Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL DAN TANIN


(Ekstrak Psidium guajava)

Nama : Iin Mardhatillah


NIM : 201410410311122
Kelas : Fitokimia E
Kelompok : 10

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
A. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan polifenol dan
tanin dalam tanaman.

B. TINJAUAN PUSTAKA
I.Tinjauan Tanaman
 Nama umum : Jambu Biji

 Klasifikasi
Tanaman jambu biji (Psidium guajava) dalam sistematika dunia tumbuhan
diklasifikasikan menjadi seperti di bawah inimenurut( Cronquist, 1981):
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.
Tanaman jambu biji sering disebut jambu batu. Beberapa nama daerah
untuk tanaman tersebut antara lain glima breuen, glimeu beru, galiman,
masiambu, jambu biawas (Sumatra) dan kayawase, kayawusu, lainehatu, lutuhatu
dan gayawa (Maluku) (Wijayakusuma et al. 1994).
Pohon jambu biji banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Pohon
jambu biji sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1 m sampai
1.200 m dari permukaan laut (Dalimartha, 2001). Batangnya berkayu, keras, kulit
batang licin, berwarna coklat kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak
berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin.
Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal
membulat, tepi rat agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6 sampai
12 cm, lebar 3 cm sampai 6 cm. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak
daun, berkumpul 1 sampai 3 bunga, berwarna putih. Buahnya buah buni,
berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan.
Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak, berwarna putih kekuningan
atau merah jambu. Biji buah banyak mengumpul ditengah, kecil-kecil, keras,
berwarna kuning kecoklatan (Dalimartha, 2001).
Menurut Taiz dan Zeiger (2002) secara fitokimia, Pada Daun Jambu Biji
(Psidium guajava)mengandungsenyawametabolit sekunder yang dihasilkan
tumbuhan merupakan bagian dari sistem pertahanan diri. Senyawa tersebut
berperan sebagai pelindung dari serangan infeksi mikroba patogen dan mencegah
pemakanan oleh herbivora. Metabolit sekunder dibedakan menjadi tiga kelompok
besar yaitu terpen, fenolik, dan senyawa mengandung nitrogen terutama alkaloid.

II. Senyawa Polifenol


Kelompok senyawa yang dianggap mempunyai fungsi fungsi fisiologis
tertentu di dalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat
gizi dasar(karbohidrat, protein, dan lemak) yang terkandung dalam pangan yang
bersangkutan, yaitu: serat makanan (dietary fiber), oligosakarida, gula alkohol
(polyol), asam lemak tidak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids= PUFA),
peptidadan protein tertentu, glikosidadan isoprenoid, polifenoldanisoflavon, kolin
dan lesitin, bakteri asam laktat, phytosterol, vitamin dan mineral tertentu.
Polifenol (polyphenol) merupakan senyawa kimia yang terkandung di
dalam tumbuhan dan bersifat antioksidan kuat. Polifenol adalah kelompok
antioksidan yang secara alami ada di dalam sayuran (brokoli, kol, seledri), buah-
buahan(apel, delima, melon, ceri, pir, dan stroberi), kacang-kacangan (walnut,
kedelai, kacang tanah), minyak zaitun, dan minuman (seperti teh, kopi, cokelat
dan anggur merah/red wine). Polifenol umumnya banyak terkandung dalam kulit
buah, sehingga ada benarnya kalau kita dihimbau untuk mengkonsumsi apel dan
bit beserta kulitnya.

Polifenol ini berperan melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal
bebas dengan cara mengikat radikal bebas sehingga mencegah proses inflamasi
dan peradangan pada sel tubuh. Polifenol juga bermanfaat menurunkan risiko
penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, alzheimer, dan kanker.

Senyawa polifenol terdiri dari beberapa subkelas yakni, flavonol, isoflavon


(dalam kedelai), flavanon, antosianidin, katekin, dan biflavan. Jenis polifenol lain
adalah tanin (terkandung dalam teh dan cokelat), yang sedang hangat
diperbincangkan di dunia kesehatan. Yang paling sering diperbincangkan adalah
katekin, quercetin dan tannin yang sedang naik daun termasuk yang paling mudah
kuingat.

