Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

EDEMA PARU

Nama : Ratnawati
NIM : 17300017
Pembimbing Klinik : Ns. Feni F, S.Kep.

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN 2018
1. DEFINISI
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular
yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru disebabkan karena
akumulasi cairan di paru-paru yang dapat disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang
tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler
(edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada
sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas,
sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan
tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk
menetapkan factor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai
pedoman pengobatan.(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)
Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke
darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke
paru lebih cepat dari cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah
serius bagi fungsi paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi.
Struktur paru dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur perpindahan
cairan dan protein di paru menjadi masalah yang klasik.
Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya
keseimbangan kekuatan yang mendorong filtrasi cairan di paru. Fitur penting dari
edema ini adalah keseimbangan aliran cairan dan protein ke dalam paru utuh secara
fungsional. Peningkatan tekanan edema sering disebut kardiogenik, tekanan tinggi,
hidrostatik, atau edema paru sekunder tapi lebih efektifnya disebut keseimbangan
edema paru terganggu karena tahanan keseimbangan pergerakan antara cairan dan zat
terlarut di dalam paru.

2. ANATOMI
Pernafasan / respirasi adalah pertukaran gas dimana oksigen masuk kedalam tubuh
untuk metabolisme, sedang karbondioksida sebagai hasil metabolisme dikeluarkan
oleh tubuh. Sebetulnya proses respirasi ini dilakukan oleh dua sistem dalam tubuh
yaitu sistem pernafasan dan sistem sirkulasi. Namun yang akan kita bahas adalah
sistem pernafasan saja. Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan terdiri dari :
1. Hidung (Cavum Nasi)

Udara masuk ke dalam tubuh pertama – tama akan melalui lubang hidung. Kecuali
pada beberapa alternatif udara dapat melewati mulut. Pada saat melewati hidung
udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama dari mukosa hidung yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia
dan ber sel goblet.
2. Pharing
Udara inspirasi dari hidung pada saat mencapai pharing hampir bebas debu, suhu
sama seperti suhu tubuh dan kelembaban mencapai 100 %. Pharing dibagi menjadi
tiga bagian yaitu :
Naso Pharing
Oro Pharing
Laryngo Pharing
3. Larynx
Larynx terdiri dari satu seri tulang rawan. Terdapat pula Thyroid Cartilago, Vocal
Cords, Cricoid Cartilago dan Epiglotis. Pada waktu menelan Larynx akan bergerak
ke atas dan Glotis menutup jalan nafas serta Epiglotis yang berbentuk seperti daun
mempunyai gerakan seperti pintu pada pintu masuk Larynx, sehingga makanan
tidak dapat masuk kedalam Oesophagus. Kalau ada benda asing masuk sampai luar
glotis, maka Larynx yang mempunyai fungsi batuk akan membatukkan benda asing
tersebut hingga tidak masuk kedalam saluran nafas.
4. Refleks penutupan ini tergantung pada koordinasi neuromaskuler yang
kemungkinan tidak bekerja secara penuh pada bayi. Sehingga mengarah pada
spasme. Kondisi yang dapat mempengaruhi larynx terbagi dalam tiga bagian :
5. Abnormalitas kongenital seperti :
Afresia larynx
Anyaman larynx
Laryagomalacia (Stridor Laringeal Kongenital).
Cidera benda asing
Infeksi – laringitis, edema dari larynx
6. Trachea
Merupakan bagian saluran pernafasan yang bentuknya seperti tabung dan
merupakan lanjutan larynx, terdiri dari cincin Trachea yang berbentuk huruf C.
Panjangnya 9 cm, jumlahnya 16 – 20 buah dan bercabang dua menjadi Bronkus
kanan dan kiri. Lapisan terdalam dinding Trachea terdiri dari lapis mucosa yang
mengandung kelenjar – kelenjar mucosa yang mengsekret mukus / lendir.
Epitelnya bercilia.
7. Bronchus
Pada bagian akhir trachea, ia akan bercabang dua menjadi Bronchus kiri dan kanan.
Bronchus juga mempunyai cincin tulang rawan, dan lapis mucosanya juga
mengandung cilia. Bronchus kanan lebih besar, lebih tegak dan lebih pendek.
Bronchus kemudian terlihat masuk masing – masing paru – paru. Pada saat masuk
ke dalam paru – paru, bronchus bercabang menjadi Bronchiolus (bronchus kanan
menjadi tiga cabang dan bronchus kiri menjadi dua cabang) sesuai dengan lobus
pada paru – paru.
8. Bronchiolus kemudian melanjutkan diri dengan bercabang lagi hingga pada ujung
Bronchiolus yang paling kecil berhubungan dengan kantong – kantong udara atau
alveoli. Dimana alveoli merupakan tempat terjadi pertukaran gas O2 dan CO2
melalui proses difusi antara sel - sel gepeng alveoli dengann butir – butir darah dari
kapiler – kapiler paru – paru.
9. Alveolus
Dinding alveolus merupakan membran tempat pertukaran oksigen dari luar dengan
karbondioksida dari sistem sirkulasi sebagai hasil metabolisme tubuh. Diantara
alveolus terdapat cairan dan apabila cairan ini berkurang maka dapat menimbulkan
atelektasis.
10. Paru – paru (Pulmo / Lung)
Merupakan alat pernafasan utama pada respirasi. Mempunyai struktur seperti karet
busa, lunak dan kenyal, terletak didalam rongga dada sebelah kiri dan sebelah
kanan. Paru- paru kanan terdiri dari lobus, atas, tengah dan bawah. Tiap lobus
membentuk lobulus. Paru dibungkus oleh pleura. Pleura terdiri dari dua lapis yaitu
pleura vicerlalis yang membungkus paru – paru secara keseluruhan dan pleura
parietalis yang menyelimuti thoraks. Diantara kedua pleura itu terdapat suatu
rongga yang dinamakan cavum pleura dan keadaannya hampa udara, sehingga
memudahkan paru – paru untuk bergerak bebas. Bila cavum ini berisi udara atau
cairan, maka dapat menghalangi berkembangnya paru – paru, sehingga
menyebabkan gangguan fungsi pernafasan.
11. Otot Pernafasan
Otot utama pernafasan terdiri dari Musculus Intercostalis interna dan externa serta
diafragma, sedang otot tambahan pernafasan adalah otot perut dan otot punggung.
Pada pernafasan yang tenang, seorang dewasa bernafas 6 sampai 7 liter udara per
menit dengan pernafasan 14 kali per menit. Jumlah udara yang diinsprasi dan
diekspirasi pernafasan (udara tidal) sekitar 500 ml. Pada saat istirahat seorang
dewasa menggunakan sekitar 250 ml oksigen per menit dan mengekspirasi 200 ml
karbon dioksida per menit. Pada latihan berat, volume ventilasi paru – paru dapat
melebihi 80 liter per menit dan penggunaan oksigen dapat meningkat diatas 3,5
liter per menit.
Nilai pada bayi berbeda. Mereka mempunyai permukaan yang besar dalam
hubungannya dengan berat badan dan tinggi angka metabolisme. Saluran
pernafasan mempunyai penampang yang relatif lebih besar, dan ruang mati
anatomis secara proporsional lebih besar. Iga – iga hampir horizontal pada saat
istirahat, dan inspirasi tidak dapat lebih meningkatkannya. Inspirasi terutama
diafragmatik dan setiap hal yang menghambat gerakan ini akan menyebabkan
kesukaran bernafas. Faktor ini akan membuat pernafasan pada bayi kurang efisien
dibandingkan pada dewasa dan peningkatan ventilasi alveolar dicapai dengan
meningkatkan kecepatan pernafasan (18 sampai 40 kali per menit) yang
memerlukan masukan oksigen yang tinggi. Kebutuhan oksigen besar pada saat
lahir adalah 23 ml per menit. Dengan unsur yang meningkat kecepatan per menit
menurun dan kebutuhan oksigen basal meningkat.
12. Volume Paru – paru
Untuk menentukan perubahan volume digunakan suatu spirometer. Individu
bernafas kedalam suatu penutup mulut dan menyebabkan bel bergerak turun naik.
13. Kapasitas paru – paru
Kapasitas vital adalah volume udara maksimum yang dapat dikeluarkan dari paru –
paru dengan usaha paksa setelah melakukan suatu inspirasi maksimal. Hal ini
tergantung pada ukuran orang dan biasanya sebesar 4,8 liter pada laki – laki dan
3,2 liter pada wanita. Hal ini meningkat pada perenang dan penyelam dan menurun
pada orang tua dan pada penyakit dari alat pernafasan, misalnya obstruksi
pernafasan, efusi pleura dan fibrosis paru – paru.

Secara Ringkas Gambaran Anatomi Fisiologi Pernapasan:

Udara masuk melewati:


Hidung-->pharing-->Laring-->Trakea-->Broncus-->Bronchiolus-->alveoli--
>alveolus
Anatomi dari sistem pernapasan terdiri dari:
Hidung dan mulut
Saluran napas (pharing, laring, Trachea)
Paru -paru (bronchus, bronchiolus, alveolus)
Otot-otot pernapasan (diaphragma dan otot dada)

(dictio.id, 2018)
3. PATOFISIOLOGI
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika
cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya,
menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan
cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area
yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara
yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara
diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan
kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding
yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya
dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edema
paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar dari
pembuluh darah dalam paru sebagai ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalan
pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan
oksigenasi darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam
paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien.
Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar pembuluh
darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang dibuat oleh
Starling.
Qf = Kf ⌠(Pmv – Ppmv) – σ(πmv - πpmv)⌡
Qf = aliran cairan transvaskuler;
Kf = koefisien filtrasi;
Pmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler;
Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler intersisial;
σ = koefisien refleksi osmosis;
πmv = tekanan osmotic protein plasma;
πpmv = tekanan osmotic protein intersisial.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada Peningkatan
tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral);
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri;
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri
pulmonalis. Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh
karena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.
Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat
pneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif oleh
karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume akhir
ekspirasi (asma).

4. KLASIFIKASI
Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema (edema
paru kardiak), atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-
cardiogenic pulmonary edema (edema paru nonkardiak).
Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak

Edema paru kardiak Edema paru nonkardiak


Riwayat Penyakit :
Penyakit Jantung Akut Penyakit Dasar di luar Jantung
Pemeriksaan Klinik :
Akral dingin Akral hangat
S3 gallop/Kardiomegali Pulsasi nadi meningkat
Distensi vena jugularis Tidak terdengar gallop
Ronki basah Tidak ada distensi vena jugularis
Ronki kering
Tes Laboratorium :
EKG : Iskhemia/infark EKG : biasanya normal
Ro : distribusi edema perihiler Ro : distribusi edema perifer
Enzim jantung mungkin meningkat Enzim jantung biasanya normal
Tekanan Kapiler Paru > 18mmHg Tekanan Kapiler Paru < 18mmHg
Intrapulmonary shunting : meningkat Intrapulmonary shunting : sangat
ringan meningkat
Cairan edema/protein serum < 0,5 Cairan edema/serum protein > 0,7
(http://www.ifan050285.wordpress.com, 2018)

Klasifikasi Edema Paru


Disertai perubahan tekanan kapiler
Kardiak
Gagal ventrikel kiri
Penyakit katup mitral
Penyakit pada vena pulmonal
Penyakit oklusi vena primer
Mediastinitis sklerotik kronik
Aliran vena pulmonal yang abnormal
Stenosis atau atresi vena congenital
Neurogenik
Trauma kepala
Tekanan intrakranial meningkat
Tekanan kapiler normal
Ketoasidosis diabetik
Feokromositoma
Pankreatitis
Obstruksi saluran nafas
Penurunan tekanan onkotik kapiler
(http://www.ifan050285.wordpress.com, 2018)
Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak dibagi
menjadi 3 kelompok : Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi beban yang
berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah hipertensi dan
stenosis aorta; Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi beban yang
berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan
penyakit jantung dengan left-to-right shunt (ventricular septal defect); Gangguan
kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard akut jaringan otot yang sehat
berkurang, sedangkan pada kardiomiopati kongestif terdapat gangguan kontraksi otot
jantung secara umum.
Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi :
Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan kimia,
dan trauma berat; Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom vena kava
superior, pemberian cairan berlebih, dan transfusi darah; penurunan tekanan onkotik
plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi.
Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces:
 Peningkatan tekanan kapiler paru:
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat
sampai melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28
mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis
adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya
edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain:
a) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral).
b) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.
c) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
 Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.Tetapi
hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga
peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja
pada hipoalbuminemia akan menyebabkan edema paru.
 Peningkatan tekanan negatif intersisial:
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural,
contoh yangs erring menjadi etiologi adalah:
a) Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
b) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas
akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
 Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress


Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler
dan alveolar.Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang
berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat
ketidakseimbangan Starling Force.
 Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
 Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
 Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-
naphthyl thiourea).
 Aspirasi asam lambung.
 Pneumonitis radiasi akut.
 Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
 Disseminated Intravascular Coagulation.
 Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
 Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
 Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik:
 Post Lung Transplant.
 Lymphangitic Carcinomatosis.
 Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4. Tak diketahui/tak jelas
 High Altitude Pulmonary Edema.
 Neurogenic Pulmonary Edema.
 Narcotic overdose.
 Pulmonary embolism
 Eclampsia
 Post cardioversion
 Post Anesthesia
 Post Cardiopulmonary Bypass
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

5. MANIFESTASI KLINIK EDEMA PARU KARDIOGENIK


Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi
(foto toraks).Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik
sukar dideteksi dini.Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai dengan
transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya
peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.Transudasi ini terjadi
tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler, dan
hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak
nafas.Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.
Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya
sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena
terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi.Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal
ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan
batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain
turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin
hams digunakan dengan hati-hati.Edema Paru yang terjadi setelah Infark
Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.Namun percobaan
pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru
walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan
pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan
menghambat cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase akan
mengurangi edema' paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Kadangkadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru,
tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan
lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografimeskipun tekanan
kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita
terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh
karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock
lung.
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

6. ETIOLOGI
Edema paru kardiogenik merupakan gejala yang dramatik kejadian gagal
jantung kiri.Hal ini diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar atrium kiri,
peningkatan volume yang berlebihan di ventrikel kiri, disfungsi diastolic atau sistolik
dari ventrikel kiri atau obstruksi pada pada jalur keluar pada ventrikel kiri.Peningkatan
tekanan di atrium kiri dan tekanan baji paru mengawali terjadinya edema paru
kardiogenik tersebut.Akibat akhir yang ditimbulkan adalah keadaan hipoksia
berat.Bersamaan dengan hal tersebut terjadi juga rasa takut pada pasien karena
kesulitan bernafas, yang berakibat peningkatan denyut jantung dan tekanan darah
sehingga mengurangi kemampuan pengisian dari ventrikel kiri. Dengan peningkatan
rasa tidak nyaman dan usaha bernapas yang harus kuat akan menambah beban pada
jantung sehingga fungsi kardiak akan semakin menurun, dan diperberat oleh keadaan
hipoksia. Bila kejadian ini tidak diatasi dengan segera, tingkat mortalitas edema paru
kardiogenik masih tinggi.(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

Manefestasi klinis dapat diketahui dari:


Anamnesis.Edema paru kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksismal nocturnal
dyspnea, karena kejadiannya yang bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi
pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang
menakutkan bagi pasien karena mereka merasa ketakutan, batu-batuk dan
seperti seorang yang akan tenggelam. Pasien biasnaya dalam posisi duduk
agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat
respirasi, atau sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin disertai
sianosis, sering berkeringat dingin, batuk dengan sputum yang berwarna
kemerahan (frothy sputum).
Pemeriksaan fisik. Dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi alae
nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa
supraklavikula yang menunjukkan tekanan negative intrapleural yang besar
dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki
basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing.
Pemeriksaan jantung dapat ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II
pulmonal mengeras, dan tekanan darah dapat meningkat.
Radiologis.Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitas meningkat
disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstisial atau alveolar.
Foto thoraks.Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat
yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah
utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column,dengan bidang-
bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada
setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.X-
ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan
lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada
biasanya. Kasus-kasusyang lebih parah dari pulmonary edema dapat
menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru
dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang
normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai
akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan
informasi yang minimal tentang penyabab yang mungkin
mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan:
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus)
2. Coarakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier)

Gambar 1: Edema Intesrtitial Gambaran underlying disease


(kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).

Gambar 2: Kardiomegali dan edema paru


1) Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2) Edema “butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

Gambar 3: Bat’s Wing


Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang
mempunyai kelainan sebelumnya, contoh: emfisema).

(http://www.ifan050285.wordpress.com, 2018)
Laboratorium.Kelainan pemeriksan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji
diagnostic yang dapat dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit lain
misalnya asma bronkial adalah pemeriksaan kadar BNP (brain natriuretic
peptide) plasma. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan dapat
menyingkirkan penyebab dyspnea lain seperti asma bronkial akut. Pada kadar
BNP plasma yang menengah atau sedang dan gambaran radiologis yang tidak
spesifik, harus dipikirkan penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya
gagal jantung tersebut, misalnya restriksi pada aliran darah di katup mitral
yang harus dievaluasi dengan pemeriksaan penunjang lain seperti
ekokardiografi.
EKG. Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia
atau infark pada infark miokard akut dengan edema paru.Pasien dengan krisis
hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran
hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang
non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang
lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam
setelah klinis stabil dan menghiland dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan
non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan
dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut
tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik
atau katekolamin.
Ekokardiografi. Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi
ventrikel (hipertensi), segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung
Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
Alat-alat diagnostiklain yang digunakan dalam menilai penyebab yang
mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type
natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda
protein (hormon) yangakan timbul dalam darah yang disebabkan oleh
peregangan dari kamar-kamar jantung.Peningkatan dari BNP nanogram
(sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberaparatus (300 atau lebih)
adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada
sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya
menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya. Metode-
metode yang lebih invasif adakalanya diperlukan untuk
membedakan antara cardiac dan noncardiac pulmonary edema pada
situasi-situasi yang lebih rumitdan kritis.Pulmonary artery catheter
(Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis(kateter) yang
disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher
dan dimajukanmelalui kamar-kamar sisi kanan dari jantung dan
diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries
(cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluhdarah
dari paru-paru).Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung
dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge
pressure.Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten
dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang
dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary
edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya
pada intensive care unit (ICU) setting.

Cara membedakan Edema Paru Kardiak (EPK) dan Edema Paru Non Kardiak
(EPNK)

EPK EPNK
Anamnesis
Acute cardiac event (+) Jarang
Penemuan Klinis
Perifer Dingin (low flow state) Hangat (high flow meter)
Nadi kuat
S3 gallop/kardiomegali (+) (-)
JVP Meningkat Tak meningkat
Ronki Basah Kering
Tanda penyakit dasar
Laboratorium
EKG Iskemia/infark Biasanya normal
Foto toraks DIstribusi perihiler Distribusi perifer
ENzim kardiak Bisa meningkat Biasanya normal
PCWP > 18 mmHg < 18 mmHg
Shunt intra pulmoner Sedikit Hebat
Protein cairan edema < 0.5 > 0.7

JVP: jugular venous pressure


PCWP: Pulmonary Capilory wedge pressure
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)
7. PENATALAKSANAAN
 Letakkan pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume dan kapasitas
vital paru, mengurangi usaha otot pernafasan, dan menurunkan aliran darah vena
balik ke jantung.
 Sungkup O2 dengan dosis 6-10 L/menit diberikan bersamaan dengan pemasangan
jalur IV dan monitor EKG (O, I, M). Nonrebreather mask with reservoir O2 dapat
menyalurkan 90-100% O2.
 Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi walaupun saturasi
O2 kurang akurat karena terjadi penurunan perfusi perifer. Oleh karena itu,
dianjurkan melakukan pemeriksaan analisis gas darah untuk mengetahui ventilasi
dan asam basa.
 Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end expiratory pressure) dapat diberikan
untuk mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki pertukaran gas.
 Kantung nafas-sungkup muka menggantikan simple mask bila terjadi hipoventilasi.
 Continuous positive airway pressure diberikan bila pasien bernafas spontan dengan
sungkup muka atau pipa endotrakea.
 Intubasi dilakukan bila PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 60 mmHg walau
telah diberikan O2 100%, munculnya gejala hipoksi serebral, meningkatnya PCO2
dan asidosis secara progresif.
 Bila TD 70-100 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikan Dopamin 2-
20mcg/kgBB/menit IV. Bila tidak membaik dengan Dopamin dosis >20
mcg/kg/mnt segera tambahkan Norephinephrine 0,5-30 mcg/menit IV, sedangkan
Dopamine diturunkan sampai 10 mcg/kgBB/menit. Bila tanpa gejala syok berikan
Dobutamine 2-20 mcg/kgBB/menit IV.
 Bila TD > 100 mmHg, nitrogliserin paling efektif mengurangi edema paru karena
mengurangi preload, diberikan 2 tablet masing-masing 0,4 mg sublingual atau
semprot, dapat diulang 5-10 menit bila TD tetap >90-100 mmHg. Isosorbide
semprot oral bisa diberikan tetapi nitrogliserin pasta transkutan atau isosorbid oral
kurang dianjurkan karena vasokonstriksi perifer tidak memungkinkan penyerapan
yang optimal.
 Furosemide adalah obat pokok pada Edema paru, diberikan IV 0,5-1,0 mg/kg. Efek
bifasik dicapai pertama dalam 5 menit terjadi venodilatasi sehingga aliran
(preload). Efek kedua adalah diuresis yang mencapai puncaknya setelah 30-60
menit. Efektifitas furosemide tidak harus dicapai dengan diuresis berlebihan. Bila
furosemide sudah rutin diminum sebelumnya maka dosis bisa digandakan. Bila
dalam 20 menit belum didapat hasil yang diharapkan, ulangi IV dua kali dosis awal
dan dosis bisa lebih tinggi bila retensi cairan menonjol dan bila fungsi ginjal
terganggu.
 Morfin sulfate diencerkan dengan 9cc NaCl 0,9%, berikan 2-4 mg IV bila TD
>100mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pokok pada edema paru namun
dianjurkan diberikan di rumah sakit. Efek venodilator meningkatkan kapasitas
vena, mengurangi aliran darah balik ke vena sentral dan paru, mengurangi tekanan
pengisian ventrikel kiri (preload), dan juga mempunyai efek vasodilator ringan
sehingga afterload berkurang. Efek sedasi dari morfin sulfat menurunkan aktifitas
tulang-otot dan tenaga pernafasan.
(Santoso Karo et al, 2008)

8. ASUHAN KEPERAWATAN
 Pengkajian
a) Umur:
Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa
muda
b) Riwayat masuk:
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi
yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
c) Riwayat penyakit dahulu:
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,
pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien.
d) Pemeriksaan fisik
 Sistem Integumen
Subyektif: -
Obyektif: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
 Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif: pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
 Sistem Cardiovaskuler
Subyektif: sakit dada
Obyektif: denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
 Sistem Neurosensori
Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
 Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
 Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
 Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
e) Studi Laboratorik :
1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
 Diagnosa yang mungkin muncul
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Perfusi jaringan cardiopulmonal tidak efektif berhubungan dengan
penurunan kontraktilitas otot jantung
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kondisi bed rest secara fisik
6. Kecemasan berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual
sekunder terhadap pemasangan alat bantu nafas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola Nafas tidak efektif berhubungan NOC: NIC:


dengan :  Respiratory status : Ventilation Airway Management
- Hiperventilasi  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Penurunan energi/kelelahan Setelah dilakukan tindakan  Pasang mayo bila perlu
- Perusakan/pelemahan muskulo- keperawatan selama ………..pasien  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
skeletal menunjukkan keefektifan pola nafas,  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Kelelahan otot pernafasan dibuktikan dengan kriteria hasil:  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Hipoventilasi sindrom  Mendemonstrasikan batuk efektif  Berikan bronkodilator :
- Nyeri dan suara nafas yang bersih, tidak -…………………..
- Kecemasan ada sianosis dan dyspneu (mampu …………………….
- Disfungsi Neuromuskuler mengeluarkan sputum, mampu  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Obesitas bernafas dg mudah, tidakada
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Injuri tulang belakang pursed lips)
 Monitor respirasi dan status O2
 Menunjukkan jalan nafas yang
 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
DS: paten (klien tidak merasa tercekik,
 Pertahankan jalan nafas yang paten
- Dyspnea irama nafas, frekuensi pernafasan
 Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Nafas pendek dalam rentang normal, tidak ada
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
DO: suara nafas abnormal)
 Monitor vital sign
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi  Tanda Tanda vital dalam rentang
 Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik
- Penurunan pertukaran udara per menit normal (tekanan darah, nadi,
relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
- Menggunakan otot pernafasan pernafasan)
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
tambahan
 Monitor pola nafas
- Orthopnea
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat
lama
- Penurunan kapasitas vital
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :


Berhubungan dengan :  Respiratory Status : Gas exchange Oxyghen therapy
 ketidakseimbangan perfusi ventilasi Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 perubahan membran kapiler-alveolar keperawatan selama …. Gangguan  Pasang mayo bila perlu
DS: pertukaran pasien teratasi dengan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 sakit kepala ketika bangun kriteria hasi:  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Dyspnoe  Mendemonstrasikan peningkatan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 Gangguan penglihatan ventilasi dan oksigenasi yang  Berikan bronkodilator ;
DO: adekuat  Barikan pelembab udara
 Penurunan CO2  Memelihara kebersihan paru paru
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
 Takikardi dan bebas dari tanda tanda
 Monitor respirasi dan status O2
 Hiperkapnia distress pernafasan
 Keletihan  Mendemonstrasikan batuk efektif  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
 Iritabilitas dan suara nafas yang bersih, tidak otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
 Hypoxia ada sianosis dan dyspneu (mampu  Monitor suara nafas, seperti dengkur
 kebingungan mengeluarkan sputum, mampu  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
 sianosis bernafas dengan mudah, tidak ada hiperventilasi, cheyne stokes, biot
 warna kulit abnormal (pucat, pursed lips)  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
kehitaman)  Tanda tanda vital dalam rentang adanya ventilasi dan suara tambahan
 Hipoksemia normal  Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
 hiperkarbia  AGD dalam batas normal  Observasi sianosis khususnya membran mukosa
 AGD abnormal  Status neurologis dalam batas  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
 pH arteri abnormal normal tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,
frekuensi dan kedalaman nafas Suction, Inhalasi)
abnormal  Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko infeksi NOC : NIC :


 Risk control Risk control management
Faktor-faktor risiko : Setelah dilakukan tindakan  Pertahankan teknik aseptif
- Prosedur Infasif keperawatan selama…… pasien tidak
- Kerusakan jaringan dan peningkatan mengalami infeksi dengan kriteria
 Batasi pengunjung bila perlu
paparan lingkungan hasil:  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Malnutrisi  Klien bebas dari tanda dan gejala keperawatan
- Peningkatan paparan lingkungan infeksi  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
patogen  Menunjukkan kemampuan untuk  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
- Imonusupresi mencegah timbulnya infeksi petunjuk umum
- Tidak adekuat pertahanan sekunder  Jumlah leukosit dalam batas
(penurunan Hb, Leukopenia, normal
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
penekanan respon inflamasi)  Menunjukkan perilaku hidup
- Penyakit kronik sehat  Tingkatkan intake nutrisi
- Imunosupresi  Status imun, gastrointestinal,  Berikan terapi antibiotik:.................................
- Malnutrisi genitourinaria dalam batas  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Pertahan primer tidak adekuat normal  Pertahankan teknik isolasi k/p
(kerusakan kulit, trauma jaringan,  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
gangguan peristaltik) kemerahan, panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Perfusi jaringan kardiopulmonal tidak NOC : NIC :


efektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen,  Cardiac pump Effectiveness Perawatan jantung
penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia, Setelah dilakukan asuhan  Monitor nyeri dada (durasi, intensitas dan faktor-faktor
Hipoventilasi, gangguan transport O2, selama………ketidakefektifan perfusi presipitasi)
gangguan aliran arteri dan vena jaringan kardiopulmonal teratasi  Observasi perubahan ECG
dengan kriteria hasil:  Auskultasi suara jantung dan paru
DS:  Tekanan systole dan diastole  Monitor irama dan jumlah denyut jantung
- Nyeri dada dalam rentang yang diharapkan  Monitor angka PT, PTT dan AT
- Sesak nafas  CVP dalam batas normal  Monitor elektrolit (potassium dan magnesium)
DO  Nadi perifer kuat dan simetris  Monitor status cairan
- AGD abnormal  Tidak ada oedem perifer dan  Evaluasi oedem perifer dan denyut nadi
- Aritmia asites  Monitor peningkatan kelelahan dan kecemasan
- Bronko spasme  Denyut jantung, AGD, ejeksi  Instruksikan pada pasien untuk tidak mengejan selama
- Kapilare refill > 3 dtk fraksi dalam batas normal BAB
- Retraksi dada  Bunyi jantung abnormal tidak  Jelaskan pembatasan intake kafein, sodium, kolesterol
- Penggunaan otot-otot tambahan ada dan lemak
 Nyeri dada tidak ada  Kelola pemberian obat-obat: analgesik, anti koagulan,
 Kelelahan yang ekstrim tidak nitrogliserin, vasodilator dan diuretik.
ada  Tingkatkan istirahat (batasi pengunjung, kontrol
 Tidak ada ortostatikhipertensi stimulasi lingkungan)
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Defisit perawatan diri NOC : NIC :


Berhubungan dengan : penurunan atau  Self care : Activity of Daily Living Self Care assistane : ADLs
kurangnya motivasi, hambatan (ADLs)  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
lingkungan, kerusakan muskuloskeletal, Setelah dilakukan tindakan mandiri.
kerusakan neuromuskular, nyeri, keperawatan selama …. Defisit  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, perawatan diri teratas dengan kriteria kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
kelemahan dan kelelahan. hasil: makan.
 Klien terbebas dari bau badan  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
DO :  Menyatakan kenyamanan untuk melakukan self-care.
ketidakmampuan untuk mandi, terhadap kemampuan untuk  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
ketidakmampuan untuk berpakaian, melakukan ADLs yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
ketidakmampuan untuk makan,  Dapat melakukan ADLS dengan  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
ketidakmampuan untuk toileting bantuan bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak
mampu untuk melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kecemasan berhubungan dengan NOC : NIC :


- Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Faktor keturunan, Krisis situasional, Setelah dilakukan asuhan selama  Gunakan pendekatan yang menenangkan
Stress, perubahan status kesehatan, ……………klien kecemasan teratasi  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
ancaman kematian, perubahan konsep dgn kriteria hasil: pasien
diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi  Klien mampu mengidentifikasi  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
dan mengungkapkan gejala selama prosedur
cemas  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
DO/DS:  Mengidentifikasi, mengurangi takut
- Insomnia mengungkapkan dan  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
- Kontak mata kurang menunjukkan tehnik untuk prognosis
- Kurang istirahat mengontol cemas  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Berfokus pada diri sendiri  Vital sign dalam batas normal  Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
- Iritabilitas  Postur tubuh, ekspresi wajah, relaksasi
Takut bahasa tubuh dan tingkat
-  Dengarkan dengan penuh perhatian
Nyeri perut aktivitas menunjukkan
-  Identifikasi tingkat kecemasan
Penurunan TD dan denyut nadi berkurangnya kecemasan
-  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
- Diare, mual, kelelahan kecemasan
- Gangguan tidur  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
- Gemetar ketakutan, persepsi
- Anoreksia, mulut kering  Kelola pemberian obat anti cemas:........
- Peningkatan TD, denyut nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC


C.Baughman, Diane, C Hackley JoAnn.1996.Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta:EGC
Gleadle Jonathan 2006 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga
Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
http://akperpemda8.blokspot.com/2012/09/anatomi-fisiologi-sistem-
pernafasan.html diakses pada 11 maret 2018.
Ifan. 2018. Edema Paru. http://www.ifan050285.wordpress.com/. Diakses tanggal
11 Maret 2018.
J.Reeves, Charlene dkk.2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: Salemba
Medika
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
Soemantri, irman.2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum.
Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai