Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN FLAVONOIDA (Ekstrak


Psidium guajava)

Nama : Dewi Sarjianingsih

NIM : 201410410311068

Kelas : Fitokimia B

Kelompok :7

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
A. Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan flavonoida
dalam tanaman.
B. Tinjauan Pustaka
Tinjauan Tanaman

Tanaman jambu biji (Psidium guajava) dalam sistematika dunia


tumbuhan diklasifikasikan menjadi seperti di bawah inimenurut( Cronquist,
1981):

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.

Gambar 1. Tanaman jambu biji

Tanaman jambu biji sering disebut jambu batu. Beberapa nama daerah
untuk tanaman tersebut antara lain glima breuen, glimeu beru, galiman,
masiambu, jambu biawas (Sumatra) dan kayawase, kayawusu, lainehatu,
lutuhatu dan gayawa (Maluku) (Wijayakusuma et al. 1994).
Pohon jambu biji banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Pohon
jambu biji sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1 m sampai
1.200 m dari permukaan laut (Dalimartha, 2001). Batangnya berkayu, keras,
kulit batang licin, berwarna coklat kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek,
letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin.
Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal
membulat, tepi rat agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6
sampai 12 cm, lebar 3 cm sampai 6 cm. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari
ketiak daun, berkumpul 1 sampai 3 bunga, berwarna putih. Buahnya buah buni,
berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan.
Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak, berwarna putih
kekuningan atau merah jambu. Biji buah banyak mengumpul ditengah, kecil-
kecil, keras, berwarna kuning kecoklatan (Dalimartha, 2001).
Menurut Taiz dan Zeiger (2002) secara fitokimia, Pada Daun Jambu Biji
(Psidium guajava) mengandungsenyawametabolit sekunder yang dihasilkan
tumbuhan merupakan bagian dari sistem pertahanan diri. Senyawa tersebut
berperan sebagai pelindung dari serangan infeksi mikroba patogen dan
mencegah pemakanan oleh herbivora. Metabolit sekunder dibedakan menjadi
tiga kelompok besar yaitu terpen, fenolik, dan senyawa mengandung nitrogen
terutama alkaloid.

Uraian mengenai Flavonoid


a. Pengertian Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik
yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat
ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham, 1988). Golongan
flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6, artinya
kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6(cincin benzena tersubstitusi)
disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995).
Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan
cincin hetero siklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar
menurut pola yang berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida.
Golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang
menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu dari cincin benzena.
Sistem penomoran flavonoid dapat dilihat pada gambar 1.

b. Penyebaran flavonoid
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan
mengecualikan alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian
tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah,
dan biji. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar,
yaitu angiospermae (Markham, 1988)
Segi penting dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan ialah adanya
kecenderungan kuat bahwa tetumbuhan yang secara taksonomi berkaitan akan
menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa. Jadi, informasi yang berguna
tentang jenis flavonoid yang mungkin ditemukan pada tumbuhan yang sedang
ditelaah sering kali dapat diperoleh dengan melihat pustaka mengenai telaah
flavonoid terdahulu dalam tumbuhan yang berkaitan, misalnya dari marga atau
suku yang sama (Markham, 1988).
Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif
maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan jelas dalam
menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tak
berwarna, tetapi flavonoid yang menyerap sinar UV barangkali penting juga
dalam mengarahkan serangga. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid untuk
tumbuhan yang mengandungnya adalah pengaturan tumbuh, pengaturan
fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga
(Robinson, 1995). Sifat berbagai golongan flavonoid dapat dilihat pada tabel I.
c. Penggolongan flavonoid
Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula-mula
didasarkan kepada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Kemudian diikuti
dengan pemeriksaan ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis, secara
kromatografi satu arah, dan pemeriksaan ekstrak etanol secara dua arah.
Akhirnya, flavonoid dapat dipisahkan dengan cara kromatografi. Komponen
masing-masing diidentifikasi dengan membandingkan kromatografi dan
spektrum, dengan memakai senyawa pembanding yang sudah dikenal.
Senyawa baru yang sudah ditemukan sewaktu menelaah memerlukan
pemeriksaan kimia dan spektrum yang lebih terinci (Harborne, 1996).
Struktur berbagai tipe atau golongan flavonoid bervariasi sesuai dengan
kerangka dasar heterosiklik beroksigen yang dapat berupa gama piron, piran
atau pirilium. Kecuali pada auron dan khalkon, siklisasi terjadi antara atom
karbon didekat cincin benzen (B) dan satu gugus hidroksil cincin A. Kelas-
kelas yang berlainan di flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik
oksigen dan juga hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan
(Robinson, 1991).
Perbedaan di bagian rantai karbon nomor 3 menentukan klasifikasi dari
senyawa flavonoid yaitu flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon,
auron dan khalkon. Kerangka flavonoid cincin benzoil dan cinnamoil dapat
dilihat pada gambar 2. Kerangka dari tipe-tipe flavonoid dapat dilihat pada
gambar 3.

