IDENTITAS
Nama : An. F
Umur : 11 tahun
Alamat : Jl. Raya Setu Cipayung RT06/04
Pendidikan terakhir : SD
Tanggal masuk RS : 9 Januari 2018
No. RM : 37.70.20
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Benjolan pada pantat
Riwayat Alergi : Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat alergi pada makanan
dan obat-obatan.
Tanda vital
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Sakit ringan
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 92x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,4 C
Status Generalis : DBN
Status Lokalis
Hal 1
a/r perianal : ditemukan benjolan pada regio perianal dextra arah jam 3 berdiameter
±1cm, berwarna kemerahan, massa (-), permukaan licin.
V. DIAGNOSIS BANDING
a. Hidradenitis Supurativa
b. Fistel Proktitis
VIII. PROGNOSIS
TINJAUAN PUSTAKA
Hal 2
ANATOMI
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm, sedangkan
rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini, maka pendarahan,
persarafan, serta penyaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang
menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh
anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut
mukosa anus. Daerah batas rectum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel.
Kanalis analis dan kulit luar disekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka
terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rectum mempunyai persarafan otonom dan tidak
peka terhadap nyeri.
Hal 3
Kanalis analis berukuran panjang 2,5 cm sampai 4 cm, mulai dari flexura perinealis recti.
Biasanya canalis analis dalam keadaan tertutup dan baru terbuka pada waktu defekasi. Selaput
lendir canalis mempunyai sejumlah 5-10 lipatan-lipatan vertikal yang tetap dan dinamakan
columnae rectales (columna anales) Morgagni. Biasanya columna anales Morgagni berukuran
panjang 8 mm – 12 mm, lebar 3 mm – 6 mm dan membentang sampai 12 mm – 20 mm di dalam
orifisium analis. Diantara columna anales morgagni terdapat lekukan-lekukan yang menyerupai
kantong-kantong kecil yang dinamakan sinus rectalis (sinus analis, crypta analis). Lipatan yang
terdapat pada ujung columna analis dan membatasi sinus rectalis membentuk suatu katup yang
dinamakan valvula analis Morgagni. Columna anales mempunya puncak yang sering kali
menjulang ke atas tepi bawah columna rectalis dan berbentuk seperti tonjolan kecil yang
dinamakan papillae anales. Bersama-sama tepi atas valvula anales membentuk suatu garis
bergerigi yang dinamakan linea pectinea (linea dentata). Selaput lendir di atas linea pectinea
mempunyai epitel silindris sedangkan dibawahnya epitel gepeng. Didaerah ini terdapat kripta
anus dan kelenjar muara anus antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat
menimbulkan abses anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler
dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur, dan menunjukkan batas
antara sfingter interna dan sfingter eksterna ( garis Hilton )
Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter interna dan
eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter interna, otot longitudinal,
bagian tengah dari otot levator ( puborektalis ), dan komponen m. sfingter eksternus. Muskulus
sfingter ani internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan muskulus sfingter ani eksternus
terdiri atas serabut otot lurik.
Hal 4
Gambar 3. Anatomi Kanalis Analis
Keterangan (1). Rektum dilapisi mukosa usus (2). Lapisan otot sirkuler dinding rectum (3). Lapisan otot
longitudinal dinding rektum( 4). Tulang panggul (5). m.obturator internus (6). m.levator anus (7). m.pubo-rektal
(8). m.sfingter internus (9). m.sfingter externus (10). Garis atas-sfingter (dari hilton ) merupakan perbatasan antara
sfingter intern dan ekstern yang dapat diraba (11). Tonjolan rektum atau kolumna morgagni dengan muara
kelenjar rektum diantaranya di dalam kripta (12). Garis mokokuktan atau linea pektinata merupakan perbatasan
antara selaput lendir (=mukosa) rektum dan kutis (=kulit) anus (13). Kanalis analis dengan epitel gepeng
Arteri hemoroidales superior merupakan nadi utama untuk rectum. Anastomasis tersebut
kepembuluh kolateral hemoroid inferior dapat menjamin pendarahan di kedua ekstremitas
bawah.Pendarahan di pleksus hemoroidalis merupakan kolateral luas dan kaya sekali darah.
Hal 5
Gambar 4. Pendarahan Arteri-arteri rektum
Keterangan :(1). a.hemoroidalis inferior (2). a. pudenda (3). a.hemoroidalis media (4). a. iliaka interna(5).
a. hemoroidalis superior (6). Cabang arteri sigmoidea (7). a. iliaka komunis dextra (8). a.mesenterika inferior (9).
Aorta (10). v.kava inferior (11). a.sakralis
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan ke
arah cranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena
porta. Vena ini tidak terkatup sehingga tekanan rongga perut menentukan tekanan didalamnya.
Vena hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam vena
iliaka interna dan sistem kava.
Pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang menyalirkan isinya menuju
ke kelenjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan limfe terus mengalir sampai ke kelenjar
limfe ilaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal.
Pembuluh limfe dari rectum diatas garis anorektum berjalan seirung dengan v.hemoroidalis
Hal 6
superior dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk
eradikasi karsinoma rectum dan anus didasarkan pada anatomi saluran limfe ini.
Keterangan :(1). Ke kelenjar inguinal (2). Kelenjar iliaka interna (3). Kelenjar parakolik (4). Kelenjar dimesenterium
(5). Kelenjar para aorta
III.4 Persarafan
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik berasal
dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari ganglion
simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Unsur simpatis plesksus ini menuju ke arah
struktur genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi.
Persarafan parasimpatis (nervi ergentes) berasal dari saraf sacral kedua, ketiga, keempat dan
kelima. Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi
dengan cara mengatur aliran darah ke dalam jaringan ini.
Muskulus puborektal mempertahankan sudut anorectum; otot ini mempertajam sudut
tersebut bila meregang dan meluruskan usus bila mengendur.
Hal 7
FISIOLOGI
Normalnya, kelenjar rektum yang terdapat di kripta antar kolumna rektum berfungsi sebagai
barrier terhadap lewatnya mikroorganisme penyebab infeksi yang berasal dari lumen usus ke daerah
perirektal. Kelenjar ini mengeluarkan semacam lendir, berguna sebagai pelicin/ lubrikasi. Saluran ini
memiliki klep satu arah agar produksi bisa keluar tapi feses tidak bisa masuk. Terhalangnya jalan keluar
produksi dari kelenjar ini akibat stasis menyebabkan kuman dan cairan feses masuk ke dalam kelenjar.
Feses yang banyak kumannya berkembang biak ke dalam kelenjar, membentuk peradangan yang jadi
abses. Abses akan mencari jalan keluar dan membentuk semacam pipa yang menembus kulit. Akibatnya,
kulit jadi tampak seperti bisul lalu pecah. Pecahan ini tidak bisa menutup karena nanah selalu keluar dan
tidak bisa kering karena berhubungan dengan feses. Kondisi ini bisa berlangsung berbulan-bulan hingga
bertahun-tahun.
FISTULA ANI
V.1 Definisi
Fistula ani adalah hubungan abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari
kulit perianal. Biasanya merupakan kelanjutan dari abses anorektal, sehingga fistula ani
merupakan bentuk kronis dari abses anorektal. Dalam muara interna (primer) hampir selalu
berada dalam kripta, fistula biasanya tunggal dan hanya melibatkan bagian muskulus sfingter;
fistula majemuk atau fistula-fistula yang melibatkan seluruh muskulus sfingter eksterna kurang
lazim ditemukan.
Hampir semua fistula anus disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum,
sehingga kebanyakan fistula mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus dan rectum dan
lubang lain di perineum di kulit perianal. Kadang, fistula disebabkan oleh colitis disertai proktitis
seperti TBC, amobiasis dan morbus Crohn. Bila gejala diare menyertai fistula anorektal yang
berulang, perlu dipikirkan penyakit Crohn, karena 50 % penderita penyakit Crohn mengalami
fistula anus.
Fistula dapat terletak di subkutis, submukosa, antar sphingter atau menembus sfingter.
Fistula mungkin terletak di anterior, lateral atau posterior. Bentuknya mungkin lurus, bengkok,
atau mirip sepatu kuda. Umumnya fingter bersifat tunggal, kadang ditemukan yang kompleks.
Hal 8
V.2 Insiden & Epidemiologi
Fistula perianal sering terjadi pada laki laki berumur 20 – 40 tahun, berkisar 1-3 kasus tiap 10.000
orang. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah abses (tapi tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar
40% pasien dengan abses akan terbentuk fistula.
V.3 Etiologi
Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus atau rektum. Kadang-kadang
fistula merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada abses anorektal. Terdapat sekitar 7-40% pada kasus
abses anorektal berlanjut menjadi fistel perianal. Namun lebih sering penyebabnya tidak dapat diketahui.
Organisme yang biasanya terlibat dalam pembentukan abses adalah Escherichia coli, Enterococcus sp dan
Bacteroides sp. Fistula juga sering ditemukan pada penderita dengan penyakit Crohn, tuberkulosis,
devertikulitis, kanker atau cedera anus maupun rektum, aktinomikosis dan infeksi klamidia. Fistula pada
anak-anak biasanya merupakan cacat bawaan. Fistula yang menghubungkan rektum dan vagina bisa
merupakan akibat dari terapi sinat x, kanker, penyakit Crohn dan cedera pada ibu selama proses
persalinan.
V.4 Patofisiologi
Pada kanalis anal terdapat kelenjar kriptoglandur yang mengalir menuju kripta pada linea
dentata. Bila kelenjar mengalami infeksi dan salurannya tersumbat akan menyebabkan abses
anorektal. Dapat berada pada perianal, ischiorectal space, intersphincteric space, dan pelvirectal
space.
Bila keadaan ini terus berlanjut akan berlanjut menjadi fistula dimana abses akan
berusaha mencari jalan keluar dan dapat timbul juga setelah drainase, kadang jaringan granulasi
berlapis dapat tertinggal dan menyebabkan gejala berulang.
Hal 9
V.5 Klasifikasi
Fistula diklasifikasikan berdasarkan hubungannya dengan kompleks anal sphincter
sebagai berikut:
Fistula intersphincteric berawal dalam ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan Interna
dan bermuara berdekatan dengan lubang anus.
Fistula transsphincteric berawal dalm ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan Interna,
kemudian melewati M. Sfingter Eksterna dan bermuara sepanjang ½ inchi di luar lubang
anus.
Hal 10
Fistula suprasphincteric berawal dari ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan Interna
dan membelah ke atas M. Puborektalis lalu turun diantara puborektal dan M. Levator ani
lalu muncul ½ inchi di luar anus.
Hal 11
Hukum Goodsall
Fistula ani terdiri lubang interna dan eksterna. Dengan melihat adanya lubang externa
dapat diperkirakan letak lubang internanya dan salurannya dengan Goodsall’s rule. Secara
umum, jika lubang eksterna berada di sebelah anterior dari anal tranversal line maka salurannya
berjalan radier membentuk garis lurus. Sebaliknya bila lubang eksterna berada di sebelah
posterior dari anal transversal line maka saluran akan melengkung menuju posterior midline.
Goodsall Rule (emedicine.medscape.com) edition) Goodsall Rule (Sabiston Textbook of Surgery, 17th edition)
Hal 12
memberikan sejarah yang dapat diandalkan nyeri sebelumnya, bengkak, dan spontan atau
drainase bedah direncanakan dari abses anorektal.
Radang usus
Divertikulitis
Sebelumnya terapi radiasi untuk kanker prostat atau dubur
Tuberkulosis
Terapi steroid
Infeksi HIV
Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik tetap menjadi andalan diagnosis. Pada pemeriksaan fisik di
daerah anus (dengan pemeriksaan digital/rectal toucher) ditemukan satu atau lebih eksternal
opening fistula atau teraba adanya fistula di bawah permukaan kulit. Eksternal opening fistula
tampak sebagai bisul (bila abses belum pecah) atau tampak sebagai saluran yang dikelilingi oleh
jaringan granulasi. Internal opening fistula dapat dirasakan sebagai daerah indurasi/ nodul di
dinding anus setinggi garis dentata. Terlepas dari jumlah eksternal opening, terdapat hampir
selalu hanya satu internal opening.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada studi laboratorium khusus yang diperlukan; studi pra operasi normal
dilakukan berdasarkan usia dan komorbiditas.
Pemeriksaan Radiologi
Hal 13
- Fistulograf : Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan anteroposterior,
lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur fistula.
- Ultrasound endoanal / endorektal : Menggunakan transduser 7 atau 10 MHz ke dalam
kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi muskulus intersfingter dari lesi
transfingter. Transduser water-filled ballon membantu evaluasi dinding rectal dari
beberapa ekstensi suprasfingter.
- MRI : MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks, untuk memperbaiki
rekurensi.
- CT- Scan : CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit crohn atau
irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi perluasan daerah inflamasi. Pada
umumnya memerlukan administrasi kontras oral dan rektal.
- Barium Enema : untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi penyakit inflamasi usus.
- Anal Manometri : evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna pada pasien
tertentu seperti pada pasien dengan fistula karena trauma persalinan, atau pada fistula
kompleks berulang yang mengenai sphincter ani.
V.7 Penatalaksanaan
Tujuan terapi dari fistula ani adalah eradikasi sepsis tanpa menyebabkan inkonstinensia.
Terapi dari fistula tergantung dari jenis fistulanya sendiri.
Simple intersphincteric fistula sering diterapi dengan fistulotomy (membuka tract fistula),
kuretase, dan penyembuhan sekunder.
Pada fistula transsphinteric terapi tergantung dari lokasi kompleks sphincter yang terkena.
Bila fistula kurang dari 30% otot sphincter yang terkena dapat dilakukan sphincterotomy tanpa
Hal 14
menimbulkan inkonstinensia yang berarti. Bila fistulanya high transsphincteric dapat dilakukan
dengan pemasangan seton.
Pada fistula suprasphenteric biasanya diterapi juga dengan pemasangan seton.
Pada fistula extrasphincteric terapi tergantung dari anatomi dari fistula, biasanya bila
fistula diluar sphincter dibuka dan didrainase.
Seton digunakan untuk identifikasi tract, sebagai drainase, dan merangsang terjadinya
fibrosis dengan tetap menjaga fungsi dari sphincter. Cutting seton terbuat dari karet yang diletak
pada fistula untuk merangsang fibrosis. Noncutting seton terbuat dari plastic yang digunakan
sebagai drainase.
Beberapa metode telah diperkenalkan untuk mengidentifikasi tract fistula saat berada di
kamar operasi:
Memasukkan probe melalui lubang eksternal sampai ke bukaan internal, atau sebaliknya.
Menginjeksi cairan warna seperti methylene blue, susu, atau hidrogen peroksida, dan
memperhatikan titik keluarnya di linea dentata.
Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.
Memperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada traktus. Hal ini dapat
berguna pada fistula sederhana namun kurang berhasil pada varian yang kompleks
Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta profilaksis
antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren.
Terapi pembedahan:
- Fistulotomi : Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit, dibiarkan
terbuka, sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi.
- Fistulektomi : Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk menyembuhkan fistula.
Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya terbuka.
- Seton : Benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua macam Seton, cutting
Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk memotong otot sphincter secara
bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan
benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa bulan.
- Advancement Flap : Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi keberhasilannya tidak terlalu
besar.
- Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam saluran fistula
yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin glue memang
Hal 15
tampak menarik karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun keberhasilan jangka panjangnya
tidak tinggi, hanya 16%.
Pasca Operasi
Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah operasi. Namun
pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap beberapa hari. Setelah operasi mungkin akan
terdapat sedikit darah ataupun cairan dari luka operasi untuk beberapa hari, terutama sewaktu buang air
besar. Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan cairan antiseptik),
dan penggantian balutan secara rutin. Obat obatan yang diberikan untuk rawat jalan antara lain
antibiotika, analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu dan pasien dapat
kembali bekerja setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah berkurang. Pasien
tidak dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak disarankan untuk duduk diam berlama-lama.
V.8 Komplikasi
Komplikasi dini pasca operasi, sebagai berikut :
Retensi urin
Pendarahan
Impaksi tinja
Thrombosed wasir
Komplikasi tertunda pascaoperasi, sebagai berikut :
Kambuh
Inkontinensia
stenosis Anal: Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis dari lubang anus. Bulking agen
untuk membantu mencegah bangku sempit.
V.9 Prognosis
Fistel dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak
turut dibuka, atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan granulasi menempel permukaan. Setelah
fistulotomy standar, tingkat kekambuhan dilaporkan adalah 0-18% dan tingkat dari setiap inkontinensia
tinja adalah 3-7%. Setelah menggunakan Seton, melaporkan tingkat kekambuhan adalah 0-17% dan
tingkat dari setiap inkontinensia feses adalah 0-17%. Setelah flap mukosa kemajuan, tingkat kekambuhan
dilaporkan adalah 1-17% dan tingkat dari setiap inkontinensia feses adalah 6-8%.
Hal 16
DAFTAR PUSTAKA
1. Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994.
3. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta :EGC.2000.
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2004.Hal 747-748
5. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga.2006.
6. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara. 2000.
7. Corman, M.L. Colon and Rectal Surgery 5th Ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2005.
Hal 17