NIM : 201410410311068
Kelas : Fitokimia B
Kelompok :7
Tanaman jambu biji sering disebut jambu batu. Beberapa nama daerah
untuk tanaman tersebut antara lain glima breuen, glimeu beru, galiman,
masiambu, jambu biawas (Sumatra) dan kayawase, kayawusu, lainehatu,
lutuhatu dan gayawa (Maluku) (Wijayakusuma et al. 1994).
Pohon jambu biji banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Pohon
jambu biji sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1 m sampai
1.200 m dari permukaan laut (Dalimartha, 2001). Batangnya berkayu, keras,
kulit batang licin, berwarna coklat kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek,
letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin.
Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal
membulat, tepi rat agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6
sampai 12 cm, lebar 3 cm sampai 6 cm. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari
ketiak daun, berkumpul 1 sampai 3 bunga, berwarna putih. Buahnya buah buni,
berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan.
Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak, berwarna putih
kekuningan atau merah jambu. Biji buah banyak mengumpul ditengah, kecil-
kecil, keras, berwarna kuning kecoklatan (Dalimartha, 2001).
Menurut Taiz dan Zeiger (2002) secara fitokimia, Pada Daun Jambu Biji
(Psidium guajava) mengandungsenyawametabolit sekunder yang dihasilkan
tumbuhan merupakan bagian dari sistem pertahanan diri. Senyawa tersebut
berperan sebagai pelindung dari serangan infeksi mikroba patogen dan
mencegah pemakanan oleh herbivora. Metabolit sekunder dibedakan menjadi
tiga kelompok besar yaitu terpen, fenolik, dan senyawa mengandung nitrogen
terutama alkaloid.
b. Penyebaran flavonoid
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan
mengecualikan alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian
tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah,
dan biji. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar,
yaitu angiospermae (Markham, 1988)
Segi penting dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan ialah adanya
kecenderungan kuat bahwa tetumbuhan yang secara taksonomi berkaitan akan
menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa. Jadi, informasi yang berguna
tentang jenis flavonoid yang mungkin ditemukan pada tumbuhan yang sedang
ditelaah sering kali dapat diperoleh dengan melihat pustaka mengenai telaah
flavonoid terdahulu dalam tumbuhan yang berkaitan, misalnya dari marga atau
suku yang sama (Markham, 1988).
Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif
maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan jelas dalam
menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tak
berwarna, tetapi flavonoid yang menyerap sinar UV barangkali penting juga
dalam mengarahkan serangga. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid untuk
tumbuhan yang mengandungnya adalah pengaturan tumbuh, pengaturan
fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga
(Robinson, 1995). Sifat berbagai golongan flavonoid dapat dilihat pada tabel I.
c. Penggolongan flavonoid
Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula-mula
didasarkan kepada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Kemudian diikuti
dengan pemeriksaan ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis, secara
kromatografi satu arah, dan pemeriksaan ekstrak etanol secara dua arah.
Akhirnya, flavonoid dapat dipisahkan dengan cara kromatografi. Komponen
masing-masing diidentifikasi dengan membandingkan kromatografi dan
spektrum, dengan memakai senyawa pembanding yang sudah dikenal.
Senyawa baru yang sudah ditemukan sewaktu menelaah memerlukan
pemeriksaan kimia dan spektrum yang lebih terinci (Harborne, 1996).
Struktur berbagai tipe atau golongan flavonoid bervariasi sesuai dengan
kerangka dasar heterosiklik beroksigen yang dapat berupa gama piron, piran
atau pirilium. Kecuali pada auron dan khalkon, siklisasi terjadi antara atom
karbon didekat cincin benzen (B) dan satu gugus hidroksil cincin A. Kelas-
kelas yang berlainan di flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik
oksigen dan juga hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan
(Robinson, 1991).
Perbedaan di bagian rantai karbon nomor 3 menentukan klasifikasi dari
senyawa flavonoid yaitu flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon,
auron dan khalkon. Kerangka flavonoid cincin benzoil dan cinnamoil dapat
dilihat pada gambar 2. Kerangka dari tipe-tipe flavonoid dapat dilihat pada
gambar 3.
Sebagai bahan penyerap selain kertas digunakan juga zat penyerap berpori,
misalnya aluminiumoksida yang diaktifkan, asam silikat atau silika gel
kiselgur dan harsa sintetik. Bahan tersebut dapat digunakan sebagai penyerap
tunggal atau campurannya atau sebagai penyangga bahan lain. Kromatografi
kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih berguna untuk percobaan
identifikais karena cara ini khas dan mudah dilakukan untuk zat dengan
jumLah sedikit. Kromatografi gas memerlikan alat yang lebih rumit, tetapi
cara tersebut sangat berguan untuk percobaan identifikasi dan penetapan
kadar. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 523)
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan zat secara cepat
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba
rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom
kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian
atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan
lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion
dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh
pada KLT tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada
kromatografi kertas karena itu pada lempeng sama disamping kromatogram
dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari zat pembanding kimia
lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh
dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran yang kurang lebih
sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk memperkirakan
kada. Penetapan kadar yang lebih telitibdapat digunakan dengan cara densito
metri atau dengan mengambil bercak dengan hati-hati dari lempeng, kemudian
disari dengna pelarut yang cocok, dan ditetapkan dengan spektrofotometri.
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan zat secara cepat
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba
rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai kolom
kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian
atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap pembagian atau
gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat
penyerap dan jenis pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion dapat digunakan
untuk pemisahan senyawa polar.
Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap jika dibandingkan dengan
yang diperoleh pada kromatografi kertas karena itu pada lempeng yang sama
disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari
zat pembanding kimia lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan
identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan
ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan
untuk memperkirakan kadar.
Penetapan kadar yang lebih teliti dapat digunakan dengan cara densito
metri atau dengan mengambil bercak dengan hati-hati dari lempeng, kemudian
disari dengan pelarut yang cocok, dan ditetapkan dengan cara spektrofotometri.
Pada KLT 2 dimensi lempeng yang telah dievaluasi diputar 900 dan dievaluasi
lagi umumnya menggunakan bejana lain yang berisi pelarut lain. Alat yang
digunakan adalah lempeng kaca, baki lempeng, rak penyimpanan, zat
penyerap, alat pembuat lapisan, bejana kromatografi, sablon, pipet mikro, alat
penyemprot pereaksi, pelarut, dan lampu ultraviolet. (Materia Medika
Indonesia Jilid V, hal 528).
Cara menggunakan KLT :
1. Potong plat sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat
selebar 1 cm. berarti jika menguji 3 sampel (3 spot) berarti menggunakan
plat selebar 3 cm.
2. Buat garis dasar (base line) dibagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung
bawah plat, dan garis akhir di bagian atas.
3. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan
sejajar, tepat di atas base line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut
tertentu. Keringkan totolan.
4. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam
chamber dan campurkan.
5. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai
tercelup oleh eluen. Tutuplah chamber.
6. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, di sana
pemisahan akan terlihat
7. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset keringkan dan
ukur jarak spot. Jika spot tidah kelihatan, amati pada lampu UV. Jika
masih tak terlihat, semprot dengan pewarna tertentu seperti kalium kromat,
asam sulfat pekat dalam alcohol 96% atau ninhidrin. Berikut ini adalah
gambarnya :
Karakter yang diinginkan dalam pemilihan fasa gerak yang kompetitif untuk
KLT antara lain adalah parameter kelarutan (solubility parameter), indeks
polaritas (polarity index) dan kekuatannya sebagai solvent (solvent strength) .
Parameter kelarutan menunjukkan kemampuannya untuk berkombinasi dengan
beragam pelarut lain. Indeks polaritas menunjukkan besaran empiris yang
digunakan untuk mengukut ketertarikan antar molekul dalam solute dengan
molekul solvent pada parameter kelarutan solvent yang bersangkutan dalam
keadaan murninya. Sementara kekuatan pelarut dinyatakan sebagai bilangan
yang berkisar antara -0,25 sampai +1,3 yang ditentukan melalui energi adsorpsi
oleh molekul solvent pada solvent yang bersangkutan.
Zn
0.3 gram esktrak dikocok dengan 3 ml n-heksana berkali-kali dalam tabung reaksi
sampai ekstrak n-heksana tidak berwarna
Residu dilarutkan dalam 20 ml, etanol dan dibagi menjadi 4 bagian, masing-masing
disebut sebagai larutan IIIA, IIIB, IIIC, dan IIID.
b. Reaksi Warna
1. Uji bate-smith dan Metcalf
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB ditambah 0.5 ml HCL pekat dan diamati perubahan warna yang
terjadi, kemuadian dipanaskan di atas penangas air dan diamati lagi perubahan warna yang terjadi.
Bila perlahan-lahan menjadi merah terang atau ungu menunjukkan adanya senyawa
leukoantosianin ( dibandingkan dengan blanko )
2. Uji Wilstater
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIC ditambah 0.5 ml HCI pekat dan 4 potong
magnesium.
Diamati perubahan warna yang terjadi, diencerkan dengan 2 ml air suling, kemudian
ditambah 1 ml butanol
Diamati warna yang terjadi disetiap lapisan. Perubahan warna jingga menunjukkan
adanya flavon, merah pucat menunjukkan adanya flavonol, merah tua menunjukkan
adanya flavanon .
c. Kromatografi lapis tipis
Noda kuning yang ditimbulkan oleh uap ammonia akan hilang secara perlahan ketika
amonianya menguap meninggalkan noda
b. Reaksi warna
1. Uji Bate-Smith dan Metcalf
Cek dipanjang
gelombang 254nm
Cek dipanjang
gelombang 365nm
Warna kuning
intensifmenunjukkan adanya
flavonoid
H. Daftar Pustaka
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-4
Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB Press. Bandung.
Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata, 15, Penerbit ITB, Bandung.
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. TerbitanKedua. ITB. Bandung.
Wulandari, L., 2011. Kromatografi Lapis Tipis: Metode Pemisahan Pada
Kromatografi hal 7-11. Jember: PT. Taman Kampus Presindo.