c. Ekstraksi dan isolasi senyawa flavonoid


Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia
senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa.
Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula,
flavonoid merupakan senyawa polar dan seperti kata pepatah lama suatu
golongan akan melarutkan golongannya sendiri, maka umumnya flavonoid
larut cukupan dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH),
butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF),
air, dan lain-lain. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon,
flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah
larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).
Idealnya, untuk analisis fitokimia, harus digunakan jaringan tumbuhan
segar. Beberapa menit setelah dikumpulkan, bahan tumbuhan harus
dicemplungkan ke dalam alkohol mendidih. Kadang-kadang tumbuhan yang
ditelaah tidak tersedia dan bahan mungkin harus disediakan oleh seorang
pengumpul yang tinggal di benua lain. Dalam hal demikian, jaringan yang
diambil segar harus disimpan kering di dalam kantung plastik, dan biasanya
akan tetap dalam keadaan baik untuk dianalisis setelah beberapa hari dalam
perjalanan dengan pos udara (Harborne, 1996).
Pada prosedur ekstraksi terdapat jalan pintas yang dapat dipelajari dari
pengalaman. Misalnya, bila mengisolasi kandungan dari jaringan daun, yang
larut dalam air, seharusnya lipid dihilangkan pada tahap dini sebelum
pemekatan, yaitu dengan mencuci ekstrak berulang-ulang dengan eter minyak
bumi. Kenyataannya, bila ekstrak etanol diuapkan dengan penguap putar,
hampir semua klorofil dan lipid melekat pada dinding labu. Dengan
keterampilan, pemekatan dapat dilakukan tepat sampai suatu saat tertentu
sehingga larutan air yang pekat dapat dipipet hampir tanpa mengandung
cemaran lemak (Harborne, 1996).
d. Karakteristik dan identifikasi senyawa flavonoid
Karakteristik flavonoid dapat didasarkan atas reaksi warna dan
kelarutannya. Jika tidak ada pigmen yang mengganggu, flavonoid dapat
dideteksi dengan uap amonia dan memberikan warna spesifik untuk masing-
masing golongan. Reaksi warna flavonoid dapat dilihat pada tabel II.
Penafsiran bercak dari segi struktur flavonoid dapat dilihat pada tabel III.
Cara melakukan Identifikasi Golongan Senyawa
Larutan Percobaan.
Sari 0.5 g serbuk yang diperiksa atau sisa kering 10 ml sediaan berbentuk
cairan, dengan 10 ml methanol P, menggunakan alat pendingin balik selama 10
menit. Saring panas melalui kertas saring kecil berlipat, encerkan filtrate
dengan 10 ml air. Setelah dingin tambahkan 5 ml eter minyak tanah P, kocok
hati-hati, diamkan. Ambil lapisan methanol, uapkan pada suhu 40ºC dibawah
tekanan. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat P, saring.
Cara Percobaan.
1. Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 ml
sampai 2 ml etanol (95%) P ; tambahkan 0.5 ml g serbuk seng P dan 2 ml
asam klorida 2N, diamkan selama 1 menit. Tambahkan 10 tetes asam
klorida pekat P, jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah
intensif, menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-flavonol).
2. Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 ml
etanol (95%) P, tambahkan 0.1 g serbuk magnesium P dan 10 tetes asam
klorida pekat P, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu,
menunjukkan adanya flavonoid, jika terjadi warna kuning jingga,
menunjukkan adanya flavon, kalkon dan auron.
3. Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, basahkan sisa dengan aseton
P, tambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam
oksalat P, panaskan hati-hati di atas penangas air dan hindari pemanasan
yang berlebihan. Campur sisa yang diperoleh dengan 10 ml eter P. Amati
dengan sinar ultraviolet 366 nm ; larutan berflurorensi kuning intensif,
menunjukkan adanya flavonoid.