Fenol sendiri merupkan struktur yang terbentuk dari benzena tersubtitusi


dengan gugus –OH. Gugus –OH yang terkandung merupakan aktivator yang kuat
dalam reaksi subtitusi aromatik elektrofilik. Fenol Polifenol dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa jenis berdasarkan unit basanya antara lain Asam Galia, Asam
Sinamat, dan Flavon. Selain itu senyawa-senyawa polifenol jika berdasarkan
komponen penyusun fenolnya dapaat dibagi menjadi fenol, pyrocatechol,
pirogallol,resorsinol, floroglucinol, dan hidroquinon. Kerena polifenol banyak
dimanfaatkan oleh manusia dan sebagian telah diproduksi dengan cara disintesis
secara industri sebagai obat. Itulahsebabnya kita akan membahas tentang beberapa
contoh dan fungsi-fungsi senyawa polifenol.
KLASIFIKASI POLIFENOL

Berdasarkan Unit basa, Polifenol jika diklasifikasikan berdasarkan unit


basanya di bagi menjadi 3 kelompok besar yaitu asam galic, polivenol, Flavon,
asam sinamat.

1. Asam Galic : Senyawa ini memiliki struktur benzen yang tersubtitusi


dengan 3 gugus –OH dan satu gugus Karboksilat. Contohnya seperti jenis
hydrolyzabletannins yang merupakan jenis tanin yangdapat larut di dalam
airmembentuk asam gallic dan asam protocatechuic dan gula. Contoh jenis
ini adalah gallotanin (Anonim, 2009).

Asam galat : Senyawa ini tidak terlalu berperan didalam tumbuhan tetapi
cukup memberikan manfaat bagi manusia khususnya dalam bidang kesehatan.
Senyawa jenis ini telah diteliti dapatmenghambat tumor, anti-virus, antioksidasi,
antideabetes dan anticacing.
Flavon jenis polifenol ini paling banyak terdapat dialam. Senyawa ini juga
termasuk flavonoid, Contoh senyawa ini adalah epicatechin dan epigalocatechin,
senyawa ini terkandung di dalam teh yang memiliki fungsis ebagai antioksidan.
Asam sinamat, Senyawa jenis ini memliki struktur umum asam sinamat.
Salah satu contoh jenis ini adalah lignin. Lignin banyak terdapat pada tumbuhan
sebagai penyusun dinding sel. Senyawa ini berupa polimer yang memiliki struktur
kompleks dan berat molekul lebih dari 10.000 monomer pada lignin disebut
monolignols.
Saat ini Polyphenol merupakan salah satu produk anti oksidan yang sangat
kuat dan ampuh dalam menangkal radikal bebas. Senyawa ini juga memiliki
kemampuan sebagai anti Aging (Anti Penuaan Dini). Berbagai studi dan
penelitian membuktikan bahwa radikal bebas adalah penyebab utama dari
penyakit-penakit degeneratif seperti : Kanker, Kolesterol, Diabetes,Jantung
maupun Stroke.Dengan demikian, Polyphenol begitu diperlukan dalam mencegah
ataupun menanggulangi penyakit-penyakit tersebut diatas.
Journal of Cellular Biochemistry mempublikasikan bahwa polyphenol
tergolong dalam antioksidant yang memiliki kekuatan 100 kali lebih efektif dari
vitamin C dan 25kali lebih efektif dari vitamin E. Senyawa ini mampu
menetralisir radikal bebas yang menjadi penyebab kanker payudara, menurunkan
resiko kanker lambung, paru-paru, usus besar, hati dan pancreas serta membantu
menurunkan tingkat kadar gula dalam darah. Polyphenol efektif mengurangi
penumpukan kolesterol jahat (LDL) di dalam darah, karena anti oksidan mampu
mencegah oksidasi kolesterol dalam pembuluh arteri yang menyebabkan
pembekuan trombosit abnormal penyebab terjadinya serangan jantung dan stroke.
Sebuah study oleh para peneliti Amerika Serikat yang dipublikasikan
dalam American Journal of Epidemiologi menyatakan bahwa mereka yang minum
sedikitnya dua cangkir teh yang mengandung polyphenol setiap hari, ternyata 68%
lebih rendah kemungkinan terkena kanker usus.
Manfaat dan Khasiat Polifenol adalah sebagai anti oksidan yang yang
sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Mampu meredam perkembangan
aktifasi sel kanker hingga 50%. Untukmengobati asam urat, eksim, migrain,
demam, asma, dll. Mencegah penyakit degenaratif seperti : kanker, klesterol,
jantung maupun stroke. Mampu menurunkan kadar gula dalam plasma darah
sehingga baik diminum bagi penderitadiabetes. Memiliki kemampuan anti aging
(anti penuaan dini)

Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat
ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.
Polifenol berperan dalam memberi warna pada suatu tumbuhan seperti warna
daun saat musim gugur.

III. Senyawa Tanin


Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada
tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul
biasanya berkisar 1000-3000 (Waterman dan Mole tahun 1994, Kraus dll., 2003).
Menurut definisi, tanin mampu menjadi pengompleks dan kemudian mempercepat
pengendapan protein serta dapat mengikat makromolekul lainnya. Tanin
merupakan campuran senyawa polifenol yang jika semakin banyak jumlah gugus
fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin. Pada mikroskop, tanin
biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning, merah, atau
cokelat.

Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat, biasanya mengandung 10%
H2O. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam tanat tersusun 5
- 10 residu ester galat, sehingga galotanin sebagai salah satu senyawa turunan
tanin dikenal dengan nama asam tanat. Beberapa struktur kimia senyawa tanin
adalah sebagai berikut.

Struktur kimia tanin

Tanin dapat ditemukan didaun, tunas, biji, akar, dan batangjaringan. Sebagai
contoh dari lokasi tanin dalam jaringan batang adalah tanin sering ditemukan di
daerah pertumbuhan pohon, seperti floem sekunder dan xylem dan lapisan antara
korteks dan epidermis. Tanin dapat membantu mengatur pertumbuha njaringan
ini.

Tanin berikatan kuat dengan protein & dapat mengendapkan protein dari
larutan.Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Dalam
industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu
mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya menyambung silang protein.

Secara fisika, tanin memiliki sifat-sifat: jika dilarutkan kedalam air akan
membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur dengan alkaloid dan
glatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal, dan dapat mengendapkan protein dari
larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi
oleh enzim protiolitik.

Secara kimiawi, memiliki sifat-sifat diantaranya: merupakan senyawa


kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar
mengkristal, tanin dapatdiidentifikasikan dengan kromotografi, dan senyawa fenol
dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan pemberi warna.

Senyawa phenol yang secara biologis dapat berperan sebagai khelat logam.
Proses pengkhlatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan pH senyawa phenolik itu
sendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki potensial untuk menjadi
pengkhelat logam. Hasil khelat dari tanin ini memiliki keuntungan yaitu kuatnya
daya khelat dari senyawa tanin ini membuat khelat logam menjadi stabil dan aman
dalam tubuh. Tetapi jika tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan
mengalami anemia karena zat besi dalam darah akan dilkhelat oleh senyawa tanin
tersebut.
Senyawa tanin termasuk ke dalam senyawa polifenol yang artinya senyawa
yang memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi menjadi dua
berdasarkan pada sifat dan struktur kimianya, yaitu tanin yang terhidrolisis dan
tanin yang terkondensasi. Tanin terhidrolisis biasanya ditemukan dalam
konsentrasi yang lebih rendah pada tanaman bila dibandingkan dengan tanin
terkondensasi. Tanin terkondensasi terdiri dari beberapa unit flavanoid (flavan-3-
ol) dihubungkan oleh ikatan-ikatan karbon. Tanin terkondensasi banyak
ditemukan dalam berbagai jenis tanaman seperti Acacia spp, sericea Lespedeza
serta spesies padang rumput seperti Lotus spp.
Tanin terkondensasi (condensed tannins) biasanya tidak dapat dihidrolisis,
tetapi dapat terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan
terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari
tanin ini adalah Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari
flavonoid yang dihubungkan dengan melalui ikatan C-8 dengan C-4. Salah satu
contohnya adalah Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang
tersusun dari epiccatechin dan catechin. Senyawa ini jika dikondensasi maka akan
menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa
floroglusinol.
Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan
membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan
menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini
adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan
asam galat. Selainmembentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin
terhidrolisis yang biasa disebut Ellagitanins. Ellagitanin sederhana disebut juga
ester asam hexahydroxy diphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi
asam galic jika dilarutkan dalam air.
Tannin ialah salah satu contoh dari senyawa polifenol. Tannin tersebut
terdapat luas didalam tumbuhan berpembuluh dan juga terdapat khsus dalam
jaringan kayu pada suatu angiospermae.
Secara kimia terdapat dua jenis tannin, ialah :
1.tannin-terkondensasi atau flavolan
2.tannin terhidrolisiskan.

