Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi dapat didefiniskan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik

dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmHg (Baradero, 2008).

Prognosisnya baik jika Gangguan ini di deteksi sejak dini dan mulai

ditangani sebelum pasien mengalami komplikasi (Wilkins & Willian,

2011). Hipertensi biasanya tidak menimbulkan gejala klinis, tetapi pada

hipertensi berat dapat menimbulkan terjadinya penglihatan kabur atau

ganda, kesulitan tidur dan nyeri kepala (rasa berat di tengkuk) terutama

ketika bangun pagi (Baradero,2008). Nyeri kepala yang berlangsung terus-

menerus dan tidak segera ditangani akan menyebabkan komplikasi, seperti

stroke, gagal jantung dan gagal ginjal (Udjianti, 2010).

Peluang hipertensi lebih besar terjadi pada pria sebelum usia 55 tahun di

bandingkan wanita, namun pada usia 55 dan 74 tahun wanita berpeluang

lebih besar terkena hipertensi jika dibandingkan dengan laki – laki

(William & Wilkins, 2011). Menurut World Health Organization (WHO)

dan The International Society of Hipertension (ISH) tahun 2012 terdapat

600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya

meninggal setiap tahunnya. 7 dari setiap 10 penderita tersebut tidak

mendapatkan pengobatan secara adekuat. Berdasarkan Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi hipertensi di Indonesia yang di dapat

melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di

Bangka Belitung (30,9%), di ikuti Kalimantan Selatan (30,8%),

1
2

kalimantan Timur (29,6%), dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi di

Indonesia yang di dapat melalui kuisioner terdiagnosis tenaga kesehatan

sebesar 9,4%, yang di diagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat

sebrsar 9,5%. Jadi, ada 0,1% yang minum obat senduri. Responden yang

mempunyai tekanan darah normal (riwayat hipertensi) tetapi sedang

minum obat hipertensi sebesar 0,7%. Jadi, prevalensi di Indonesia tahun

2013 sebesar 26,5%. Hipertensi sering dikatakan sebagai pembunuh diam-

diam atau the silent killer (Wayne, 2007). Pada kasus hipertensi berat,

gejala yang dialami klien antara lain: sakit kepala (rasa berat pada

tengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, vomiting, ansietas, keringat

berlebihan, tremor otot, nyeri dada, pandangan kabur, telinga berdenging

(tinnitus) serta kesulitan tidur (Wajan Juni Udjianti, 2011). Jenis sakit

kepala yang terjadi khususnya karena hipertensi umumnya berlokasi pada

belakang kepala, di area biasa disebut occiput (Utaminingsih, 2009). Dari

hasil survey di dapatkan kaluhan beberapa orang mengalami nyeri pada

tengkuk dan susah tidur pada malam hari. Kebanyakan nyeri yang terjadi

pada pasien hipertensi berasal dari meningkatnya aliran darah pada

pembuluh darah di otak. Prosesini menyebabkan penyempitan pembuluh

darah atau hipertensi (Marliani, 2007). Untuk mengurangi nyeri mereka

bisanya membeli obat-obat yang dijual di warung terdekat atau periksa ke

puskesmas.

Hipertensi dapat ditanggulangi dengan dua cara yaitu dengan cara

farmakologi dan non farmakologi. Penatalaksanaan farmakologi dapat

dilakukan dengan pemberian antihipertensi. Namun penatalaksanaan


3

farmakologi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek samping.

Oleh sebab itu, diperlukan terapi nonfarmakologi, seperti teknik

mengurangi stress, penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium,

olahraga, dan teknik relaksasi massage (Muttaqqin, 20012). Relaksasi

adalah tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan

stress (Potter & Perry, 2006). Cara yang paling efektif untuk menurunkan

nyeri kepala pada hipertensi adalah dengan cara massage, salah satunya

adalah head massage (Gleadle, 2007). Massage adalah melakukan tekanan

tangan pada jaringan lunak, biasanya otot, tendon atau legamentum, tanpa

menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi (Andarmoyo, 2013).

Head massage adalah gerakan-gerakan tangan yang mekanis terhadap

tubuh manusia pada permukaan kulit kepala untuk meregang jaringan otot

dibawahnya agar kembali lunak dan rileks dengan keluhan pegal dan sakit

karena jaringan otot yang tegang dan kaku. Selain itu head massage juga

dapat memvasodilatasikan pembuluh darah. Maka jika terapi ini di

lakukan, pembuluh darah yang mengalami vasokontriksi akan berubah

elastisitasnya sehingga supaly O2 ke otak meningkat dan nyeri kepala akan

menurun atau bahkan menghilang. Head massage di lakukan setiap hari

ketika bangun pagi karena nyeri kepala pada hipertensi sering terjadi pada

pagi hari akibat peningkatan aktivitas metabolisme paling tinggi pada saat

pagi hari. Head massage dilakukan dengan waktu 10 menit karena efek

reaksi terapi ini cepat bereaksi. Head massage bisa di indikasikan pada

penderita hipertensi esensial maupun simtomatik (Sidharta, 2009: 34).


4

Setiap orang memilih pola hidup, makanan, dan tingkat stress masing-

masing. Dari input tersebut, apabila seorang dapat beradaptasi dengan baik

terhadap input yang masuk, maka orang tersebut tidak mengalami

Gangguan. Sedangkan pada seorang yang tidak mampu beradaptasi

terhadap input tersebut, maka seorang akan mengalami gangguan salah

satunya mengalami hipertensi. Kemampuan adaptasi pada seorang ini

dijelaskan dalam teori model yang dicetuskan oleh Callista Roy. Pada

pasien hipertensi teknik Head massage hendaknya di mulai dari bahu

melalui tengkuk di teruskan ke atas. Kulit kepala dengan hati – hati di

massage ke depan, lalu ujung jari melakukan gerakan – gerakan lingkaran.

Massage juga dahi dan pelipis (Rahardja, 2010: 53).

Teknik pemijatan ini di lakukan pada pagi hari karena biasanya pasien

hipertensi akan merasakan nyeri kepala pada pagi hari. Hal ini dikarenakan

secara normal terjadi peningkatan aktivitas metabolisme yang paling tinggi

saat pagi hari, pada saat tidur menjelang bangun pagi fase REM (rapid eye

movement) mengaktifkan metabolisme dan produksi CO2 sehingga

mengakibatkan terjadinya vasodilatasi. Menurut Roy, kemampuan adaptasi

merupakan suatu sistem adaptif yang di pengaruhi oleh kuantitas dan

kualitas stimulus baik focal, kontekstual, maupun residual, serta

kemampuan koping baik secara kognator maupun regulator. Teori adaptasi

Roy merupakan teori model keperawatan yang menguraikan individu

mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara mempertahankan

perilaku adaptive serta mampu merubah perilaku maladaptive. Sebagai


5

makhluk holistik memiliki system adaptive yang selalu beradaptasi secara

keseluruhan. Model ini didasari oleh model adaptasi fisiologis, psikologis,

sosiologis dan kemandirian klien. Intervensi teknik relaksasi (head

massage) terhadap penurunan nyeri pada penderita hipertensi diharapkan

mampu mengatasi pasien dengan nyeri pada kasus hipertensi.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Intervensi Teknik Relaksasi (Head Massage) Terhadap

Penurunan Nyeri Pada Penderita Hipertensi Melalui Pendekatan Teori

Model Adaptasi Callista Roy”

1.2 Rumusan Masalah


Hipertensi dengan nyeri kepala merupakan satu hal yang berkaitan. Hal ini

dikarenakan adanya faktor yang dapat memicu naiknya tekanan darah.

Nyeri kepala berasal dari meningkatnya aliran darah pada pembuluh darah

di otak, proses ini menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang

merupakan alasan utama seseorang mengalami nyeri kepala dan hal ini

juga menyebabkan peningkatan tekanan darah (hipertensi). Orang yang

mengalami nyeri hipertensi dapat menyebabkan Gangguan pola tidur,

telinga berdenging, berdebar-debar, dan lain-lain. Intervensi teknik

relaksasi (head massage) diharapkan dapat membantu pemulihan nyeri

kepala pada pasien hipertensi. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut

peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut “bagaimanakah

intervensi teknik relaksasi (head massage) terhadap penurunan nyeri pada

penderita hipertensi melalui pendekatan teori model adaptasi Callista

Roy?”

1.3 Tujuan
6

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui efektifitas intervensi teknik relaksasi (head massage)

terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan pada kasus hipertensi

melalui pendekatan teori model adaptasi Callista Roy di Desa Cekok,

Kec. Babadan Kabupaten Ponorogo


1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi asuhan keperawatan kasus 1 dengan intervensi

teknik relaksasi (head massage) dengan pendekatan teori model

adaptasi Callista Roy.


2. Mengidentifikasi asuhan keperawatan kasus 2 intervensi teknik

relaksasi (head massage) dengan pendekatan teori model adaptasi

Callista Roy.
3. Menganalisa perbedaan setelah dilakukan Head Massage pada

kasus 1 dan kasus 2 dengan pendekatan teori model adaptasi Callista

Roy.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan keilmuan tentang

intervensi teknik distraksi relaksasi (head massage) terhadap penurunan

nyeri pada penderita hipertensi melalui pendekatan teori model adaptasi

Callista Roy
1.4.2 Bagi Mahasiswa
Sebagai tambahan ilmu bagi mahasiswa dalam memperdalam pemahaman

tentang pemberian intervensi teknik distraksi relaksasi (head massage)

terhadap penurunan nyeri pada penderita hipertensi melalui pendekatan

teori model adaptasi Callista Roy


1.4.3 Bagi Pasien
Sebagai sarana untuk menambah informasi dan wawasan tentang manfaat

pemberian intervensi teknik distraksi relaksasi (head massage) terhadap


7

penurunan nyeri pada penderita hipertensi melalui pendekatan teori model

adaptasi Callista Roy.

Anda mungkin juga menyukai