Pembimbing:
dr. Retno Hernik MA, Sp.A
Penyusun:
Yurinda Nur Andrianingrum
201620401011119
Responsi dengan judul “Kejang Demam Komples” telah diperiksa dan disetujui sebagai
salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi program pendidikan profesi dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang yang dilakukan di bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSU Haji Surabaya.
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat karunia-Nya lah penyusun bisa
menyelesaikan Responsi yang berjudul Kejang Demam Kompleks ini.
Penyusunan tugas kasus ini merupakan salah satu tugas yang kami laksanakan selama
mengikuti kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Haji surabaya.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan Responsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan. Semoga Responsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya serta penyusun pada khususnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
LAPORAN KASUS
Umur : 5 bulan
BB : 4,1 kg
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
1.2.1 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis ibu pasien pada tanggal 15 Februari
2018 pukul 13.00 WIB di dalam ruang AL-Aqso Lantai 5 RSU Haji Surabaya.
Pasien datang dibawa oleh kedua orang tuanya ke Poli RSU Haji Surabaya
dengan keluhan kejang, kejang dimulai sejak lahir. Kejang seluruh badan, tangan dan
1
kaki. Saat kejang badannya kaku lurus kaku lurus. Biasanya kejang sehari 10 kali, setiap
kejang bisa 1-5 menit. Saat kejang dengan kejang biasanya pasien tidak sadar dan mata
melihat satu arah. Setelah kejang pasien biasanya tidur. Saat kejang juga disertai dengan
panas. Suhu badan biasanya diukur 37-41ºC saat panas biasanya pasien langsung kejang.
Panasnya naik turun tidak tentu. Panasnya sejak lahir. Sejak lahir pasien panas dan
kejang . Diberikan obat penurunan panas biasanya panasnya turun namun naik lagi. Tidak
didapatkan muntah namun saat terlalu kenyang pasien pasti langsung mengeluarkan
minumannya. Buang air besar agak susah dan jarang. Buang air kecilnya sering biasanya
sehari 5 kali ganti pampers. Badan pasien sering kaku. Saat lahir langsung dirawat di nicu
RS di Sampang selama 15 hari, setelah 3 hari di nicu pasien baru menangis. Selanjutnya
di rawat di ruangan selama 1 bulan karena kejang dan demam. Di rumah 1 minggu
kemudian dibawa ke RS AL-Irsyad untuk memeriksaakan panasnya kemudian dibawa RS
PHC Surabaya untuk dilakukan pemeriksaan jantung dan dokter menyatakan ada
penyakit jantung bawaan yang katub jantung terbuka. Setelah itu kembali ke RS
Sampang kemudian dirujuk ke RSU Haji Surabaya untuk dilakukan CT-Scan. Pada
kemarin dilakukan pemasangan vp shunt untuk hidrocephalus di RSU Haji Surabaya.
Riwayat Antenatal :
2
Riwayat Persalinan :
Riwayat Neonatal
Riwayat Imunisasi:
Pandangan 1 arah
Telungkup (-)
Mengangkat kepala (-)
Merespon setelah dipasang vp shunt
Riwayat Gizi :
3
Vital Sign : N: 136 X/menit ; RR : 48 x/menit ; T axila : 38,1 oC
Panjang badan : 59 cm
Lingkar kepala : 34 cm
Kepala/leher :
Anemis/Icterus/Cyanosis/Dyspneu : - / - / - / -
- Kepala : microchepali, UUB cekung dan belum menutup, terdapat kassa post vp
shunt.
- Hidung : sekret (-), darah (-), pernafasan cuping hidung (-), terdapat 1 lubang
hidung
- Mulut : Mukosa bibir kemerahan, lidah kotor (-), gusi berdarah (-), pharynx
hyperemi (-).
Thorax : normochest
4
P: Ictus tidak kuat angkat, thrill (-)
- Abdomen :
- Ekstremitas :
+ + - - -
- Pemeriksaan neurologi
- GCS : 456
- Meningeal Sign: kaku kuduk (sde), brudzinsky I/II (sde), kernig sign (sde)
- Sensorik : sde
+3/+3 +3/+3
- Reflek fisiologis : BPR/TPR +3/+3 KPR/APR +3/+3
5
- Status Gizi
Antropometris :
Usia : 5 bulan
Panjang badan : 59 cm
6
Kesimpulan status gizi : gizi kurang
LK/U : < 3rd
Kesimpulan : mikrocephali
7
IgG Toxoplasma : Negatif 0 IU/mL
IgM Toxoplasma : Negatif 0.05 IU/mL
IgG Anti Rubella :Positif 66 IU/mL
IgM Anti Rubella : Negatif 0.30 IU/mL
IgG Anti CMV : Negatif < 4 aU/ml
IgM Anti CMV : Negatif 0,06
1.2.3.2 Laboratorium (Tgl : 07 Februari 2018)
Tinja lengkap
Makroskopis
Bentuk : lembek
Warna : kuning kecoklatan
Lendir : negatif
Darah : negatif
Lain-lain : negatif
Mikroskopis
Eritrosit : 0-1
Lekosit : 0-1
Telur cacing : negatif
Larva : negatif
Trophozoit : negatif
Amoeba : negatif
Kista : negatif
Urine lengkap
Bj : 1.010
pH : 7.0
Nitrit : negatif
Protein : negatif
Glukosa : normal
Keton : negatif
Urobilin : normal
Bilirubin : negatif
8
Sedimen Ery : 0–1
Leko : 0–1
Cylind : negatif
Epithel : 0–1
Bact : negatif
Cryst : negatif
Lain-lain : negatif
1.2.3.3 CT-Scan (Tgl : 08 Februari 2018)
9
Imuno-serologi
CRP Kuantitatif : 2.3 mg/L
1.2.3.5 Laboratorium (Tgl :13 Februari 2018)
Kimia klinik
GDA : 82 mg/dl
K/NA/CL
Kalium : 4.5 mmol/L
Natrium : 156 mmol/L
Chlorida : 120 mmol/L
Hematologi FH
PPT : 10.9 C : 10.8 detik
INR : 0.97
APTT : 28.7 C : 25.2
Kimia klinik
SGOT : 68 U/L
SGPT : 71 U/L
10
1.2.3.6 Laboratorium (Tgl : 14 Februari 2018)
K/NA/CL
Kalium : 4.8 mmol/L
Natrium : 144 mmol/L
Chlorida : 107 mmol/L
1.3 RESUME
11
1.5 DIAGNOSIS
Post VP shunt Hari ke-2 Hidrocephalus + cerebral palsy + PJB + bilateral cleft lip +
suspect Congenital Rubella Syndrome
1.6 DIAGNOSA BANDING
Perdarahan Intrakranial
1.7 PLANNING
Diagnosis
CT-Scan Pro Evaluasi
Konsul dokter mata
Konsul dokter THT
Terapi
Infus D51/2 salin 400 cc/24 jam
Ikalep 2x1 cc
1.8 MONITORING
Keluhan pasien dan gejala
Vital sign
1.9 EDUKASI
Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai diagnosis, etiologi, perjalanan
penyakit, pemeriksaan, terapi, komplikasi, dan prognosis pada pasien.
Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan
(memasang infus, pemberian obat, pengambilan darah, dll).
12
Edukasi kepada orang tua tentang beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali
kejang
o Tetap tenang dan tidak panik
o Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
o Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
o Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
o Tetap bersama pasien selama kejang
o Berikan diazepam rektal. Dan jangan berikan bila kejang telah berhenti
o Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
o Edukasi kepada keluarga bahwa kejang dapat timbul kembali jika pasien panas.
Oleh karena itu, keluarga pasien harus sedia obat penurun panas, termometer,
dan kompres hangat jika pasien panas.
o Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah untuk menurunkan
resiko berulangnya kejang.
1.10 PROGNOSIS
Ad Vitam / dubia ad bonam
13
BAB II
PEMBAHASAN
Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat sementara dan tiba – tiba yang
merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Kejang adalah manifestasi
klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku,
emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron otak. Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atu
kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran. Mekanisme dasar
terjadinya kejang adalah peningkatan aktivitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan
mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan
listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh; 1] kemampuan membran sel sebagai pacemaker
neuron untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi oleh
neurotransmitter asam gama amino butirat [GABA]; atau 3] meningkatnya eksitasi sinaptik oleh
transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang. Status epileptikus
terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat
2. Perdarahan intrakranial : trauma lahir seperti asfiksia atau hipoksia, defisiensi vitamin
K, trompositopenia.
14
4. Genetik / kelainan bawaan
5. Malformasi serebral
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38ºC ) yang disebabkan
yang berkembang di bayi sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam
fetus. Nama lain CRS ialah Fetal Rubella Syndrome. Cacat kongenital (congenital defect) yang
paling sering dijumpai ialah tuli sensoneural, kerusakan mata seperti katarak, gangguan
kardiovaskular, dan retardasi mental. CRS yang meliputi 4 defek utama yaitu :
a. Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur
kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul.
c. Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri.
Berdasarkan kriteria diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, kasus CRS
dapat digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu: kasus dicurigai (suspected case), kasus berpeluang
(probable case), kasus hanya infeksi (infection only-case), kasus yang dipastikan (Confirmed
case). Pemeriksaan laboratorik untuk menunjang diagnosis CRS antara lain: isolasi virus,
15
Penafsiran hasil IgM dan IgG ELISA untuk rubella
Hidrosefalus berasal dari bahasa Yunani yaitu hydros yang berarti air dan cephalus yang
berarti kepala. Hidrosefalus adalah suatu kondisi patologis dimana terjadi peningkatan tekanan
intrakranial akibat pengumpulan cairan serebro spinal pada sistem ventrikel (ruangan cairan
otak) yang normal. Penyebab hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat dibagi menjadi dua,
yaitu penyebab prenatal dan postnatal. Penyebab prenatal Sebagian besar anak dengan
hidrosefalus telah mengalami hal ini sejak lahir atau segera setelah lahir. Beberapa penyebabnya
Myelomeningokel, dan Malformasi Arnold Chiari. Selain itu, terdapat juga jenis malformasi lain
yang jarang terjadi. Penyebab lain dapat berupa infeksi in-utero, lesi destruktif dan faktor
genetik. Stenosis Akuaduktus Sylvius terjadi pada 10% kasus pada bayi baru lahir. Insidensinya
berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Insidennya 0,5-1% kasus/1000 kelahiran. Malformasi
Dandy Walker terjadi pada 2-4% bayi yang baru lahir dengan hidrosefalus. Malformasi ini
mengakibatkan hubungan antara ruang subarakhnoid dan dilatasi ventrikel 4 menjadi tidak
adekuat, sehingga terjadilah hidrosefalus. Penyebab yang sering terjadi lainnya adalah
Malformasi Arnold Chiari (tipe II), kondisi ini menyebabkan herniasi vermis serebelum, batang
otak, dan ventrikel 4 disertai dengan anomali inrtakranial lainnya. Hampir dijumpai di semua
kasus). Penyebab postnatal Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus hidrosefalus, kista
16
arakhnoid dan kista neuroepitelial merupakan kedua terbanyak yang mengganggu aliran likuor.
Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran vena juga merupakan penyabab yang cukup sering
terjadi.
Hidrocephalus dapat ditegakkan melalui tanda dan gejala klinis. Makrokrania merupakan
salah satu tanda dimana ukuran kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal
atau persentil 98 dari kelompok usianya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial dan menyebabkan empat gejala hipertensi intrakranial yaitu fontanel anterior yang
sangat tegang (37%), sutura tampak atau teraba melebar, kulit kepala licin, dan sunset
phenomenon dimana kedua bola mata berdiaviasi ke atas dan kelopak mata atas tertarik. Gejala
hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar daripada bayi, gejala ini
mencakup nyeri kepala, muntah, gangguan okulomotor, dan gejala gangguan batang otak
(bradikardia, aritmia respirasi). Gejala lainnya yaitu spastisitas pada eksremitas inferior yang
berlanjut menjadi gangguan berjalan dan gangguan endokrin. Pemeriksaan penunjang dengan
menggunakan USG dapat mendeteksi hidrosefalus pada periode prenatal, dapat pula digunakan
untuk mengukur dan memonitor ukuran ventrikel, terutama digunakan pada anak prematur. CT
Scan dapat digunakan untuk mengukur dilatasi ventrikel secara kasar dan menentukan sumber
obstruksi. CT Scan dapat menilai baik secara fungsional maupun anatomikal namun tidak lebih
Celah bibir (cleft lip) adalah suatu kelainan kongenital bibir atas yang membentuk celah,
yang disebabkan oleh kegagalan bersatunya prosesus maksilaris dengan prosesus medial nasal
saat masa embrio. Celah ini dapat mengenai sebagian bibir dan dapat juga mencapai dasar
hidung. Celah yang terdapat pada daerah mulut dan wajah dihasilkan oleh suatu mekanisme tidak
17
lengkap dari dua faktor yaitu gen dan lingkungan. Celah bibir disebut juga dengan cheiloschizis,
2. Lingkungan : faktor usia ibu, faktor obat-obatan, nutrisi, infeksi (campal, sifilis dan virus
rubella), radiasi.
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital merupakan abnormalitas
dari struktur dan fungsi sirkulasi jantung pada semasa kelahiran. Malformasi kardiovaskuler
kongenital tersebut berasal dari kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
perkembangan janin. Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya
gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.
Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik dan sianotik yang masing – masing memberikan
Cerebral palsy merupakan kelainan diakibatkan adanya kesulitan gerak berasal dari
disfungsi otak, ada juga kelainanan gerak atau palsy yang diakibatkan bukan karena disfungsi
otak tetapi disebabkan poliomyelitis disebut dengan spinal palsy atau organ palsy yang
diakibatkan oleh kerusakan otot (disthophy mascular). Karena adanya disfungsi otak maka
penyandang cerebral palsymempunyai kelainan dalam bahasa, bicara, menulis, emosi, belajar
dang gangguang psikologis. Cerebral palsy didefinisikan sebagai laterasi perpindahan yang
abnormal atau fungsi otak yang muncul karena kerusakan, luka atau penyakit pada jaringan saraf
yang terkadung dalam rongga tengkorak. Penyabab cerebral palsy tidak disebabkan oleh satu
penyebab. Beberapa penyebab cerebral palsy adalah infeksi selama kehamilan, ikterus
neonatoum, kekurangan oksigen berat (hipoksik iskemik) pada otak atau trauma kepala selama
18
proses kehamilan, pranatal (ibu menderita TORCH, masalah gizi), perinatal (terkena infeksi jalan
lahir, asfiksia, hipoksis iskemik ensefalopati), postnatal (infeksi selaput otak atau jaringan otak,
kejang, trauma).
Penyakit-penyakit penyerta yang sering terjadi adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA), diare persisten, cacingan, tuberculosis, malaria dan HIV/AIDS.6 Faktor penyebab gizi
buruk terdiri atas penyebab tak langsung dan langsung. Adapun penyebab tak langsung seperti
kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat
bawaan, menderita penyakit kanker dan penyebab langsung yaitu ketersediaan pangan rumah
tangga, perilaku dan pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan,
tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah,
ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Diagnosis malnutrisi dapat diketahui melalui gejala
tergantung dari derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi
disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala
klinis gizi buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang
kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Gizi buruk ringan
sering ditemukan pada anak-anak dari 9 bulan sampai 2 tahun, akan tetapi dapat dijumpai pula
Pada pasien ini kejang dialami sejak lahir, sehari bisa 10 kali selama 1-5 menit. Kejang
biasanya dalam keadaan tidak sadar. Saat kejang perlu dipikirkan kejang intrakranial atau
ekstakranial. Untuk membedakannya dilihat dari kesadarannya. Pada kejang intrakranial disertai
dengan penurunan kesadaran sedangkan ekstrakranial tidak disertai penuruanan kesadaran. Perlu
dilihat juga apakah terusan dari kejang ekstrakranial. Pasien juga mengalami panas badan sejak
19
lahir, panas biasanya 37-41ºC. Saat panas biasanya kejang. Kejang dan demam harus dibedakan
apakah kejang demam atau kejang disertai demam. Untuk kriteria kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38ºC ) yang disebabkan oleh suatu proses
Pada saat hamil, ibu pasien mengalami hipertensi saat hamil dan apabila terjadi maka
nutrisi dari ibu untuk janin akan berkurang sehingga bisa mengalami hipoksia janin. Efek dari
semua itu bisa menjadikan berbagai macam penyakit bawaan. efek preeklamsia pada fetal dan
bayi baru lahir adalah insufisiensi plasenta, asfiksia neonatorum, intra uterine growth retardation
(IUGR), premature, abrasio plasenta, berat badan lahir rendah dan kematian janin. Kematian
pada masa perinatal yang disebabkan karena asfiksia. Pada pasien ini dirawat di nicu RS
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan TORCH dan dihasilnya IgG Anti Rubella (+) 66
IU/ml ini merupakan tanda bahwa ibu pasien pernah terkena Rubella saat hamil. Ibu saat hamil
hanya pernah mengalami demam ringan diberikan obat penurun panas panas turun. Virus rubella
bisa asimptomatik pada ibu hamil. Pengaruh rubella ini bisa menpengaruhi bayi. Saat lahir
pasien mengalami kecacatan seperti cleft lip, mikrosepali, hidrocephalus, penyakit jantung
bawaan. Pada pasien ini dilakukan pengukuran lingkar kepala 34 cm dengan usia 5 bulan
menurut kurva who < 3rd artinya berarti pasien mengalami mikrocephali. Untuk hidrocephalus
telah dikonfirmasi dengan CT-Scan. Pada CT-Scan pasien terlihat gambaran hipodens menutupi
gyrus. Pasien juga telah dilakukan pemasangan VP shunt untuk evakuasi cairan cerebrospinal
pada hidrocephalus. Perlu dilakukan pemeriksaan CT-Scan pro evaluasi untuk post pemasangan
20
Pada infeksi virus rubella saat hamil perlu dicurigai Congenital Rubella Syndrome (CRS).
Diagnosis CRS apabila mengalami 2 gejala pada kriteria A atau 1 kriteria A dan 1 kriteria
B, sebagai berikut:
(A) Katarak, glaukoma kongenital, penyakit jantung kongenital (paling sering adalah
PDA atau peripheral pulmonary artery stenosis), kehilangan pendengaran,
pigmentasi retina.
(B) Purpura, splenomegali, jaundice, mikroemsefali, retardasi mental, meningoensefalitis
dan radiolucent bone disease (tulang tampak gelap pada hasil foto roentgen).
Pada ini mengalami penyakit jantung bawaan yang didiagnosis di RS AL-Irsyad. Sehingga perlu
dipastikan untuk katarak, glaucoma kongenital pada dokter spesialis mata dan konsul dokter
Pasien juga selalu mengalami badan kaku. Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan spatik.
Pada usia 5 bulan pasien hanya bisa melihat belum bisa mengangkat kepala, belum bisa
mengeluarkan kata atau bicara apapun. Sedangkan cerebral palsy meruakan brain injury yaitu
suatu kondisi yang mempengaruhi pengendalian sistem motorik sebagai akibat lesi dalam otak
atau suatu penyakit neuromuskular yang disebabkan oleh gangguan perkembangan atau keruskan
sebagian dari otak yang berhubungan dnegan pengendalian fungsi motorik. Perlu dilakukan
fisioterapi untuk motoriknya. Pada cerebral palsy yang menyebabkan fungsi motorik dapat
menyebabkan kejang.
Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang rendah atau
memiliki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk resusitasi dihindarkan karena
asidosis serebral. Pada pasien ini mengalami malnutrisi sehingga diberikan cairan D5 ½ NS.
21
Pada tatalaksana saat kejang dipastikan untuk jalan napas bebas, ventiasi dan sirkulasi
dalam keadaan baik. Longgarkan pakaian yang ketat, baringkan anak dalam miring agar lendir
dan cairan dapat mengalir keluar. Leher dan rahang hiperekstensi agar jalan napas bebas. Saat
kejang bsa diberikan diazepam per rektal 0,4-0,6 mg/kgBB atau bisa dilihat dari BB < 10 kg
diazepam rektal 5 mg. Diberikan dalam 30-60 menit. Jika dengan 2 kali diazepam masih kejang
dapat diberikan penitoin IV dengan dosis inisial 15-20 mg/kgBB diencerkan dalam NaCl 0.9%
maksimum 50 mg/menit, dosis inisial maksimum adlaah 1000 mg. Dosis maintenance 4-8
mg/kgBB/hari. Obat lini kedua dapat ditambahkan bila faktor pencetus dapat disingkirkan. Bila
tanpa melihat jenis bangkitan kejang dapat diberikan terapi berikut : obat lini pertama asam
valproat 10-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, fenobarbital 4-5 mg/kgBB/ hari dalam 2 dosis,
karbamazepin 10-30 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, fenitoin 5-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
Tatalaksana demam pada anak apabila suhu > 39ºC diberikan antipiretik berupa
memilik sifat analgesik, antispasmodic dan antipiretik. Penggunaan metamizole umumnya secara
oral atau parenteral untuk mencegah dan mengobati nyeri yang terkait dengan operasi atau untuk
pengobatan nyeri akut. Pemberian ondonsentron diberikan pada pasien yang pasca dilakukan
operasi atau kemoterapi. Pengobatan mual dan muntah setelah pembedahan: injeksi
intramuskular atau intravena lambat: 4 mg dosis tunggal sewaktu induksi anestesi; anak:
pencegahan dan pengobatan mual dan muntah kemoterapi dan radioterapi: (6 bulan-18 tahun)
infus intravena lebih dari 15 menit, 5 mg/m 2 segera menjelang terapi atau oral 150 mcg/kg bb
seg era menjelang terapi (maksimal dosis 8 mg) diulang setiap 4 jam untuk 2 dosis berikutnya,
kemudian dilanjutkan oral untuk berat badan ≤ 10 kg, 2 mg setiap 4 jam sampai 5 hari, untuk
22
berat badan > 10 kg 4 mg setiap 4 jam sampai 5 hari (maksimal dosis per hari maksimal 32 mg),
pengobatan mual dan muntah setelah pembedahan: (1 bulan-18 tahun) injeksi intravena lambat,
100 mcg/kg bb (maksimal 4 mg) sebelum, selama dan setelah induksi anestesi.
23
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanto, Rhonaz dan Fadillah. 2013. Hidrocephalus pada Anak. SMF Bedah Saraf
RSUD Raden Mattaher, Jambi. JMJ, Vol 1 : 1, hal 61-67.
Diah Krisnansari. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwaokerto, Mandala of Health, Vol 4 : 1, hal
60-68.
Inke dan Chairuddin. 2011. Penanganan Demam pada Anak. Departemen Ilum
Kesehatan Anak, RS H. Adam Malik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Medan. Sari pediatri Vol 6 : 409-418
Titik, Nur, Sunarto dkk. 2013. Faktor Risiko Malnutrisi pada Balita. Kesmas, Jurnal
Kesehatan Masyarakat Vol 7 : 2, hal 572-576.
Utomo. 2013. Cerebral Palsy Tipe Spastic Diplegy pada Anak Usia Dua Tahun.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Medula. Vil 1 :4, Hal : 25-34
Winarsih dan Irdawati. 2009. Hubungan Preeklampsia dengan Kondisi Bayi yang
Dilahirkan Secara Sectio Caesarea di RSUD DR. Moewardi Surakarta. ISSN 19792697, Vol
2 : 1, hal 1-6.
24
LAMPIRAN LAPORAN SOAP
Tanggal S O A P
25
2x10 mg
Thorax: (syringe
I : Normochest, ret pump)
IC (-)
Ikalep 2x1 cc
P: Nyeri tekan (-)
Inj.
P:Sonor +/+
A: ves +/+, Rh -/-, Paracetamol
wh -/-, S1S2 tunggal, 3x50 mg bila
G (+), M (-) T > 37.5 C
Inj. Antrain
Abdomen : supel, 3x50 mg bila t
BU + N, H/L tidak > 37.5 C
teraba Inj.
Ekstremitas: akral
Ondancentron
hangat +/+
2x0,5 mg
Genitalia: dbn
Lacto B 1x1
sachet
18/02/2018 - Demam (-) KU : Baik Post VP shunt Hari Infus D51/2
- Kejang (-) GCS 456 ke-4 + cerebral salin 400
- BAB Vital sign: palsy + PJB + cc/24 jam
N:130x/mnt, RR:
lembek (-) bilateral cleft lip + Inj.
58x/mnt, T:36,7oC
- BAK 4 kali Suspect Congenital Ceftriaxone
sehari Rubella Syndrome 1x500 mg
K/L: a/i/c/d:-/-/-/-
- Mual (-) Mata cowong (-) Inj.
- Muntah (-) Nafas cuping hidung Gentamycin
(-), bibir kering (-), 2x10 mg
lidah kotor (-) Phenitoin
2x10 mg
Thorax: (syringe
I : Normochest, ret
pump)
IC (-)
Ikalep 2x1 cc
P: Nyeri tekan (-)
P:Sonor +/+ Inj.
A: ves +/+, Rh -/-, Paracetamol
wh -/-, S1S2 tunggal, 3x50 mg bila
G (+), M (-) T > 37.5 C
Inj. Antrain
Abdomen : supel, 3x50 mg bila t
BU + N, H/L tidak > 37.5 C
teraba
Inj.
Ekstremitas: akral
Ondancentron
hangat +/+
2x0,5 mg
26
Genitalia: dbn Lacto B 1x1
sachet
27
Thorax: Paracetamol
I : Normochest, ret 3x50 mg bila
IC (-) T > 37.5 C
P: Nyeri tekan (-)
Inj. Antrain
P:Sonor +/+
3x50 mg bila
A: ves +/+, Rh -/-,
T > 37.5 C
wh -/-, S1S2 tunggal,
G (+), M (-)
Abdomen : supel,
BU + N, H/L tidak
teraba
Ekstremitas: akral
hangat +/+
Genitalia: dbn
Abdomen : supel,
BU + N, H/L tidak
teraba
Ekstremitas: akral
hangat +/+
28
Genitalia: dbn
Thorax:
I : Normochest, ret
IC (-)
P: Nyeri tekan (-)
P:Sonor +/+
A: ves +/+, Rh -/-,
wh -/-, S1S2 tunggal,
G (+), M (-)
Abdomen : supel,
BU + N, H/L tidak
teraba
Ekstremitas: akral
hangat +/+
Genitalia: dbn
29