Struktur Proanthocyanidin (golongan tannin)

Tannin-terkondensasi tersebut terdapat didalam jenis paku-pakuan,


gymnospermae, dan juga angiospermae. Sedangkan tannin ini terhidrolisiskan
penyebarannya terbatas dalam tumbuhan berkeping dua. Tanin tersebut seringkali
dilaporkan ialah sebagai mikromolekul yang mengganggu bioassay dan juga
sering berikatan tidak spesifik pada berbagai protein yang termasuk beragai jenis
reseptor sehingga dapat menjadi sukar larut air. Tetapi , beberapa aktivitas cukup
penting juga yang dilaporkan pada tanin, ialah dapat menghambat, dapat
menghentikan pedarahan dan juga dapat mengobatai luka bakar.
Tanin tersebut mampu untuk membuat lapisan pelindung luka dan juga
ginjal. Kemampuan mengikat ion besi dengan dapat menghasilkan warna larutan
biru kehitaman ataupun hijau kehitaman ialahh menjadi dasar analisis kualitatif
tannin terhidrolisis maupun tanin galat. Tanin tersebut dapat pula dideteksi dengan
cara menggunakan sinar UV pendek yang berupa bercak lembayung yang
bereaksi positif pada setiap pereaksi fenol baku.
 Tanin Terkondensasi (Condensed Tannins)
Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi
meghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer
flafonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah
Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang
dihubungan dengan melalui C 8 dengan C4. Salah satu contohnya adalah
Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari
epiccatechin dan catechin. Jika terkondensasi maka akan menghasilkan flavanoid
jenis flavan dengan bantuan nuklofil berupa floroglusinol.
terdiri dari molekul-molekul katekin dan epikatekin yang dihubungkan dengan
ikatan C-C
1. katekin, epikatekin monomer
2. 2 – 4 monomer prosianidin oligomerik (OPC)
3. Bobot molekul 1000-3000
4. Lebih tahan terhadap penguraian
5. Lebih mudah teroksidasi warna merah muda keunguan
6. Penyimpanan flobafen ¯ (=flobatanin)
 Tanin Terhidrolisiskan (hydrolysable tannins)
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk
jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan
asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ininadalah gallotanin
yang merupakan senyawa gabungan dari krbohidrat denganasam galat. Senyawa
IV. Identifikasi Golongan Tanin

Berdasarkan sifat-sifat diatas maka untuk menganalisis tanin dapat


dilakukan berbagai cara sesuai tujuannya. Untuk analisis secara kualitatif dapat
dilakukan dengan menggunakan metode :
a) Diberikan larutan FeCl3 berwarna biru tua/ hitam kehijauan.
b) Ditambahkan Kalium Ferrisianida + amoniak berwarna cokelat.
c) Diendapkan dengan garam Cu, Pb, Sn, dan larutan Kalium Bikromat
berwarna coklat (Najib, 2009)
Berikut adalah indikator yang dapat digunakan ketika mengidentifikasi senyawa
tanin secara kualitatif:
a) Galotanin, Elagitanin + garam Feri hitam kebiruan
b) Tanin terkondensasi + garam Feri coklat kehijauan
c) Galotanin + K-iodat warna rosa
d) Asam galat bebas + K-iodat warna jingga
e) Elagitanin + asam nitrit → mula-mula rosa, kemudian ungu, lalu biru
f) Tanin terkondensasi + vanilin + HCl warna merah
Adanya tannin dalam bahan uji dapat diidentifikasi dengan menambahkan garam
gelatindalam ekstrak etanol bahan uji, maka akan terbentuk endapan (Farnsworth,
1966)

V. ELUEN

Eluen adalah pelarut yang dipakai dalam proses migrasi atau pergerakan
dalam membawa komponen-komponen zat sampel atau fasa yang bergerak
melalui fasa diam dan membawa komponen-komponen senyawa yang akan
dipisahkan. Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang
dapat tercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi.
Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas
fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Johnson, 1991).
Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu
variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari fase
gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat
yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase gerak. Fase
gerak harus :

 Murni; tidak ada pencemar/kontaminan


 Tidak bereaksi dengan pengemas
 Sesuai dengan detektor
 Melarutkan cuplikan
 Mempunyai viskositas rendah
 Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan
 Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas

Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur


pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4
persyaratan pertama adalah yang paling penting. Gelembung udara (degassing)
yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena udara yang terlarut keluar
melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat
digunakan.

Index polaritas eluen


VI. Pemisahan Kromatografi lapis Tipis
Kromatografi adalah cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada
dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau penukaran
ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Zat yang
diperoleh dapat digunakan untuk percobaan identifikasi atau penetapan kadar.
Kromatografi yang sering digunakan adalah kromatografi kolom, kromatografi
kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi gas. Dalam KLT tedapat factor
resistensi (Rf) yang dirumuskan sebagai berikut :

Sebagai bahan penyerap selain kertas digunakan juga zat penyerap berpori,
misalnya aluminiumoksida yang diaktifkan, asam silikat atau silika gel
kiselgur dan harsa sintetik. Bahan tersebut dapat digunakan sebagai penyerap
tunggal atau campurannya atau sebagai penyangga bahan lain. Kromatografi
kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih berguna untuk percobaan
identifikais karena cara ini khas dan mudah dilakukan untuk zat dengan
jumLah sedikit. Kromatografi gas memerlikan alat yang lebih rumit, tetapi
cara tersebut sangat berguan untuk percobaan identifikasi dan penetapan
kadar. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 523)
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan zat secara cepat
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba
rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom
kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian
atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan
zat penyerap dan jenis pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion dapat
digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada KLT
tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas
karena itu pada lempeng sama disamping kromatogram dari zat yang diperiksa
perlu dibuat kromatogram dari zat pembanding kimia lebih baik dengan kadar
yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2
bercak dengan harga Rf dan ukuran yang kurang lebih sama. Ukuran dan
intensitas bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kada. Penetapan kadar
yang lebih telitibdapat digunakan dengan cara densito metri atau dengan
mengambil bercak dengan hati-hati dari lempeng, kemudian disari dengna
pelarut yang cocok, dan ditetapkan dengan spektrofotometri.
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan zat secara cepat
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba
rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai kolom
kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian
atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap pembagian atau
gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat
penyerap dan jenis pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion dapat digunakan
untuk pemisahan senyawa polar.
Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap jika dibandingkan dengan
yang diperoleh pada kromatografi kertas karena itu pada lempeng yang sama
disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari
zat pembanding kimia lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan
identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran
yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk
memperkirakan kadar.
Penetapan kadar yang lebih teliti dapat digunakan dengan cara densito metri
atau dengan mengambil bercak dengan hati-hati dari lempeng, kemudian disari
dengan pelarut yang cocok, dan ditetapkan dengan cara spektrofotometri. Pada
KLT 2 dimensi lempeng yang telah dievaluasi diputar 900 dan dievaluasi lagi
umumnya menggunakan bejana lain yang berisi pelarut lain. Alat yang
digunakan adalah lempeng kaca, baki lempeng, rak penyimpanan, zat penyerap,
alat pembuat lapisan, bejana kromatografi, sablon, pipet mikro, alat penyemprot
pereaksi, pelarut, dan lampu ultraviolet. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal
528).
Cara menggunakan KLT :
1. Potong plat sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat
selebar 1 cm. berarti jika menguji 3 sampel (3 spot) berarti menggunakan
plat selebar 3 cm.
2. Buat garis dasar (base line) dibagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung
bawah plat, dan garis akhir di bagian atas.
3. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan
sejajar, tepat di atas base line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut
tertentu. Keringkan totolan.
4. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam
chamber dan campurkan.
5. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai
tercelup oleh eluen. Tutuplah chamber.
6. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, di sana
pemisahan akan terlihat
7. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset keringkan dan
ukur jarak spot. Jika spot tidah kelihatan, amati pada lampu UV. Jika
masih tak terlihat, semprot dengan pewarna tertentu seperti kalium kromat,
asam sulfat pekat dalam alcohol 96% atau ninhidrin.
C. BAGAN ALIR
a. Preparasi Sampel

0.3 gram esktrak ditambah 10 ml aquadest panas, di aduk dandibiarkansampai


temperature kamar, lalu tambahkan 3-4 tetes 10% NaCl, diaduk dan disaring.

Filtrate dibagi tiga, masing-masing ±3 ml larutan IVA, IVB, dan IVC.

b. Uji gelatin
Larutan IVA sebagai blanko, larutan IVB ditambah dengan sedikit larutan gelatin dan 5 ml
larutan NaCl 10%

Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tanin.

c. Uji Ferro Klorida

Larutan IVC diberi beberapa tetes larutan Fecl3, amati perubahan warna

Warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin

Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan putih, tetapi
setelah ditambahkan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi hijau biru hingga
hitam, menunjukkan adanya senyawa polifenol.

FeCl3 positif, gelatin positiftanin (+)

FeCl3 positif, uji gelatin negative polifenol (+)


d. Kromatografi Lapis Tipis
FeCl3 negatifpolifenol (-), tannin (-)
Larutan IVC digunakan untuk pemeriksaan KLT di totolkan dengan
menggunakan fase diam kiesel gel 254, fase gerak kloroform-etilasetat-
AsamFormiat (0,5 : 9: 0,5) dan penampak noda menggunakan pereaksi FeCl3

Jika timbul warna hitam menunjukkan adanya polifenol dalam sampel.


D. SKEMA KERJA
1. Preparasi sampel

Dibiarkan sampai
temperature kamar

0,3 gram ekstrak


10 ml aquadest panas,
diaduk

IVA IVB IVC


Tambahkan 3-4 tetes 10%
Dibagi menjadi tiga bagian NaCl, diaduk dan disaring

2. Uji gelatin

larutan IV A sebagai blanko

Ditambah 5 ml
IV B
larutan NaCl 10 %

Larutan IV B+sedikit larutan


Jika terjadi endapan putih
gelatin
menunjukkan adanya Tanin
3. Uji Ferri Klorida

Larutan IV C + beberapa tetes Jika terjadi warna hijaukehitaman,


FeCl3 menunjukkan adanya tanin
, amati perubahan warna

Jika pada penambahan gelatin dan NaC l tidak ada endapanputih,tetapi setelah + FeCl3terjadi
perubahan wanamenjadi hijau biru hingga hitamsenyawa polifenol

 FeCl3 positif, uji gelatin (+) tanin (+)


 FeCl3 positif, uji gelatin (-) polifenol(+)
 FeCl3negatif polifenol(-), tannin (-)

A. Kromatografi Lapis Tipis

Cek dipanjang
gelombang 254nm

Ditotolkan pada fase diam


Larutan IV C (kiesel gel 254), Penampak noda
(FeCl3)

Cek dipanjang
gelombang 365nm

Warna hitam menunjukkan adanya


polifenol
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Cetakan Pertama. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 528.
Dinoto, A., J. Sulistyo, Y.S. Soeka, dan R. Handayani. 2000.
Glikosidapolifenoltehdanpeluangpemanfaatannyasebagaisenyawabio
aktifkosmetika. Prosiding Seminar SehariTehuntukKesehatan.

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.


Journal of Pharmaceutical Sciences. Volume 55. No.3. Chicago:
Reheis Chemical Company. Pages 263-264.
Harborne, J.B., (1987), Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung.
Hapsoh dan Hasanah, Y., 2011. Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. USUPress.
Medan.

Johnson, E.L. dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair. Penerjemah:


Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hal. 70, 119-121

Lampe J.W. Isoflavonoid and lignan phytoestrogens as dietary biomarkers. J


Nutr. 2003;133 Suppl. 3:956S-964S.

Anda mungkin juga menyukai