfaatan Yunarni, 2012. Pembuatan
tepung millet Bakso Ikan
kuning dan dengan Tepung
tepung ubi jalar Biji Nangka
kuning sebagai (Artocarpus
subtitusi heterphyllus
tepung terigu Lamk). Skripsi
dalam Fakultas
pembuatan Pertanian,
cookies Universitas
terhadap Hasanuddin.
karakteristik Makassar.
organoleptik
dan
fisikokimia.
Teknosains
Pangan. Vol. 2,
No. 4.
Sudarmadji, S., B.
Haryono &
Suhardi. 1997
Analisa Bahan
Makanan dan
Pertanian.
Liberty,
Yogyakarta.
Sukri, N. 2012.
Karakterisasi
Tepung Umbi
Walur
(Amorphophall
us
Campanulatus
Var. Sylvetris)
dan
Aplikasinya
pada Mie dan
Cookies.
(Tesis).
Sekolah

Anda mungkin juga menyukai