Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik bersifat
total maupun sebagian. Secara umum, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Sedangkan yang dimaksud dengan fraktur ekstremitas adalah
fraktur yang terjadi pada komponen ekstremitas atas (radius, ulna, dll) dan ekstremitas
bawah (femur, tibia, fibula, dll) (Helmi, 2012).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.
Menurut hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, di Indonesia terjadinya
fraktur disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam
atau tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang
(3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang
(8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236
orang (1,7%). Di provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 tercatat korban fraktur berkisar
5,1% (Riskesdas, 2013).
Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan
kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen, selain itu komplikasi awal yang
berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan kematian
beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya
fraktur maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur. Melihat
permasalahan tingginya angka kejadian trauma dan patah tulang pada ekstremitas bagian
bawah dan buruknya komplikasi yang akan dialami oleh pasien apabila kejadian ini tidak
ditangani dengan baik, diperlukan pemahaman mengenai penyakit ini oleh tenaga medis
agar dapat memberikan penanganan yang lebih komprehensif (Helmi, 2012).

1
1.2 Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan makalah ini untuk menjelaskan secara lebih mendalam tentang
fraktur dan untuk memenuhi persyaratan kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) di
Departemen ILMU BEDAH, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara.
1.3 Metode dan Tekhnik
Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode dan teknik secara deskriptif
dimana mencari sumber data dan menganalisisnya sehingga diperoleh informasi tentang
masalah, setelah itu berbagai referensi yang didapatkan dari berbagai sumber tersebut
disimpulkan sesuai dengan judul makalah dan tujuan pembuatan makalah ini.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh. Skelet
atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak,
terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan
pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fosfat. Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia (Price, 2006):

Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang
akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik
(terutama garam- garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga
dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis.
Tulang pada kepala
Struktur tulang pada bagian ini kerap disebut tulang tengkorak. Fungsinya melindungi
organ penting pada tubuh, yaitu otak. Selain melindungi otak, tulang-belulang pada kepala
ini juga membentuk wajah. Kondisi tengkorak manusia saat masih bayi berbeda ketika
sudah tumbuh dewasa. Ketika dilahirkan, kondisi tulang-belulang pada tengkorak belum

