Anda di halaman 1dari 10

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri

dalam menyiapkan sumber daya manusia. Betapa pun kayanya sumber daya alam yang tersedia bagi
suatu bangsa tanpa adanya sumber daya manusia yang tangguh maka sulit diharapkan untuk
berhasil membangun bangsa itu sendiri (Hadi, 2005).

Pembangunan Pendidikan Untuk Semua atau The Education for All Development Index (EDI)
Indonesia tahun 2014 berada pada peringkat 57 dari 115 negara.
Keberhasilan pembangunan kesehatan suatu bangsa tergantung kepada

keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manuasia yang berkualitas,

sehat, cerdas, dan produktif. Betapapun kayanya sumber daya alam yang tersedia bagi suatu

bangsa tanpa adanya sumber daya manusia yang tangguh maka sulit diharapkan untuk

keberhasilan membangun bangsa itu sendiri (Hadi, 2005).

Adapun tujuan pembangunan

kesehatan adalah mencapai kemampuan hidup sehat bagi tiap penduduk agar

dapat mewujudkan derajat pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata,

yang mampu mewujudkan kesehatan optimal.

Keberhasilan suatu bangsa pada masa yang akan datang, tentunya

ditentukan oleh kualitas anak pada masa sekarang, di tengah-tengah kondisi

bangsa Indonesia saat ini, tidak semua anak menikmati kehidupan yang baik,

banyak anak berada dalam kondisi yang memprihatikan baik secara fisik, sosial

maupun secara psikologis, salah satunya adalah anak jalanan.

Kualitas sumber daya manusia pada masa yang akan datang tentunya ditentukan oleh kualitas
anak pada masa sekarang. Kualitas manusia dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu segi sosial,
ekonomi, pendidikan, lingkungan, kesehatan dan lain sebagainya. Kualitas sumber daya
manusia antara lain ditentukan dua faktor yang satu sama yang lain saling berhubungan,
berkaitan dan saling bergantung yakni pendidikan dan kesehatan. Kesehatan merupakan
prasyarat utama agar upaya pendidikan berhasil, sebaliknya pendidikan yang diperoleh akan
sangat mendukung tercapainya peningkatan status kesehatan seseorang. (Novi, 2016)

Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang sangat penting dari pembangunan


nasional secara menyeluruh. Pencapaian pembangunan kesehatan nasional suatu
bangsa dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia yang sehat, cerdas dan memiliki
fisik yang tangguh serta produktif. Bagaimana pun kayanya sumber daya alam yang
ada pada suatu bangsa tanpa adanya sumber daya manusia yang unggul maka sulit
didapatkan untuk keberhasilan pembangunan bangsa itu (Vita Seprianty, 2014).

http://indahfebriachasanah091644218.blogspot.co.id/2010/06/keadaan-pendidikan-di-
indonesia-saat.html
http://psmkgi.org/pelajari-dulu-wajah-pendidikan/
http://metalwareonline.com/pendidikan-di-indonesia-masuk-dalam-peringkat-keberapa-di-
dunia/
http://www.kompasiana.com/www.bohari.com/kondisi-pendidikan-diindonesia-dan-
penyebab-tidak-efetifnya-hasil-belajar_56eaa33bb893733317264c0d
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan

antara lain dengan data UNESCO tahun 2015 tentang peringkat Indeks Pengembangan

Manusia atau Human Development Index, yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

pendidikan, kesehatan, dan penghasilan perkapita yang menunjukkan bahwa indeks

pengembangan manusia Indonesia menurun. Diantara 187 negara di dunia, Indonesia

menempati urutan ke-113 tahun 2015 dari sebelumnya ke-110 pada tahun 2014, terjadi

penurunan peringkat Indeks. Dinegara ASEAN sendiri pendidikan di Indonesia menduduki

peringkat ke-69 dari 76 negara jauh berada daibawah malaysia,Thailand dan Brunei

Darussalam, sedangkan peringkat perta dididuduki singapura. Indonesia masuk10 besar

negara dengan peringkat pendidikan terbawah di dunia (OECD, 2015).kualitas pendidikan

Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD

di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam

kategori The Primary Years Program (PYP).

Tercapainya tujuan dari pendidikan nasional terlihat dari prestasi belajar anak yang

telah diraih. Prestasi belajar yang tinggi mengindikasi pengetahuan yang baik pula

(Sadirman, 2004). Prestasi belajar anak yang berhasil dapat dilihat dari pencapaian

Almatsier, Sunita. (2011). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2010. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta.
Bintaria, D. S. 2011. Pengaruh Penyuluhan Dengan Metode Ceramah dan Poster terhadap
Perilaku Konsumsi Makanan Jajanan Murid di SD Kelurahan Pincuran Kerambil
Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga, [SKRIPSI]. Gizi Kesehatan Masyarakat
USU. Medan.
Briawan. 2013. Anemia : Masalah Gizi pada Remaja Wanita. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Hardinsyah. 2013. Simposium Pekan Sarapan Nasional, [OnLine] Dari:
www.health.kompas.com, [Accesed 1 Desember 2016].
Hermina N, Ari A, Rina. 2009. Faktor-faktor yang memengaruhi kebiasaan makan pagi pada
remaja putri di Sekolah Menengah Pertama (SMP). PGM 32(2):94-100.
Hermina, dkk. 2004. Dampak Pendidikan Gizi Melalui Guru di Sekolah Terhadap Pola Makan
Murid dan Perilaku Gizi Orangtua Murid di Pedesaan. Media Gizi dan Keluarga. 28 :
14-24.
Martianto D. 2006. Kalau Mau Sehat, Jangan Tinggalkan Kebiasaan Sarapan [OnLine] Dari
www.republika.co.id [Accesed 1 Desember 2016].
Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
Muchtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi kesehatan teori dan Aplikasi, Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Perilaku kesehatan dan ilmu perilaku, Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Priyoto. 2014. Teori Sikap dan Perilaku dalam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ristiana Nunung .2012. Pengaruh Motivasi, Lingkungan Kerja. Forum Penelitian, hal.40.
Sediaoetama, AD. 1996. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Pofesi Jilid I. Dian Rakyat. Jakarta.
Soedibyo, Soepardi dan Raden Lia Mulyani. 2009. Kesulitan Makan pada Pasien: Survei di
Unit Pediatri Rawat Jalan. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 2, Agustus 2009.
Sofianita, Nur Intania, Firlia Ayu Arini, Eflita Meiyetriani. 2015. Peran Pengetahuan Gizi dalam
Menentukan Kebiasaan Sarapan Anak-Anak Sekolah Dasar Negeri di Pondok Labu,
Jakarta Selatan. J. Gizi Pangan. Volume 10, Nomor 1, Maret 2015 [PP] 57-62.
http://twidiarti.blogspot.co.id/2017/01/

Perilaku Anak Sekolah Dasar


Anak sekolah dasar mulai memandang semua peristiwa dengan obyektif.
Semua kejadian ingin diselidiki dengan tekun dan penuh minat. Dalam keadaan
normal, pikiran anak usia sekolah dasar berkembang secara berangsur-angsur dan
secara tenang serta pengetahuannya bertambah secara pesat. Anak pada usia ini
sangat aktif dinamis. Banyak keterampilan mulai dikuasai, dan kebiasaan-kebiasaan
tertentu mulai dikembangkannya. Disamping keluarga, sekolah memberikan
pengaruh yang sistematis terhadap pembentukan akal budi anak. Ingatan anak pada
usia 8-12 tahun ini mencapai intensitas paling besar dan paling kuat, anak mampu
memuat jumlah materi ingatan paling banyak (Kartono, dalam Pulungan 2007).
Beberapa karakteristik yang mempengaruhi kebutuhan gizi anak usia sekolah
yaitu, Menurut Moehji (2003) anak usia sekolah merupakan tahapan pertentangan
antara dorongan untuk membuktikan kemampuan diri dan sosialisasi diri terhadap
lingkungan. Pada usia ini anak harus menghadapi banyak tantangan baik dalam
lingkungan keluarga ataupun lingkungan sekitar. Karakteristik anak sekolah meliputi:
a. Pertumbuhan tidak secepat bayi.
b. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal).
c. Lebih aktif memilih makanan yang disukai.
d. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat.
e. Pertumbuhan lambat.
f. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.
Kelompok anak sekolah (umur 6-12 tahun) merupakan golongan rentan gizi.
Kelompok rentan gizi merupakan suatu kelompok yang paling mudah menderita
gangguan kesehatan dikarenakan kekurangan gizi. Kelompok ini berada pada masa
pertumbuhan atau perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang
lebih besar. Anak akan banyak berada di luar rumah untuk jangka waktu antara 4-5
jam. Aktivitas fisik anak semakin meningkat seperti pergi dan pulang sekolah, bermain
dengan teman, akan meningkatkan kebutuhan energi. Apabila anak tidak memperoleh
energi sesuai kebutuhannya maka akan terjadi pengambilan cadangan lemak untuk
memenuhi kebutuhan energi, sehingga anak menjadi lebih kurus dari sebelumnya
(Khomsan, 2005).
Masalah-masalah gizi yang ada pada kelompok usia sekolah, antara lain
defesiensi Fe dan seringnya jajan di sekolah sehingga dirumah anak tidak mau makan
dan pada umumnya mereka tidak makan pagi, makan siang di luar rumah tidak teratur
sehingga tidak tercukupi kebutuhan gizinya. Penelitian yang dilakukan oleh
Sulistyoningsih pada tahun 2011, menujukkan asupan kalori anak – anak umumnya
dibawah 100 persen dari kebutuhan mereka. Sebesar 94,5 persen anak dengan
asupan kalori dibawah angka kecukupan gizi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa anak – anak dengan asupan kalori dibawah angka kecukupan gizi tersebut
jarang makan pagi di rumah. Mereka lebih memilih untuk jajan di sekolah yang belum
terjamin kondisi keamanan makanan tersebut.

B. Makan Pagi
1. Pengertian
Makan pagi adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun
pagi sampai jam sembilan untuk memenuhi sebagian 15% – 30% kebutuhan gizi
harian dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif dan cerdas. Makan pagi
memberikan kontribusi yang penting terhadap total asupan gizi sehari. Makan pagi
menyumbangkan 500 kkal energi dan 12,5 gram protein (Hardinsyah, 2013).
Makan pagi termasuk dalam 13 Pedoman Umum Gizi Seimbang yaitu makanan
yang dimakan pada pagi hari sebelum beraktivitas yang terdiri dari makanan pokok
dan lauk pauk atau makanan kudapan. Menurut Almatsier (2009), makan pagi yang
mengacu pada gizi seimbang dengan pemberian makanan memenuhi zat-zat sebagai
berikut:
a. Sumber zat energi/tenaga seperti padi-padian, tepung-tepungan, umbiumbian,
sagu, dan pisang.
b. Sumber zat pengatur seperti sayuran dan buah-buahan
c. Sumber zat pembangun seperti ikan, ayam, telur, daging, susu, kacangkacangan dan
hasil olahannya (tempe, tahu, oncom).
Manusia membutuhkan makan pagi karena dalam makan pagi diharapkan
terjadinya ketersediaan energi yang digunakan untuk jam pertama melakukan
aktivitas. Akibat tidak makan pagi akan menyebabkan tubuh tidak mempunyai energi
yang cukup untuk melakukan aktivitas terutama pada proses belajar karena pada
malam hari di tubuh tetap berlangsung proses oksidasi guna menghasilkan tenaga
untuk menggerakkan jantung, paru-paru dan otot-otot tubuh lainnya (Moehji, 2003).
Pakar gizi dari Institut Pertanaian Bogor (IPB), (Martianto, 2006) menjelaskan,
makan pagi dilakukan teratur setiap hari pukul 06.00 - 09.00. Idealnya makan pagi
memenuhi seperempat hingga setengah kebutuhan energi dan zat gizi harian. Secara
umum, kontribusi, energi, dan zat gizi makan pagi sebanyak 25%, makan siang 30%,
makan malam 25%, dan selingan pagi dan sore masing-masing 10%.
Agar stamina anak usia sekolah tetap fit selama mengikuti kegiatan di sekolah
maupun kegiatan ekstra kurikuler, maka saran utama dari segi gizi adalah jangan
meninggalkan sarapan pagi. Ada berbagai alasan yang seringkali menyebabkan
anak-anak tidak sarapan pagi. Ada yang merasa waktu sangat terbatas karena jarak
sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak ada selera untuk sarapan pagi
(Khomsan, 2005).

