Oleh :
Eddy Lion
Dosen FKIP Universitas Palangka Raya
ABSTRAK
Pendahuluan
Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah sebagai warga negara dan sekaligus
generasi penerus di masa yang akan datang perlu juga memahami dan melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan tingkat usianya. Rentang Usia Sekolah Menengah atas (SMA)
adalah berkisar antara 15-18 tahun adalah masa dimana masa tersebut adalah masa
menganalisis menuju internalisasi nilai-nilai yang ada dalam kehidupannya termasuk nilai-
nilai demokratis dalam rangka membentuk sikap demokratis. Nilai tidak diwariskan tetapi
nilai harus dibelajarkan melalui proses pendidikan yang berkelanjutan. Sesuai dengan
pendapat Hermann (1972) dalam Winataputra (2007 : 167) mengemukakan bahwa
“…value is neither taught nor cought, it is learned”, yang artinya bahwa substansi
nilai tidaklah semata-mata ditangkap dan diajarkan tetapi lebih jauh, nilai dicerna
dalam arti ditangkap, diinternalisasi, dan dibakukan sebagai bagian yang melekat
dalam kualitas pribadi seseorang melalui proses belajar.
Apabila kita melihat bagaimana fakta yang terjadi di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara fakta miris sering kita lihat dimana
kekerasan yang terjadi banyak juga dilakukan oleh pelajar. Hal ini sesuai dengan data
yang diperoleh dan dihimpun dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
tanggal 27 September 2012, kasus tawuran pada 2010 ada sebanyak 102 kasus. Tahun
2011 sebanyak 96 kasus.Sementara, sejak Januari hingga Agustus 2012 kasus
tawuran pelajar sudah terjadi sebanyak 103 kali.
Dari data kekerasan dan tawuran pelajar yang terjadi 3 tahun terakhir
menggambarkan bahwa pembentukan sikap demokratis di kalangan pelajar menjadi
pekerjaan rumah yang sangat besar lagi dan perlu mendapatkan perhatian yang lebih
besar dari kita semua untuk dapat mengurangi kasus tersebut supaya tidak terjadi lagi
di kemudian hari.Adanya paradoksal antara cita-cita demokrasi yang diharapkan dengan
reealitas demokrasi yang dilihat, didengar, dan dialami oleh pelajar khususnya pelajar
SMA menjadi awal dalam membentuk kepercayaan (trust) yang pada akhirnya akan
membentuk sikap demokratis mereka. Dengan demikian cita-cita untuk mewujudkan
masyarakat yang bisa menjalankan hak dan kewajibannya sehingga tercipta
kehidupan demokrasi yang lebih baik lagi.
Pendidikan adalah salah satu media untuk menanamkan nilai dan merubah
nilai yang ada di dalam masyarakat (change of value).Sebagai wahana demokratisasi
melalui program pendidikan formal, nonformal dan informal, pendidikan demokrasi
memerlukan perangkat pengalaman belajar (learning experiences), seperti
kurikulum/program belajar dan pembelajaran yang secara programatik dapat
memandu terjadinya proses pengembangan cita-cita, nilai, konsep dan prinsip
demokrasi. Untuk itu diperlukan upaya sistematis dan sistemik untuk merancang
kurikulum dan pembelajaran yang secara konseptual menjadi wahana pendidikan
demokrasi dalam konteks pembangunan masyarakat yang demokratis. Oleh karena itu
diperlukan proses rekonseptualisasi pendidikan kewarganegaraan dalam konteks
pendidikan demokrasi Indonesia.
Kajian Pustaka
1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Mengenai Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Winataputra (2009:2.1)
menjelaskan bahwa:
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang
memiliki salah satu misinya sebagai pendidikan nilai. Dalam proses
pendidikan nasional PKn pada dasarnya merupakan wahana paedagogis
pembangunan watak atau karakter.
Dari pendapat di atas, pada dasarnya Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan pendidikan kebangsaan atau pendidikan karakter bangsa. Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan salah satu ilmu dasar yang membekali siswa untuk
melanjutkan studi dan untuk bekal hidup di dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara demi tercapainya cita-cita nasional yaitu masyarakat madani yang adil dan
makmur dan bercirikan masyarakat demokratis. Melalui pendidikan kewarganegaraan
diharapkan mampu membentuk kebiasaan berpikir, pembentukan watak yang tidak
dapat diwariskan. Setiap generasi baru adalah orang-orang baru yang harus
memperoleh pengetahuan, belajar kecakapan dan mengembangkan watak atau
karakter yang mendukung demokrasi.
Tabel.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (SMA)/ (SMK (MA)/ (MAK) Kelas XI, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Menganalisis budaya 1.1 Mendeskripsikan pengertian budaya politik
politik di Indonesia 1.2 Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang
berkembang dalam masyarakat Indonesia
1.3 Mendeskripsikan pentingnya sosialisasi
pengembangan budaya politik
1.4 Menampilkan peran serta budaya politik
partisipan
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian survey ekplanasi, yaitu penjelasan penelitian yang menggunakan kuisioner
atau daftar pertanyaan yang ditunjukan kepada responden. Penelitian ini dilakukan
pada siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Kota PalangkaRaya.
Populasi dalam penelitian ini sebanyak 1.660 orang siswa SMA Negeri di Kota
Palangka Raya. Sedangkan sampel minimum sebanyak 322 orang siswa SMA Negeri.
Angket yang disebar 850, sedangkan angket yang kembali sejumlah 700 angket.
Selanjutnya dilakukan uji normalitas dengan menggunakan statistik uji Kolgomorov-
Smirnov dengan bantuan Minitab versi 16. Menguji hipotesis digunakan teknik
statistik korelasi Pearson Product Moment. Rumus Korelasi Product Moment (PPM):
(∑ (∑ (
. Hasil korelasi PPM tersebut diuji dengan
√ ∑ (∑ ∑ (∑
√
Uji Signifikasi dengan rumus : . Distribusi (tabel t) untuk α = 0,1
√
dan derajat kebebasan (dk = n-2). Analisis korelasi berganda tujuh prediktor untuk
menguji hipotesis menggunakan rumus korelasi ganda dari Sugiyono, (2004 : 258)
∑ ∑ ∑
sebagai berikut : ( ∑
. Uji signifikansi koefisien korelasi
(
ganda 3 prediktor : Analisis statistika ini menggunakan piranti
(
Hasil Penelitian
1. Hasil Jawaban Kuisioner/Angket
Jawaban siswa dari kuisioner/angket pendidikan kewarganegaraan (X)
tergambar dalam grafik di bawah ini :
Dari tabel dan grafik 5.1 di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 51.27 %
setuju bahwa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di sekolah menengah
atas telah memuat substansi mengenai kecerdasan warganegara (civic intelligence),
tanggungjawab warganegara (civic responsibility), dan partisipasi warganegara (civic
participation), sebanyak 36.29 % sangat setuju, sebanyak 11.43 % kurang setuju,
sebanyak 0.94 % tidak setuju dan sebanyak 0.07 % sangat tidak setuju.
Hasil pengisian kuisioner/angket untuk masing-masing variabel kompetensi
profesional guru (X) dijabarkan dalam tabel dan grafik berikut ini :
1) Indikator Pendidikan Kewarganegaraan dalam kecerdasan warganegara (civic
intelligence) atau X1
Hasil jawaban siswa dari pengisian kuisioner/angket pendidikan
kewarganegaraan dalam kecerdasan warganegara (civic intelligence) atau X1
diperoleh gambaran seperti yang terlihat dalam grafik di bawah ini :
1000 kecerdasan
warganegara (civic
0 intelligence) X1
SS S KS TS STS
Dari tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 51,86% siswa
memilih setuju bahwa kecerdasan warganegara telah diajarkan dalam
pembelajaran pendidikan kewargenegaraan (PKn) di Sekolah Menengah Atas
Negeri di Kota Palangka Raya, sebanyak 36.04 % sangat setuju, sebanyak
10.71% kurang setuju, sebanyak 1,32% tidak setuju dan sebanyak 0,07% sangat
tidak setuju.
Dari tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 50.33 % siswa
memilih setuju bahwa tanggung jawab warganegara telah diajarkan dalam
pembelajaran pendidikan kewargenegaraan (PKn) di Sekolah Menengah Atas
Negeri di Kota Palangka Raya, sebanyak 40.90 % sangat setuju, sebanyak 8.57
% kurang setuju, sebanyak 0.14 % tidak setuju dan sebanyak 0.05 % sangat tidak
setuju.
3) Indikator Pendidikan Kewarganegaraan dalam partisipasi warganegara (civic
participation) atau X3
Hasil jawaban siswa dari pengisian kuisioner/angket pendidikan
kewarganegaraan dalam partisipasi warganegara (civic participation) atau X3
diperoleh gambaran seperti yang terlihat dalam grafik berikut :
1000
Partisipasi
500 warganegara (civic
participation) X3
0
SS S KS TS STS
Dari tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 51.43 % siswa
memilih setuju bahwa partisipasi warganegara telah diajarkan dalam
pembelajaran pendidikan kewargenegaraan (PKn) di Sekolah Menengah Atas
Negeri di Kota Palangka Raya, sebanyak 32.00 % sangat setuju, sebanyak 15.24
% kurang setuju, sebanyak 1.24 % tidak setuju dan sebanyak 0.10 % sangat tidak
setuju.
Jawaban siswa dalam pengisian kuisioner/angket untuk sikap demokratis
siswa (Y) tergambar dalam grafik di bawah ini :
Dari tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 45.07% siswa
memilih setuju bahwa sikap demokratis telah diterapkan siswa dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat, sebanyak 37.16 % sangat setuju, sebanyak 11.44 % kurang
setuju, sebanyak 1.03 % tidak setuju dan sebanyak 0.16 % sangat tidak setuju.
Hasil pengisian kuisioner/angket untuk sikap demokratis siswa (Y)
berdasarkan masing-masing indikator tergambar dalam tabel dan grafik di bawah ini :
1) Kemandirian
Hasil jawaban siswa dari pengisian kuisioner/angket untuk sikap demokratis
siswa (Y) indikator kemandirian diperoleh gambaran seperti yang terlihat dalam
grafik di bawah ini :
Kemandirian
2000
1000
kemandirian
0
SS S KS TS STS
Grafik 5 Kemandirian
Dari tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 37.21 % siswa
menjawab setuju bahwa kemandirian yaitu memiliki hasrat untuk bersaing,
percaya diri, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk menghadapi
masalah dalam hidup di lingkungan sekolah dan masyarakat harus diterapkan,
sebanyak 36.93 % siswa menjawab sangat setuju, sebanyak 11.32 % kurang
setuju, sebanyak 1.54 % siswa menjawab tidak setuju dan sebanyak 0.14 % siswa
menjawab sangat tidak setuju kemandirian diterapkan dalam hidup di lingkungan
sekolah dan masyarakat.
2) Kebebasan
Hasil jawaban siswa dari pengisian kuisioner/angket untuk sikap demokratis
siswa (Y) indikator kebebasan diperoleh gambaran seperti yang terlihat dalam
grafik di bawah ini :
Kebebasan
1500
1000
500 Kebebasan
0
SS S KS TS STS
Grafik 7 Kebebasan
Dari tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 49.67 % siswa
menjawab setuju bahwa kebebasan dalam sikap hidup berani bertindak benar dan
adil, menghormati pluralitas atau keberagaman di lingkungan sekolah dan
masyarakat harus diterapkan, sebanyak 41.71 % siswa menjawab sangat setuju,
sebanyak 8.43 % kurang setuju, sebanyak 0.05 % siswa menjawab tidak setuju
dan sebanyak 0.14 % siswa menjawab sangat tidak setuju kebebasan diterapkan
dalam hidup di lingkungan sekolah dan masyarakat.
Tanggungjawab
1500
1000
500 Tanggungjawab
0
SS S KS TS STS
Grafik 8 Tanggungjawab
Dari tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 50.95 % siswa
menjawab setuju bahwa tanggungjawab dalam sikap hidup memiliki kesadaran,
toleransi, mampu mengendalikan diri di lingkungan sekolah dan masyarakat
harus diterapkan, sebanyak 32.90 % siswa menjawab sangat setuju, sebanyak
14.62 % kurang setuju, sebanyak 1.33 % siswa menjawab tidak setuju dan
sebanyak 0.19 % siswa menjawab sangat tidak setuju tanggungjawab diterapkan
dalam hidup di lingkungan sekolah dan masyarakat.
Source DF Seq SS
X1 1 678,93
X2 1 499,85
X3 1 130,60
berpengaruh positif pada kategori sedang yaitu 0,5969 terhadap variabel Y atau
variabel sikap demokratis siswa SMA Negeri se-Kota Palangka Raya
2. Variabel X2 terhadap Y
Variabel X3 terhadap Y
Saran
Dari kesimpulan penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan
beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi Guru PKn
a. Guru PKn lebih meningkatkan pengembangan kecerdasan warganegara (civic
intelligence) dengan proses pembelajaran yang lebih inovatif dalam
mengemas materi yang lebih konstekstual sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa SMA untuk memahami materi yang mekankan pada
pemahaman mendasar tentang konsep demokrasi, pemahaman mendasar
dalam praktek demokrasi, pemahaman mengenai isu-isu yang berkembang di
masyarakat, memahami, menerima, dan menghormati perbedaan.
b. Guru PKn dapat menggunakan model, strategi pembelajaran, dan metode
yang tepat untuk pemahaman materi di atas misalnya dengan menggunakan
medel Value Clarification Technique (VCT) dengan metode simulasi,
respondensi, wawancara agar pengalaman belajar (learning experience)
siswa lebih bermakna.
c. Guru PKn harus menjadikan sekolah sebagai laboratorium demaokrasi dan
mendorong siswa untuk memiliki kemauan dalam bekerjasama, mampu
memantau bagaimaa kegiatan pemerintahan, berpartisipasi aktif dalam
lembaga sosial dan lembaga politik.
d. Sebagai pendidik guru PKn harus memberikan teladan yang baik agar
dicontoh oleh siswa sehingga khususnya dalam sikap demokratis (terbuka,
memberi kebebasan yang bertanggungjawab) sehingga terbentuklah perilaku
dan karakter siswa yang sesuai visi dan misi pendidikan kewarganegaraan.
2. Bagi Siswa
a. Siswa harus lebih bersunguh-sungguh saat mengikuti pembelajaran di
sekolah, dan mengedepankan kebutuhan untuk berprestasi sehingga akan
tumbuh sikap mandiri dan menghargai prestasi orang lain.
b. Siswa diharapkan mampu mempraktekan sikap mandiri seperti memiliki
keinginan untuk berkompetisi, percaya diri, mampu mengambil keputusan
dan inisiatif untuk menghadapi masalah.
c. Siswa mampu mempraktekkan sikap kebebasaannya dengan cara
menyampaikan keinginan yang dibarengi dengan kesadaran, menghormati
pluralitas, dan mau berpartisipasi untuk memilih pemimpin baik itu dalam
organisasi sekolah maupun organisasi pemerintahan
d. Siswa mampu mempraktekkan tanggungjawabnya sebagai warga Negara
dengan cara memiliki kesadaran, toleransi, dan mampu mengendalikan diri.
DAFTAR PUSTAKA