3
menyatu guna memudahkan bayi melewati jalan lahir. Namun seiring bertambahnya usia,
celah antar tulang akan disatukan.
Tulang pada tubuh
Bisa memiliki tubuh tegak karena ditopang oleh tulang belakang. Tulang ini
menyanggah bagian leher hingga bokong. Berkat tulang ini, bisa menggerakkan tubuh.
Tidak hanya itu, tulang ini juga bisa melindungi saraf tulang belakang. Pada tubuh manusia,
tulang belakang terdiri dari 33 ruas tulang yang terbagi menjadi 5 bagian. Bagian-bagian
tersebut, antara lain 7 ruas tulang leher, 12 ruas tulang punggung, 5 ruas tulang pinggang,
5 ruas tulang kelangkang yang menjadi satu, dan 4 ruas tulang ekor yang juga menjadi satu.
Pada tubuh juga terdapat tulang rusuk atau tulang iga. Bentuk tulang ini seperti sangkar.
Pada bentuknya karena sangkar ini bisa melindungi jantung, hati, dan paru-paru. Jumlah
tulang rusuk manusia, baik pria maupun wanita, adalah 24 atau lebih tepatnya 12 pasang.
Tulang pada tangan
Tulang-tulang pada tangan terdapat pada lengan, pergelangan tangan, telapak tangan,
dan jari. Tulang pada lengan, tepatnya di atas siku, bernama humerus. Lalu di bawah siku
terdapat dua tulang, yaitu radius dan ulna. Masing-masing berbentuk lebar pada bagian
ujung dan tipis pada bagian tengah. Hal ini untuk memberikan kekuatan ketika bertemu
tulang lain. Sisanya berada pada pergelangan tangan, telapak tangan, dan jari. Jika ditotal,
satu sisi tangan memiliki 27 tulang yang berfungsi menggerakkan tangan. Bisa dibilang
bahwa anatomi tulang pada tangan sangat rumit karena tangan dipenuhi oleh tulang-tulang
kecil, terutama pada bagian pergelangan tangan, telapak tangan, dan jari. Jika hanya terdiri
dari tulang besar, maka akan kesulitan meliukkan jemari.
Tulang pada kaki
Kaki memiliki struktur tulang fleksibel yang berfungsi untuk berdiri tegak dan
bergerak-gerak, seperti berlari, berjalan, atau melompat. Tulang pada kaki sangat besar dan
kuat guna menopang bobot tubuh. Tulang pada kaki dimulai dari panggul hingga lutut.
Tulang tersebut dinamakan tulang paha atau femur. Ini adalah tulang terbesar yang ada di
tubuh manusia. Tulang paha ini menempel pada tulang panggul. Lalu pada lutut terdapat
tulang berbentuk segitiga yang bernama tempurung. Tempurung berguna melindungi sendi
lutut. Kemudian di bawahnya, tepatnya pada bagian betis, terdapat tulang tibia dan fibula.
Kedua tulang ini berbentuk pipih di bagian tengah dan melebar di bagian ujung. Pada
bagian pergelangan kaki terdapat tulang talus. Tulang ini melekat pada tulang betis dan
membentuk pergelangan kaki. Lalu di bawahnya terdapat tulang tumit. Tulang tumit
kemudian tersambung dengan 6 tulang kecil lainnya. Pada bagian telapak kaki terdapat
4
lima tulang panjang yang menghubungkan ke jari-jari kaki. Tiap jari memiliki tiga tulang
kecil, kecuali jempol kaki hanya dua tulang. Jika ditotal, satu kaki dan pergelangan kaki
memiliki 26 tulang.
b. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam pergerakan.
Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan-jaringan
khusus yang menghubungkan struktur tersebut. Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang
tersusun dari tiga jenis sel antara lain (Price, 2006):
Osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblast membangun tulang dengan membentuk
kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu
proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid ,
osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting
dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali
memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat
menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah
tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.
Osteosit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar berinti banyak
yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas
dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik
yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga
kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. Secara umum fungsi tulang antara lain:
 Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
 Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya otak dilindungi
oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada
(cavum thorax) yang di bentuk oleh tulangtulang kostae (iga).
 Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan
perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di gerakan
oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit
yang digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat padanya.

5
 Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen lain. Tulang
mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.
 Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk menghasilkan sel- sel
darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu (Price,
2006).
2.2 Pengertian Fraktur
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab
terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat
berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Price, 2006).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa retakan,
pengisutan ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser (Smeltzer,
2002).
2.3 Etiologi Fraktur
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya
fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis (Price, 2006).
 Peristiwa Trauma (kekerasan)
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya kekerasan
itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan patah tepat di
tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering bersifat terbuka, dengan garis
patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena kekerasan tidak langsung adalah
bila seorang jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain
tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang
paha dan tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai
penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan
bawah.

6
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah tulang
akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang akibat tarikan otot
adalah patah tulang patella dan olekranom, karena otot triseps dan biseps mendadak
berkontraksi.
 Peristiwa Patologis
a. Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang–ulang pada
suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari biasanya.
Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat pengulangan tekanan pada tempat
yang sama, atau peningkatan beban secara tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka
akan terjadi retak tulang.
b. Kelemahan Tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang akibat
penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis, dan tumor pada
tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur.
2.4 Patogenesis
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter
dan Bare, 2002). Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut
aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner, 2002).

7
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan,
fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak
disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah.7
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain :
nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat
terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan
prawatan diri (Carpenito, 2007).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan
dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan
struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami
kerusakan selama tindakan operasi (Price, 2006).
2.5 Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan
disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis. Menurut Mansjoer (2002) ada
tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur
tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
 Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
 Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
 Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
 Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan/potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke
dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka:
 Derajat I Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
 Derajat II Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.

8
 Derajat III Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:


a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau
garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap (Incomplete fraktur)
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah
yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick. Menurut Price
dan Wilson (2005) kekuatan dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,
sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.

9
Berdasarkan bentuk patahan tulang:
 Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang
atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah
dikontrol dengan pembidaian gips.
 Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi
ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak.
 Oblique
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya
membentuk sudut terhadap tulang.
 Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak
dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai
darah.
 Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan
jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
 Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana
korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis ini
sering terjadi pada anak – anak.
 Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang
berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
 Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen
biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
Berdasarkan lokasi pada tulang fisis Tulang fisis adalah bagian tulang yang
merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi
dapat berakibat pemisahan fisis pada anak – anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh

10
atau cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas
atau pada saat aktivitas olahraga.

Berdasarkan ada tidaknya pergeseran:


a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.
b. Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga
disebut dislokasi fragmen.
- Translation/shift: berpindah
- Angulasi: membentuk sudut
- Shortening: pemendekan
- Rotasi: berputar

11
2.6 Gejala Klinis
Apabila gejala klasik ada, secara klinis diagnosis fraktur dapat ditegakkan walaupun
jenis konfigurasi frakturnya belum didapat ditentukan. Gejala klasik fraktur adalah (Helmi
, 2012):
 Adanya riwayat trauma
 Rasa nyeri dan bengkak pada bagian tulang yang patah
 Deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi)
 Nyeri tekan
 Krepitasi
 Gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri
 Putusnya kontinuitas tulang
 Gangguan neurovaskular
Prinsip penanggulangan fraktur (De Jong, 1997):
1. Recognize (mengenali)
Mengenali kerusakan apa saja yang terjadi baik pada jaringan lunak maupun tulang
serta mengetahui mekanisme trauma.
2. Reduction (mengembalikan)
Mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula.
3. Retaining (mempertahankan)
Mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi). Hal ini akan
menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman
dan dapat sembuh dengan cepat.
4. Rehabilitation (rehabilitasi)
Mengembalikan kemampuan anggota tubuh yang sakit agar dapat berfungsi kembali.
2.7 Pemeriksaan Fisik
Diagnosa fraktur ditegakkan berdasarkan (Helmi, 2012):
1. Anamnesa
Dari anamnesa dapat diperoleh keluhan yang dialami pasien serta riwayat trauma. Bila
tidak ada riwayat trauma dapat dipikirkan terjadi suatu fraktur patologis. Trauma harus
diperinci jenisnya, berat-ringannya trauma, arah trauma, dan posisi penderita atau
ekstremitas yang bersangkutan (mechanism of injury).

12
2. Pemeriksaan Umum
Cari kemungkinan adanya komplikasi umum, misalnya: syok pada fraktur multipel,
fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.
3. Pemeriksaan Status Lokalis
Look
Memeriksa dengan melihat:
 Warna dan perfusi
 Luka
 Deformitas (angulasi/pemendekan)
 Pembengkakan
 Perubahan warna atau memar
Feel
Dilakukan palpasi pada ekstremitas untuk memeriksa fungsi sensorik, fungsi neurologi dan
daerah nyeri tekan (fraktur atau trauma jaringan lunak). Dilakukan penilaian pada
neurovaskular distal dari daerah yang mengalami fraktur. Hal yang perlu diperhatikan saat
melakukan palpasi:

 Suhu
 Nyeri tekan
 Krepitasi
 Sensibilitas
 Pemeriksaan vaskular: pulsasi arteri dan Capillary Refill Time
 Pengukuran panjang tungkai
Movement
 Pergerakan aktif: minta pasien untuk bergerak tanpa dibantu. Nilai kemampuan
pergerakan sendi dan apakah terdapat rasa nyeri atau tidak. Pergerakan aktif juga dapat
digunakan untuk menilai kekuatan otot.
 Pergerakan pasif: pemeriksa menggerakkan sendi pasien

13
Pada pemeriksaan fisik regional fraktur femur terbuka, umumnya didapatkan hal-hal
berikut ini.
 Look
Terlihat adanya luka terbuka pada paha dengan deformitas yang jelas. Kaji berapa luas
kerusakan jaringan lunak yang terlibat. Kaji apakah pada luka terbuka ada fragmen
tulang yang keluar dan apakag terdapat adanya kerusakan pada arteri yang berisiko
akan meningkatkan respons syok hipovolemik. Pada fase awal trauma sering
didapatkan adanya serpihan di dalam luka terutama pada trauma kecelakaan lalu lintas
darat yang mempunyai indikasi pada risiko tinggi infeksi.
 Feel
Adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan adanya krepitasi.
 Move
Gerakkan pada daerah tungkai yang patah tidak boleh dilakukan karena akan
memberikan respons trauma pada jaringan lunak di sekitar ujung fragmen tulang yang
patah. Pasien terlihat tidak mampu melakukan pergerakan pada sisi paha yang patah.