2. Akibat tidak makan pagi


Kebiasaan tidak sarapan pagi yang berlama-lama juga akan mengakibatkan
pemasukan gizi menjadi berkurang dan tidak seimbang sehingga pertumbuhan anak
menjadi terganggu. Dengan demikian seorang anak yang biasa tidak sarapan pagi
dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk pada penampilan intelektualnya,
prestasi di sekolah menurun dan penampilan sosial menjadi terganggu (Khomsan,
2005).
Kekurangan energi yang berasal dari makanan, menyebabkan seseorang
kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas bekerja, orang
menjadi malas, merasa lemah, produktivitas kerja dan konsetrasi belajar menurun.
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental,
dengan demikian kemampuan berpikir menurun (Almatsier, 2009).
Dampak lainnya dari tidak makan pagi adalah :
a. Hipoglikemi
Hipoglikemi adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa di dalam darah
menurun dari keadaan normal (Sandjaja, 2009). Menurut Sunarti dalam Wardoyo
(2013), Apabila cadangan glikogen habis, tubuh akan kesulitan memasok energi dari
gula darah ke otak yang akhirnya mengakibatkan badan gemetar, cepat lelah, dan
gairah belajar menurun. Oleh karena itu, anak sekolah yang tidak pernah makan pagi
mengalami kekurangan pasokan energi untuk kinerja otak.
b. Kerja sistem syaraf pusat yang tidak optimal
Dampak negatif meninggalkan makan pagi adalah ketidak seimbangan sistem
syaraf pusat yag diikuti dengan rasa pusing , badan gemetar atau rasa lelah, jika hal
ini terjadi pada anak, makan anak akan sulit menerima pelajaran dengan baik.
Perilaku melewatkan makan pagi, membuat otak sulit untuk berkerja optimal
dikarenakan cadangan energi kurang memadai terutama untuk perkerjaan yang
memerlukan konsentrasi lebih (Wardoyo, 2013).
c. Obesitas
Menurut Graimes (2011), Orang yang tidak makan pagi merasa lebih lapar pada siang
dan malam hari karena asupan energi cenderung meningkat ketika makan pagi
dilewatkan, mereka akan mengonsumsi lebih banyak pada waktu siang dan malam.
Asupan makanan yang banyak pada malam hari akan berakibat pada meningkatnya
glukosa yang disimpan sebagai glikogen. Karena aktivitas fisik pada malam hari
sangat rendah, glikogen kemudian disimpan dalam bentuk lemak. Penelitian
menujukkan kebiasaan makan pagi dapat membantu pengaturan berat badan bagi
para penderita obesitas, yaitu dengan cara mengendalikan asupan energi dari makan
pagi dan tetap makan secara teratur dengan asupan energi dan zat gizi yang normal
(Schusdziarra,dkk, 2011).

d. Penyakit kronik
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Smith dalam Perdana (2013),
menunjukkan bahwa anak muda yang sering melewatkan makan pagi memiliki lingkar
pinggang, total kolesterol dan konsentrasi kolesterol LDL yang lebih tinggi, sehingga
beresiko terkena penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Indriani (2013),
menyatakan jika tubuh tidak memproleh asupan makanan di pagi hari, akan memicu
peningkatan kadar insulin dalam darah. Jika kondisi ini berlangsung terus menerus,
maka memicu penyakit diabetes.

C. Faktor yang mempengaruhi anak tidak makan pagi


Prilaku dan kebiasaan makan anak sekolah sangat dipengaruhi oleh orangtua
dan orang terdekatnya. Prilaku makan yang tidak sehat akan menyebabkan
pemenuhan kebutuhan gizi yang tidak sesuai sehingga akan menimbulkan
permasalahan gizi dan kesehatan pada anak. Agar kebutuhan gizi anak sekolah dapat
terpenuhi secara optimal, makanan yang dikonsumsi harus memperhatikan pedoman
gizi seimbang. Menurut Izwardy, dkk (2014), Makanan yang bergizi seimbang
haruslah memenuhi komponen seperti cukup secara kuantitas, kualitas, mengandung
berbagai zat gizi (energi, protein, vitamin dan mineral) yang diperlukan tubuh, menjaga
kesehatan dan melakukan aktivitas sehari-hari (bagi semua kelompok umur), serta
menyimpan zat gizi untuk mencukupi kebutuhan tubuh. dengan mengonsumsi lima
kelompok pangan setiap hari atau setiap kali makan. Dengan mengkonsumsi
makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah dan air putih, mengonsumsi lebih dari satu
jenis makanan untuk setiap kelompok makanan akan lebih baik bagi kebutuhan gizi
tubuh.
Makan pagi tidak mudah untuk dibiasakan kepada anak, orang tua harus
berperan penuh dalam hal ini karena anak cenderung lebih sulit untuk diajak makan
pagi dengan berbagai alasan, mengemukakan bahwa kebiasaan makan dapat
dikembangkan oleh orangtua dengan menjadi teladan yang baik untuk diikuti anak-
anak. Jika anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang menghargai pentingnya
makanan sehat, kebiasaan makan mereka akan dibentuk seperti itu seumur hidup
mereka.
Berdasarkan hasil penelitian Agusri (2001) tentang pengetahuan gizi, siswa
yang berpengetahuan baik akan berusaha mendapatkan makanan yang sehat dan
memenuhi kecukupan gizinya setiap hari dan berprilaku makan yang benar dan
teratur.
Almatsier (2009) mengemukakan bahwa banyak faktor yang berpengaruh
tehadap makanan yang dikonsumsi. Faktor-faktor yang cukup menonjol adalah
kebiasaan masa kecil, sosial budaya, ekonomi, agama dan kepercayaan, iklan dan
mitos terhadap makanan. Sediaoetama (1996) mengemukakan bahwa kebiasaan
makan keluarga, karena individu tersebut selama tinggal di dalam keluarganya terus
mengalami proses belajar seumur hidupnya dari keluarga tersebut.
Unsur unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk
yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Kebiasaan makan
seseorang merupakan salah satu manifestasi kebudayaaan keluarga tersebut yang
disebut lifestyle. Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda
terhadap makanan. Kemampuan ekonomi dalam sebuah keluarga relatif mudah
diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan. Hal ini berhubungan langsung
dengan penghasilan sebuah keluarga, jika penghasilan ekonomi sebuah keluarga
tinggi maka akan terjadi penyediaan makanan yang cukup dalam sebuah keluarga
namun jika penghasilan ekonomi sebuah keluarga rendah maka perhatian terhadap
penyediaan makanan dalam sebuah keluarga juga kurang. Faktor agama dan
kepercayaan erat hubungannya dengan pantangan makan, Suhardjo (2003)
mengemukakan bahwa pantangan merupakan suatu larangan untuk mengkonsumsi
jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman terhadap barang siapa yang
melanggarnya. Akan tetapi kita harus dapat membedakan antara pantangan atau tabu
makanan yang berdasarkan agama dan yang bukan berdasarkan agama. Media iklan
merupakan salah satu cara yang ampuh untuk mengajak masyarakat terutama anak
anak dalam berbagai hal, misalnya mengajak untuk membiasakan makan sayur dan
membiasakan makan pagi (Sediaoetama, 1996).
Faktor yang mempengaruhi kemauan untuk makan pagi bagi anak ialah
motivasi. Motivasi dapat berupa motivasi dari dalam maupun dari luar, dari dalam
misalnya ketika anak di rumah orang tua memberikan pengertian mengenai
pentingnya makan pagi, kemudian ketika anak melakukan aktivitas di luar rumah
seperti di sekolah, guru harus memberikan contoh bahwa makan pagi merupakan hal
yang cukup penting dikerjakan sebelum berangkat ke sekolah.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kemauan untuk makan pagi, diantaranya yaitu pendidikan orangtua
khususnya ibu. Pendidikan merupakan parameter bagi masyarakat untuk
mengimplementasikan dirinya dalam bermasyarakat. Pendidikan pada hakikatnya
adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam
dan di luar sekolah yang berlangsng seumur hidup (Suhardjo, 2003).
Semakin tinggi pendidikan yang dicapai maka semakin mudah pula kemajuan
masyarakat dapat dicapai. Latar belakang pendidkan orangtua, baik ayah maupun
ibu, merupakan salah satu unsur penting dalam mennetukan status gizi anak.
Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam pola pemberian makan keluarga
maupun pola pengasuhan anak. Tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi
penerimaan informasi, sehingga pengetahuan akan terbatas. Pada masyarakat
dengan pendidikan rendah akan lebih kuat mempertahankan tradisi – tradisi yang
berhubungan dengan makanan, sehingga sulit untuk menerima pembaruan di bidang
gizi (Singarimbun, 1998 dalam Handarsari, 2010).
Kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua, hal ini secara langsung akan
mempengaruhi mau atau tidaknya anak untuk makan pagi sebelum berangkat ke
sekolah atau sebelum beraktivitas, anak akan cenderung meniru kebiasaan yang
dilakukan oleh orang tua mereka. Kemudian faktor sosial budaya yang terjadi disekitar
anak tersebut, baik yang terjadi dari dalam maupun dari luar, dari dalam yaitu faktor
yang terjadi dari keluarga itu sendiri sedangkan faktor dari luar yaitu faktor yang terjadi
ketika anak bermain dan belajar dengan teman sebaya di luar rumah. Budaya makan
pagi yang dilakukan oleh teman biasanya akan ditiru oleh anak lain, karena pada usia
ini anak cenderung meniru apa yang dilihat disekitar mereka. Faktor yang ketiga yaitu
faktor ekonomi, tidak dapat dipungkuri bahwa faktor ekonomi keluarga secara tidak
langsung mempengaruhi daya beli keluarga, termasuk kemampuan dalam mencukupi
kebutuhan pangan (Singarimbun, 1998 dalam Handarsari, 2010).

D. Teori Perubahan Perilaku L. Green


Lawrence Green mencoba melakukan analisa perilaku manusia dari tingkat
kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu
faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Model teori precede-proceed menyediakan
struktur yang komprehensif untuk menilai kesehatan dan kualitas hidup serta
kebutuhan untuk merancang, melaksanakan dan mengevaluasi promosi kesehatan
dan program kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai