PENDAHULUAN
c. Buffer
Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan
reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase. Reaksi
PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu. Oleh karena itu untuk
melakukan proses PCR diperlukan buffer PCR. Fungsi buffer di sini adalah untuk
menjamin pH medium. Ada dua jenis buffer PCR yaitu “Low-salt buffer”(pH 8,75
dan kapasitas buffer rendah) dan “High-salt buffer” (pH 9,2 dan kapasitas buffer
tinggi). Untuk panjang DNA target antara 0 – 5 kilobasa biasanya diperlukan “low-
salt buffer” sedangkan untuk panjang DNA target lebih besar dari lima kilobasa
digunakan “high-salt buffer”. Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl,
10mM Tris-Cl (pH8.3) dan 1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan
baik untuk DNA template dan primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak
optimum dengan kombinasi yang lain.
d. Ion Logam
Ion logam bivalen, umumnya Mg2+, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim
DNA polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja. Ion
logam monovalen, kalsium (K+).
Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Akibat denaturasi dan
renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain.
Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai.
Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial.
Pada tahap denaturasi, pasangan untai DNA templat dipisahkan satu sama lain
sehingga menjadi untai tunggal. Pada tahap selanjutnya, masing-masing untai tunggal
akan ditempeli oleh primer. Jadi, ada dua buah primer yang masing-masing menempel
pada untai tunggal DNA templat. Biasanya, kedua primer tersebut dinamakan primer
maju (forward primer) dan primer mundur(reverse primer). Setelah menempel pada untai
DNA templat, primer mengalami polimerisasi mulai dari tempat penempelannya hingga
ujung 5’ DNA templat (ingat polimerisasi DNA selalu berjalan dari ujung 5’ ke 3’ atau
berarti dari ujung 3’ ke 5’ untai templatnya). Dengan demikian, pada akhir putaran reaksi
pertama akan diperoleh dua pasang untai DNA jika DNA templat awalnya berupa
sepasang untai DNA.
Pasangan-pasangan untai DNA yang diperoleh pada suatu akhir putaran reaksi
akan menjadi templat pada putaran reaksi berikutnya. Begitu seterusnya hingga pada
putaran yang ke n diharapkan akan diperoleh fragmen DNA pendek sebanyak 2 n – 2n.
Fragmen DNA pendek yang dimaksudkan adalah fragmen yang ukurannya sama dengan
jarak antara kedua tempat penempelan primer. Fragmen pendek inilah yang merupakan
urutan target yang memang dikehendaki untuk digandakan (diamplifikasi).
Bisa kita bayangkan seandainya PCR dilakukan dalam 20 putaran saja, maka pada
akhir reaksi akan diperoleh fragmen urutan target sebanyak 220 – 2.20 = 1.048576 – 40 =
1.048536 ! Jumlah ini masih dengan asumsi bahwa DNA templat awalnya hanya satu
untai ganda. Padahal kenyataannya, hampir tidak mungkin DNA templat awal hanya
berupa satu untai ganda. Jika DNA templat awal terdiri atas 20 untai ganda saja, maka
jumlah tadi tinggal dikalikan 20 menjadi 20.970.720, suatu jumlah yang sangat cukup
bila akan digunakan sebagai fragmen pelacak.
b. DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing,
metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination
method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana
proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya
menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan
dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap
basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.
c. Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban),
atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik
sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang
tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa
PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints
alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya
dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah,
misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka
bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud. Konon banyak kalangan tertentu yang
memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari
seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
d. Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang
mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya
seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang
sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam
dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu
DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh
virus atau makhluk lainnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
Klik FASTA
2. Mencari primer
Salin semua CDS gen yang dimaksud pada kolom enter eccession gi or
FASTA sequence
Pilih BLAST
Masukkan primer yang ingin dicek pada kolom enter accession number (s),
gi (s), or FASTA sequence
a. Panjang primer
Desain primer yang diperlukan untuk PCR adalah sepasang primer forward dan
reverse primer. Primer yang diperoleh merupakan rangkaian basa nukleotida yang
unik dan diusahakan memiliki ukuran pendek untuk meminimalkan biaya. Panjang
primer berkisar 18-24 basa nukleotida. Penelitian lain tidak menggunakan panjang
primer sebagai batasan langsung, melainkan menggunakan selisih panjang forward
primer dan reverse primer.
b. Primer Melting Temperature (Tm)
Primer Melting Temperature (Tm) atau suhu leleh merupakan temperatur yang
diperlukan oleh primer untuk mengalami disosiasi atau pelepasan ikatan. Suhu leleh
primer yang digunakan harus sama untuk memastikan kinerja yang konsisten pada
pasangan primer.Terdapat beberapa formula yang dapat digunakan untuk menghitung
suhu leleh primer, antara lain Wallace’s Formula, Bolton and McCarthy’s Formula
dan Thermodynamic Basis Sets for Nearest Neighbor Interactions.
c. Primer Annealing Temperature (Ta)
Primer Annealing Temperature (Ta) merupakan suhu yang diperkirakan agar
primer dapat berkaitan dengan template (DNA) secara stabil. Suhu aneling yang tinggi
akan menyulitkan terjadinya ikatan primer sehingga menghasilkan produk PCR yang
kurang efisien. Sebaliknya, suhu aneling yang terlalu rendah menyebabkan terjadinya
penempelan primer pada DNA di tempat yang tidak spesifik. Ta dapat dihitung
menggunakan rumus:
Ta 𝑇𝑎Annealing
: Primer 𝑃 + 0.7 x 𝑇𝑚 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡 − 14.9
= 0.3 x 𝑇𝑚Temperature
Tm (P) : Primer Melting Temperature
Tm(product) : Product Melting Temperature, suhu leleh pada produk
d. Selisih Primer Melting Temperature (∆Tm)
Pasangan primer sebaiknya tidak memiliki selisih suhu leleh yang tinggi.
Pasangan primer dengan selisih suhu leleh yang lebih dari 5°C menyebabkan
penurunan proses amplifikasi, atau bahkan memungkinkan tidak terjadi proses
amplifikasi.
e. GC content
Aturan umum yang diikuti oleh sebagian besar program desain primer adalah
menggunakan persen basa G dan C antara 40% hingga 60%.
f. GC clamp
Beberapa program mensyaratkan pasangan primer memiliki basa GC pada ujung
3’ dari primer. GC Clamp yang dimaksud adalah ujung C, G, CG atau GC, yang
diyakini membuat hibridisasi lebih stabil. Namun perlu dihindari lebih dari 3 basa G
atau C pada 5 basa terakhir ujung 3′ karena ujung 3′-nya bisa melipat membentuk
struktur dimer dan hiarpin yang mengakibatkan ujung 3′ primer tidak terikat pada
template.
g. Struktur Sekunder / Secondary structure
Reaksi PCR sebaiknya tidak mengandung secondary structures berupa hairpin
atau dimer. Hairpin adalah struktur yang dibentuk oleh basis pasangan asam
polynucleic antara urutan komplementer untai tunggal baik DNA maupun RNA.
Kedua primer sebaiknya tidak memiliki basa nukleotida T pada ujung 3’-nya karena
dapat menyebabkan mismatch/ketidakcocokan. Banyaknya mismatch atau mismatch
pada ujung 3’-primer juga dapat menyebabkan hairpin. Hairpin pada ujung 3' dengan
ΔG (energy yang dipelukan untuk memecah struktur hairpin) = -2 kcal/mol dan
hairpin internal dengan ΔG = -3 kcal/mol masih dapat ditoleransi.
Self-dimer adalah primer yang berikatan dengan primer lainnya yang sejenis.
Self-dimer pada ujung 3’ dengan ΔG = -5 kkal/mol dan self-dimer pada bagian internal
dengan ΔG= -6 kkal/mol masih dapat ditoleransi.
Cross-dimer adalah primer yang berikatan dengan primer pasangannya (reverse
dan forward). Cross-dimer pada ujung 3’ dengan ΔG= -5 kkal/mol dan self-dimer
pada bagian internal dengan ΔG= -6 kkal/mol masih dapat ditoleransi.
h. Self-Complementary (SC) dan Pair-Complementary (PC)
Self complementary dapat menyebabkan struktur hairpin yang stabil hanya
dengan 4 pasangan basa GC pada ujung maupun bagian tengah primer. Primer harus
berisi kurang dari 4 basa komplementer, terutama pada ujung 3’. Pair complementary
terutama pada ujung 3’ primer dapat menyebabkan struktur dimer.
i. Repeats & Run
Perulangan yang cukup panjang dengan basa sama (lebih dari tiga basa
berurutan sama) harus dihindari karena dapat menyebabkan terjadinya breathing pada
primer dan mispirming, sehingga proses penempelan primer menjadi sulit. Primer
sebaiknya juga tidak memiliki urutan pengulangan dari 2 basa dan maksimum
pengulangan 2 basa sebanyak 4 kali masih dapat di toleransi. Hal ini juga
menyebabkan terbentuknya struktur hairpin.
c. Tampilan Primer-BLAST
d. Tampilan Primer-BALST dan salinan CDS Gen
b. Tampilan BLAST
4.5.2 Primer 5
4.5.3 Primer 7
Susunan primer 7 adalah sebagai berikut: Panjang primer dari primer 1 adalah
20 nukleotida, Tm forward 59.97°C, Tm reverse 59.97°C dan selisih Tm 0°C.
Nilai GC pada forward primer adalah 60% dan reverse primer adalah 55%.
Panjang produk dari primer 7 adalah 144. Pada primer 7 tidak dijumpai adanya >4
urutan nukleotida yang sama, dan ujung 3’ kedua primer tidak sama, ujung 3’
forward primer adalah C dan reverse primer adalah T. Jadi primer 7 telah
memenuhi kriteria primer yang baik. Hasil BLAST Nucleotide (BLASTN)
forward primer sebanyak 100 BLAST dengan spesifisitas 100% sebanyak 10
BLAST. Salah satu dimer yang dihasilkan dari GAGAGTAGTAAGCCCGCGAC
pada rantai ke-1 sampai 20 adalah GAGAGTAGTAAGCCCGCGAC pada rantai
ke 17.936 sampai 17.955. Sedangkan hasil BLAST Nucleotide (BLASTN)
reverse primer sebanyak 129 BLAST dengan spesifisitas 100% sebanyak 39
BLAST. Salah satu dimer yang dihasilkan dari GTTCAGAGTGCTCTGCCAGT
pada rantai ke-1 sampai 20 adalah GTTCAGAGTGCTCTGCCAGT pada rantai
ke 18.079 sampai 18.060.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
2. Fungsi primer pada PCR adalah untuk menyediakan ujung 3’ – OH yang akan
digunakan untuk menempelkan molekul DNA pertama dalam proses polimerisasi
dan untuk membatasi daerah yang akan diperbanyak.
3. Kriteria persyaratan primer yang baik adalah panjang primer terdiri dari 18 – 24
nukleotida, suhu leleh atau Tm dari suatu primer berada dalam kisaran 50 – 600C,
selisih Tm antara primer satu dengan yang lain adalah kurang dari 50C, urutan
nukleotida yang sama tidak boleh lebih dari 4, kandungan GC sebaiknya adalah 40 –
60%, dan ujung 3’ kedua primer tidak saling berkomplemen.
4. Semua primer yang telah dipilih memenuhi persyaratan primer yang baik.
5. Semua primer yang telah dipilih mempunyai persamaan 100% dengan nukleotida
target,
5.2 Saran
1. Mempersiapkan perangkat komputer yang lengkap dan koneksi internet yang baik
sehingga tidak mengganggu jalannya praktikum
2. Memahami langkah-langkah kerja sehingga dapat mengikuti praktikum dengan
baik
DAFTAR PUSTAKA
Dieffenbach, C.W. and Dveksler, G.S. 1995. PCR Primer, a Laboratory Manual. Cold Spring
Harbor Laboratory Press, New York
Handoyo, Darmo dan Ari Rudiretna. 2001. Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase
Chain Reaction (PCR). Pusat Studi Bioteknologi – Universitas Surabaya
Joshi, Mohini dan Dr. Deshpande J.D. 2010. Polymerase Chain Reaction: Methods,
Principles, and Application. International Journal of Biomedical Research.
Riupassa, Pieter Agusthinus. Perancangan Primer Oligonukleotida untuk Polimerisasi in
Vitro Gen Sukrosa Sintase.
Sasmito, Dinda Eling K. Rahadian Kurniawan, dan Izzati Muhimmah. Karakteristik Primer
pada Polymerase Chain Reaction(PCR) untuk Sekuensing DNA: Mini Review.
Yusuf, Zuhriana K. 2010. 2010. Polymerase Chain Reaction (PCR). Saintek Vol 5, No 6.
LAMPIRAN