Pada pemeriksan fisik regional fraktur tulang femur tertutup, umumnya didapatkan hal-
hal berikut ini.
 Look
Pasien fraktur femur mempunyai komplikasi delayde union, non-union, dan malunion.
Kondisi yang paling sering didapatkan di klinik adalah terdapatnya malunion terutama
pada pasien fraktur femur yang sudah lama dan telah mendapat intervensi dari dukun
patah. Pada pemeriksaan look akan didapatkan adanya pemendekan ekstremitas dan
akan lebih jelas derajat pemendekan dengan cara mengukut kedua sisi tungkai dari
spina iliaka ke maleolus.
 Feel
Adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah paha.
 Move
Pemeriksaan yang didapat seperti adanya gangguan/keterbatasan gerak tungkai.
Didapatkan ketidakmampuan menggerakan kaki dan penurunan kekuatan otot
ekstremitas bawah dalam melakukan pergerakan (Helmi, 2012).

14
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi penting dilakukan dalam mendiagnosis adanya fraktur. Terdapat
aturan dalam melakukan foto radiologi (Asrizal, 2014):
Rule of Two
1. Two views
Foto harus mencakup 2 view yaitu AP view dan letaral view
2. Two joints
Foto harus meliputi sendi yang berada di atas dan di bawah daerah fraktur
3. Two limbs
Pada anak-anak, gambaran dari lempeng epifisis menyerupai garis fraktur, oleh karena
itu diperlukan foto dari ekstremitas yang tidak mengalami trauma atau normal
4. Two injuries
Kadangkala trauma tidak hanya menyebabkan fraktur pada satu daerah. Contohnya,
seseorang mengalami fraktur pada femur, sehingga diperlukan foto femur dan pelvis
5. Two occasions
Ada beberapa jenis fraktur yang sulit dinilai segera setelah trauma, sehingga dibutuhkan
pemeriksaan X-Ray satu atau dua minggu setelahnya untuk melihat fraktur yang terjadi.
Contohnya, fraktur yang terjadi pada ujung distal dari os clavicula, scaphoid, femoral
neck, dan maleolus lateral.
Scan tulang (fomogram, scan CT/MRI) untuk memperlihatkan fraktur dan juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak. Arteriogram, dilakukan
bila kerusakan vaskuler dicurigai. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemo
konsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple), Hb, leukosit, LED, golongan darah dan lain-lain.
2.9 Penatalaksanaan (Helmi, 2012)
Reduction
Reduksi bertujuan untuk memberikan aposisi yang adekuat dan alignment yang normal
dari fragmen tulang. Makin besar permukaan kontak antara fragmen tulang, maka proses
penyembuhan akan lebih mungkin terjadi. Adanya spasi/ruang antara ujung fragmen tulang
yang patah merupakan penyebab umum dari penyatuan tulang yang tertunda (delayed
union) atau tulang tidak menyatu (non union).

15
Meskipun terapi umum dan resusitasi harus selalu didahulukan, tidak boleh ada
keterlambatan dalam menangani fraktur; pembengkakan bagian lunak selama 12 jam
pertama akan mempersulit reduksi. Terdapat beberapa situasi yang tidak memerlukan
reduksi:
1. Bila pergeseran sedikit atau tidak ada
2. Bila pergeseran tidak berarti (misalnya pada fraktur calvicula)
3. Bila reduksi tampak tak akan berhasil (misalnya pada fraktur kompresi pada vertebra)
Fraktur yang melibatkan permukaan sendi harus direduksi sesempurna mungkin karena
jika tidak akan memudahkan timbulnya arthritis degeneratif. Terdapat dua metode reduksi:
1. Reduksi tertutup
 Untuk fraktur dengan pergeseran minimal
 Untuk kebanyakan fraktur pada anak
 Untuk fraktur yang stabil setelah reduksi dan diretensi dengan splint dan cast
2. Reduksi terbuka/operatif
 Ketika reposisi tertutup gagal, bisa disebabkan karena kesulitan dalam mengontrol
fragmen tulang atau karena ada jaringan lunak yang terselip diantaranya
 Ketika terdapat fragmen tulang artikular yang memerlukan posisi reposisi yang
akurat
 Untuk memasang traksi pada tulang yang fraktur
Retention
1. Continuous Traction
Diaplikasikan pada alat gerak distal dari lokasi fraktur. Terbagi menjadi skin traction,
skeletal traction, traksi dengan gravitasi, fixed traction, balanced traction, dan traksi
kombinasi.
2. Cast Splintage (Plaster of Paris/Gips)
Gips merupakan kapur bercampur bahan kimia yang setelah bercampur ar dapat
dibentuk lalu mengeras setelah beberapa waktu dan merupakan imobilisator yang baik.
3. Fuctional Bracing
4. Fiksasi Internal
5. Fiksasi Eksternal

