Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN MIOMA UTERI

INSTALASI BEDAH SENTRAL

RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO

Disusun Oleh :

NAMA : SRI RAHMAH PUTRI NIRMALA

NIM : 16.095

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO

SEMARANG

2018
A. PENGERTIAN

Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya
sehingga dapat dalam bentuk padat, karena jaringan ikatnya dominan dan lunak,
karena otot rahimnya dominan. (Manuaba, 2010)
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah
fibromioma, leiomioma, atau pun fibroid. (Wiknjosastro, 2009)
Mioma uteri adalah tumor benigna yang berhubungan dengan otot polos
uterus. (Dutton, 2011)

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali
ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan
hanya bermanifestasi selama usia reproduktif. Umumnya mioma terjadi di beberapa
tempat. Pertumbuhan mikroskopik menjadi masalah utama dalam penanganan mioma
karena hanya tumor soliter dan tampak secara makroskopik yang memungkinkan
untuk ditangani dengan cara enukleasi. Ukuran rerata tumor ini adalah 15 cm, tetapi
cukup banyak yang melaporkan kasus mioma uteri dengan berat mencapai 45 kg.
(Anwar, 2011)

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul diantaranya:
1. Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia. Yang
disebabkan oleh : terjadinya hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma
endometrium karena pengaruh ovarium, permukaan endometrium yang lebih luas
daripada biasanya, atrofi endometrium di atas mioma submukosum, miometrium
tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di antara serabut
miometrium
2. Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang
mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri terutama saat
menstruasi
3. Pembesaran perut bagian bawah
4. Uterus membesar merata
5. Infertilitas (kemandulan)
6. Perdarahan setelah bersenggama
7. Dismenore
8. Abortus berulang
9. Poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.
(Crum. 2008)

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Haemoglobin, Lekosit, Eritrosit, Albumin.
2. USG.
Terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher
Didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4. Sitologi
Menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
5. Rontgen
Untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan
operasi.
6. ECG
Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan
operasi. (Parker. 2008)

E. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan Operatif
a. Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum pada
myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma
subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila
miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka
kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30 – 50%.
b. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan tindakan
terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan per abdominam atau per vaginam.
Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa
dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan
mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan
dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi
supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam
mengangkat uterus keseluruhannya.
2. Radioterapi
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita
mengalami monopause. Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat
kontraindikasi untuk tindakan operatif. Akhir-akhir ini kontraindikasi tersebut
makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada
keganasan pada uterus. (Wiknjosastro, 2009, hal. 345)

F. KOMPLIKASI
1. Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32 – 0,6% dari
seluruh mioma, serta merupakan 50 – 75% dari semuai sarkoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan
apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam monopause.
2. Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom
abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini
hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma
dalam rongga peritoneum. (Winkjosastro, 2009, hal. 340)
G. PATHWAY
H. PROSES KEPERAWATAN
PENGKAJIAN

1. Pengkajian Pre Operasi


a. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis pada pasien bedah saraf praoperatif meliputi pengkajian
kecemasan praoperatif baik pada pasien maupun keluarga, perasaan, konsep diri,
citra diri,sumber koping, kepercayaan spiritual, pengetahuan, persepsi , dan
pemahaman tentang prosedur bedah saraf.
1) Kecemasan Praoperatif
Prosedur bedah saraf akan memberikan suatu reaksi emosional tertentu oleh
pasien dan keluarga yang merupakan suatu respon antisipasi terhadap
pengalaman yang dapat di anggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap
perannya dalam hidup, intergritas tubuh, atau bahkan kehidupannya itu
sendiri. pada beberapa studi yang penulis lakukan pada pasien dan keluarga
yang mengalami pembedahan syaraf, di dapatkan data adanya peningkatan
respon kecemasan pada rentang kecemasan ringan sampai berat.perbedaan
tingkat kecemasan ini di pengaruhi oleh banyak factor, meliputi : tingkat
kondisi bedah saraf dan prognosis hasil bedah, penerimaan pasien dan keluarga
tentang penjelsasan preoperasi, perubahan- perubahan yang diantisipasi baik
fisik, financial, psikologis, spiritual, atau social, dan hasil akhir pembedahan
yang di harapkan. Dukungan dari orang terdekat baik dari keluarga atau sahabat
pasien sangat mempengaruhi penurunan tingkat kecemasan pasien bedah saraf.
2) Konsep Diri
Pasien dan keluarga yang akan menjalani prosedur bedah saraf mempunyai
resiko tinggi perubahan konsep diri yang maladaptive.perawat mengkaji konsep
diri pasien dengan cara meminta pasien mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan dirinya. Pasien yang cepat mengkritik atau merendahkan karakter
dirinya mungkin mempunyai harga diri yang rendah atau menguji pendapat
perawat tentang karakter mereka. Konsep diri yang buruk mengganggu
kemampuan beradaptasi dengan stres pembedahan dan memperburuk rasa
bersalah atau ketidak mampuannya.
3) Kepercayaan Spiritual
Tanpa memandang agama yang dianut pasen, kepercayaan spiritual dapat
menjadi medikasi terapeutik. Bedah saraf mempunyai prognosisdan hasil
pembedahan yang rendah. Perawat dengan segala upaya harus membantu pasien
mendapat bantuan spiritual yang di inrinkan. Perawat perlu mengkaji adanya
benda-bendas piritual yang sering pasien gunakan apabila menghadapi tekanan
psikologis,seperti kitab suci yang di butuhkan pasien untuk menambah rasa
percaya dirinya untukmenghadapi pembedahan. Keyakinan mempunyai
kekuatan yang sangat besar, oleh Karena itu kepercayaan yang dimiliki oleh
setiap individu pasien harus dihargai dan didukung.
4) Pengetahuan, Persepsi, Dan Pemahaman
Prosedur bedah saraf memiliki komleksitas yang lebih banyak disbanding
pembedahan lainnya. Perawat perlu mengidentiifikasi pengetahuan, harapan,
dan persepsi pasien, sehingga memungkinkan perawat untuk merencanakan
penyuluhan dan tindakanguna mempersiapkan emosional pasien. Prosedur
bedah saraf sering memakan waktu yang lebih lama dan menyebabkan keluarga
yang menunggu pasien di ruang tunggu akan gelisah. Hal ini cenderung terjadi
apabila keluarga sebelumnya belum mendapat penjelasan dari perawat tentang
lamanya prosedur bedah saraf.
b. Pengkajian Sosioekonomi
Prosedur bedah saraf akan member dampak pada suatu ekonomi pasien,karena
biaya perawatan,biaya operasi, dan pengobatan memerlukan dana yang tidak
sedikit. Perawat juga memeasukan pengkajian terhadap dampak gangguan
neurologis pascaoperatif yang akan terjadi pada penurunan fisik individu.
Perspektif keperawatan dalam mengkaji pasien bedah saraf terdiri dari dua
masalah, yaithu : keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologic dalam
hubungan dengan peran, dan rencana pelayanan yang akanmendukung adap tasi
pasa gangguan neurologic di dalam sistim dukungan individu. streognosis
(Smeltzer,2002)
c. Pemeriksaan Fisik
1. Survei umum
Selama pengambilan riwayat atau pengkajian perioperatif, pasien harus
diobservasi dan dievaluasi dengan teliti. Perawat harus memperhatikan muka
pasien ketika mengajukan pertanyaan. Perawat mencatat apakah pasien tampak
sadar dan perhatian, melakukan kontak mata, mengantuk atau mempunyai
ekpresi muka dan afek yang tidak tepat. Kurangnya respon afek yang tepat
mungkin menunjukkan penyakit mental, penyalahgunaan obat, intelegensia
subnormal atau paralisis wajah. Perawat memperhatikan apakah pasien gelisah
atau irritable. Ini mungkin menunjukkan nyeri, anoreksia, atau penimgkatan
intracranial.
Penampilan dan tingkah laku pasien adalah penting. Perawat secara umum
memperhatikan apakah pasien berbicara dengan tepat. Apakah responsnya
logis, jelas, dan dapat dipahami, atau apakah tidak logis, tidak jelas, atau
membingungkan.
Pada keadaan perawatan sesungguhnya dimana waktu mengumpulkan data
untuk penilaian tingkat kesadaran sangat terbatas, maka skala koma
Glasgow (Glasgow Coma Scale/GCS) dapat memberikan jalan pintas yang
sangat berguna. Skala tersebut memungkinkan pemeriksa membuat peringkat
tiga respons utama pasien terhadap lingkungan, yaitu: membuka mata,
mengucapkan dan gerakan.
2. Pengkajian Intra Operasi

Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi

a. Pengaturan Posisi
Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan
psikologis pasien. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi
pasien adalah :

1. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.