Pemisahan Kromatografi lapis Tipis


Kromatografi adalah cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada
dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau
penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas yang
mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan untuk percobaan identifikasi
atau penetapan kadar. Kromatografi yang sering digunakan adalah
kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan
kromatografi gas. Dalam KLT tedapat factor resistensi (Rf) yang dirumuskan
sebagai berikut :

Sebagai bahan penyerap selain kertas digunakan juga zat penyerap berpori,
misalnya aluminiumoksida yang diaktifkan, asam silikat atau silika gel
kiselgur dan harsa sintetik. Bahan tersebut dapat digunakan sebagai penyerap
tunggal atau campurannya atau sebagai penyangga bahan lain. Kromatografi
kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih berguna untuk percobaan
identifikais karena cara ini khas dan mudah dilakukan untuk zat dengan
jumLah sedikit. Kromatografi gas memerlikan alat yang lebih rumit, tetapi
cara tersebut sangat berguan untuk percobaan identifikasi dan penetapan
kadar. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 523)
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan zat secara cepat
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba
rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom
kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian
atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan
lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion
dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh
pada KLT tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada
kromatografi kertas karena itu pada lempeng sama disamping kromatogram
dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari zat pembanding kimia
lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh
dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran yang kurang lebih
sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk memperkirakan
kada. Penetapan kadar yang lebih telitibdapat digunakan dengan cara densito
metri atau dengan mengambil bercak dengan hati-hati dari lempeng, kemudian
disari dengna pelarut yang cocok, dan ditetapkan dengan spektrofotometri.
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan zat secara cepat
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba
rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai kolom
kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian
atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap pembagian atau
gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat
penyerap dan jenis pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion dapat digunakan
untuk pemisahan senyawa polar.
Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap jika dibandingkan dengan
yang diperoleh pada kromatografi kertas karena itu pada lempeng yang sama
disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari
zat pembanding kimia lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan
identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan
ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan
untuk memperkirakan kadar.
Penetapan kadar yang lebih teliti dapat digunakan dengan cara densito
metri atau dengan mengambil bercak dengan hati-hati dari lempeng, kemudian
disari dengan pelarut yang cocok, dan ditetapkan dengan cara spektrofotometri.
Pada KLT 2 dimensi lempeng yang telah dievaluasi diputar 900 dan dievaluasi
lagi umumnya menggunakan bejana lain yang berisi pelarut lain. Alat yang
digunakan adalah lempeng kaca, baki lempeng, rak penyimpanan, zat
penyerap, alat pembuat lapisan, bejana kromatografi, sablon, pipet mikro, alat
penyemprot pereaksi, pelarut, dan lampu ultraviolet. (Materia Medika
Indonesia Jilid V, hal 528).
Cara menggunakan KLT :
1. Potong plat sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat
selebar 1 cm. berarti jika menguji 3 sampel (3 spot) berarti menggunakan
plat selebar 3 cm.
2. Buat garis dasar (base line) dibagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung
bawah plat, dan garis akhir di bagian atas.
3. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan
sejajar, tepat di atas base line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut
tertentu. Keringkan totolan.
4. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam
chamber dan campurkan.
5. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai
tercelup oleh eluen. Tutuplah chamber.
6. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, di sana
pemisahan akan terlihat
7. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset keringkan dan
ukur jarak spot. Jika spot tidah kelihatan, amati pada lampu UV. Jika
masih tak terlihat, semprot dengan pewarna tertentu seperti kalium kromat,
asam sulfat pekat dalam alcohol 96% atau ninhidrin. Berikut ini adalah
gambarnya :
Karakter yang diinginkan dalam pemilihan fasa gerak yang kompetitif untuk
KLT antara lain adalah parameter kelarutan (solubility parameter), indeks
polaritas (polarity index) dan kekuatannya sebagai solvent (solvent strength) .
Parameter kelarutan menunjukkan kemampuannya untuk berkombinasi dengan
beragam pelarut lain. Indeks polaritas menunjukkan besaran empiris yang
digunakan untuk mengukut ketertarikan antar molekul dalam solute dengan
molekul solvent pada parameter kelarutan solvent yang bersangkutan dalam
keadaan murninya. Sementara kekuatan pelarut dinyatakan sebagai bilangan
yang berkisar antara -0,25 sampai +1,3 yang ditentukan melalui energi adsorpsi
oleh molekul solvent pada solvent yang bersangkutan.

Kelebihan Metode Kromatografi Lapis Tipis


Beberapa keuntungan dari kromatografi lapis tipis ini adalah sebagai berikut :
 Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
 Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
 Dapat dilakukan elusi secara naik (ascending), menurun (descending), atau
dengan cara elusi 2 dimensi.
 Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
 Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
 Waktu analisis yang singkat (15-60 menit)
 Biaya yang dibutuhkan ringan.
 Preparasi sampel yang mudah
 Kebutuhan ruangan minimum
Analisis KLT banyak digunakan karena :
 Waktu yang diperlukan untuk analisis senyawa relatif pendek
 Dalam analisis kualitatif dapat memberikan informasi semi kuantitatif
tentang konstituen utama dalam sampel
 Cocok untuk memonitor identitas dan kemurnian sampel
 Dengan bantuan prosedur pemisahan yang sesuai, dapat digunakan untuk
analisis kombinasi sampel terutama dari sediaan herbal.

Eluen (Fase Gerak)


Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan
prinsip ini. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase
yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen
yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen
yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (Kantasubrata,
1993).
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau
kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat
dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang
berbeda Proses kromatografi juga digunakan dalam metode pemisahan
komponen gula dari komponen non gula dan abu dalam tetes menjadi fraksi-
fraksi terpisah yang diakibatkan oleh perbedaan adsorpsi, difusi dan eksklusi
komponen gula dan non gula tersebut terhadap adsorbent dan eluent yang
digunakan (Kantasubrata, 1993).
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting
pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam
(adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat 2 menentukan
terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula
dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah
umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya
pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang
banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika.
Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang
bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari
ikatannya dengan alumina (jel silika) (Kantasubrata, 1993).
1. Kloroform :
a. Sifat Fisis :
- Rumus Molekul : CHCl3
- Berat Molekul : 119,39 g/gmol
- Wujud : Cairan bening
- Titik Didih : 61,2˚C
- Titik Leleh : -65,5˚C
- Densitas : 1,48 gr/cm3
- Suhu Kritis : 264˚C
- Specific gravity : 1,489
- Viskositas : 0,57 cp (20˚C)
- Kapasitas Panas : 0,234 kal/g˚C pada 20˚C
- Tekanan Kritis : 53,8 atm
- Suhu Kritis :263˚C
- Kelarutan dalam 10 mL air : 0,8 g (20˚C)
(Ketta & Cunningham, 1992)
b. Sifat Kimia :
- Kloroform jika bereaksi dengan udara atau cahaya secara perlahan-
lahan akan teroksidasi menjadi senyawa beracun phisgene (karbonil
klorida).
Reaksi : Udara atau cahaya

CHCL3 + ½O2 COCl2 + HCl


- Kloroform dapat direduksi dengan bantuan zeng dan asam klorida
untuk membentuk metilen klorida. Jika proses redduksi dilakukan
dengan bantuan debu seng dan air akan dapat diperoleh metana.
Zn
Reaksi :
CHCl3 + 2 H CH2Cl2 + HCl
HCl

Zn

CHCl3 + 6 H CH4 + 3 HCL


H2O

- Kloroform dapat bereaksi dengan asam nitrat pekat untuk


membentuk nitro kloroform atau kloropikrin.
Reaksi :
CHCl3 + HNO3 CCl3NO2 + H2O
- Kloroform biasanya digunakan sebagai insektisida.
- Kloroform dapat mengalami proses klorinasi dengan klorin jika
terkena sinar matahari dan menghasilkan karbon tetraklorida.
Reaksi :
CHCl3 + Cl2 CCl4 + HCl
(Kirk & Othmer, 1998)
2. Asam Formiat
a. Sifat Fisik Asam Formiat
- Berat molekul : 46,03 gr/mol
- Titik Didih : 760mmHg 100,8˚C
- Titik Leleh : 8,4˚C
- Spesifik gravity : (20˚C) 1,22647
- Konstanta ionisasi : (20˚C) 1,765× 10-4
- Tegangan permukaan : (22˚C) 37,67 dyne/cm
- Viskositas : (25˚C) 1,57 cp
- Kapasitas panas cairan : (0˚C) 82,8 joulel/mol K
- Panas pembentukan laten : 3031 kal/mol
- Panas penguapan laten : 104 kal/mol
- Panas pembakaran cairan : (25˚C) – 60,9 kkal/mol
- Panas pembentukan cairan : (25˚C) – 101,52 kkal/mol
b. Sifat Kimia Asam Formiat
- Asam formiat dapat bercampur sempurna dengan air dan sedikit larut
dalam benzene, karbon tetraklorida, toluene, dan tidak larut dalam
hidrokarbon alifatik seperti heptana dan oktana.
- Asam formiat dapat melarutkan nilon, poliamida tetapi tidak
melarutkan Poli Vinil Chlorida (PVC).
- Reaksi – reaksi lain yang terjadi pada Asam formiat adalah :
1. Bereaksi dengan Asetilen membentuk Vinil formiat. Reaksinya :
HCOOH + HC
2. Dekomposisi Pada temperatur 200˚C, asam formiat
terdekomposisi menjadi karbon monoksida dan air dengan katalis
Alumina. Reaksinya : HCOOH Al2O3,T : 200°C CO + H2O
3. Bereaksi dengan Keton dan Amina menjadi Amina primer.
3. Aseton : nama lain 2-propanon, Dimetil keton
a. Sifat Fisis
- Rumus Molekul : C3H6O
- Berat Molekul (g/gmol) : 58,08 g/gmol
- Kenampakan : Cairan tak berwarna
- Titik Didih (˚C) : 56,29˚C
- Titik Beku, ˚C : -94,6 ˚C
- Refractive Index (20˚C) : 1,3588
- Viskositas (20˚C) cp : 0,32 cp
- Specific Gravity (20˚C) : 0,783
- Temperatur kritis (˚C) : 235,05˚C
- Tekanan Kritis (20˚C) kPa : 4,701 kPa
- Sangat larut dalam air
b. Sifat Kimia
- Dengan proses pirolisa akan membentuk Ketena.
- Aseton dapat dikondensasi dengan asetilen membentuk 2 metil 3
butynediol, suatau intermediate untuk Isoprene.
- Dengan Hidrogen sianida dalam kondisi basa akan menghasilkan
aseton sianohidrin.
(Kirk & Othmer, 1983)
C. Bagan Alir
a. Preparasi Sampel

0.3 gram esktrak dikocok dengan 3 ml n-heksana berkali-kali dalam tabung reaksi
sampai ekstrak n-heksana tidak berwarna

Residu dilarutkan dalam 20 ml, etanol dan dibagi menjadi 4 bagian, masing-masing
disebut sebagai larutan IIIA, IIIB, IIIC, dan IIID.

b. Reaksi Warna
1. Uji bate-smith dan Metcalf
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB ditambah 0.5 ml HCL pekat dan diamati perubahan warna yang
terjadi, kemuadian dipanaskan di atas penangas air dan diamati lagi perubahan warna yang terjadi.

Bila perlahan-lahan menjadi merah terang atau ungu menunjukkan adanya senyawa
leukoantosianin ( dibandingkan dengan blanko )

2. Uji Wilstater
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIC ditambah 0.5 ml HCI pekat dan 4 potong
magnesium.

Diamati perubahan warna yang terjadi, diencerkan dengan 2 ml air suling, kemudian
ditambah 1 ml butanol

Diamati warna yang terjadi disetiap lapisan. Perubahan warna jingga menunjukkan
adanya flavon, merah pucat menunjukkan adanya flavonol, merah tua menunjukkan
adanya flavanon .
c. Kromatografi lapis tipis

Larutan IIID ditotolkan pada fase diam

Uji kromatografi lapis tipis

Adanya flavonoid ditunjukkan dengan timbulnya noda berwarna kuning intensif

Noda kuning yang ditimbulkan oleh uap ammonia akan hilang secara perlahan ketika
amonianya menguap meninggalkan noda

Sedangkan noda kuning yang ditimbulkan oleh pereaksi sitrat-borat sifatnya


permanen
D. Skema Kerja
a. Preparasi Sampel

Dikocok sampai ekstrak n-


heksan tidak berwarna

0,3 gram ekstrak


3 ml n-heksan

IIIA IIIB IIIC IIID

Residu dilarutkan dalam 20 ml


Dibagi menjadi empatbagian etanol

b. Reaksi warna
1. Uji Bate-Smith dan Metcalf

larutan IIIA sebagai blanko

III B Amati perubahan


warna yang terjadi

Dipanaskan diatas penangas air dan


Larutan IIIB+0,5ml HCL amati lagi perubahan warna, bila
2. Uji pekat
Wilstater
warna merah/ungu menunjukkan
adanya senyawa leukoantosianin

larutan IIIA sebagai blanko


Encerkan dengan + 1ml butanol, amati warna
Larutan IIIC + 0,5ml HCL pekat &
2ml air suling yang terjadi disetiap lapisan
4 potong magnesium, amati
perubahan warna

Warna jingga menunjukkan adanya flavon, merah pucat menunjukkan


aanya flavonol, merah tua menunjukkan adanya flavanon

c. Kromatografi Lapis Tipis

Cek dipanjang
gelombang 254nm

Larutan IIID Ditotolkan pada fase diam

Cek dipanjang
gelombang 365nm

Warna kuning
intensifmenunjukkan adanya
flavonoid
H. Daftar Pustaka
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-4
Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB Press. Bandung.
Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata, 15, Penerbit ITB, Bandung.
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. TerbitanKedua. ITB. Bandung.
Wulandari, L., 2011. Kromatografi Lapis Tipis: Metode Pemisahan Pada
Kromatografi hal 7-11. Jember: PT. Taman Kampus Presindo.

Rajalakshmi, D dan S. Narasimhan. (1985). Food Antioxidants: Sources and


Methods of Evaluation dalam D.L. Madhavi: Food Antioxidant,
Technological, Toxilogical and Health Perspectives. Marcel Dekker Inc.,
Hongkong: 76-77

Mc Ketta, j.j. and Cunningham, W.A., 1992, Encyclopedia of Chemical


Processing and Design, Vol 5, Marcel Decker inc., New York

Anda mungkin juga menyukai