16
Rehabilitation
Tujuannya untuk menurunkan edema, memelihara gerak sendi, melatih kekuatan otot, dan
agar pasien dapat beraktivitas kembali seperti normal.

Ada beberapa cara dalam melakukan penatalaksanaan terhadap kasus fraktur, antara lain:

Cara pertama penanganan adalah proteksi saja tanpa reposisi dan imobilisasi. Pada fraktur
dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan menyebabkan cacat di
kemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi saja, misalnya dengan mengenakan sling.

Cara kedua ialah imobilisasi luar tanpa reposisi. Tetapi tetap diperlukan imobilisasi agar
tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan patah tulang tungkai bawah
tanpa dislokasi yang penting.

Cara ketiga berupa reposisi dengan cara memanipulasi yang diikuti dengan imobilisasi. Ini
dilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti, seperti pada patah tulang
radius distal.

Cara keempat berupa reposisi dengan traksi terus-menerus selama masa tertentu, misalnya
beberapa minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang
bila direposisi akan terdislokasi kembali di dalam gips.

Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar. Fiksasi
fragmen fraktur menggunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin
baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di luar kulit. Alat ini dinamakan
fiksasi eksterna.

Cara keenam berupa reposisi secara non operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang
secara operatif, misalnya reposisi patah tulang kolum femur. Fragmen direposisi secara non
operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan pemasangan prostesis pada kolum
femur secara operatif.

Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna. Cara ini disebut
juga sebagai reduksi terbuka fiksasi interna (open reduction internal fixation, ORIF). Fiksasi
interna yang dipakai biasanya berupa pelat dan sekrup.

17
Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan
prostesis, yang dilakukan pada patah tulang kolom femur. Kaput femur dibuang secara operatif
lalu diganti dengan prostesis (De Jong, 1997).
Proses Penyembuhan Tulang
Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari
tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut.
Bekuan akan membentuk jaringan granulasi di dalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang
primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan
mensekresi fosfat, yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) di
sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari
fragmen satunya, dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus
berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas
menyeberangi lokasi fraktur. Penyatuan tulang provisional ini akan menjalani transformasi
metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami
remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk osteoblas tulang baru dan
osetoklas akan mengingkirkan bagian yang rusak dan tulang sementara (Price, 2005).
2.10 Komplikasi Fraktur
Komplikasi patah tulang dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini, dan
komplikasi lama (De Jong, 1997).
 Komplikasi segera
- Lokal
1. Kulit dan otot: berbagai vulnus (abrasi, laserasi, sayatan, dll.), kontusio,
avulsi
2. Vaskular: terputus, kontusio, perdarahan
3. Organ dalam: jantung, paru-paru, hepar, limpa (pada fraktur kosta), buli-buli
(pada fraktur perlvis)
4. Neurologis: otak, medula spinalis, kerusakan saraf perifer
- Umum
1. Trauma multipel, syok
 Komplikasi dini
- Lokal
Nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen, trombosis, infeksi sendi,
osteomielitis

18
- Umum
Emboli paru, tetanus
 Komplikasi lama
- Lokal
1. Tulang:
 Malunion, nonunion, delayed union
 Osteomielitis
 Gangguan pertumbuhan
 Patah tulang rekuren
2. Sendi: ankilosis, penyakit degeneratif sendi pascatrauma
3. Miositis osifikan
4. Distrofi refleks
5. Kerusakan saraf
- Umum
Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan hiperkalsemia)
Neurosis pascatrauma
2.11 Prognosis
Faktor mekanis sangat penting dalam penyembuhan seperti imobilisasi fragmen
tulang secara fisik, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat
esensial dalam penyembuhan fraktur (Parahita, 2013).

19
BAB III
LAPORAN KASUS

1. Anamnesa Pribadi
Nama : Ari
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Bajenis
Pekerjaan : Pemerintahan/Militer
Tanggal Masuk : 27 Desember 2016
2. Anamnesa Penyakit
Keluhan Utama : Patah tulang pada kaki kanan
Telaah : Pada tanggal 27 Desember 2016, os datang ke IGD RSUD Dr.
H. Kumpulan Pane dengan keluhan patah tulang pada paha
kanannya, hal ini telah dialami os sejak dua hari yang lalu.
Awalnya os mengendarai sepeda motor sekitar pukul 14.00
WIB, kemudian os menabrak mobil pick up di depannya karena
mobil pick up tersebut berhenti secara mendadak. Os terjatuh
dalam posisi terduduk dan dada os juga terbentur kepala sepeda
motor. Os juga mengeluhkan sesak napas, batuk, dan
tenggorokan terasa gatal sejak satu hari ini.

Riwayat penyakit terdahulu : -

Riwayat Pemakaian Obat :-

3. Status Present
Keadaan Umum
- Sensorium : Compos Mentis
- Tekanan Darah : 120/80 mmhg
- Temperatur : 36,1° C
- Pernafasan : 24x/i
- Nadi : 102x/i

20
4. Keadaan Gizi
BB : 86 kg
TB : 177 cm
RBW = BB x 100%
TB-100
= 86 kg x 100%
177 cm - 100
= 111% (Overweight)
5. Status Generalisata
Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : Normocephali
a. Mata : Konjungtiva anemis (-) ikterik (-)
b. Telinga : Normal, benjolan (-)
c. Hidung : Normosepta, skret (-)
d. Tenggorokan : Faring tiak hiperemis
e. Bibir : Sianosis (-)
2. Leher
- KGB : DBN
3. Thorax Depan
Inspeksi : Bentuk normal, simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Palpasi : Stem fremitus kiri sama dengan kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing (-), ronkhi(-)
4. Thorax Belakang
- Inpeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris
- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
- Palpasi : Stem fremitus sama dengan kanan
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler. Ronkhi (-)
5. Abdomen
- Inspeksi : Simetris
- Palpasi : Nyeri tekan supra shymphisis (-) Full Blast (-)
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Peristaltik Normal

21
- Hati : Tidak teraba membesar
- Limfa : Tidak teraba membesar
- Ginjal : Tidak teraba

6. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


7. Extremitas
a. Atas : Dalam batas normal
b. Bawah : Fraktur Os Femur Dekstra (+)
6. STATUS LOKALISATA
- Regio Os Femur Dekstra
Pembengkakan daerah femuralis, Palpasi : Nyeri tekan (+)
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen

8. Diagnosa
Closed Middle Third Right Femur Fracture
9. Terapi
- O2 2-4 L/i
- Diet MB
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj Ranitidine 1 ampule/12j
- Inj Ceftriaxone 1gram/12j
- Inj Ketorolac 1ampule/12j

22
10. Pemeriksaan Anjuran
Follow Up
Nama : Ari Umur : 23 tahun
Vital Sign Keluhan Terapi
Sens : Compos Mentis Nyeri pada kaki -Diet MII
TD : 110/70 kanan (+) - Inj RL 20 gtt/i
HR : 120 x/i Pembengkakan - Inj Ranitidin 1a/12j
RR : 40 x/i pada paha - Inj Ketorolac 1a/12j
Tanggal
Temp : 38 oC kanan(+) - Inj Ceftriaxone 1gr/12j
28 – 12 – 2016
Sesak (+) - Paracetamol 3x1
Mual (+)
Pusing (+)
BAB (+)
BAK (+)

Pada tanggal 29 Desember 2016 OS Meninggal sekitar pukul 05:30 WIB

23
BAB IV

DISKUSI KASUS

Teori Kasus
Etiologi
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang Pada pasien ini
rawan, baik bersifat total maupun sebagian. Etiologi fraktur yang etiologinya adalah
dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya adanya riwayat trauma
fraktur diantaranya peristiwa trauma dan peristiwa patologis. (kecelakaan lalu lintas).
Diagnosis Pada pasien ini dari
Apabila gejala klasik ada, secara klinis diagnosis fraktur anamnesa didapatkan :
dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasi frakturnya belum - Adanya riwayat
didapat ditentukan. Gejala klasik fraktur adalah: trauma
 Adanya riwayat trauma - Rasa nyeri pada paha
 Rasa nyeri dan bengkak pada bagian tulang yang patah kanan (+)
 Deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi) - Pembengkakan pada

 Nyeri tekan paha kanan (+)

 Krepitasi - Nyeri tekan pada

 Gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri paha kanan (+)


- Kaki kanan sulit
 Putusnya kontinuitas tulang
digerakkan (+)
 Gangguan neurovaskular
- Berdasarkan hasil
foto rontgen
didapatkan Closed
Middle Third Right
Femur Fracture
Penatalaksanaan
Prinsip penanggulangan fraktur: Pada pasien ini rencana
5. Recognize (mengenali) penatalaksanaan yang
Mengenali kerusakan apa saja yang terjadi baik pada akan dilakukan adalah
jaringan lunak maupun tulang serta mengetahui mekanisme mengirim pasien ke RS
trauma. di Medan untuk

24
6. Reduction (mengembalikan) dilakukan tindakan
Mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula. ORIF oleh ahli ortopedi.
7. Retaining (mempertahankan)
Mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi
(imobilisasi). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada
ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan
dapat sembuh dengan cepat.
8. Rehabilitation (rehabilitasi)
Mengembalikan kemampuan anggota tubuh yang sakit agar
dapat berfungsi kembali.

Ada beberapa cara dalam melakukan penatalaksanaan terhadap


kasus fraktur, salah satunya adalah:
Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna. Cara ini
disebut juga sebagai reduksi terbuka fiksasi interna (open reduction
internal fixation, ORIF).

25
BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang atau
suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa retakan, pengisutan ataupun
patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser. Penyebab terbanyak adalah
insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat
berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Berdasarkan hubungan tulang dengan
jaringan disekitar Fraktur dapat dibagi menjadi:
 Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
 Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
 Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
 Patah tulang tidak lengkap (Incomplete fraktur)
Berdasarkan bentuk patahan tulang:
 Transversal, Spiral, Oblique, Segmental, Kominuta, Greenstick, Fraktur
Impaksi dan Fraktur Fissura
4.2 Saran
a. Pada pembuatan makalah hendaknya mencari referensi yang cukup dan
memadai sehingga mendapatkan informasi yang lengkap dan diiringi dengan
sumber-sumbernya
b. Sistematika penulisan juga harus diperhatikan ada tidak ada kerancuan dalam
penulisan
c. Isi makalah harus berdasarkan sumber yang ada dan bukan berdasarkan logika.
Beberapa poin di atas merupakan saran yang kami berikan, apabila ada pihak-
pihak yang ingin membuat referensi atau menambahkan terhadap makalah ini.
Demikian makalah ini disusun serta besar harapan makalah ini dapat berguna
bagi para pembaca khususnya dalam penambahan wawasan dan ilmu
pengetahuan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Asrizal, Rinaldi Aditya. Closed Fracture 1/3 Middle Femur Dextra. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, 2014; II (3): 94-100.
2. Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Medikal-Bedah. Jakarta: EGC
3. Carpenito,Moyet dan Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis, Edisi 10, EGC: Jakarta.
4. Helmi, Zairin N. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
2012.
5. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kemenkes RI. 2013.
6. Mansjoer dan Arif. 2002, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.
7. Muttaqin, Arif,. 2008. Buku Ajar Asuhan Klien Gangguan Muskuloskeletal, EGC,
Jakarta.
8. Parahita, Putu Sukma dan Putu K. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan pada Cedera
Fraktur Ekstremitas. Denpasar: Universitas Udayana. 2013.
9. Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: EGC
10. Siamsuhidaiat R, Wim de Jong. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Cetakan I. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.
11. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta :
EGC
12. USU. Fraktur. 2011. (cited 2017 10 Januari). Available from: URL:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29609/4/Chapter%20II.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai