Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN HASIL DISKUSI

MODUL PENGINDERAAN
PEMICU 4

KELOMPOK DISKUSI 5

Herwandi I1011141003
Permata Iswari I1011151011
Shintya Dewi I1011151012
Prihan Fakri I1011151018
Meika Meidina I1011151025
Rhaina Dhifaa I1011151036
M. Rivaldo I1011151037
Catherine Sugandi I1011151045
Nadya Siti Syara I1011151051
Irmaningsih I1011151063
Andreas Ade Mahendra I1011151064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Pemicu
Seorang laki-laki berusia 71 tahun diantar anak perempuannya ke
poliklinik. Anaknya menyampaikan bahwa ayahnya tampak lebih sering
menyendiri sejak beberapa bulan terakhir. Saat keluarga besar mereka
berkumpul, biasanya ayahnya sangat senang berbincang-bincang dengan
saudara-saudaranya, namun sejak 5 bulan terakhir ia tampak lebih sering
duduk menyendiri. Saat ditanya apakah ia merasa tidak sehat, ia menjawab
bahwa ia tidak lapar.
Saat anamnesis, ia mengeluh telinganya terasa penuh dan kadang terasa
gatal dan nyeri. Kadang ia juga mendengar suara berdenging. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak berusia 57 tahun, dan pernah terkena serangan
jantung 5 tahun yang lalu.

1.2. Klarifikasi dan Definisi


-

1.3. Kata Kunci


1. Laki-laki 71 tahun
2. Sering menyendiri sejak 5 bulan lalu
3. Riwayat hipertensi sejak usia 57 tahun
4. Telinga terasa penuh, kadang gatal dan nyeri
5. Serangan jantung 5 tahun lalu
6. Kadang mendengar suara berdenging
7. Misinterpretasi

2
1.4. Rumusan Masalah
Laki-laki 71 tahun sering menyendiri sejak 5 bulan yang lalu,
misinterpretasi, telinga terasa penuh, kadang terasa gatal dan nyeri,
mendengar suara berdenging, disertai riwayat hipertensi dan terkena serang
jantung 5 tahun lalu.

3
1.5. Analisis Masalah

Laki-laki Diantar anak


71 tahun perempuan
Ke poliklinik

Anamnesis  Sering duduk menyendiri


sejak 5 bulan lalu
 Misinterpretasi: pasien
masih bisa mendengar tapi
sulit memahami
 Telinga terasa penuh
 Telinga terasa burdenging,
kadang nyeri dan gatal
 RP. Sistemik:
-Hipertensi (sejak
usia 57 tahun)
-Serangan jantung
Pemeriksaan Fisik (5 tahun lalu)

DD  Tuli Prebiskus
(Sensori neural
pada geriatri)
 Tuli Konduktif
P. Penunjang pada geriatri

WD

Tx + Edukasi

Prognosis

4
1.6. Hipotesis
Laki-laki 71 tahun mengalami tuli sensorial geriatri.

1.7. Learning issues


1. Jelaskan mengenai geriatrik!
2. Perubahan pada organ pendengaran akibat proses degenerasi
3. Fisiologi pendengaran
4. Tuli sensori neural pada geriatrik (presbiskus)
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Klasifikasi
e. Patofisiologi
f. Manifestasi klinis
g. Faktor resiko
h. Diagnosis
i. Tatalaksana dan edukasi
j. Komplikasi
k. Prognosis
5. Tuli konduktif pada geriatrik
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Klasifikasi
e. Patofisiologi
f. Manifestasi klinis
g. Faktor resiko
h. Diagnosis
i. Tatalaksana
j. Komplikasi
k. Prognosis

5
6. Patofisiologi tinnitus
7. Jelaskan Mengenai Serumen Pop!
8. Jelaskan Mengenai NIHL (Noise Induced Hearing Loss)!
9. Pemeriksaan telinga dan pendengaran
10. Mengapa telinga pasien terasa penuh, nyeri dan gatal?
11. Hubungan keluhan pasien dengan riwayat penyakit sistemik (hipertensi
dan serangan jantung)
12. Apa yang membedakan tuli konduktif dan sensori neural? Bagaimana cara
membedakannya?
13. Interpretasi data tambahan

1.8. Data Tambahan


1. Membran timpani kanan dan kiri sulit dievaluasi karena tertutup serumen.
2. Rinne telinga kanan dan kiri (-), Weber tidak ada lateralisasi, Schwabach
kanan dan kiri memanjang.
3. Dilakukan pembersihan serumen, namun pasien mengatakan masih belum
bisa mendengar dengan jelas.
4. Audiometri

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jelaskan mengenai geriatrik


Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang berfokus pada penyakit
yang timbul pada lansia. Lansia (Lanjut Usia) atau manusia usia lanjut
(Manula) adalah kelompok penduduk berumur tua. Golongan penduduk yang
mendapat perhatian atau pengelompokan tersendiri ini adalah populasi
perumur 60 tahun atau lebih. Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi. Dengan begitu secara progresif akan kehilangan daya
tahan terhadap infeksi dan akan makin banyak terjadi distorsi metabolik dan
struktural yang disebut sebagai “penyakit degeneratif” (seperti hipertensi,
aterosklerosis, diabetes melitus dan kanker).1
Sifat penyakit pada geriatri tidaklah sama dengan penyakit dan
kesehatan pada golongan populasi usia lainnya. Penyakit pada geriatri
cenderung bersifat multipel, merupakan gabungan antara penurunan
fisiologik/alamiah dan berbagai proses patologik/penyakit. Penyakit biasanya
berjalan kronis, menimbulkan kecacatan dan secara lambat laun akan
menyebabkan kematian. Geriatri juga sangat rentan terhadap berbagai
penyakit akut, yang diperberat dengan kondisi daya tahan yang menurun.
Kesehatan geriatri juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan
ekonomi. Pada geriatri seringkali terjadi penyakit iatrogenik, akibat banyak
obat-obatan yang dikonsumsi (polifarmasi). Sehingga kumpulan dari semua
masalah ini menciptakan suatu kondisi yang disebut sindrom geriatrik.1

2.2 Perubahan pada organ pendengaran akibat proses degenerasi


Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan Nervus
vestibulocochlearis (VIII). Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi

7
dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ korti. Proses atrofi
disertai dengan perubahan vaskuler juga terjadi pada stria vaskularis.
Kehalangan pendengaran pada lansia disebut dengan presbikusis. Presbikusis
merupakan perubahan yang terjadi pada pendengaran akibat proses penuaan
yaitu telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural, hal ini
terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi
dengan baik sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi dari hal ini
adalah kehilangan pendengaran secara bertahap. Ketidakmampuan untuk
mendeteksi suara dengan frekuensi tinggi.2
Telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran
timfani, pengapuran dari tulang pendengaran, lemah dan kakunya otot dan
ligamen. Implikasi dari hal ini adalah gangguan konduksi pada suara. Pada
telinga bagian luar terjadi perpanjangan dan penebalan rambut, kulit menjadi
lebih tipis dan kering serta terjadi peningkatan keratin. Implikasi dari hal ini
adalah potensial terbentuk serumen sehingga berdampak pada gangguan
konduksi suara.3

2.3 Fisiologi pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara atau tulang
ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dan diteruskan
ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
memperkuat getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran timpani dan foramen ovale. Energi getar yang
telah diperkuat ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan foramen
ovale sehingga cairan perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran akibat
getaran perilimfe diteruskan melalui membran Reissner yang akan
mendorong endolimfe, sehingga akan terjadi gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal
ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.

8
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.4

Gambar. 15

2.4 Tuli sensori neural pada geriatrik (presbiskus)


2.4.1 Definisi
Merupakan menifestasi dari lesi organik pada telinga dalam,
nervus auditoriusdan koneksi pada otak. Tuli sensorineural pada
geriatrik merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada
orangtua, akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya
terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada kedua telinga, dan bersifat
progresif. Pada presbikusis terjadi beberapa keadaan patologik yaitu
hilangnya sel-sel rambut dan gangguan pada neuron-neuron koklea.
Secara kilnis ditandai dengan terjadinya kesulitan untuk memahami
pembicaraan terutama pada tempat yang ribut/ bising.6

9
2.4.2 Etiologi
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari
proses degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan
dengan faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme,
arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor.
Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek
kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut di atas. Biasanya terjadi
pada usia lebih dari 60 tahun. Progresifitas penurunan pendengaran
dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki cepat
dibandingkan dengan perempuan.7
Gangguan pendengaran akibat degenerasi ini dimulai dengan
terjadinya atrofi di bagian epitel dan saraf pada organ corti. Lambat
laun secara progresif terjadi degenerasi sel ganglion spiral pada daerah
basal hingga ke daerah apeks yang ada pada akhirnya terjadi degenerasi
sel-sel pada jaras saraf pusat dengan manifestasi gangguan pemahaman
bicara.8

2.4.3 Klasifikasi
Berdasarkan perubahan histopatologi yang terjadi, prebiskus
dibagi menjadi:
1) Presbikusis tipe sensorik
Lesi pada tipe sensorik terbatas pada koklea, terdapat
atrofi organ korti dan jumlah sel-sel rambut berkurang. Pada
gambaran histologi, terdapat atrofi yang terbatas hanya
beberapa milimeter pada membrana basalis dan terdapat
akumulasi pigmen lipofuscin yang merupakan pigmen
penuaan. Proses ini berjalan perlahan tapi progresif dari
waktu ke waktu.5
Ciri khas dari tipe sensory presbiskusis ini adalah terjadi
penurunan pendengaran secara tiba-tiba pada frekuensi
tinggi(slooping). Gambaran konfigurasi menurut Schuknecght,

10
jenis sensori adalah tipe noise inducec hearing loss (NIHL).
Banyak terdapat pada laki-laki dengan riwayat bising.5
2) Presbikusis tipe neural
Presbikusis tipe neural ditandai dengan berkurangnya
sel-sel neuron dan jaras auditorik pada koklea. Atrofi terjadi
sepanjang koklea, dengan hanya sedikit wilayah basilar yang
terpengaruhi dari seluruh membrana basilaris di koklea.
Oleh karena itu, tidak terdapat penurunan terjal di batas
frekuensi tinggi seperti presbikusis tipe sensorik dan hanya
terdapat penurunan sedang di frekuensi tinggi. Pada
presbikusis neural, terjadi pula kehilangan neuron secara
umum yang berupa perubahan SSP yang difus dan
berhubungan dengan defisit lain seperti kelemahan, penurunan
perhatian dan penurunan konsentrasi.5
3) Presbikusis tipe metabolik (strial presbycusis)
Presbikusis tipe metabolik merupakan tipe presbikusis
yang paling sering dijumpai. Kerusakan yang terjadi pada tipe
ini berupa atrofi stria vaskularis, potensial mikrofonik
menurun, fungsi sel dan keseimbangan
biokimia/bioelektrikkokhlea berkurang. Secara histologis pada
kokhlea, terlihat stria vaskularis yang tipis tersebar sepanjang
kelokan koklea yang dengan mikroskop stria tampak berupa
lapisan seluler selapis. Juga tampak adanya degenerasi kistik
dari elemenstria dan atrofi ligamen spiralis. Seperti diketahui
stria vaskularis adalah tempat produksi endolimfa dan
berfungsi dalam sistem enzim yang diperlukan untuk
mempertahankan potasium, sodium dan metabolisme oksidatif.
Daerah ini juga sebagai tempat pembangkitan dari endokoklear
potensial sebesar 80 mili Volt antara duktus koklea dan
ruang perilimfe yang diperlukan untuk transduksi signal di
dalam koklea. Atrofi stria vaskularis mengakibatkan

11
hilangnya pendengaran diwakili oleh kurva mendengar
datar karena seluruh koklea terpengaruh. Proses ini
cenderung terjadi pada orang berusia 30-60 tahun dan berjalan
secara perlahan.5
4) Presbikusis tipe mekanik (cochlear presbycusis)
Pada presbikusis tipe mekanik terjadi perubahan gerakan
mekanik duktus koklearis, atrofi ligamentum koklearis, dan
membran basilaris menjadi lebih kaku. Secara histologis
tampak hialinisasi dan kalsifikasi membrana basalis,
degenerasi kistik elemen stria, atrofi ligamen spiralis,
pengurangan selularitas ligamen secara progesif serta kadang-
kadang ligamen ruptur.5
2.4.4 Patofisiologi

Perjalanan penyakit dari tuli sensorineural disebabkan oleh

beberapa hal sesuai dengan etiologi yang sudah disebutkan diatas. Pada

tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga

dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran. Sel rambut dapat

dirusak oleh tekanan udara akibat terpapar oleh suara yang terlalu keras

untuk jangka waktu yang lama dan iskemia. Kandungan glikogen yang

tinggi membuat sel rambut dapat bertahan terhadap iskemia melalui

glikolisis anaerob.9

Sel rambut juga dapat dirusak oleh obat-obatan, seperti antibiotik

aminoglikosida dan agen kemoterapeutik cisplatin, yang melalui stria

vaskularis akan terakumulasi di endolimfe. Hal ini yang menyebabkan

tuli telinga dalam yang nantinya mempengaruhi konduksi udara dan

tulang. Ambang pendengaran dan perpindahan komponen aktif

12
membran basilar akan terpengaruh sehingga kemampuan untuk

membedakan berbagai nada frekuensi yang tinggi menjadi terganggu.

Akhirnya, depolarisasi sel rambut dalam tidak adekuat dapat

menghasilkan sensasi suara yang tidak biasa dan mengganggu (tinnitus

subyektif). Hal ini bisa juga disebabkan oleh eksitasi neuron yang tidak

adekuat pada jaras pendengaran atau korteks auditorik.9

Ganggguan penyerapan endolimfe juga dapat menyebabkan tuli di

mana ruang endolimfe menjadi menonjol keluar sehingga mengganggu

hubungan antara sel rambut dan membran tektorial (edema endolimfe).

Akhirnya, peningkatan permeabilitas antara ruang endolimfe dan

perilimfe yang berperan dalam penyakit Meniere yang ditandai dengan

serangan tuli dan vertigo.9

2.4.5 Manifestasi klinis

Gejala klinik bervariasi antara masing-masing pasien dan


berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada koklea dan saraf
sekitarnya. Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya
pendengaran secara perlahan dan progresif, simetris pada kedua telinga,
yang saat dimulainya tidak disadari. Keluhan lain adalah adanya telinga
berdenging (tinnitus). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi
sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan secara cepat dengan
latar belakang yang riuh (cocktail party deafness). Terkadang suara pria
terdengar seperti suara wanita. Bila intensitas suara ditinggikan akan
timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan
(recruitment ).10

Pada orang dengan presbikusis dapat terlihat berbagai gangguan


fisik dan emosi, seperti yang digambarkan oleh NCOA (National

13
Council On Aging) seperti gangguan hubungan interpersonal dengan
keluarga, sifat-sifat berupa kompensasi terhadap hilangnya
pendengaran, marah dan frustrasi, depresi dan gejala-gejala depresif,
introvert, merasa kehilangan kendali terhadap kehidupan, perasaan
paranoid, kritis terhadap diri sendiri, mengurangi aktivitas dalam
kelompok sosial, berkurangnya stabilitas emosi.11

2.4.6 Faktor resiko


1) Jenis Kelamin dan Usia
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas.
Pengaruh usia terhadap gangguan pendengaran berbeda antara pria
dan wanita. Pria lebih banyak mengalami penurunan pendengaran
pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi
rendah bila dibandingkan dengan wanita. Perbedaan jenis kelamin
pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan pria umumnya
lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan wanita.10
2) Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat
resistensi vaskuler yang mengakibatkan disfungsi sel endotel
pembuluh darah disertai peningkatan viskositas darah, penurunan
aliran darah kapiler, dan transpor oksigen. Hal tersebut
mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehingga proses transmisi
sinyal mengalami gangguan yang menimbulkan gangguan
komunikasi. Kurang pendengaran sensorineural dapat terjadi akibat
insufisiensi mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli,
perdarahan, atau vasospasme.10
3) Diabetes Melitus
Diabetes Melitus dan hiperlipidemia dapat mempercepat
proses dari aterosklerosis. b) Diabetes melitus menyebabkan
proliferasi difus dan hipertrofi vaskularpada endotelia intima yang
mungkin mengganggu perfusi kokhlea.12

14
4) Vaskular (Hipertensi dan Arteriosklerosis)
Gangguan sirkulasi telah lama dihubungkan sebagai penyebab
hilangnya pendengaran pada lansia. Penyakit vaskular yang
banyak dihubungkan diantaranya adalah hipertensi, arteriosklerosis
dan aterosklerosis. Arteriosklerosis adalah suatu penyakit
vaskular yang ditandai dengan penebalan dan kehilangan
elastisitas dinding pembuluh darah. Arteriosklerosis cukup sering
terjadi pada orang tua dan mungkin dapat menyebabkan gangguan
perfusi dan oksigenasi koklea. Hipoperfusi dapat menuju kepada
perubahan radikal bebas yang dapat merusak telinga dalam seiring
dengan rusaknya DNA mitokondira telinga dalam. Kerusakan
ini sejalan dengan perkembangan presbikusis.12

5) Riwayat bising
Bising (frekuensi, intensitas, dan durasi paparan)
memiliki hubungan langsung dengan kerusakan organ dalam
telinga, namun bising dapat menyebabkan kerusakan organ
dalam pada semua usia dan tidak terfokus hanya pada lansia saja.
Bising termasuk ke dalam salah satu penyebab yang dapat
memperparah keadaan presbikusis, kerusakan akibat bising termasuk
ke dalam kerusakan mekanik.12

2.4.7 Diagnosis

Dengan pemeriksaan otskopik, tampak membran timpani suram,


mobilitasnya berkurang. Pada tes penala, didapatkan tuli sensorineural.
Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli saraf nada
tinggi, bilateral, dan simetris. Pada tahap awal, terdapat penurunan yang
tajam (sloping) setelah frekuensi 2000Hz. Gambaran ini khas pada
presbikusis jenis sensorik dan neural. Garis ambang dengar pada
audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada
tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada semua jenis

15
presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang
lebih rendah. Pemeriksaan audiometri tutur menunjukkan adanya
gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination). Keadaan ini
jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear.13

2.4.8 Tatalaksana
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi
pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing
aid). Adakalanya pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan
dengan latihan membaca ujaran (speech reading) dan latihan
mendengar (auditory training); prosedur pelatihan tersebut dilakukan
bersama ahli terapi wicara (speech therapist).7
Tuli sensorineural tidak dapat diperbaiki dengan terapi medis
atau bedah tetapi dapat distabilkan. Tuli sensorineural umumnya
diperlakukan dengan menyediakan alat bantu dengar (amplifikasi)
khusus. Volume suara akan ditingkatkan melalui amplifikasi, tetapi
suara akan tetap teredam. Saat ini, alat bantu digital yang di program
sudah tersedia, dimana dapat diatur untuk menghadapi keadaan yang
sulit untuk mendengarkan.Tuli sensorineural yang disebabkan oleh
penyakit metabolik tertentu (diabetes, hipotiroidisme, hiperlipidemia,
dan gagal ginjal) atau gangguan autoimun (poliartritisdan lupus
eritematosus) dapat diberikan pengobatan medis sesuai penyakit yang
mendasarinya. Beberapa individu dengan tuli sensorineural yang berat,
dapat dipertimbangkan untuk melakukan implantasi bedah perangkat
elektronik di belakang telinga yang disebut implan koklea yang secara
langsung merangsang saraf pendengaran.7
2.4.9 Prognosis
Pasien dengan presbikusis tidak dapat disembuhkan, semakin
lama akan semakin menurun fungsi pendengarannya. Penurunan fungsi
dengar terjadi secara lambat, sehingga pasien dapat menggunakan
fungsi pendengaran yang ada. Pasien presbikusis perlu diingatkan

16
mengenai faktor risiko yang dapat memperburuk keadaannya, seperti
penyakit hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit metabolik.14

2.5 Tuli konduktif pada geriatrik


2.5.1 Definisi

Tuli konduktif merupakan gangguan hantaran suara yang


disebabkan oleh kelainan/penyakit di telinga luar atau di telinga
tengah.5 Tuli konduktif adalah suara dari luar tidak bisa masuk ke
telinga bagian dalam karena terjadinya masalah pada saluran telinga,
gendang telinga, maupun telinga tengah. Gangguan pendengaran ini
bisa disebabkan karena trauma, tumor, adanya benda atau cairan di
dalam telinga, serta infeksi.15

2.5.2 Etiologi
Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat
menyebabkan perubahan atau kelainan diantaranya sebagai berikut :7
1) Berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran daun
telinga (pinna)
2) Atropi dan bertambah kakunya liang telinga
3) Penumpukan serumen
4) Membran tympani bertambah tebal dan kaku
5) Kekuatan sendi tulang-tulang pendengaran
6) Kelainan bawaan (Kongenital)
Atresia liang telinga, hipoplasia telinga tengah, kelainan posisi
tulang-tulang pendengaran dan otosklerosis. Penyakit
otosklerosis banyak ditemukan pada bangsa kulit putih
7) Gangguan pendengaran yang didapat, misal otitis media
2.5.3 Patofisiologi
Gangguan pendengaran konduktif adalah suatu bentuk gangguan
pendengaran akibat kelainan pada bagian dari telinga. Mereka adalah
bagian bergerak (termasuk gendang telinga) yang mengirimkan suara

17
dari luar ke telinga bagian dalam dimana sistem saraf kita
membutuhkan dan mengirimkan sinyal ke otak. Gangguan pendengaran
konduktif terjadi ketika bagian-bagian bergerak yang rusak atau ketika
mobilitas mereka terganggu.16,17
Patofisiologi tuli konduktif berdasarkan penyebabnya berupa
gangguan hantaran suara yaitu dikarenakan kelainan pada telinga luar
dan telinga tengah anatar lain :16, 17

Gambar. 216,17

18
a. Otalgia16,17
Nyeri di temporomandibularis, nyeri dari bagian
lain seperti laring faring, vertigo, iritasi lokal.

menjalar

Kulit telinga yang banyak saraf (ervus V,VII,IX dan


X)

Kulit sensitif

Bila tidak diatasi kemungkinan saraf menjadi kebas

Gangguan pendengaran karena saraf yang


kurang peka
b. Impaksi serumen (sumbatan oleh serumen)16,17

Telinga luar

Kanal auditorius
eksterna

Glandula semilunaris

Sekresi substansi lilin

Serumen

Tertimbun

Kanalis eksternus

Menumpuk

Menutup hantaran suara lewat


udara

Reseptor gagal menerima suara

TULI KONDUKTIF

19
2.5.4 Diagnosis7
Pada telinga luar dan telinga tengah, proses degenerasi dapat
menyebabkan perubahan kelainan berupa berkurangnya elastisitas dan
bertambah besarnya ukuran pinna daun telinga, atrofi dan bertambah
kakunya liang telinga, penumpukan serumen, membran timpani
bertambah tebal dan kaku, kekakuan sendi dan tulang-tulang
pendengaran.
Untuk mendiagnosis suatu gangguan telinga, diperlukan
anamnesis terarah untuk menggali lebih dalam dan lebih luas keluhan
utama pasien.
Keluhan utama telinga dapat berupa gangguan
pendengaran/pekak (tuli), suara berdenging/berdengung (tinitus), rasa
pusing yang berputar (vertigo), rasa nyeri di dalam telinga (otalgia) dan
keluar cairan dari telinga (otore).
Bila ada keluhan gangguan pendengaran, perlu ditanyakan apakah
keluhan tersebut pada satu atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau
bertambah berat secara bertahap dan sudah berapa lama diderita.
Adakah riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik,
terpajan bising, pemakaian obat ototoksik sebelumnya atau pernah
menderita penyakit infeksi virus seperti parotitis, influensa dan
meningitis. Apakah gangguan pendengaran ini diderita sejak bayi
sehinga terdapat juga gangguan bicara dan komunikasi. Pada orang
dewasa tua perlu ditanyakan apakah gangguan ini lebih terasa ditempat
yang bising atau di tempat yang lebih tenang.
Pada usia lanjut kelenjar-kelenjar serumen mengalami atrofi,
sehingga produksi kelenjar serumen berkurang dan menyebabkan
serumen menjadi lebih kering, sehingga sering terjadi serumen prop
yang akan mengakibatkan tuli konduktif. Membran timpani yang
bertambah kaku dan tebal juga akan menyebabkan gangguan konduksi,
demikian pula halnya dengan kekakuan yang terjadi pada persendian
tulang-tulang pendengaran.

20
Pemeriksaan serumen dan membran timpani ini dapat dilakukan
dengan pemeriksaan telinga menggunakan spekulum telinga dan
otoskop.
Pada pemeriksaan Rinne, Weber dan Schwabach, berikut hasil
yang dapat menyatakan seseorang tuli konduktif:

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis


Negatif lateralisasi ke memanjang Tuli konduktif
telinga yang
sakit

Tabel. 17

2.5.5 Tatalaksana
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung
kepada penyebabnya. Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif
disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran
telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut. Jika
penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau
kadang dilakukan pencangkokan koklea.
1) Alat Bantu Dengar Hantaran Udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di
dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau
sebuah selang kecil yang terbuka.
2) Alat bantu dengar
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang
dioperasikan dengan baterai, yang berfungsi memperkuat dan
merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.
3) Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat
memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita

21
yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya
keluar cairan otore. Alat ini dipasang di kepala, biasanya di
belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara
dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam.
Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan
pada tulang di belakang telinga.
4) Pencangkokan koklea
Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada
penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah
menggunakan alat bantu dengar.18
2.5.6 Prognosis
Dari semua penyebab tuli konduktif , sebagian besar memiliki
prognosis yang baik. Cukup dengan pemberian medikamentosa dan
tindakan pembedahan bila diperlukan, hampir semua keadaan tersebut
bisa diperbaiki.7

2.6 Jelaskan Mengenai Serumen Pop

Serumen merupakan hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar


seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Dalam keadaan
normal serumen terdapat di sepertiga luar liang telinga. Komposisi kimia
serumen terdiri dari lipid, asam amino protein bebas dan beberapa mineral.
Zat ini berperan sebagai pelumas, mencegah masuknya air, antimikroba
maupun antijamur, dan mencegah masuknya folikel rambut, debu atapun
serangga ke dalam liang telinga. Normalnya, serumen dapat keluar sendiri
dari liang telinga melalui mekanisme pembersihan diri "self-cleaning
mechanism” yang dibantu oleh gerakan rahang saat berbicara ataupun makan.
Serumen dapat menimbulkan masalah kesehatan apabila terjadi akumulasi
serumen pada liang telinga akibat kegagalan mekanisme tersebut. Gejala yang
muncul meliputi gangguan pendengaran, tinnitus, buntu pada telinga, gatal,

22
batuk dan otalgia. Serumen juga menyulitkan evaluasi telinga luar ataupun
membran timpani pada pemeriksaan telinga.26

2.7 Jelaskan Mengenai NIHL (Noise Induced Hearing Loss)27,28,29

NIHL merupakan gangguan pendengaran akibat terpapar bising di suatu


lingkungan kerja dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus. NIHL
merupakan jenis tuli sensorineural dan umumnya terjadi pada kedua telinga.
Bising adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat- alat proses produksi dan alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran.Secara audiologik bising adalah
campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising dengan
intensitas berlebih dapat merusak organ pendengaran.
a. Klasifikasi
1) Noise Induced Temporary Threshold Shift
Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS) atau
biasa dikenal dengan trauma akustik merupakan istilah yang
dipakai untuk menyatakan ketulian akibat pajanan bising atau tuli
mendadak akibat ledakan hebat, dentuman, tembakan pistol atau
trauma langsung ke telinga. Trauma ini menyebabkan kerusakan
pada saraf di telinga bagian dalam akibat pajanan akustik yang
kuat dan tiba-tiba. Seseorang yang pertama kali terpapar suara
bising akan mengalami berbagai gejala, gejala awal adalah
ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekuensi tinggi.
Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch“ yang curam
pada frekuensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch
2) Noise Induced Permanent Threshold Shift
Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS)
merupakan ketulian akibat pemaparan bising yang lebih lama dan
atau intensitasnya lebih besar. Jenis tuli ini bersifat permanen.
Faktor-faktor yang merubah NITTS menjadi NIPTS adalah : masa

23
kerja yang lama di lingkungan bising, tingkat kebisingan dan
kepekaan seseorang terhadap kebisingan.
NIPTS terjadi pada frekuensi bunyi 4000 Hz. Pekerja yang
mengalami NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah
menyebar sampai ke frekuensi yang lebih rendah (2000 Hz dan
3000 Hz) keluhan akan timbul.
b. Patofisiologi
Paparan bising mengakibatkan perubahan sel-sel rambut silia
dari organ Corti. Stimulasi dengan intensitas bunyi sedang
mengakibatkan perubahan ringan pada sillia dan hensen’s body,
sedangkan stimulasi dengan intensitas tinggi pada waktu pajanan
yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada struktur sel rambut
lain seperti mitokondria, granula lisosom, lisis sel dan robek
membrane reissner.
Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang
menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan
intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar
menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap
stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan
dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia.
Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan
hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh
jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel
rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin
luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada
saraf yang juga dapat dijumpai di nucleus pendengaran pada batang
otak.
Gangguan pendengaran akibat paparan bising terus-menerus
harus dibedakan dari trauma akustik. Gangguan pendengaran trauma
akustik terjadi akibat paparan singkat (satu kali) langsung diikuti
dengan gangguan pendengaran permanen. Intensitas rangsangan

24
suara umumnya melebihi 140 dB dan sering bertahan selama < 0,2
detik. Trauma akustik menyebabkan terjadinya robekan membran.

2.8 Patofisiologi Tinnitus5


Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang
menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal
dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber
impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat
ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam
berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada
tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga
terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan
konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan
inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsatil).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya
terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar,
otitis media, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang
berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting
pada tumor glomus jugulare.
Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya
seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis.
Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba
eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan
terjadi tinitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta
otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan
vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka
suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-
streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi,

25
terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti
penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi, sehingga
terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan vertigo
dan tuli sensorineural.

2.9 Pemeriksaan telinga dan pendengaran


a. Pemeriksaan ketajaman pendengaran20
Pemeriksaan ketajaman pendengaran digunakan untuk mengetahui
adanya gangguan pendengaran, jenis gangguan pendengaran dan derajat
berat gangguan pendengaran. Ada beberapa tes yang sering digunakan
untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran yaitu:
1) Tes bisik
Tes bisik merupakan uji reaksi penderita terhadap bunyi
bisikan. Tes ini merupakan petunjuk kasar akan adanya ketulian.
Telinga penderita yang tidak diperiksa harus "ditutup" dengan
menggesekkan kertas di muka telinga tersebut. Penderita tidak
boleh melihat ke arah pemeriksa dan harus mengulang sejumlah
kata-kata seperti "cat", "ban", atau "hak" yang dibisikkan pada
telinga yang diuji. Jarak terjauh dari telinga yang masih
memungkinkan kata-kata terdengar, dicatat. Ruangan yang sunyi
merupakan hal yang penting untuk dapat berkonsentrasi dan
mengabaikan bunyi yang lain. Telinga yang normal dapat
mendengar bisikan pada jarak 5 kaki atau 1,5 meter. Selain tes
bisik juga dilakukan uji reaksi penderita terhadap bunyi
percakapan. Uji dilakukan dengan cara yang sama. Pada uji ini
dipakai bunyi percakapan sehari-hari yang dengan telinga yang
normal dapat didengar pada jarak 30 kaki atau 9 meter.
2) Uji Rinne
Uji ini menunjukkan apakah ketulian bersifat konduktif atau
perseptif. Kaki garpu tala diletakkan di depan telinga dan
tangkainya kemudian diletakkan pada prosesus mastoid. Penderita

26
diminta untuk membandingkan intensitas bunyi yang terdengar
pada kedua posisi itu. Penderita dengan tuli konduktif mendengar
bunyi lebih baik bila garpu tala diletakkan di atas prosesus
mastoid daripada di depan telinga. Pada tuli perseptif sebaliknya,
Jarak waktu yang diperlukan penderita untuk mendengar getaran
terhitung dari garpu tala diletakkan pada prosesus mastoid
dibandingkan dengan waktu yang didengar oleh pemeriksa. Pada
tuli konduktif jarak waktu pcndcrita mendengar garpu tala
memanjang, sedangkan pada tuli persepsi memendek.
3) Uji Weber
Tangkai garpu tala diletakkan pada pertengahan dahi.
Gelombang bunyi akan melalui tengkorak menuju ke kedua
telinga dan akan terdengar sama keras bila pendengaran normal.
Tuli konduktif pada satu telinga akan menyebabkan getaran yang
terdengar lebih kuat pada sisi yang sakit. Pada tuli perseptif yang
unilateral, bunyi akan terdengar lebih baik pada sisi yang sehat.
Penghantaran bunyi pemeriksaan ini adalah konduksi melalui
tulang terdiri dari dua komponen: - Langsung, bunyi menuju ke
koklea - Tak langsung, bunyi menuju ke telinga tengah
Komponen tak langsung, sebagian langsung ke koklea, tapi
sebagian besar menyebar ke telinga luar. Pada penyakit telinga
dalam, bagian koklea komponen tak langsung terlalu lemah untuk
merangsang koklea sehingga bunyi menjadi lebih keras pada
telinga yang baik. Pada penyakit telinga tengah, bagian tengah
komponen tak langsung tidak dapat menyebar ke dalam telinga
luar sehingga akan bertambah ke bagian koklea. hal ini
menyebabkan bunyi terdengar lebih keras dalam telinga yang
sakit.
4) Uji Schwabach
Uji Schwabach membandingkan hantaran tulang pasien
dengan pemeriksa. Pasien diminta melaporkan saat garpu tala

27
bergetar yang ditempelkan pada mastoidnya tidak lagi dapat
didengar. Pada saat itu, pemeriksa memindahkan garpu tala ke
mastoidnya sendiri dan menghitung berapa lama (dalam detik) ia
masih dapat mendengar bunyi garpu tala. Uji Schwabach
dikatakan normal bila hantaran tulang pasien dan pemeriksa
hampir sama. Uji Schwabach memanjang atau meningkat bila
hantaran tulang pasien lebih lama dibandingkan pemeriksa,
misalnya pada kasus gangguan pendengaran konduktif. Jika
telinga pemeriksa masih dapat mendengar bunyi garpu tala
setelah pasien tidak lagi mendengamya, maka dikatakan
Schwabach memendek
5) Uji Bing
Uji Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek
oklusi, di mana penala terdengar lebih keras bila telinga normal
ditutup. Bila liang telinga ditutup dan dibuka bergantian saat
penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid, maka telinga
normal akan menangkap bunyi yang mengeras dan melemah
(Bing positif). Hasil serupa akan didapat pada gangguan
pendengaran sensorineural, namun pada pasien dengan perubahan
mekanisme konduktif seperti penderita otitis media atau
otosklerosis, tidak menyadari adanya perubahan kekerasan bunyi
tersebut (Bing negatif).
6) Audiometri
Audiometer adalah suatu alat elektronik yang mengeluarkan
nada murni dengan mcmakai osilator. Intcnsitas bunyi yang
dihasilkan dapat diubah-ubah dan diukur dalam desibel. Bunyi
bicara normal terdengar pada spektrum frekuensi 500, 2000, 4000
putaran perdetik. Dalam pengambilan audiogram diperlukan
ruangan sunyi yang ada pada rumah sakit dengan fasilitas klinik
otologi. Apabila dilakukan luar rumah sakit cukup dilakukan kan
pada ruangan sunyi dan jauh dari keramaian lalu-lintas. Penderita

28
memakai ear phone yang dihubungkan dengan audiometer.
Penderita mendengarkan bunyi yang pertama terdengar sampai
tak terdengar lagi. Nilai pengukuran kedua nilai ambang ini
adalah kekurangan pendengaran untuk frekuensi itu. Hal ini mula-
mula diukur untuk konduksi melalui udara dan kemudian melalui
tulang pada tiap-tiap frekuensi.

b. Pemeriksaan lokalisasi bunyi20,21


Pemeriksaan penentuan lokasi sumber bunyi bukan merupakan
pemeriksaan yang standar dilakukan pada klinik audiologi. Penentuan
kemampuan lokalisasi sumber bunyi dapat dilakukan dengan
menempatkan subjek pada bidang datar. Pada sekeliling subjek
ditempatkan 8 speaker yang dihubungan ke ke komputer. Subjek diperiksa
dengan mata tertutup dengan kepala tegak menghadap ke depan.
Selanjutnya dari masing-masing speaker dapat keluarkan bunyi yang
ditentukan arah dan kekuatannya.

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis


Positif tidak ada Sama dengan Normal
lateralisasi pemeriksa
Negatif lateralisasi ke memanjang Tuli konduktif
telinga yang
sakit
Positif lateralisasi ke memendek Tuli
telinga yang sensorineural
sehat
Catatan: Pada tuli konduktif, < 30 dB, Rinne masih bisa positif7

29
2.10Mengapa telinga pasien terasa penuh dan nyeri?

Gejala pada tuli sensorineural salah satunya adalah rasa nyeri hal ini
terlihat bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal
ini terjadi karena faktor kelelahan (recruitment). Pada tuli konduktif, Rasa
nyeri timbul apabila serumen keras membatu dan menekan dinding liang
telinga. Telinga berdengung (tinitus), pusing (vertigo) bila serumen telah
menekan membrane timpani,kadang-kadang disertai batuk oleh karena
rangsangan nervus vagus melalui cabang aurikuler. Gejala dapat timbul jika
sekresi serumen berlebihan akibatnya dapat terjadi sumbatan serumen
akibatnya pendengaran berkurang sehingga menyebabkan tuli konduktif.7

2.11Hubungan keluhan pasien dengan riwayat penyakit sistemik (hipertensi


dan serangan jantung)22,23,24

Kurang pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi


mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli, hemoraghea, atau vasospasme.
Patogenesis sistem sirkulatorik dapat terjadi pada pembuluh darah organ
telinga dalam disertai peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah
kapiler dan transpor oksigen. Akibatnya terjadi kerusakan sel-sel auditori, dan
proses transmisi sinyal yang dapat menimbulkan gangguan komunikasi, dan
dapat disertai tinitus.

30
Hipertensi juga dapat menjadi salah satu faktor terjadinya penurunan
pendengaran. Semua sel dapat hidup dengan adanya suplai oksigen dan
nutrisi yang adekuat dari jantung dan pembuluh darah. Hipertensi dapat
merusak struktur dari pembuluh darah perifer. Kerusakan tersebut dapat
menyebabkan penyumbatan, jika terjadi sumbatan aliran darah arteri akan
terganggu sehingga jaringan dapat mengalami mikroinfark. Oleh karena itu
pada hipertensi dapat mempengaruhi sistem sirkulasi pada telinga dalam,
viskositas darah menjadi meningkat yang disebabkan oleh aliran darah kapiler
yang berkurang sehingga transportasi oksigen menurun. Hal tersebut dapat
mengganggu sel-sel auditori sehingga transmisi sinyal terganggu dan
menimbulkan gangguan komunikasi.

2.12Apa yang membedakan tuli konduktif dan sensori neural? Bagaimana


cara membedakannya?

Tuli konduktif terjadi apabila terdapat gangguan hantaran bunyi sistem


konduksi di dalam telinga. Tuli sensorineural terjadi apabila terdapat
gangguan fungsi sistem sensoris serta saraf pendengaran, misalnya akibat

31
kerusakan sel-sel rambut dalam koklea, N. VIII, dan pusat pendengaran di
korteks serebri.25

2.13 Interpretasi data tambahan


1) Membrana timpani kanan dan kiri sulit dievaluasi karena tertutup serumen
= serumen prop
2) Rinne telinga kanan dan kiri (-): salah satu ciri tuli konduktif
3) Weber tidak ada lateralisasi: normal
4) Swabach kanan dan kiri memanjang: salah satu ciri tuli konduktif
5) Audiometri: Berdasarkan gambaran audiometri pasien, AC (Air
Conduction) telinga kanan dan kiri pasien >25 dB, yang mana apabila AC
>25 dB pasien dicurigai menderita tuli konduktif.

32
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Laki-laki 71 tahun mengalami tuli konduktif.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Pranarka, Kris. Simposium geriatric syndromes: revisited. Semarang:


Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2011.
2. Cacchione PZ. 2005. Sensory Changes. New York; 2005.
3. Miller CA. Nursing for wellness in Older Adults, 5th Edition.
Philadelphia: Lippincott William and Wilkins; 2009.
4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2006.
5. Soetiro I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan
Kelainan Telinga. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, : Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI; 2010.
6. Yunita A. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. 2003.
7. Soepardi E.A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher, Edisi
Keenam. Jakarta: FKUI; 2007.
8. Schuknecht HF, Gacek MR. Cochlear pathology in presbycusis. Ann Otol
Rhinol Laryngol, 1993; 102: 1-16.
9. Silbernagl, Stefan. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi; alih bahasa, Iwan
Setiawan, Iqbal Mochtar; editor, Titiek Resmisari. Jakarta: EGC,
2006. h. 328.
10. Rusmarjono, Kartosoediro S. Odinofagi. Dalam : Soepardi E, Iskandar N
(eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok
Kepala Leher. Jakarta : FK UI. 2001. h. 9-15,33-34.
11. Suwento R dan Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada Geriatri.
Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, :
Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2010.

34
12. Peter, S.L. Inner Ear,
Presbycusis.http://emedicine.medscape.com/article/855989-
overview. 2008.
13. Soetjipto D, Wardani R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta : FK UI;
2007.
14. Roland, Peter S. Presbycusis. Cited from
https://reference.medscape.com/article/855989-followup#e4 14
Maret 2018.
15. Atik A. Pathophysiology and Treatment of Tinnitus: An Elusive Disease.
Indian Journal of Otolaryngology and Head & Neck Surgery.
2014;66(Suppl 1):1-5. doi:10.1007/s12070-011-0374-8.
16. McGee J, Walsh EJ. Cochlear transduction and the molecular basis of
auditory pathology. Cummings Otolaryngology: Head & Neck
Surgery. 5th ed. St. Louis: Mosby; 2010. Chap 146.
17. Hildebrand MS, Husein M, Smith RJH. Cochlear genetic sensorineural
hearing loss. Cummings Otolaryngology: Head & Neck Surgery.
5th ed. St. Louis: Mosby; 2010. Chap 147.
18. Iskandar, H. Nurbaiti,dkk 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
19. Boies LR. Penyakit telinga luar. In: Adams GL, Boies LR, Higler PA,
editors. Buku ajar penyakit THT. Penterjemah: Wiyaja C. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997:76-87.
20. Abel SM, Boyne S, Roesler-Mulroney H. Sound localization with an army
helmet worn in combination with an in-ear advanced
communications system. Noise Health 2009;11:199-205.
21. Abel SM, DuCharme MB, van der Werf D. Hearing and sound source
identification with protective headwear. Mil Med 2010;175:865-
70.
22. Maria, Fernanda. Relationship Between Hypertension and Hearing Loss.
OthorhinolaryngolIntl Arch; 2009.

35
23. Muyassaroh. Faktor Resiko Presbikusis. Journal Indonesia Medical
Assosiation. Vol. 62. Ikatan Dokter Indonesia; 2012.
24. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2006.
25. Dewi YA, Agustian RA. Skrining Gangguan Dengar pada Pekerja Salah
Satu Pabrik Tekstil di Bandung. MKB. 2012;4(22)
26. Greener, ,. J, Guest, J. F., Robinson, A. C., & Smith, A. F., 2004. Impacted
Cerumen: Compotition, Production, Epidemiology and
Management. Q J Med Journal. 2004; 97, pp. 477-388.
27. American Hearing Research Foundation. Noise Induced Hearing Loss.
2012.
28. Kirchner, DB et al. Occupational Noise- Induced Hearing Loss. American
Journal of Occupational and Environmental Medicine. 2012. Vol
54. 106-108.
29. Alberti, PW. Occupational Hearing Loss. Editor : Snow JB. Ballenger’s
Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Sixteenth
Edition.. London : BC Decker. 2003.

36

Anda mungkin juga menyukai