2. Umur dan ukuran tubuh pasien.
3. Tipe anaesthesia yang digunakan.
4. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis)

Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :

1. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.


2. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya
ditutup dengan duk.
3. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang
biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga
kerusakan saraf dan jaringan.
4. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan
terjadinya pertukaran udara.
5. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan dapat
menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi
terjadinya thrombus.
6. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini
dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
7. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
8. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan.
b. Pengkajian Psikologis
1. menceritakan pada pasien apa yang sedang terjadi
2. menentukan status psikologis
3. memberikan peringatan akan stimuli nyeri
4. mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang
berkaitan.

3. Pengkajian Post Operasi

a. Data Subyektif

1. Pemahaman pasien tentang penyakitnya

2. Perubahan dalam individu atau pertimbangan

3. Adanya ketidakmampuan sensasi ( parathesia atau anasthesia)

4. Masalah penglihatan (hilangnya ketajaman atau diplopia)

5. Mengeluh bau yang tidak biasanya (sering tumor otak pada lobus temporale)

6. Adanya sakit kepala

7. Ketidakmampaun dalam aktifitas sehari-hari.


b. Data Obyektif

1. Kekuatan pergerakan

2. Berjalan

3. Tingkat kewaspadaan dan kesadaran

4. Orientasi

5. Pupil : ukuran, kesamaan, dan reaksi

6. Tanda-tanda vital

7. Pemeriksaan funduscopy untuk mengetahui papilaedema

8. Adanya kejang

9. Ketidaknormalan berbicara

10. Ketidaknormalan saraf-saraf kranial

11. Gejala-gejala peningkatan tekanan intracranial.

ANALISA DATA
NO ANALISA DATA DIAGNOSA ETIOLOGI
1. DS : pasien mengatakan takut (00146) Ansietas Kurangnya
DO : - Pasien tampak cemas berhubungan pengetahuan
- Pasien tampak tegang dengan stresor.

2. DO : Tampak kemerahan di sekitar (00004) Risiko Desinfektan kurang


area insisi infeksi maksimal

3. DS : Pasien mengatakan nyeri (00132) Nyeri akut Proses infeksi


pada area operasi berhubungan
DO : Wajah pasien tampak dengan agens
meringis kesakitan cedera fisik
(prosedur bedah)
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diagnosa Pre Operasi

Ansietas (00146) berhubungan dengan stresor.

2. Diagnosa Intra Operasi

Risiko infeksi (00004)

3. Diagnosa Post Operasi

Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agens cedera fisik (prosedur bedah)

RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Ansietas (00146) Tingkat kecemasan (1211) Pengurangan kecemasan
berhubungan dengan
Definisi : keparahan dari tanda (5820)
stresor.
– tanda ketakutan, ketegangan, a. Kaji untuk tanda verbal dan

atau kegelisahan yang berasal non verbal kecemasan

dari sumber yang tidak dapat b. Jelaskan semua prosedur

diidentifikasi termasuk sensasi yang akan

Kriteria Hasil: dirasakan yang mungkin

a. (121101) tidak dapat akan dialami klien selama

beristirahat ditingkatkan prosedur (dilakukan)

dari skala 2 (cukup berat) c. Dorong keluarga untuk

ke skala 5 (tidak ada) mendampingi klien dengan

b. (121105) perasaan gelisah cara yang tepat

ditingkatkan dari skala 2 d. Ciptakan atmosfer rasa

(cukup berat) ke skala 5 aman untuk meningkatkan


(tidak ada) kepercayaan

c. (121116) rasa takut yang e. Bantu klien untuk

disampaikan secara lisan mengartikulasikan deskripsi

ditingkatkan dari skala 2 yang realistis mengenai

(cukup berat) ke skala 5 kejadian yang akan datang

(tidak ada)

d. (121119) peningkatan

tekanan darah ditingkatkan

dari skala 2 (cukup berat)

ke skala 5 (tidak ada)

e. (121120) peningkatan

frekuensi nadi ditingkatkan

dari skala 2 (cukup berat)

ke skala 5 (tidak ada)

f. (121121) peningkatan
frekuensi pernapasan
ditingkatkan dari skala 2
(cukup berat) ke skala 5
(tidak ada)
2. Risiko infeksi Keparahan infeksi (0703) Perlindungan infeksi (6550)
(00004)
Definisi : keparahan tanda dan a. Monitor adanya tanda dan

gejala infeksi gejala infeksi sistemik dan

Kriteria hasil : lokal

a. (070301) kemerahan b. Pertahankan asepsis untuk

ditingkatkan dari skala 2 pasien berisiko

(cukup berat) ke skala 5 c. Periksa kulit dan selaput


(tidak ada) lendir untuk adanya

kemerahan, kehangatan
b. (070303) cairan (luka)
ekstrim, atau drainase
yang berbau busuk
d. Ajarkan pasien dan keluarga
ditingkatkan dari skala 2
mengenai tanda dan gejala
(cukup berat) ke skala 5 infeksi dan kapan harus
(tidak ada) melaporkannya kepada
pemberi layanan kesehatan
c. (070333) nyeri

ditingkatkan dari skala 2

(cukup berat) ke skala 5

(tidak ada)

d. (070311)malaise

ditingkatkan dari skala 2

(cukup berat) ke skala 5

(tidak ada)

e. (070331)lethargy
ditingkatkan dari skala 2
(cukup berat) ke skala 5
(tidak ada)
3. Nyeri akut (00183) Tujuan : Akupressur (1320)
berhubungan dengan
Tingkat nyeri (2102) a. Lakukan skrining untuk
agens cidera biologis.
Definisi : keparahan dari nyeri mengetahui indikasi,

yang diamati atau dilaporkan misalnya adanya benturan,

jaringan parut, infeksi,

kondisi jantung yang serius.


Kriteria Hasil : b. Putuskan apa (jenis)

a. (210201) Nyeri yang akupressur yang dapat

dilaporkan ditingkatkan diaplikasikan untuk

dari skala 2 (cukup berat) penanganan pada individu

ke skala 5 (tidak ada) tertentu.

b. (210204) Panjangnya c. Ajarkan keluarga/orang

episode nyeri ditingkatkan yang penting/significant

dari skala 2 (banyak others/SO (bagi pasien)

terganggu) ke skala 5 untuk bisa melakukan

(tidak terganggu) penanganan melalui

c. (210221) Menggosok area akupessur.

yang terkena dampak Dokumentasikan tindakan dan


respon individu terhadap
ditingkatkan dari skala 2
akuprssure.
(banyak terganggu) ke

skala 5 (tidak terganggu).

d. (210217) Mengerang dan

menangis ditingkatkan dari

skala 2 (banyak terganggu)

ke skala 5 (tidak

terganggu).

e. (210206) Ekspresi nyeri


wajah ditingkatkan dari
skala 2 (banyak
terganggu) ke skala 5
(tidak terganggu).
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Mochamad. 2011. Ilmu Kandungan, Ed. 3, Cet. 1. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Bare & Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart ( Alih

Bahasa Agung Waluyo ) Edisi 8 vol.3. Jakarta : EGC.

Dutton, L.A., Jessica E.D., Meredith B. 2011. Rujukan Cepat Kebidanan. Jakarta: EGC.

Crum MD, Christopher P & Kenneth R. Lee MD. 2008. Tumors of the
Myometrium in Diagnostic Gynecologic and Obstetric Pathology. Boston : Elsevier
Saunders

Manuaba, Ida Ayu Sri Kusuma Dewi Suryasaputra, dkk. 2009. Buku Ajar Ginekologi Untuk
Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kandungan, Ed. 2, Cet. 7. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai