Disusun Oleh:
Kelompok 1
Annisa Trisfalia 260110100138
Laboratorium Farmakologi
Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran
201
Percobaan II
Dosis Respon Obat dan Indeks Terapi
I. Tujuan Percobaan
II. Prinsip
1. Indeks Terapi
Kadar terapeutik obat dapat dicapai lebih cepat dengan memberikan dosis
muatan yang diikuti dengan dosis rumatan. Dosis muatan adalah dosis awal oabat yang
lebih tinggi dari dosis-dosis selanjutnya dengan tujuan mencapai kadar oabat terapeutik
dalam serum dengan cepat. Dosis muatan diikuti dengan dosis rumatan, yang merupakan
dosis obat yang mempertahankan konsentrasi plasma dalam keadaan stabil pada rentang
terapeutik (Azrifitria, 2011).
Regimen dosis adalah cara, jumlah, dan frekuensi pemberian obat yang
mempengaruhi onset of action dan duration of action kerja obat. Onset of action adalah
jumlah waktu yang diperlukan oleh suatu obat untuk mulai bekerja. Obat-obatan yang
diberikan secara intravena umumya mempunyai onset of action yang lebih cepat
dibandingkan obat-obat yang diberikan peroral karena obat-obatan harus diabsorpsi dan
melalui usus sebelum masuk ke aliran darah. Durasi adalah lamanya waktu suatu obat
bersifat terapeutik. Durasi biasanya sesuai dengan waktu paruh obat tersebut (kecuali
bila obat terikat ireversibel dengan reseptornya) serta tergantung pada metabolisme dan
eksresinya (Azrifitria, 2011).
Interaksi antara obat dan tempat ikatan pada reseptor tergantung pada
terpenuhinya ‘kesesuaian’ antara kedua molekul tersebut. Makin erat kesesuaian dan
makin banyak ikatan (biasanya non kovalen), makin kuat gaya tarik di antara kedua
molekul tersbut, dan makin tinggi afinitas obat tersebut terhadap reseptor. Kemampuan
suatu obat untuk berikatan dengan satu jenis reseptor tertentu disebut spesifisitas. Tidak
ada obat yang benar-benar spesifik, namun banyak obat yang bekerja relatif selektif pada
satu jenis reseptor (Sikawati, 2007).
Dosis obat harus diberikan pada pasien untuk menghasilkan efek yang
diharapkan tergantung dari banyak faktor, antara lain usia, bobot badan, beratnya
penyakit dan keadaan data tangkis penderita. Takaran pemakaian yang dimuat dalam
Farmakope Indonesia dan farmakope negara-negara lain hanya dimaksudkan sebagai
pedoman saja. Begitu pula dosis maksimal (MD), yang bila dilampaui dapat
mengakibatkan efek toksis, bukan merupakan batas yang mutlak untuk ditaati. Dosis
maksimal dari banyak obat dimuat di semua farmakope, tetapi kebiasaan ini sudah
ditinggalkan Farmakope Eropa dan Negara-negara Barat, karena kurang adanya
kepastian mengenai ketepatannya, antara lain berhubung dengan variasi biologi dan
faktor-faktor tersebut di atas. Sebagai gantinya kini digunakan dosis lazim, yaitu dosis
rata-rata yang biasanya (lazim) memberikan efek yang diinginkan (Tjay & Rahardja,
2007).
Dosis Efektif menengah suatu obat adalah jumlah yang akan menghasilkan
intensitas efek yang diharapkan 50% dari jumlah populasi percobaan. Dosis Toksik
median ialah jumlah yang akan menghasilkan efek keracunan tertentu yang diharapkan
pada 50% dari populasi percobaan. Hubungan antara efek obat yang diharapkan dan
yang tidak biasanya dinyatakan dalam indeks terapeutik dan dinyatakan sebagai rasio
(perbandingan) antara dosis toksik median dan dosis efektif median suatu obat,
TD50/ED50. jadi duatu obat dengan indeks terapeutik 15 dapat diharapkan akan
memberikan batas keselamatan yang lebih besar dalam penggunaannya daripada obat
dengan indeks terapeutik 5. untuk beberapa obat tertentu indeks terapeutiknya demikian
rendah sampai 2, sehingga harus cukup berhati-hati menggunakan unsur-unsur obat
semacam ini (Setiawati, 2007).
1. Kadar obat yang mencapai reseptor, yang tergantung dari sifat-sifat farmakokinetik
obat.
2. Afinitas obat terhadap reseptornya (Ansel, 2005).
Hubungan antara kadar atau dosis obat dengan besarnya efek terlihat sebagai
kurva dosis-intensitas efek yang berbentuk hiperbola. Jika dosis dalam log, maka
hubungan antara log dosis dengan besarnya efek terlihat sebagai kuva log dosis-
intensitas efek yang berbentuk sigmoid.
Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50 % individu disebut dosis terapi
median atau dosis efektif median (ED50). Dosis letal median (LD50) ialah dosis yang
menimbulkan kematian pada 50 % individu, sedangkan TD50 ialah dosis toksik 50%.
Dalam studi farmakodinamik di laboratorium, indeks terapi suatu obat dinyatakan dalam
rasio berikut :
Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua tanpa menimbulkan efek
toksik pada seorangpun pasien. Oleh karena itu, Indeks terapi = TD1/ED99 adalah lebih
tepat dan untuk obat ideal = TD1/ED99 ≥1. Akan tetapi, nilai-nilai ekstrim tersebut tidak
dapat ditentukan dengan teliti karena letaknya di bagian kurva yang melengkung dan
bahkan hampir mendatar (Setiawati dkk., 2007).
Alat:
1. Alat suntik 1 ml
2. Timbangan hewan
Bahan:
Hewan Percobaan:
V. Prosedur
Data Pengamatan
A. Kelompok 1
1 31,1 75 56
2 28 150 9
3 36,8 300 46
4 21,8 PGA -
B. Kelompok 2
1 26,8 75 -
2 28 150 -
3 18,9 300 43
4 29,2 PGA -
C. Kelompok 3
1 33,8 75 -
2 29 150 -
3 32,4 300 -
4 33,5 PGA -
D. Kelompok 4
1 28 75 -
2 22,7 150 33
3 32,3 300 16
4 29,7 PGA -
Kelompok 1
31,1
Volume dosis 75 mg = × 0,5 = 0,78 𝑚𝑙
20
28
Volume dosis 150 mg = × 0,5 = 0,70 𝑚𝑙
20
36,8
Volume dosis 300 mg = × 0,5 = 0,92 𝑚𝑙
20
21,8
Volume PGA = × 0,5 = 0,55 𝑚𝑙
20
Kelompok 2
26,3
Volume dosis 75 mg = × 0,6 = 0,79 𝑚𝑙
20
28
Volume dosis 150 mg = × 0,6 = 0,84 𝑚𝑙
20
18,8
Volume dosis 300 mg = × 0,6 = 0,57 𝑚𝑙
20
29,2
Volume PGA = × 0,6 = 0,87 𝑚𝑙
20
Kelompok 3
33,8
Volume dosis 75 mg = × 0,5 = 0,85 𝑚𝑙
20
29
Volume dosis 150 mg = × 0,5 = 0,73 𝑚𝑙
20
32,4
Volume dosis 300 mg = × 0,5 = 0,81 𝑚𝑙
20
33,5
Volume PGA = × 0,5 = 0,84 𝑚𝑙
20
Kelompok 4
28
Volume dosis 75 mg = × 0,5 = 0,70 𝑚𝑙
20
22,7
Volume dosis 150 mg = × 0,5 = 0,56 𝑚𝑙
20
32,3
Volume dosis 300 mg = × 0,5 = 0,80 𝑚𝑙
20
29,7
Volume PGA = × 0,5 = 0,75 𝑚𝑙
20
Tabel Data Hasil Percobaan
PGA - - - - - - - - -
VIII. Pembahasan
Percobaan kali ini berjudul dosis respon obat dan indeks terapi. Tujuan
dilakukannya percobaan yaitu memperoleh gambaran bagaimana merancang
ekspeimen untuk memperoleh ED50dan LD50 serta memahami konsep indeks
terapi dan implikasi-implikasinya. Prinsip percobaan kali ini yaitu indeks terapi
obat. Indeks terapi obat adalah perbandingan antara ED50 dan LD50 dan
digunakan untuk mengetahui suatu ukuran keamanan obat. ED50 adalah dosis
yang memberikan efek pada 50% hewan percobaan. Sedangkan LD50 adalah dosis
obat yang memberikan kematian pada 50% hewan percoabaan. Rumus untuk
menghitung indeks terapi obat yaitu :
Jika suatu obat memiliki indeks terapi yang besar maka obat tersebut
masih aman jika dilakukan sedikit saja dalam peningkatan dosisnya. Namun, jika
indeks terapi suatu obat kecil maka obat tersebut dapat menimbulkan kematian
jika sedikit saja dilakukan peningkatan dosis.
Prosedur dalam percobaan kali ini dimulai dengan membagi praktikan
menjadi 4 kelompok. Hewan percobaan yang digunakan dalam pengujian kali ini
yaitu mencit putih. Mencit putih dipilih karena mencit ini bersifat mudah
ditangani, penakut, fotofobik cenderung berkumpul sesamanya, suhu tubuhnya
mirip dengan suhu tubuh manusia yaitu 37.4 derajat celcius dan laju respirasi
normalnya 163/menit.
Disiapkan 16 mencit yang dibagi ke dalam 4 kelompok sehingga
masing-masing kelompok mendapatkan 4 mencit. Kemudian setiap mencit pada
setiap kelompoknya diberi tanda agar mudah dikenali. Dilakukan penimbangan
terhadap mencit dengan menggunakan neraca ohauss. Pada saat menimbang, alat
timbangan harus benar-benar bersih, bebas dari kotoran-kotoran yang mungkin
dikeluarkan oleh mencit sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar berat yang didapat
benar-benar merupakan berat mencit itu sendiri. Karena hal tersebut akan
berpengaruh terhadap dosis obat yang diberikan pada mencit. Didapat hasil dari
penimbangan untuk setiap mencitnya yaitu untuk mencit pertama yaitu 31.1 gram,
untuk mencit kedua yaitu 28 gram, untuk mencit ketiga yaitu 36.8 gram, dan untuk
mencit keempat yaitu 21.8 gram.
Setelah diketahui berat dari masing-masing mencit, kemudian
dilakukan pengkonversian dosis untuk mendapatkan dosis yang sesuai untuk setiap
mencitnya. Hal ini dilakukan agar dosis obat yang diberikan terhadap mencit
sesuai dengan berat badannya. Dosis yang tidak tepat akan mengakibatkan tidak
didapatnya efek yang diinginkan. Konversi dosis hewan percobaan dilakukan
dengan membandingkan berat badan hewan percobaan dengan berat badan hewan
percobaan standar dan dikalikan dengan faktor konversi sesuai dengan rute
pemberiaan obatnya. Karena obat yang diberikan pada mencit dilakukan secara
intraperitonial maka faktor konversinya adalah 1, tetapi karena 1 ml itu adalah
volume maksimum maka pemberian obat pada hewan uji cukup dikalikan 0.5 ml
saja. Konversi dosis untuk mencit dihitung dengan menggunakan rumus :
IX. Simpulan
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2 Edisi VIII. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.
Mycek, MJ dkk. 2001.Farmakologi Ulasan Bergambar . Widya Medika : Jakarta,hal.149
Setiawati, A. dan Armen Muchtar. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Respons Pasien terhadap Obat: Farmakologi dan Terapi Edisi ke-5. Jakarta:
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Setiawati, A., F.D. Suyatna dan Sulistia Gan. 2007. Pengantar Farmakologi:
Farmakologi dan Terapi Edisi ke-5. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Sikawati, Z. 2007. Drug Receptor Interaction. Available online at: http://
zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/drug-receptor-interaction-
bw.pdf [diakses 19 Maret 2012].
Tjay, T. H. dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.