Anda di halaman 1dari 76

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya

hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari

hari pertama haid terakhir (Prawirohardjo, 2009).

Anemia dalam kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan

nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar

terhadap kualitas sumber daya manusia, anemia hamil disebut "potensial

danger to mother and child" (potensial membahayakan ibu dan anak), karena

itulah anemia memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak yang terkait

pada pelayanan kesehatan pada lini terdepan karena dapat mempengaruhi

sekurang-kurangnya 20 % wanita hamil (Manuaba, 2008).

WHO melaporkan bahwa prevalensi ibu hamil yang mengalami defisiensi zat

besi sekitar 35 - 75 %, dan cenderung berlangsung di negara yang sedang

berkembang yaitu 36 % atau sekitar 1400 juta orang menderita anemia dari

pada negara yang sudah maju dengan prevalensi sekitar 8 % dari perkiraan

populasi 1200 juta orang.Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan

masih tinggi yaitu sekitar 40,1% (Manuaba, 2008).

Angka kematian ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan status gizi

dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan

kesehatan terutama untuk ibu hamil, melahirkan dan masa nifas.Penyebab

1
2

tingginya angka kematian ibu juga terutama disebabkan karena faktor non

medis yaitu faktor ekonomi, sosial budaya, demografi serta faktor agama

(Prawirohardjo, 2008).

Asuhan pada ibu hamil merupakan salah satu pelayanan kesehatan

primer yang memperkirakan dapat menurunkan angka kematian ibu sampai

20 %. Karena disini petugas kesehatan atau bidan dapat mendeteksi atau

mendiagnosa secara dini apa yang terjadi pada ibu hamil yang bermula pada

keluhan yang dirasakan oleh klien.

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar

haemoglobin dibawah 11 gr % pada trimester I dan III atau kadar < 10,5

pada trimester II (Prawirohardjo, 2009). Anemia pada kehamilan merupakan

masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi

masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas Sumber Daya

Manusia.Anemia pada ibu hamil bahkan bisa berakibat kematian dan

beresiko bagi janin.Selain bayi baru lahir dengan berat badan rendah,

anemia juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk

otak.Otak bayi lebih kosong, karena sel-selnya tidak lengkap.Anemia juga

merupakan penyebab utama kematian ibu hamil saat melahirkan, karena

perdarahan (Manuaba, 2008).

Perdarahan post partum atau perdarahan paska persalinan (PPP) adalah

perdarahan yang masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta,

robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu
3

penyebab kematian ibu di samping perdarahan karena hamil ektopik dan

abortus. (Saifudin, 2010)

Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung pada volume darah saat

ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar

haemoglobin sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di

Indonesia (46%). (Saifudin, 2010)

Karena ibu hamil termasuk dalam kelompok rentan kesehatan sehingga

pemerintah mengupayakan pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh

mereka seperti polindes, bidan desa, pelayanan antenatal pada ibu hamil

harus mencakup 7 T meliputi pengukuran tekanan darah, tinggi badan,

penimbangan berat badan, pemberian imunisasi TT, tablet Fe, pengukuran

fundus uteri, temuwicara dan pemeriksaan urin (Manuaba, 2008).

Di wilayah Jawa Barat pada tahun 2013 dilakukan tes darah ditiga kota,

yaitu Sumedang, Majalengka, dan Indramayu, dari peserta tes darah

sebanyak 7.493 ibu hamil, ditemukan 40 % diantaranya menderita anemia,

sedangkan di Kabupaten Cirebon pada tahun 2014 dari 344 ibu hamil yang

diketahui menderita anemia defisiensi zat besi sebanyak 174 ibu hamil

(50,58%), diantaranya dengan anemia ringan yaitu dengan kadar Hb

(haemoglobin) kurang dari 11 gr% sebanyak 88 ibu hamil (50,57%),

selebihnya dikelompokkan pada anemia sedang dan berat yaitu 86 ibu hamil

(49,43%)(www.Bankdata.depkes.go.id).

Dan dari 344 ibu hamil yang menderita anemia tersebut 40%nya

melahirkan mengalami perdarahan. Perdarahannya tersebut terjadi karena


4

atonia uteri (42%), robekan jalan lahir (31%), sisa plasenta (16%) dan lain-

lain (11%).

Data yang diperoleh di Puskesmas Pabuaran periode Januari – Mei

2015 didapatkan ibu hamil sebanyak 180 orang, bahwa ditemukan ibu hamil

dengan anemia sebanyak 72 orang. Kejadian perdarahan post partum sendiri

terjadi pada 67 ibu bersalin dari 168 jumlah persalinan.

Maka dengan masih tingginya angka anemia dan perdarahan post

partum tersebut penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai

apakah benar ada hubungan antara ibu hamil anemia dengan kejadian

perdarahan post partum? Hal ini dimaksudkan agar kedepannya angka

kejadian perdarahan post partum dapat ditekan sehingga morbiditas dan

mortalitas perdarahan post partum semakin kecil.Oleh karena itu penulis

mengambil judul penelitian ini adalah “Hubungan Ibu Hamil Anemia

dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di Puskesmas Pabuaran

Kabupaten Cirebon Tahun 2015.”

B. PERUMUSAN MASALAH

“Apakah terdapat hubungan antara Ibu Hamil Anemia dengan Kejadian

Perdarahan Post Partum di Puskesmas Pabuaran Kabupaten Cirebon Tahun 2015?”


5

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan antara ibu hamil anemia dengan

kejadian perdarahan post partum di Puskesmas Pabuaran Kabupaten

Cirebon tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kejadian ibu hamil dengan anemia di Puskesmas

Pabuaran Kabupaten Cirebon tahun 2015.

b. Mengetahui kejadian perdarahan post partum di Puskesmas Pabuaran

Kabupaten Cirebon tahun 2015.

c. Mengetahui hubungan antara ibu hamil anemia dengan kejadian

perdarahan post partum di Puskesmas Pabuaran Kabupaten Cirebon

tahun 2015.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi pengembangan wawasan

dalam bidang kesehatan terutama dalam penanganan ibu hamil dengan

anemia dan penanganan perdarahan post partum.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi bidan sebagai informasi untuk meningkatkan pengetahuan

dan meningkatkan kinerja dalam membantu melayani ibu hamil.


6

b. Bagi Puskesmas Pabuaran; sebagai bahan evaluasi untuk

meningkatkan program pelayanan kesehatan khususnya pelayanan

kesehatan kepada ibu hamil.

c. Bagi peneliti lain; untuk menambah dan memperluas wawasan

peneliti dalam setiap penelitian tentang penanganan ibu hamil

anemia dan penanganan perdarahan post partum.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEHAMILAN

1. Pengertian Kehamilan

a. Kehamilan adalah masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai

lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40

minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid

terakhir (Prawirohardjo, 2009).

b. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin

intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhirnya sampai

permulaan persalinan (Mansjoer, 2007).

c. Kehamilan adalah suatu pertemuan yang berkesinambungan

antara spermatozoa dengan ovum, maka terjadi konsepsi dan

nidasi hasil pada uterus yaitu fundus uteri, pembentukan plasenta

dari pembuatan konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2008).

d. Kehamilan terbagi menjadi 3 triwulan :

1) Triwulan I : dimulai dari konsepsi sampai usia kehamilan 3

bulan

2) Triwulan II : dari bulan ke empat sampai usia kehamilan 6 bulan

3) Triwulan III : dari bulan ke tujuh sampai usia kehamilan 9 bulan

(Saifudin : 2010).

7
8

2. Proses Terjadinya Kehamilan

Setiap bulan wanita melepaskan 1 atau 2 sel telur (ovum) dari indung

telur (ovulasi), yang di tangkap oleh umbai – umbai (fimbriae) dan masuk

ke dalam saluran telur, pada saat coitus cairan semen tumpah ke dalam

vagina dan berjuta – juta sel sperma bergerak memasuki rongga rahim

lalu masuk ke rongga telur. Pembuahan sel telur oleh sperma biasanya

terjadi di bagian yang menggembung di tuba fallopi.

Di sekitar sel telur berkumpul sperma yang mengeluarkan ragi untuk

mencairkan zat – zat yang melindungi ovum, kemudian pada tempat yang

paling mudah di masuki, masuklah satu sel mani dan bersatu dengan sel

telur. Peristiwa ini disebut pembuahan (konsepsi / fertilisasi).

Ovum yang telah dibuahi segera membelah diri sampai bergerak (oleh

rambut getar tuba) menuju ruang rahim, kemudian melekat pada mukosa

rahim untuk selanjutnya bersarang di ruang rahim, peristiwa ini disebut

nidasi (implantasi), Dari pembuahan sampai nidasi diperlukan waktu kira

– kira 7-6 hari.Untuk menyuplai darah dan zat – zat makanan bagi calon

janin, dipersiapkan uri (plasenta).(Mochtar, 2008).

3. Tanda-tanda Kehamilan

a. Tanda-tanda pasti

1) Gerakan janin dapat dilihat, dirasa atau diraba, juga bagian-bagian

janin

2) Terdengar bunyi jantung anak

3) Terlihat tulang-tulang janin dalam foto rontgen


9

b. Tanda-tanda kemungkinan hamil

1) Perut membesar

2) Uterus membesar

3) Ada tanda Hegar

4) Ada tanda chadwick

5) Ada braxton hicks

6) Ada tanda piskacek

7) teraba ballotement

c. Tanda-tanda tidak pasti

1) Perut membesar tetapi karena kembung.

2) Merasakan pergerakan anak yang dirasakan ialah pergerakan usus.

3) Buah dada membesar, ada mual dan muntah, kadang-kadang

timbul hiperpigmentasi.

4. Perubahan Fisiologis Pada Ibu Hamil

a. Uterus

Uterus bertambah besar, dan yang tadi beratnya 30 gram, menjadi

1000 gram, dengan ukuran panjang 32 cm, lebar 24 cm dan ukuran

muka belakang 22 cm.

Pertumbuhan uterus menjadi tebal disebabkan pengaruh hormon

estrogen pada otot-otot rahim. Karena regangan oleh isi rahim maka

dinding rahim menjadi lebar, hal ini juga menyebabkan isthmus uteri

berangsur tertarik ke atas menjadi bagian terbawah dan dinding rahim

yang dikenal dengan nama segmen bawah rahim. Batas antara corpus
10

uteri dengan SBR disebut lingkaran retraksi fisiologis.

(Prawirohardjo, 2008)

b. Vagina

Pembuluh darah dinding vagina bertambah, hingga selaput lendirnya

membiru (tanda chadwick).

Kekenyalan vagina bertambah, getah dalam vagina bertambah,

reaksinya asam bersifat bakterisida pH 3,5 – 6,0 disebabkan

terbentuknya acidum lacticum sebagai hasil penghancuran glycogen

yang berada dalam sel epitel vagina oleh basil-basil doderlenin.

c. Ovarium

Dapat ditemukan corpus luteum garviditatis, tetapi setelah bulan ke

empat corpus luteum ini mengisut.

d. Dinding Perut

Pada primigravisa sering timbul garis-garis memanjang atau sorong

pada perut.Baris ini disebut striae gravidarum.Jika warnanya membiru

disebut striae lividae.

Pada multigravida disamping striae yang membiru terdapat juga garis-

garis putih agak mengkilat ialah parut dari striae pada kehamilan yang

lalu disebut striae albicans.

e. Kulit

Terdapat hiperpigmentasi pada areola mammae, papilla mammae dan

linea alba. Hiperpigmentasi pada pipi disebut cloasma gravidarum,

umumnya akan menghilang setelah partus.


11

f. Buah dada

Membesar dalam kehamilan disebabkan hipertrofi dari alveoli.Hal ini

sering menyebabkan hipersensitivitas pada mammae. Puting susu

biasanyan membesar dan lebih tua warnanya dan acapkali

mengeluarkan cairan kuning yang lengket yang disebut colostrum.

g. Penambahan Berat Badan

TM I , penambahan BB  1 kg

TM II , penambahan BB  5 kg

TM III , penambahan BB  5,5 kg

h. Darah

Volume darah bertambah, baik plasmanya maupun eritrositnya.

Tetapi penambahan volume plasmanya yang disebabkan oleh

hidraemia lebih menonjol hingga biasanya kadar Hb turun.

i. Sistem Respirasi

Seorang wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang

mengeluh tentang rasa sesak dan nafas pendek, hal ini ditemukan

pada kehamilan 32 mg keatas oleh karena usus-usus tertekan oleh

uterus yang membesar ke arah diafragma, sehingga diafragma kurang

leluasa bergerak. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang

meningkat kira-kira 20% seorang wanita hamil selalu bernafas lebih

dalam, dan bagian bawah toraknya juga melebar ke sisi, yang sesudah

partus kadang-kadang menetap jika tidak dirawat dengan baik.


12

j. Sistem Pencernaan

Tidak jarang dijumpai pada bulan-bulan pertama kehamilan terjadi

gejala muntah (emesis). Biasanya terjadi pada pagi hari, dikenal

sebagai morning sickness

k. Tractus Urinarius

Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh

uterus yang terus membesar, sehingga timbul sering kencing. Hal ini

akan hilang dengan makin tuanya kehamilan. Pada akhir kehamilan,

bila kepala janin mulai turun ke bawah pintu atas panggul, keluhan

sering kencing akan timbul lagi.

Penentuan dan dugaan terhadap kehamilan sangat terkait dengan

pengetahuan tentang fisiologi awal kehamilan. Pengenalan ini juga

penting bagi penapisan terhadap kelainan yang mungkin terjadi selama

kehamilan.

Tanda-tanda presumptif adalah perubahan fisiologik pada ibu atau

seorang perempuan yang mengindikasikan bahwa ia telah hamil. Tanda-

tanda tidak pasti atau terduga hamil adalah perubahan anatomik dan

fisiologik selain tanda-tanda presumtif yang dapat dideteksi atau dikenali

oleh pemeriksa. Tanda-tanda pasti kehamilan adalah data atau kondisi

yang mengindikasikan adanya buah kehamilan atau bayi yang diketahui

melalui pemeriksaan dan direkam oleh pemeriksa (misalnya denyut

jantung janin, gambaran sonogram janin, dan gerakan janin).


13

Setelah ovum dikeluarkan oleh folikel de-Graf matang di ovarium,

maka folikel ini akan berubah menjadi korpus luteum yang berperan

dalam siklus menstuasi dan mengalami degenerasi setelah terjadinya

menstruasi. Bila ovum dibuahi oleh spermatozoa maka korpus luteum

akan dipertahankan oleh korionik gonadotropin yang dihasilkan oleh

sinsisiotrofoblas di sekitar blastokis menjadi korpus luteum kehamilan.

Progesterone yang dihasilkan oleh korpus luteum sangat diperlukan untuk

menyiapkan proses implantasi di dinding uterus dan proses kehamilan

dalam trimester pertama sebelum nantinya fungsi ini diambil alih oleh

plasenta pada trimester kedua. Progesterone yang dihasilkan dari korpus

luteum juga menyebabkan peningkatan suhu tubuh basal yang terjadi

setelah ovulasi akan tetap bertahan.

Kehamilan menyebabkan dinding dalam uterus (endometrium) tidak

dilepaskan sehingga amenore atau tidak datangnya haid dianggap sebagai

tanda kehamilan. Namun, hal ini tidak dapat dianggap sebagai tanda pasti

kehamilan karena amenore dapat juga terjadi pada beberapa oenyakit

kronik, tumor hipofise, perubahan faktor-faktor lingkungan, mal nutrisi

dan (yang paling sering) gangguan emosional terutama pada mereka yang

tidak ingin hamil atau malahan mereka yang ingin sekali hamil.

Konsentrasi tinggi estrogen dan progesterone yang dihasilkan oleh

plasenta menimbulkan perubahan oada payudara (tegang dan membesar),

pigmentasi kulit dan pembesaran uterus. Adanya chorionic gonadotropin

(hCG) digunakan sebagai dasar uji imunologik kehamilan. Korionik


14

sumatotropin (Human Placental Lactogen /hPL) dengan muatan

laktogenik akan merangsang pertumbuhan kelenjar susu di dalam

payudara dan perubahan metabolik yang mengiringinya.

Secara spesifik estrogen akan merangsang pertumbuhan sistem

penyaluran air susu dan jaringan payudara. Progesterone berperan dalam

perkembangan sistem alveoli kelenjar susu. Hipertrofi alveoli yang terjadi

sejak 2 bulan pertama kehamilan menyebabkan sensasi nodular pada

payudara. Chorionic somatotropin dan kedua hormon ini menyebabkan

pembesaran payudara yang disertai dengan rasa penuh atau tegang dan

sensitive terhadap sentuhan ( dalam 2 bulan pertama kehamilan),

pembesaran puting susu dan pengeluaran kolostrum ( mulai terlihat atau

dapat diekpresikan sejak kehamilan memasuki usia 12 minggu).

Hipertrofi kelenjar sebasea berupa tuberkel Montgomery atau folikel di

sekitar areola mulai terlihat jelas sejak dua bulan pertama kehamilan.

Pembesaran berlebihan payudara dapat menyebabkan striasi ( garis-garis

hipo atau hiperpigmentasi pada kulit). Selain membesar,dapat pula

terlihat gambaran vena bawah kulit payudara.

Pembesaran payudara sering dikaitkan dengan kehamilan,tetapi hal

ini bukan merupakan petunjuk pasti karena kondisi serupa dapat terjadi

pada pengguna kontrasepsi hormonal, penderita tumor otak atau

ovarium,pengguna rutin obat penenang dan hamil semu ( pseudocyesis).

Walaupun tidak diketahui secara pasti pigmentasi kulit terjadi akibat

efek stimulasi melanosit yang dipicu oleh peningkatan hormon estrogen


15

dan progesterone. Bagian kulit yang paling sering mengalami

hiperpigmentasi adalah puting susu dan areola di sekitarnya serta

umumnya pada linea mediana abdomen,payudara,bokong, dan paha.

Chloasma gravidarum adalah hiperpigmentasi pada area wajah

(dahi,hidung,pipi dan leher). Area atau daerah kulit yang mengalami

hiperpigmentasi akan kembali menjadi normal setelah kehamilan

berakhir. Pengecualian terjadi pada striae dimana area hiperpigmentasi

akan memudar tetapi guratan pada kulit akan menetap dan berwarna putih

keperakan.

Hal lain yang berkaitan dengan perubahn hormonal dan dikaitkan

dengan tanda kehamilan adalah rasa mual dan muntah yang berlebihan

atau hiperemesis. Walaupun demikian kondisi ini juga tidak dapat

dkategorikan sebagai tanda pasti kehamilan karena berbagai penyebab

metabolik lain dapat pula menimbulkan gejala yang serupa. Hiperemesis

pada kehamilan digolongkan normal apabila terjadinya tidak lebih dari

trimester pertama.

Gejala metabolik lain yang dialami oleh ibu hamil pada trimeseter

pertama adalah rasa lelah atau .fatigue. kondisi ini disebabkan oleh

menurunnya Basal Metabolic Rate (BMR) dalam trimester kehamilan

pertama kehamilan. Dengan meningkatnya aktivitas metabolik produk

kehamilan (janin) sesuai dengan berlanjutnya usia kehamilan, maka rasa

lelah yang terjadi pada trimester pertama akan berangsur-angsur

menghilang dan kondisi ibu hamil akan menjadi segar.


16

5. Perubahan Psikologis Pada Ibu Hamil

a. Perubahan psikologis ibu hamil pada trimester I

1) Penerimaan keluarga khususnya pasangan suami-istri terhadap

kehamilan

2) Perubahan kehidupan sehari-hari

3) Mencari tanda-tanda kehamilan

4) Merasa tidak sehat dan membenci kehamilannya

5) Merasakan kekecewaan dan kesedihan

6) Kekhawatiran kehilangan bentuk tubuh

7) Ketidak stabilan mirip sindroma pra-haid

8) Perasaan was-was

b. Perubahan psikologis ibu hamil pada trimester II

1) Ibu merasa sehat

2) Perut belum terlalu besar sehingga belum dirasa bebas

3) Sudah menerima kehamilan

4) Libido tinggi

5) Mulai merasa gerak bayi

6) Merasa kehadiran bayi sebagai seorang di luar dirinya

7) Merasa terlepas dari rasa cemas dan tidak nyaman

c. Perubahan psikologis ibu hamil pada trimester III

1) Disebut periode menunggu dan waspada sebab merasa tidak sabar

menunggu kelahiran

2) Gerakan bayi dan membesarnya perut


17

3) Kadang merasa khawatir bayinya lahir sewaktu-waktu

4) Meningkatkan kewaspadaan timbulnya tanda dan gejala

persalinan

5) Rasa tidak nyaman

6) Kehilangan yang didapatkan selama hamil

7) Semakin ingin menyudahi kehamilan

8) Bermimpi dan berkhayal tentang si bayi

B. ANEMIA

1. Definisi Anemia

a. Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb dibawah

11 gr% pada trimester I atau trimester II atau kadar Hb < 10,5 gr %

pada trimester II (www.hamil waspadai anemia.com).

b. Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah

(eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa haemoglobin sehingga

tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen

keseluruh jaringan (Wasnidar, 2007)

c. Anemia pada kehamilan anemia karena kekurangan zat besi, jenis

anemia yang pengobatannya relative mudah, bahkan murah

(Prawirohardjo, 2009).

d. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan/atau hitung

eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan anemia bila Hb <

14 gr % dan Ht < 41 % pada pria atau hb < 12 gr% dan Ht < 37 %

pada wanita (Mansjoer, 2007).


18

2. Kriteria Anemia

Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia, jenis

kelamin dan tempat tinggal.

Kriteria menurut WHO (1968) adalah :

a. Laki-laki dewasa : Haemoglobin < 13 g/dl

b. Wanita dewasa tidak hamil : Haemoglobin <12 g/dl

c. Wanita hamil : Haemoglobin < 11 g/dl

d. Anak umur 6-14 tahun : Haemoglobin < 12 g/dl

e. Anak umur 6 bulan-6 tahun: Haemoglobin < 11 g/dl

Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya adalah :

a. Haemoglobin < 10 g/dl

b. Haematokrit < 30 %

c. Eritrosit < 2.8 juta/mm3

Derajat anemia

Derajat anemia berdasarkan kadar Haemoglobin menurut WHO :

Ringan sekali : Hb 10 g/dl – Batas normal

Ringan : Hb 8 g/dl – 9,9 g/dl

Sedang : Hb 6 g/dl – 7,9 g/dl

Berat : Hb < 6 g/dl

Departemen kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai berikut :

Ringan sekali : Hb 11 g/dl – Batas normal

Ringan : Hb 8 g/dl - < 11 g/dl

Sedang : Hb 5 g/dl - < 8 g/dl


19

Berat : Hb < 5 g/dl (Mansjoer, 2007).

3. Etiologi

Anemia pada masa kehamilan paling sering disebabkan karena

kekurangan zat besi dan folic. Hal ini dapat terjadi karena pada masa

kehamilan terjadi proses peningkatan volume darah dan eritrosit. Sehingga

eritropoiesis meningkat di sumsum tulang. Untuk proses pematangannya

eritrosit memerlukan zat besi dan vitamin B12.

Penyebab anemia pada ibu hamil :

a. Kebutuhan zat besi dan asam folat yang meningkat untuk memenuhi

kebutuhan darah ibu dan janinnya.

b. Penyakit tertentu : penyakit ginjal, jantung, pencernaan, diabetes

mellitus.

c. Asupan gizi yang kurang.

d. Cara mengolah makanan yang kurang tepat.

e. Kebiasaan makan atau pantangan tehadap makanan tertentu seperti

ikan, sayuran dan buah – buahan.

f. Kebiasaan minum obat penenang dan alkohol.

g. Kebiasaan minum kopi dan teh secara bersamaan pada waktu makan.

Kopi dan teh merupakan sumber makanan penghambat asupan zat

besi. Kebiasaan masyarakat setelah makan tidak dilanjutkan dengan

minum air putih, jus buah, atau makan buah-buahan. Sebaliknya,

mereka mengkonsumsi teh atau kopi (Wasnidar, 2007).


20

Berdasarkan faktor – faktor tersebut diatas, anemia dapat digolongkan

menjadi :

a. Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan

hiprokromik (konsentrasi haemoglobin kurang), mikrositik yang

disebabkan oleh suplai besi kurang dalam tubuh.

b. Anemia megaloblastik disebabkan karena kerusakan sintesis DNA

(Dinukleo Acid) yang mengakibatkan tidak sempurnanya sumber daya

manusia (SDM). Keadaan ini disebabkan karena defisiensi vitamin

B12 (cobalamin) dan asam folat.

c. Anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120

hari), baik sementara atau terus-menerus. Anemia terjadi hanya bila

sumsum tulang telah tidak mampu mengatasinya karena usia sel darah

merah sangat pendek, atau bila kemampuannya terganggu oleh sebab

lain (Mansjoer, 2007)

d. Anemia defisiensi vitamin B12 (Pernicious Anemia) merupakan

gangguan autoimunkarena tidak adanya intrinsic factor (IF) yang

diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan absorpsi

vitamin B12(Wasnidar, 2007)

e. Anemia defisiensi asam folat, asam folat terdapat dalam daging , susu,

dan daun-daun yang hijau. Umumnya berhubungan dengan malnutrisi.

Penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi

terjadi di seluruh saluran cerna. Juga berhubungan dengan sirosis


21

hepatis, karena terdapat penurunan cadangan asam folat (Mansjoer,

2007).

f. Anemia aplastik terjadi akibat ketidaksanggupan sumsum tulang

membentuk sel-sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan kerusakan

primer sistem sel mengakibatkan anemia, leukopenia dan

thrombositopenia (pansitopenia) (Wasnidar, 2007).

Frekuensi anemia di Indonesia relatif tinggi yaitu sebesar 63,5%,

sedangkan di Amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang

kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia defisiensi ibu

hamil di Indonesia. (Saefudin, 2010).

Menurut WHO, 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan

dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan

disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang

keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu selama hamil adalah 800 mg

besi, di antaranya 300 mg untuk janin plasenta dan 500 mg untuk

pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan

sekitar 2-3 mg besi/hari. Perlu diingat ada beberapa kondisi yang

menyebabkan defisiensi kalori-besi, misalnya infeksi kronik, penyakit

hati dan thalasemia. Efek samping berupa gangguan perut pada

pemberian besi oral menurunkan kepatuhan pemakaian secara massal,

ternyata rata-rata hanya 15 tablet yang dipakai oleh wanita hamil.

Pemberian kalori 300 kalori/hari dan suplemen besi sebanyak 60

mg/hari kiranya cukup mencegah anemia. Perlu dibuat diagnosis banding


22

sehingga terapi ditujukan dengan tepat. Keluhan lemah, pucat, mudah

pingsan sementara tensi masih dalam batas normal, perlu dicurigai

anemia defisiensi besi. Secara klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi,

pucat.

Pemeriksaan kadar Hb dan darah tepi akan memberikan kesan

pertama. Pemeriksaan Hb dengan spektrofotometri merupakan standar,

kesulitan alat ini adalah hanya tersedia di kota. Di Indonesia penyakit

kronik seperti : malaria dan TBC masih relatif sering dijumpai sehingga

pemeriksaan khusus: darah tepi dan sputum perlu dilakukan. Selanjutnya

pemeriksaan khusus untuk membedakan dengan defisiensi asam folat dan

thalasemia juga diharapkan.

Pengaruh anemia pada saat post partum : atonia uteri, retensio

placenta, perlukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris puerpuralis,

gangguan involusi uteri.

Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu

peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah

dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun peningkatan volume

plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan

peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin

(Hb) akibat hemodilusi.

Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik pada

kehamilan .Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit

(Ht),konsentrasi hemoglobin darah (Hb) dan hitung eritrosit tetapi tidak


23

menurunkanjumlah absolute Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Mekanisme

yang mendasari perubahan ini belum jelas.ada spekulasi bahwa anemia

dalam kehamilan bertujuan menurunkan viskositas darah maternal shinga

meningkatkan perfusi plasental dan membantu penghantaran oksigen

serta nutrisi ke janin.

Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan

menacapai maksimun pada minggu ke-24 kehamilan,tetapi dapat terus

meningkat sampai minggu ke-37. Pada titik puncaknya volume plasma

sekitar 40 % lebih tinggi pada ibu hamil dibandingkan perempuan yang

tidak hamil. Penurunan hematokrit,konsentrasi hemoblobin dan hitung

eritrosit biasana tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan

terus menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika titik

keseimbangan tercapai.

Sebuah penelitian memperlihatkan perubahan konsentrasi Hb sesuai

dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada trimester pertama,

konsentrasi Hb tampak menurun,kecuali pada perempuan yang telah

memiliki kadar Hb rendah (>11,5 g/dl). Konsentrasi terendah didapatkan

pada trimester kedua yaitu pada usia kehamilan sekitar 30 minggu. Pada

trimester ketiga terjadi sedikit peningkatan Hb, kecuali pada perempuan

yang sudah mempunyai kadar Hb tingi (> 14,6 g/dl) pada pemeriksaan

pertama (Gambar 61-1).

Anemia secara praktis didefinikan sebagai kadar Ht,konsentrasi Hb

atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun nilai normal yang
24

akurat untuk ibu hamil sulit dipastikan karena ketiga parameter

laboratorium tersebut bervariasi selama periode kehamilan. Umumnya

ibuhamil dianggap anemic jika kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl atau

hematokrit kurang dari 33%. Namun CDC membuat nilai batas

khususberdasarkan trimestrer kehamilan dan status merokok (Tabel 61-

1). Dalam praktik rutin,konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl pada akhir

trimester pertama dan , 10 g/dl pada trimester kedua dan ketiga diusulkan

menjadi batas bawah untuk mencari penyebab anemia dalam kehamilan.

Nilai ini kurang lebih sama niali Hb terendah pada ibu-ibu hamil yang

mendapat suplementasi besi yaitu 11,0 g/dl pada trimester pertama dan

10,5 g/dl pada trimester kedua dan ketiga.

Sebagian perempuan mengalami anemia selama kehamilan, baik di

negara maju maupun di negara berkembang. Badan kKesehatan Dunia

atau World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 35- 75 %

ibu hamil di negara berkembang dan 18% ibu hamil di Negara maju

mengalami anemia. Namun banyak diantara mereka yang telah

mengalami anemia pada saat konsepsi dengan perkiran prevalensi sebesar

43% pada perempuan yang tidak hamil di negara berkembang dan 12% di

negara yang lebih maju.

Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali

defisiensinya bersifat multiple denganmanifestasi klinik yang disertai

infeksi,gizi buruk,atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati.

Namun penyebab anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak


25

cukup,aborsi yang tidak adekuat,bertambahnya zat gizi yang

hilang,kebutuhan yang berlebihan dan kurangnya utilisasi nutrisi

hemopoietik . sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh

defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik

hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah

anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat

dan defisiensi vitamin B12. Penyebabanemia lainnya yang jarang ditemui

antara lain adalah hemoglobinopati,proses inflamasi,toksisitas zat kimia

dan keganasan.

Defisiensi Besi

Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering

ditemukan baik di negara maju maupun dinegara berkembang. Resikonya

meningkat pada kehamilan dan berkaitan dengan asupan besi yang tidak

adekuat dibandingkan dengan kebutuhan pertumbuhan janin yang cepat.

Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling

parah yang ditandai dengan penurunan cadangan besi , konsentrasi besi

serum, dan saturasi transferin yang rendah dan konsentrasi hemoglobin

atau nilai hematokrit yang menurun.pada kehamilan , kehilangan zat besi

terjadi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk eritropoiesisi,

kehilangan darah saat persalinan dan laktasi yang jumlah keseluruhannnya

dapat mencapai 900 mg atau setara dengan 2 liter darah. Oleh karena

sebagian perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang


26

rendah maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi

besi.

Pencegahan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan

suplementasi besi dan asam folat. WHO menganjurkan untuk memberikan

60 mg besi selama 6 bulan untuk memenuhi kebutuhan fisiologik selama

kehamilan. Namun banyak literature menganjurkan dosis 100 mg besi

setiap hari selama 16 minggu atau lebih pada kehamilan. Di wilayah-

wilayah dengan prevalensi anemia yang tinggi, dianjurkan untuk

memeberikan sup;lementasi sampai tiga bulan postpartum.

Hubungan antara konsentrasi Hb dan kehamilan msih merupakan lahan

kontroversi. Di negara-negara maju misalnya,tidak hanya anemia tetapi

juga juga konsentrasi hemoglobin yang tinggi selama kehamilan telah

dilaporkan meningkatkan resiko komplikasi seperti kelahiran kecil untuik

masa kehamilan (KMK) atau small-for-gestational age (SGA), kelahiran

premature, dan mortalitas perinatal. Kadar Hb yang tinggi terkait dengan

infark plasenta sehingga hemodilusi pada kehamilan dapat meningkatkan

pertumguhan janin dengan cara mencegah trombosisi dalam sirkulasi

uteroplasental. Oleh karenaitu jika peningkatan kadar Hb mencerminkan

kelebihan besi, maka siplementadi besi secara rutin pada ibu hamil yang

tidak anemic perlu ditinjau kembali.

Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil samapai

minggu ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat besi dan

nonanemik (HB <11 g/dl dan feritin >20µg/l) menurunkan prevalensi


27

anemia dan bayi berat lahir rendah. Namun pada ibu hamil dengan kadar

Hb yang normal (≥ 13,2 g/dl) mendapatkan peningkatan resiko defisiensi

tembaga dan Zinc.selain itu pemberian suplementasi besi elemental pada

dosis 50 mg berkaitan dengan proporsi bayi KMK dan hipertensi maternal

yang lebih tinggi dibandingkan control.

Defisiensi Asam Folat

Pada kehamilan, kebutuhan folat meningkat lima smpai sepuluh kali

lipat karena transfer folat dari ibu ke janin yang menyebabkan dilepasnya

cadangan folat maternal. Peningkatan lebih besar dapat terjadi karena

kehamilan multiple,diet yang buruk, infeksi, adanya anemia hemolitik atau

pengobatan antikonvulsi. Kadar estrogen dan progesterone yang tinggi

selama kehamilan tampaknya memilkii efek penghambatan terhadap

absorbsi folat. Defisiensi asam folat oleh karenanya sangat umum terjadi

pada kehamilan dan merupakan penyebab utama anemia megaloblastik

pada kehamilan.

Anemia tipe megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan

penyebab kedua terbanyak anemia zat gizi. Anemia megaloblastik adalah

kelainan yang disebabkan gangguan sintesis DNA dan ditandai dengan

adanya sel-sel megaloblastik yang khas untuk anemia ini. Selain karena

defisiensi asam folat, anemia megaloblastik juga dapat terjadi karena

defisiensi vitmn B12 (kobalamin). Folat dan turunannya formil FH4

penting untuk sintesis DNA yang memadai dan produksi asam amino.
28

Kadar asam folat yang tidak cukup dapat menyebabkan manifestasi

anemia megaloblastik.

Gejala-gejala defisiensi asam folat sama denngan anemia secara umum

ditambah kulit yang kasar dan glositis.pada pemeriksaan apusan darah

tampak precursor eritrosit secara morfologis lebih besar (makrositik) dan

perbandingan init-sitoplasma yang abnormal juga normokrom. MCH dan

MCHC biasanya normal sedangkan MCV yang besar berguna untuk

membedakan anemia dari perubahan fisiologik kehamilan atau anemia

defisiensi besi. Untuk MCV adanya peningkatan saturasi besi dan tranferin

serum juga bermanfaat. Neutropenia dan tromositopenia adalah akibat

maturasi granulosit dan trombosit yang abnormal. Tanda awal defisiensi

asam folat adalah kadar folat serumyangrendah ( kurang dari 3mg/ml).

namun kadar tersebut merupakan cerminan asupan folat yang rendah pada

beberapa hari sebelumnya yang mungkin meningkat cepat begitu asupan

diperbaiki. Indicator status foalt yang lebih baik adalah folat dalam sel

darah merah, yang relative tidak berubah di dalam eritrosit yang sedang

beredar di sirkulasi sehingga dapat mencerminkan laju turnover folat pada

2-3 bulan sebelumnya. Folat dalam sel dararah merah biasanya rendah

pada anemiamegaloblastik karena defisiensifolat. Namun kadarnya juga

rendah pada 50% penderita anemia megaloblastik karena difisiensi

kobalamin sehingga tidak dapat digunakan untuk membedakan kedua jenis

anemia ini.
29

Defisiensi asam folat ringan juga telah dikaitkan dengan anomaly

congenital janin, terutama defek pada penutupan tabung neural ( neural

tube defects), selain itu defisiensi asam folat dapat menyebabkan kelainan

pada jantung, seluran kemih,alat gerak,dan organ lainnya. Mutasi gen yang

mempengaruhi enzim-enzim metabolism folat, terutama mutasi 677C→T

paa gen MTHFR, juga berpredisposisi erhadap kelainan congenital.

Penatalaksanaan defisiensi asam folat adalah pemberian folat secara

oral sebanyak 1sampai 5 mg per hari. Pada dosis 1 mg, anemia umumnya

dapat dikoreksi meskpun pasien mengalami pula malabsorbsi. Ibu hamil

sebaiknya mendapat sedikitnya 400 µg folat per hari.


30

4. Patofisiologi Etiologi
 Eritropoiesis
Kehilangan darah
 Destruksi

 Sel darah merah,


 Haemoglobin (kondisi anemik)

 Kemampuan membawa
oksigen (hipoksemia)

Hipoksia jaringan

Sistem saraf
Kelemahan, Respirasi (  RR nafas Pucat kulit, pusat (pusing,
kelelahan dalam dispneu) mukosa pingsan, letargi)
mulut

Mekanisme
Kompensasi

 Kebutuhan Kardiovaskuler Ginjal


oksigen untuk heart rate, dilatasi  Respon Renin
kerja jantung kapiler, aldosteron
stroke volum  Retensi garam dan
air
 Gerakan ektraseluler

Eritropoitin Sirkulasi hiperdinamik

 Cairan ekstraseluler
Stimulasi sum-sum
tulang

Murmur jantung Gagal jantung

Gambar 2.1 Patofisiologi Anemia


31

Keterangan :

Penurunan proses pembentukan sel darah merah (eritropoisis),

mengakibatkan kehilangan darah sehingga meningkatnya destruksi.

Penurunan sel darah merah, mengakibatkan penurunan haemoglobin

(kondisi anemik). Menurunnya kemampuan membawa oksigen

(hipoksemia), mengakibatkan hipoksia jaringan sehingga

kelemahan/kelelahan, respirasi (meningkatnya RR nafas dalam,dispneu),

pucat kulit, pada sistem saraf pusat (pusing, pingsan, letargi).

Menurunnya kemampuan membawa oksigen (hipoksemia), dapat

mengakibatkan mekanisme kompensasi sehingga terjadi :

a. Meningkatnya kebutuhan oksigen untuk kerja jantung, meningkatnya

eritripoitin sehingga terjadi simulasi sumsum tulang.

b. Pada kardiovaskuler, meningkatnya heart rate, dilatasi kapiler

meningkatnya stroke volum, sehingga terjadi sirkulasi hiperdinamik

yang mengakibatkan murmur jantung dan gagal jantung.

c. Pada ginjal meningkatnya respon renin aldosteron, meningkatnya retensi

garam dan air, dan meningkatnya gerakan eksraseluler.

Meningkatnya cairan ekstraseluler (Wasnidar, 2007).

5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang biasa terjadi :

a. Pucat pada mata.

b. Cepat lelah, sering pusing dan sakit kepala.


32

c. Kekuningan pada mata.

d. Sering terjadi kram kaki.

e. Terjadi sariawan, peradangan gusi, peradangan pada lidah dan

peradangan pada sudut mulut.

f. Pemeriksaan haemoglobin < 9,5 g/dl

g. Tekanan darah turun (Wasnidar, 2007)

6. Kebutuhan Zat Besi Pada Wanita Hamil

Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi

menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan

kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mgr. Disamping itu kehamilan

memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah

merah dan membentuk sel darah merah janin dan placenta. Makin sering

seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak

kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis.

Sebagai gambaran berapa banyak kebutuhan zat besi pada setiap

kehamilan, perhatikan bagan berikut:

Meningkatnya sel darah ibu 500 mgr Fe

Terdapat dalam placenta 300 mgr Fe

Untuk darah janin___ 100 mgr Fe

Jumlah 900 mgr Fe

Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan

menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada


33

kehamilan berikutnya. Pada kehamilan relative terjadi anemia karena

darah ibu mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan

volume 30 % sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34

minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18 % sampai 30 %, dan

haemoglobin sekitar 19 %. Bila haemoglobin ibu sebelumhamil sekitar 11

gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia

hamil fisiologis, dan Hb ibu akan menjadi 9,5 gr% sampai 10 gr%.

Setelah persalinan dengan lahirnya placenta dan perdarahan, ibu akan

kehilangan zat besi sekitar 900 mgr. Saat laktasi, ibu masih memerlukan

kesehatan jasmani yang optimal sehingga dapat menyiapkan ASI untuk

pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dalam keadaan anemia, laktasi

tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik (Prawirohardjo, 2009).

7. Pengaruh Anemia pada Kehamilan dan Janin

a. Pengaruh anemia pada kehamilan trimester I yaitu:

1) Abortus

2) Missed abortus

3) Kelainan kongenital

b. Pengaruh anemia pada kehamilan trimester II yaitu:

1) Persalinan premature

2) Perdarahan antepartum

3) Gangguan pertumbuhan janin dalam rahim

4) Asfiksia intrauterine sampai kematian


34

5) BBLR

6) Gestosis dan mudah terkena infeksi

7) IQ rendah dan bahkan bisa mengakibatkan kematian

c. Pengaruh anemia pada saat inpartu :

1) Gangguan his primer maupun sekunder

2) Kala I berlangsung lama

3) Kala II berlangsung lama

4) Janin akan lahir dengan anemia

d. Pengaruh anemia pada saat post partum :

1) Atonia uteri

2) Retensio placenta

3) Perlukaan sukar sembuh

4) Mudah terjadi febris puerpuralis

5) Gangguan involusi uteri

8. Penanganan Pada Anemia

Terapi anemia defisiensi besi ialah dengan preparat oral atau

parenteral. Terapi oral ialah dengan pemberian preparat besi : fero sulfat,

fero gloconat atau Na-fero bisitrat.

Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb

sebanyak 1 gr%/bulan. Efek pada traktus gastrointestinal relatif kecil pada

pemberian preparat Na-fero bisitrat dibanding dengan fero sulfat.Kini


35

program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 g asam

folat untuk profilaksis anemia.

Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran

sebanyak 1000 mg (20ml) intravena atau 2 x 10 ml/im pada gluteus, dapat

meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2 gr%. Pemberian parenteral ini

mempunyai indikasi : intoleransi besi pada traktus gastrointestinal, anemia

yang berat dan kepatuhan yang buruk. Efek utama ialah reaksi alergi,

untuk mengetahuinya dapat diberikan dosis 0,5 cc/im dan bila tidak ada

reaksi dapat diberikan seluruh dosis (Prawirohardjo, 2008).

Tabel 2.1

Penanganan Anemia Dalam Kehamilan Menurut Tingkat Pelayanan

a. Membuat diagnosis: klinik dan rujukan


pemeriksaan laboratorium.
Polindes
b. Menberikan terapi oral: besi 60 mg/hari.
c. Penyuluhan gizi ibu hamil dan menyusui.
a. Menbuat diagnosis dan terapi.
b. Menentukan penyakit kronik( TBC, Malaria )
Puskesmas
dan penanganannya.
a. Membuat diagnosis dan terapi
b. Diagnosis thalassemia dengan elektroforesis
Rumah Sakit
Hb, bila ibu ternyata pembawa sifat, perlu tes
pada suami untuk menentukan risiko pada
bayi
36

C. Perdarahan Post Partum

1. Pengertian

a. Perdarahan post partum atau perdarahan paska persalinan adalah

perdarahan yang melebihi 500 ml (Saifudin, 2008)

b. Perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang massif yang

berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan

jaringan sekitarnya (Saifudin, 2008)

c. Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml

setelah bayi lahir. (Manuaba, 2008)

Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan

jumlah perdarahan yang terjadi karena bercampur dengan air ketuban

dan serapan pakaian atau kain alas tidur.

Oleh sebab itu maka batasan operasional untuk periode paska

persalinan adalah setelah bayi lahir. Sedangkan tentang jumlah

perdarahan, disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal

dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital (pasien mengeluh

lemas, lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea,

sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/mnt, kadar Hb < 8 gr%).

Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung pada volume

darah saat ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah

dicapai dan kadar haemoglobin sebelumnya. Anemia dalam

kehamilan yang masih tinggi di Indonesia (46%) serta fasilitas

tranfusi darah yang masih terbatas menyebabkan perdarahan post


37

partum akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses

involusi, dan laktasi.

Yang paling dikenal sebagai tiga penyebab klasik kematian ibu

disamping infeksi dan preeklamsia adalah perdarahan. Perdarahan

paska persalinan adalah perdarahan yang masih yang berasal dari

tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan di

sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu di

samping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus. Perdarahan

post partum bila tidak mendapat penanganan yang semestinya akan

meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta proses

penyembuhan kembali. Dengan berbagai kemajuan pelayanan

obstetric di berbagai tempat di Indonesia, maka telah terjadi

pergeseran kausal kematian ibu bersalin dengan perdarahan dan

infeksi yang semakin berkurang tetapi penyebab eklamsia dan

penyakit medik non kehamilan semakin menonjol.

Definisi perdarahan post partum adalah perdarahan yang

melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu

mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab

menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis

lebih baik. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari

normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti

kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak nafas,


38

serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit) maka penanganan

harus segera dilakukan.

Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung pada volume

darah saat ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah

dicapai dan kadar haemoglobin sebelumnya. Anemia dalam

kehamilan yang masih tinggi di Indonesia, serta fasilitas tranfusi

darah yang masih terbatas menyebabkan perdarahan post partum

akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi,

dan laktasi. Perdarahan post partum bukanlah suatu diagnosis, akan

tetapi suatu kejadian yang harus dicari kausalnya. Misalnya

perdarahan post partum karena atonia uteri, perdarahan post partum

karena robekan jalan lahir, perdarahan post partum karena sisa

plasenta, atau oleh karena gangguan pembekuan darah. Sifat

perdarahan pada perdarahan post partum bisa banyak, bergumpal-

gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit demi

sedikit tanpa henti.

Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan menunjukkan

kenaikan tekanan darah sebagai respon terhadap kehilangan darah

yang terjadi dan pada wanita hamil dengan hipertensi bisa ditemukan

normotensi setelah perdarahan.pada wanita hamil dengan eklamsia

akan sangat peka terhadap perdarahan post partum, karena

sebelumnya telah terjadi deficit cairan intravaskular dan ada

penumpuka cairan ekstravaskuler sehingga perdarahan yang sedikit


39

saja akan cepat mempengaruhi hemodinamika ibu dan perlu

penanganan segera sebelum terjadinya tanda-tanda syok.

Perdarahan post partum dapat menyebabkan kematian ibu 45%

terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu

minggu setelah bayi lahir, dan 82 – 88% dalam dua minggu setelah

bayi lahir.

2. Penanganan Umum

a. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)

b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman

(termasuk upaya pencegahan perdarahan paska persalinan)

c. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama paska persalinan (di

ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadual hingga 4 jam

berikutnya (di ruang rawat gabung). Perhatikan pelaksanaan asuhan

mandiri.

d. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat.

e. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila

dihadapkan dengan masalah dan komplikasi.

f. Atasi syok

g. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah,

lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 iu IM dilanjutkan infuse

20 iu dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tetesan per menit)

h. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan

robekan jalan lahir


40

i. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah

j. Pasang kateter menetap dan pantau masuk – keluar cairan

k. Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan spesifik

3. Penilaian Klinik

Tabel 2.2

Penilaian Klinik Perdarahan Paska Persalinan

Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis


Kerja
Uterus tidak berkontraksi dan Syok Atonia Uteri
lembek. Bekuan darah pada serviks
Perdarahan segera setelah anak atau posisi telentang akan
lahir (perdarahan post partum menghambat aliran darah
primer) keluar
Darah segar dan mengalir Pucat Robekan
segera setelah bayi lahir. Lemah jalan lahir
Uterus berkontraksi dan keras Menggigil
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat traksi Retensio
menit. berlebihan plasenta
Perdarahan segera Inversion uteri akibat tarikan
Uterus berkontraksi dan keras Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi tetapi Tertinggalnya
(mengandung pembuluh darah) tinggi fundus tidak sebagian
tidak lengkap berkurang plasenta
Perdarahan segera
Uterus tidak teraba Neurogenik syok Inversion
Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung uteri
Tampak tali pusat (bila plasenta
belum lahir)
Sub involusio uterus Anemia Endometritis
Nyeri tekan perut bawah dan demam atau sisa
pada uterus fragmen
Perdarahan (sekunder) plasenta
Lokhia mukopurulen dan (terinfeksi
berbau (bila disertai infeksi) atau tidak)
41

4. Penanganan

a. Atonia Uteri

1) Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri

2) Sementara dilakukan pemasangan infuse dan pemberian utero

tonika, lakukan kompresi bimanual

3) Pastikan plasenta lahir lengkap dan tak ada laserasi jalan lahir

4) Berikan tranfusi darah bila sangat diperlukan

5) Lakukan uji beku darah untuk konfirmasi sistem pembekuan

darah

6) Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi

perdarahan lakukan tindakan spesifik sebagai berikut :

Pada Fasilitas Kesehatan Dasar :

a) Kompresi Bimanual Eksternal

Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan

saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang

melingkupi uterus.Pantau aliran darah yang keluar.Bila

perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan

hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke

fasilitas kesehatan rujukan.Bila belum berhasil, coba

dengan kompresi bimanual internal.

b) Kompresi Bimanual Internal

Uterus di tekan diantara telapak tangan pada dinding

abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit


42

pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti

mekanisme kontraksi).Perhatikan perdarahan yang

terjadi.Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang

atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi

kembali.Apabila perdarahan tetap terjadi, cobakan

kompresi aorta abdominalis.

c) Kompresi Aorta Abdominalis

Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,

pertahankan posisi tersebut.Genggam tangan kanan

kemudian tekankan pada daerah umbilicus, tegak lurus

dengan sumbu badan, hingga mencapai kolomna

vertebralis. Penekanan yang tepat, akan menghentikan atau

sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat

perdarahan yang terjadi.

Pada Rumah SakitRujukan :

a) Ligasi arteri uterine dan ovarika

b) Histerektomi

b. Retensio Plasenta

1) Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta

disebabkan oleh kontraksi uterus

2) Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya

plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi

lahir.
43

3) Jenis retensio plasenta

a) Plasenta adhesive adalah implantasi yang kuat dari jonjot

korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan

mekanisme separasi fisiologik.

b) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta

hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.

c) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta

hingga mencapai/memasuki miometrium.

d) Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta

yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan

serosa dinding uterus.

e) Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam

kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

Retensio Plasenta dengan Separasi Parsial :

1) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan

tindakan yang akan diambil

2) Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila

ekspulsi plasenta tidak terjadi, cobakan traksi terkontrol tali

pusat.

3) Pasang infus oksitosin 20 iu dalam 500 cc NS/RL dengan 40

tetesan per menit. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol

400 mg rectal.
44

4) Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan

manual plasenta secara hati-hati dan halus.

5) Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia

6) Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan

7) Beri antibiotic profilaksis (ampicilin 2 gr IV/oral +

metronidazol 1 g supositoria/oral.

8) Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi,

syok neurogenik.

Plasenta Inkarserata :

1) Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesa, gejala klnik dan

pemeriksaan

2) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk

menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.

3) Pilih fluothane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat

tetapi siapkan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS/RL

dengan 40 tetesan per menit untuk mengantisipasi gangguan

konstraksi yang disebabkan bahan anastesi tersebut.

4) Bila prosedur anastesi tidak tersedia, tetapi serviks dapat

dilalui oleh cunam ovum lakukan maneuver sekrup untuk

melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut, berikan

analgesic (tramadol 100 mg IV atau pethidin 50 mg IV dan

sedasif (diazepam 5 mg IV) pada tabung suntik yang terpisah.


45

5) Penanganan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan

tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan

perdarahan paska tindakan. Tambahan pemantauan yang

diperlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasi

dari bahan-bahan sedative, hipo/atonia uteri, vertigo,

halusinasi, mengantuk)

Plasenta akreta :

1) Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah

ikutnya fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada

pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena

implantasi yang dalam.

2) Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar

adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke

rumah sakit rujukan karena kasisi ini memerlukan tindakan

operatif.

Sisa plasenta :

1) Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan

melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah

dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan paska

persalinan lanjut, sebagian besar pasien-pasien akan kembali

lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah 6-

10 hari pulang ke rumah dan sub involusio uteri.


46

2) Berikan antibiotic karena perdarahan juga merupakan gejala

metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1

g IV dilanjutkan dengan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan

metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral.

3) Dengan dipayungi antibiotika tersebut, lakukan eksplorasi

digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah

atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen,

lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AVM atau dilatasi dan

kuretase.

4) Bila kadar Hb < 8gr% berikan tranfusi darah. Bila kadar Hb ≥

8 gr%, berikan sulfas ferros 600 mg/hari selama 10 hari.

c. Ruptur Perineum dan Robekan Dinding Vagina

1) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi

dan sumber perdarahan

2) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan

antiseptik

3) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat

dengan yang dapat diserap

4) Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian paling distal

terhadap operator

5) Khusus pada ruptur perineum komplit (hingga anus dan

sebagian rektum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis

dengan bantuan busi pada rectum, sebagai berikut :


47

a) Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi

rektum hingga ujung robekan.

b) Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan

dan simpul submukosa, menggunakan benang

poliglikolik no. 2/0 hingga ke sfingter ani. Jepit kedua

sfingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no.

2/0.

c) Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan

submukosa dengan benang yang sama secara jelujur.

d) Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara

submukosal dan subkutikuler.

e) Berikan antibiotik profilaksis (ampisilin 2 g dan

metronidazol 1 g per oral). Terapi penuh antibiotik

hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau

dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda

infeksi yang jelas.

d. Robekan serviks

1) Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena

serviks yang terjulur, akan mengalami robekan pada posisi

spina isiadika tertekan oleh kepala bayi.

2) Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi

terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral

bawah kiri dan kanan dari portio.


48

3) Jepitkan klem ovum pada kedua sisi portio yang robek

sehingga perdarahan dapat segera dihentikan. Jika setelah

eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan

penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas robekan

kemudian kea rah luar sehingga semua robekan dapat

dijahit.

4) Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien kontraksi

uterus, tinggi fundus uterus dan perdarahan paska tindakan.

5) Berikan antibiotik profilaksis (ampisilin 2 g dan

metronidazol 1 g per oral). Terapi penuh antibiotik hanya

diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan

tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.

6) Bila terjadi deficit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar

Hb di bawah 8 gr%, berikan tranfusi darah.


49

D. KERANGKA TEORI

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kerangka teori dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

Diagram 2.1

Kerangka Teori

A. Pengaruh anemia pada TM


I
 Abortus
 Missed abortus
 Kelainan kongenital
B. Pengaruh anemia pada TM
II dan III :
 Persalinan prematur
 Perdarahan antepartum
 IUGR
 Asfiksia intrauterine
 BBLR
 Gestosis dan mudah
Anemia dalam terkena infeksi
kehamilan  IQ rendah ’
C. Pengaruh anemia pada saat
persalinan:
 Gangguan his primer
maupun sekunder
 Kala I berlangsung
lama
 Kala II berlangsung
lama
 Janin akan lahir dengan
anemia
D. Pengaruh anemia pada saat
post partum:
 Atonia uteri
 Retensio plasenta
 Perlukaan sukar
sembuh
 Mudah terjadi febris
puerperalis
 Gangguan involusi uteri
50

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

DAN HIPOTESIS

A. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang akan diamati atau diukur melalui penelitian-

penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005).

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep

pengertian tertentu. Variabel yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi

variabel independen atau variabel bebas artinya bahwa variabel ini dapat

mempengaruhi variabel dependen atau variabel terikat yang artinya variabel

yang dapat dipengaruhi (Badriah, 2009).

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan pada Bab II, maka

peneliti menyusun kerangka konsep tentang hubungan ibu hamil anemia

dengan kejadian perdarahan post partum di Puskesmas Pabuaran Kabupaten

Cirebon Tahun 2015 sebagai berikut :

Anemia dalam Kejadian Perdarahan


kehamilan Post Partum

Variabel bebas Variabel terikat

Diagram 3.1
Kerangka Konsep

50
51

B. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional artinya menerjemahkan konsep mengenai variabel

yang bersangkutan ke dalam bentuk indikator perilaku(Badriah, 2009).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala
pengukuran
Bebas :
Ibu hamil anemia Semua ibu hamil Lembar Melihat hasil 1. Anemia Nominal
trimester III (tiga) yang ceklist Pemeriksaan ringan kadar
berkunjung ditemukan kadar Hb >8- 10 gr%
dengan anemia. Haemoglobin 2. Anema
dengan Hb berat kadar Hb
sahli ≤ 8 gr%

Terikat :
Perdarahan post Perdarahan yang terjadi Lembar Melihat 1. Ya = bila Nominal
partum setelah bayi lahir. ceklist. laporan terjadi
persalinan perdarahan
dalam setelah bayi
partograf lahir > 500 ml
2. Tidak = bila
tidak terjadi
perdarahan
setelah bayi
lahir< 500 ml

C. HIPOTESIS

Jawaban sementara dari penelitian adalah hipotesis.Hipotesis merupakan

jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji

secara empiris (Badriah, 2009).

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan yang

signifikan antara ibu hamil anemia dengan kejadian perdarahan post partum di

Puskesmas Pabuaran Kabupaten Cirebon Tahun 2015.


52

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian cross-sectional

atau lintas-bagian.Penelitian cross-sectionaladalah penelitian yang mengukur

prevalensi penyakit (Badriah, 2009).Penelitian cross-sectional ini untuk

melihat hubungan ibu hamil anemia dengan kejadian perdarahan post partum

dalam satu waktu tertentu tanpa melihat riwayat sebelumnya.

B. VARIABEL PENELITIAN

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang

hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010).

Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel, yaitu variabel bebas dan

variabel terikat.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ibu hamil

anemia.Sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian

perdarahan post partum.

C. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi yaitu keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2008). Menurut Sukmadinata (2008) populasi adalah

52
53

wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari oleh peneliti dan kemudian ditarik kesimpulan.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester III

dengan anemia yang berkunjung ke Puskesmas Pabuaran Kabupaten

Cirebon pada bulan Januari – Mei 2015 berjumlah 72 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sukmadinata, 2008).Sedangkan tehnik

pengambilan sampel adalah total sampling yaitu dengan mengambil

seluruh responden yang ada pada penelitian ini sampelnya adalah seluruh

ibu hamil trimester III dengan anemia yang berjumlah 72 ibu hamil.

D. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen penelitian adalah alat pengumpulan data yang telah baku atau

alat pengumpul data yang memiliki standar validitas dan reliabilitas (Badriah,

2009).

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah pemeriksaan kadar

haemoglobin pada ibu hamil dan pengamatan ibu hamil dengan anemia yang

bersalin, sehingga instrumen yang digunakan adalah lembar ceklist dan

kerangka data (anemia atau tidak, dan perdarahan post partum atau tidak).
54

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1. Sifat dan Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder

adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh

peneliti dari subyek penelitiannya (Badriah, 2009). Dalam hal ini adalah

rekam medis ibu hamil di Puskesmas Pabuaran Kabupaten Cirebon.

2. Pengolahan Data

Data yang terkumpul dari lembar cheklist ini kemudian diolah dengan

tahap sebagai berikut:

a. Tabulasi

Tabulasi data merupakan kelanjutan dari koding data.Dalam hal ini

setelah data diberi kode angka oleh peneliti, data kemudian

dimasukkan ke dalam tabel-tabel dalam bentuk distribusi frekuensi.

Penyusunan data ini merupakan pengorganisasian data sedemikian

rupa agar data mudah dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan

serta dianalisis

b. Pemasukan Data

Langkah memasukkan (entering) ini adalah untuk memasukkan data-

data hasil penelitian ke dalam komputer.

3. Analisis Data

Analisa adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterprestasikan. Proses ini digunakan statistik, salah

satu fungsinya menyederhanakan data penelitian yang besar jumlahnya


55

menjadi informasi yang sederhana dan lebih mudah dipahami

(Notoatmodjo, 2008).

a. Analisa Univariat

Analisa Univariat ini digunakan untuk menggambarkan tiap

variabel penelitian antara variabel dependent dan variabel independent

dengan menampilkan gambaran distribusi frekuensi (Notoatmodjo,

2008).

F
P= x 100%
n

Keterangan :

P : Prosentase

F : Frekuensi

n : Jumlah Responden

(Notoatmodjo, 2008)

b. Analisa Bivariat

Yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berpengaruh atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2008). Analisa ini

dipergunakan untuk melihat kemaknaan hubungan dari tiap-tiap

variabel bebas dan terikat, menggunakan uji statistik Chi

Squaredengan tingkat kemaknaan alpha 0,05 untuk uji perbedaan

proporsi kedua variabel. Bila nilai p value alpha < 0,05 berarti hasil

perhitungan statistik bermakna (signifikan) dan bila nilai p value >0,05

berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna (tidak signifikan).

Arah uji hipotesis yang dipakai adalah two tail (dua sisi) yaitu
56

merupakan hipotesis alternatif yang hanya menyatakan hubungan

tanpa melihat apakah hal yang satu lebih tinggi atau lebih rendah dari

yang lain (Hastono, 2001).

(fo – fh)2
 =
2
fh

Keterangan :

2 =Chi Square

fo= frekuensi yang diobservasi

fh = frekuensi yang diharapkan

(Sugiyono, 2010)

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Pabuaran Kabupaten

Cirebon pada bulan 15 Juli-.31 Agustus 2015.

Tabel 4.1

Jadual Kegiatan Penelitian

Bulan
N
Kegiatan Juni Juli Agustus September
o
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1. Konsultasi Awal
2. Studi
Pendahuluan
3. Penyusunan
Proposal
4. Seminar Proposal
5. Revisi dan
penelitian
6. Penyusunan
skripsi
7. Sidang Skripsi
8. Revisi &
Penggandaan
57

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Puskesmas Pabuaran terletak di Desa Pabuaran Lor Kecamatan Pabuaran

Kabupaten Cirebon yang letak geografisnya berada di dataran rendah.

Puskesmas Pabuaran berada di pusat Kota Kecamatan dengan luas wilayah

kerja 8,96 km² yang meliputi 7 desa , 58 Rukun Warga dan 198 Rukun

Tetangga.

Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Pabuaran sebagai berikut :

 Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Ciledug

 Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan babakan

 Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Waled dan

 Sebelah Selatan: bebatasandengan Kecamatan Pasaleman

Jumlah penduduk 35.923 jiwa, terdiri dari 17.852 jiwa laki-laki dan 18.071

jiwa perempuan dengan 10.420 KK. Jumlah penduduk miskin 18.38 jiwa

dengan 4.594 KK.

Visi Puskesmas Pabuaran adalah terwujudnya kecamatan Pabuaran Sehat

2014 dengan upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat yang didukung

oleh sumber daya manuasia yang berkualitas.

Sedangkan misinya meliputi :

1. Menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan dengan

melibatkan lintas sektoral.

57
58

2. Melibatkan mutu dan keterjangkauan pelayanan dengan

menguatamakan kepuasan pekayanan / pasien.

3. Meningkatkan derajat kesehatan yang optimal dengan melalui upaya

pemberdayaan masyarakat.

4. Meningkatkan kualitas sumber daya dan professional tenaga

kesehatan.

B. HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai ada

tidaknya hubungan anemia dalam kehamilan dengan perdarahan post partum.

Adapun hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1. Analisa Univariat

a. Distribusi Kejadian Ibu Hamil Anemia

Dari penelitian didapatkan gambaran distribusi frekuensi kejadian

ibu hamil anemia di Puskesmas Pabuaran Kabupaten Cirebon Tahun

2015 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Kejadian Ibu Hamil Anemia di
Puskesmas Pabuaran Tahun 2015

Jumlah Prosentase (%)


Anemia Ibu Hamil
Anemia ringan 62 86.1

Anemia berat 10 13.9

Total 72 100
59

Dari tabel 5.1, didapatkan bahwa kejadian ibu hamil dengan

anemia ringan sebanyak 62 ibu hamil atau sebesar 86.1%. Dan ibu

hamil dengan anemia berat sebanyak 10 ibu hamil atau sebesar 13.9%.

b. Distribusi Kejadian Perdarahan Post Partum

Dari penelitian didapatkan gambaran distribusi frekuensi kejadian

perdarahan post partum di Puskesmas Pabuaran adalah sebagai berikut:

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Kejadian Perdarahan Post Partm di
Puskesmas Pabuaran Tahun 2015

Jumlah Prosentase (%)


Perdarahan Post Partum
Ya 28 38.9

Tidak 44 61.1

Total 72 100

Dari tabel 5.2, didapatkan bahwa kejadian perdarahan post partum

sebanyak 28 ibu bersalin atau sebesar 38.9%, dan kejadian tidak

perdarahan post partum sebesar 44 ibu bersalin atau sebesar 61.1%.


60

2. Analisa Bivariat

Tabel 5.3
Hubungan Ibu Hamil Anemia dengan Perdarahan Post Partum di
Puskesmas Pabuaran Tahun 2015
Perdarahan PP
Anemia Ibu Hamil Ya Tidak Total OR 95% P Value
N N
N 18 44 62
Anemia ringan
% 29 71 100
N 10 0 10 0,714
Anemia berat 0,0003
% 100 0 100 (0,69;0,88)
N 28 44 72
Jumlah
% 38.9 61.1 100

Dari tabel 5.3 diatas diketahui bahwa dari 62 ibu hamil dengan anemia

ringan 18 ibu mengalami perdarahan post partum atau sebesar 29% dan 44

ibu tidak mengalami perdarahan post partum atau sebesar 71%. Sedangkan

dari 10 orang ibu hamil dengan anemia berat, semuanya atau sebesar

100% mengalami perdarahan post partum.

Secara statistik hubungan antara ibu hamil dengan anemia dengan

perdarahan post partum menunjukkan hubungan yang bermakna yaitu p

value 0,0003 yang berarti perbedaan tersebut signifikan ( p < 0,05 ).

C. PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 62 ibu hamil dengan anemia

ringan 18 ibu mengalami perdarahan post partum atau sebesar 29% dan 44 ibu

tidak mengalami perdarahan post partum atau sebesar 71%. Sedangkan dari 10

orang ibu hamil dengan anemia berat, semuanya atau sebesar 100%

mengalami perdarahan post partum. Secara statistik hubungan antara ibu


61

hamil dengan anemia dengan perdarahan post partum menunjukkan hubungan

yang bermakna yaitu p value 0,003 yang berarti perbedaan tersebut signifikan

( p < 0,05 ).

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit)

dalam sirkulasi darah atau massa haemoglobin sehingga tidak mampu

memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan (Wasnidar,

2007)

Frekuensi anemia di Indonesia relatif tinggi yaitu sebesar 63,5%,

sedangkan di Amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang

terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia defisiensi ibu hamil di

Indonesia. (Saefudin, 2010).

Menurut WHO, 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan

dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan

disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang

keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu selama hamil adalah 800 mg

besi, di antaranya 300 mg untuk janin plasenta dan 500 mg untuk pertambahan

eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg

besi/hari. Perlu diingat ada beberapa kondisi yang menyebabkan defisiensi

kalori-besi, misalnya infeksi kronik, penyakit hati dan thalasemia. Efek

samping berupa gangguan perut pada pemberian besi oral menurunkan

kepatuhan pemakaian secara massal, ternyata rata-rata hanya 15 tablet yang

dipakai oleh wanita hamil.


62

Pemberian kalori 300 kalori/hari dan suplemen besi sebanyak 60 mg/hari

kiranya cukup mencegah anemia. Perlu dibuat diagnosis banding sehingga

terapi ditujukan dengan tepat. Keluhan lemah, pucat, mudah pingsan

sementara tensi masih dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi

besi. Secara klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi, pucat.

Pemeriksaan kadar Hb dan darah tepi akan memberikan kesan pertama.

Pemeriksaan Hb dengan spektrofotometri merupakan standar, kesulitan alat

ini adalah hanya tersedia di kota. Di Indonesia penyakit kronik seperti :

malaria dan TBC masih relatif sering dijumpai sehingga pemeriksaan khusus:

darah tepi dan sputum perlu dilakukan. Selanjutnya pemeriksaan khusus untuk

membedakan dengan defisiensi asam folat dan thalasemia juga diharapkan.

Pengaruh anemia pada saat post partum : atonia uteri, retensio placenta,

perlukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris puerpuralis, gangguan involusi

uteri.

Terapi anemia defisiensi besi ialah dengan preparat oral atau parenteral.

Terapi oral ialah dengan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero gloconat

atau Na-fero bisitrat.

Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1

gr%/bulan. Efek pada traktus gastrointestinal relatif kecil pada pemberian

preparat Na-fero bisitrat dibanding dengan fero sulfat.Kini program nasional

menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 g asam folat untuk profilaksis

anemia.
63

Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak 1000

mg (20ml) intravena atau 2 x 10 ml/im pada gluteus, dapat meningkatkan Hb

relatif lebih cepat yaitu 2 gr%. Pemberian parenteral ini mempunyai indikasi :

intoleransi besi pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat dan kepatuhan

yang buruk. Efek utama ialah reaksi alergi, untuk mengetahuinya dapat

diberikan dosis 0,5 cc/im dan bila tidak ada reaksi dapat diberikan seluruh

dosis (Prawirohardjo, 2008).

Tabel 5.1

Penanganan Anemia Dalam Kehamilan Menurut Tingkat Pelayanan

d. Membuat diagnosis: klinik dan rujukan


pemeriksaan laboratorium.
Polindes
e. Menberikan terapi oral: besi 60 mg/hari.
f. Penyuluhan gizi ibu hamil dan menyusui.
c. Menbuat diagnosis dan terapi.
d. Menentukan penyakit kronik( TBC, Malaria )
Puskesmas
dan penanganannya.
d. Membuat diagnosis dan terapi
e. Diagnosis thalassemia dengan elektroforesis
Rumah Sakit
Hb, bila ibu ternyata pembawa sifat, perlu tes
pada suami untuk menentukan risiko pada
bayi

Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah

bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai

sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan

prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari
64

normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran

menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak nafas, serta tensi < 90

mmHg dan nadi > 100/menit) maka penanganan harus segera dilakukan.

Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung pada volume darah saat

ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar

haemoglobin sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di

Indonesia, serta fasilitas tranfusi darah yang masih terbatas menyebabkan

perdarahan post partum akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas,

proses involusi, dan laktasi. Perdarahan post partum bukanlah suatu diagnosis,

akan tetapi suatu kejadian yang harus dicari kausalnya. Misalnya perdarahan

post partum karena atonia uteri, perdarahan post partum karena robekan jalan

lahir, perdarahan post partum karena sisa plasenta, atau oleh karena gangguan

pembekuan darah. Sifat perdarahan pada perdarahan post partum bisa banyak,

bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit

demi sedikit tanpa henti.

Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan menunjukkan kenaikan

tekanan darah sebagai respon terhadap kehilangan darah yang terjadi dan pada

wanita hamil dengan hipertensi bisa ditemukan normotensi setelah

perdarahan.pada wanita hamil dengan eklamsia akan sangat peka terhadap

perdarahan post partum, karena sebelumnya telah terjadi defisit cairan

intravaskular dan ada penumpukan cairan ekstravaskuler sehingga perdarahan

yang sedikit saja akan cepat mempengaruhi hemodinamika ibu dan perlu

penanganan segera sebelum terjadinya tanda-tanda syok.


65

Perdarahan post partum dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi

pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah

bayi lahir, dan 82 – 88% dalam dua minggu setelah bayi lahir.

Penanganan umum bila terjadi perdarahan post partum menurut Saefudin

(2010) sebagai berikut :

a. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)

b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman

(termasuk upaya pencegahan perdarahan paska persalinan)

c. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama paska persalinan (di ruang

persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadual hingga 4 jam berikutnya

(di ruang rawat gabung). Perhatikan pelaksanaan asuhan mandiri.

d. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat.

e. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan

dengan masalah dan komplikasi.

f. Atasi syok

g. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan

pijatan uterus, beri uterotonika 10 iu IM dilanjutkan infuse 20 iu dalam

500 cc NS/RL dengan 40 tetesan per menit)

h. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan

jalan lahir

i. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah

j. Pasang kateter menetap dan pantau masuk – keluar cairan

k. Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan spesifik


66

Penanganan

a. Atonia Uteri

1) Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri

2) Sementara dilakukan pemasangan infuse dan pemberian utero tonika,

lakukan kompresi bimanual

3) Pastikan plasenta lahir lengkap dan tak ada laserasi jalan lahir

4) Berikan tranfusi darah bila sangat diperlukan

5) Lakukan uji beku darah untuk konfirmasi sistem pembekuan darah

6) Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi

perdarahan lakukan tindakan spesifik sebagai berikut :

Pada Fasilitas Kesehatan Dasar :

a) Kompresi Bimanual Eksternal

Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan

saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang

melingkupi uterus.Pantau aliran darah yang keluar.Bila

perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan

hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke

fasilitas kesehatan rujukan.Bila belum berhasil, coba

dengan kompresi bimanual internal.

b) Kompresi Bimanual Internal

Uterus di tekan diantara telapak tangan pada dinding

abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit

pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti


67

mekanisme kontraksi).Perhatikan perdarahan yang

terjadi.Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang

atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi

kembali.Apabila perdarahan tetap terjadi, cobakan

kompresi aorta abdominalis.

c) Kompresi Aorta Abdominalis

Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,

pertahankan posisi tersebut.Genggam tangan kanan

kemudian tekankan pada daerah umbilicus, tegak lurus

dengan sumbu badan, hingga mencapai kolomna

vertebralis. Penekanan yang tepat, akan menghentikan atau

sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat

perdarahan yang terjadi.

Pada Rumah SakitRujukan :

a) Ligasi arteri uterine dan ovarika

b) Histerektomi

b. Retensio Plasenta

1) Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh

kontraksi uterus

2) Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta

hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.

3) Jenis retensio plasenta


68

a) Plasenta adhesive adalah implantasi yang kuat dari jonjot

korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan

mekanisme separasi fisiologik.

b) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta

hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.

c) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta

hingga mencapai/memasuki miometrium.

d) Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta

yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan

serosa dinding uterus.

e) Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam

kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

Retensio Plasenta dengan Separasi Parsial :

1) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan

tindakan yang akan diambil

2) Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila

ekspulsi plasenta tidak terjadi, cobakan traksi terkontrol tali

pusat.

3) Pasang infus oksitosin 20 iu dalam 500 cc NS/RL dengan 40

tetesan per menit. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol

400 mg rectal.

4) Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan

manual plasenta secara hati-hati dan halus.


69

5) Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia

6) Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan

7) Beri antibiotic profilaksis (ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazol

1 g supositoria/oral.

8) Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi,

syok neurogenik.

Plasenta Inkarserata :

1) Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesa, gejala klnik dan

pemeriksaan

2) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk

menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.

3) Pilih fluothane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat tetapi

siapkan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS/RL dengan 40

tetesan per menit untuk mengantisipasi gangguan konstraksi yang

disebabkan bahan anastesi tersebut.

4) Bila prosedur anastesi tidak tersedia, tetapi serviks dapat dilalui

oleh cunam ovum lakukan maneuver sekrup untuk melahirkan

plasenta. Untuk prosedur tersebut, berikan analgesic (tramadol

100 mg IV atau pethidin 50 mg IV dan sedasif (diazepam 5 mg

IV) pada tabung suntik yang terpisah.

5) Penanganan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda

vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska


70

tindakan. Tambahan pemantauan yang diperlukan adalah

pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan-bahan

sedative, hipo/atonia uteri, vertigo, halusinasi, mengantuk)

Plasenta akreta :

1) Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah

ikutnya fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada

pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena

implantasi yang dalam.

2) Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar

adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke

rumah sakit rujukan karena kasisi ini memerlukan tindakan

operatif.

Sisa plasenta :

1) Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan

pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada

kasus sisa plasenta dengan perdarahan paska persalinan lanjut,

sebagian besar pasien-pasien akan kembali lagi ke tempat

bersalin dengan keluhan perdarahan setelah 6-10 hari pulang ke

rumah dan sub involusio uteri.

2) Berikan antibiotic karena perdarahan juga merupakan gejala

metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1

g IV dilanjutkan dengan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan

metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral.


71

3) Dengan dipayungi antibiotika tersebut, lakukan eksplorasi

digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah

atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen,

lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AVM atau dilatasi dan

kuretase.

4) Bila kadar Hb < 8gr% berikan tranfusi darah. Bila kadar Hb ≥ 8

gr%, berikan sulfas ferros 600 mg/hari selama 10 hari.

c. Ruptur Perineum dan Robekan Dinding Vagina

1) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan

sumber perdarahan

2) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik

3) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat

dengan yang dapat diserap

4) Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian paling distal

terhadap operator

5) Khusus pada ruptur perineum komplit (hingga anus dan

sebagian rektum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan

bantuan busi pada rectum, sebagai berikut :

a) Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi

rektum hingga ujung robekan.

b) Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan

dan simpul submukosa, menggunakan benang

poliglikolik no. 2/0 hingga ke sfingter ani. Jepit kedua


72

sfingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no.

2/0.

c) Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan

submukosa dengan benang yang sama secara jelujur.

d) Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara

submukosal dan subkutikuler.

e) Berikan antibiotik profilaksis (ampisilin 2 g dan

metronidazol 1 g per oral). Terapi penuh antibiotik

hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau

dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda

infeksi yang jelas.

d. Robekan serviks

1) Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena

serviks yang terjulur, akan mengalami robekan pada posisi

spina isiadika tertekan oleh kepala bayi.

2) Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi

terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral

bawah kiri dan kanan dari portio.

3) Jepitkan klem ovum pada kedua sisi portio yang robek

sehingga perdarahan dapat segera dihentikan. Jika setelah

eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan

penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas robekan


73

kemudian kea rah luar sehingga semua robekan dapat

dijahit.

4) Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien kontraksi

uterus, tinggi fundus uterus dan perdarahan paska tindakan.

5) Berikan antibiotik profilaksis (ampisilin 2 g dan

metronidazol 1 g per oral). Terapi penuh antibiotik hanya

diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan

tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.

6) Bila terjadi defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar

Hb di bawah 8 gr%, berikan tranfusi darah.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ety Nurhayaty (2012) tentang

faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perdarahan paska persalinan di

RSUD Gunung Jati menyebutkan bahwa salah satunya adalah karena ibu

bersalin dengan anemia yaitu sebesar 22.8%. Penelitian lebih lanjut yang

dilakukan oleh Yani Fadillah di RSUD Banjar (2013) menyebutkan bahwa ibu

hamil dengan anemia akan menyebabkan terjadinya perdarahan post partum

dengan atonia uteri sebesar 46.5%.

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa dari ibu hamil dengan anemia

beratlah yang 100% menyebabkan terjadinya perdarahan post partum. Hal ini

dikarenakan sifat dari sel darah merah lebih encer sehingga menyebabkan

gangguan pada saat uterus berkontraksi. Dari penelitian ini juga diketahui

bahwa ibu hamil dengan anemia terjadi pada kisaran usia reproduktif yang

tidak sehat yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu sebesar
74

60%. Usia ibu mempengaruhi terhadap kejadian anemia dalam kehamilan.

Usia muda menyebabkan ibu belum berpengalaman dan mengetahui tentang

perubahana yang terjadi pada wanita hamil dan dari fisik ibu juga dimana

organ reproduksi ibu belum siap menghadapi kehamilan, sehingga dapat

mempengaruhi terhadap terjadinya anemia dalam kehamilan. Sedangkan dari

faktor usia ibu lebih dari 35 tahun, peningkatan umur ibu merupakan faktor

risiko terjadinya anemia, karena sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan

arteriol miometrium pada umur tua tidak merata, sehingga plasenta tumbuh

lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar untuk mendapatkan aliran

darah yang adekuat sehingga anemia dapat terjadi.

Melihat dari hasil penelitian dan pembahasan diatas maka terbukti bahwa

ada hubungan antara anemia ibu hamil dengan kejadian perdarahan post

partum.
75

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut diatas, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Angka kejadian anemia ibu hamil di Puskesmas Pabuaran Kabupaten

Cirebon tahun 2015 adalah kejadian ibu hamil dengan anemia ringan

sebanyak 62 ibu hamil atau sebesar 86.1%. Dan ibu hamil dengan anemia

berat sebanyak 10 ibu hamil atau sebesar 13.9%.

2. Angka kejadian perdarahan post partum di Puskesmas Pabuaran

Kabupaten Cirebon tahun 2015 adalah kejadian perdarahan post partum

sebanyak 28 ibu bersalin atau sebesar 38.9%, dan kejadian tidak

perdarahan post partum sebesar 44 ibu bersalin atau sebesar 61.1%.

3. Hubungan antara ibu hamil dengan anemia dengan perdarahan post

partum di Puskesmas Pabuaran Kabupaten Cirebon Tahun 2015

menunjukkan hubungan yang bermakna yaitu p value 0,003 yang berarti

perbedaan tersebut signifikan ( p < 0,05 ).

B. SARAN

1. Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan bagi petugas kesehatan untuk meningkatkan keterampilan

dan pengetahuan sehingga dapat mendeteksi secara dini hal-hal yang

75
76

dapat dapat menyebabkan anemia pada kehamilan dengan melakukan

konseling yang baik pada pemeriksaan kehamilan sehingga kejadian

perdarahan post partum dapat diantisipasi sedini mungkin.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan kepada Prodi D. IV Kebidanan untuk memberikan waktu

penelitian yang lebih banyak pada penelitian selanjutnya agar penelitian

dapat berjalan efektif dan hasil penelitian lebih maksimal.Agar lebih

memperbanyak buku-buku sumber yang ada di perpustakaan sebagai

sumber bacaan bagi mahasiswa.

3. Bagi Ibu Hamil

Diharapkan bagi ibu hamil dapat lebih teratur memeriksakan

kandungannya ke bidan ataupun ke tempat pelayanan kesehatan yang

tersedia pelayanan kesehatan bagi ibu hamil.Agar kehamilannya dapat

dipantau dan dapat mencegah komplikasi secara dini.

Anda mungkin juga menyukai

  • Strengths
    Strengths
    Dokumen1 halaman
    Strengths
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Manteopaa
    Manteopaa
    Dokumen1 halaman
    Manteopaa
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Sttrengg
    Sttrengg
    Dokumen1 halaman
    Sttrengg
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • FM 08.1 02 Kurikulum Prodi
    FM 08.1 02 Kurikulum Prodi
    Dokumen2 halaman
    FM 08.1 02 Kurikulum Prodi
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • SAmson
    SAmson
    Dokumen1 halaman
    SAmson
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Stronger
    Stronger
    Dokumen1 halaman
    Stronger
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Onooooo
    Onooooo
    Dokumen1 halaman
    Onooooo
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Kelkutann
    Kelkutann
    Dokumen1 halaman
    Kelkutann
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Opoki
    Opoki
    Dokumen1 halaman
    Opoki
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Cover Proposal BLK
    Cover Proposal BLK
    Dokumen1 halaman
    Cover Proposal BLK
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    mizan mahanizar
    Belum ada peringkat
  • GEMELI
    GEMELI
    Dokumen5 halaman
    GEMELI
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Persetujuan DLL
    Persetujuan DLL
    Dokumen13 halaman
    Persetujuan DLL
    eny
    Belum ada peringkat
  • Skripsi Bd. Yeni S
    Skripsi Bd. Yeni S
    Dokumen13 halaman
    Skripsi Bd. Yeni S
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Proposal Bd. Yeni S
    Proposal Bd. Yeni S
    Dokumen16 halaman
    Proposal Bd. Yeni S
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • PERNYATAAN Orisinalitas
    PERNYATAAN Orisinalitas
    Dokumen2 halaman
    PERNYATAAN Orisinalitas
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 - Ok
    BAB 1 - Ok
    Dokumen7 halaman
    BAB 1 - Ok
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Kartu Bimbingan Karya Tulis Ilmiah
    Kartu Bimbingan Karya Tulis Ilmiah
    Dokumen1 halaman
    Kartu Bimbingan Karya Tulis Ilmiah
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Hiperbilirubim
    Hiperbilirubim
    Dokumen6 halaman
    Hiperbilirubim
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Daftar Riwayat Hidup
    Daftar Riwayat Hidup
    Dokumen1 halaman
    Daftar Riwayat Hidup
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Partus Lama
    Partus Lama
    Dokumen5 halaman
    Partus Lama
    mizan mahanizar
    Belum ada peringkat
  • Breast Care
    Breast Care
    Dokumen6 halaman
    Breast Care
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Cover Skripsi
    Cover Skripsi
    Dokumen2 halaman
    Cover Skripsi
    eny
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen4 halaman
    Bab Ii
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Cover Skripsi
    Cover Skripsi
    Dokumen2 halaman
    Cover Skripsi
    eny
    Belum ada peringkat
  • BAB I Alenia
    BAB I Alenia
    Dokumen3 halaman
    BAB I Alenia
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Buah Dada
    Buah Dada
    Dokumen15 halaman
    Buah Dada
    Eny Medika
    Belum ada peringkat
  • Atonia Uteri
    Atonia Uteri
    Dokumen2 halaman
    Atonia Uteri
    Eny Medika
    Belum ada peringkat