Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Melakukan kajian- kajian tentang perkembangan pemikiran tentang peranan
pancasila dalam berbangsah dan bernegara bukanlah hal yang yang mudah. Tanpa adanya
pendekatan “Partisipant observasion “dan dengan adanya pancasila sebagai dasar Negara
di jadikan yang di jadikan pedoman hidup bermasyarakat ,berbangsa dan bernegara.
Sejak dulu, ilmu pengetahuan mempunyai posisi penting dalam aktivitas berpikir
manusia. Istilah ilmu pengetahuan terdiri dari dua gabungan kata berbeda makna, ilmu
dan pengetahuan. Segala sesuatu yang kita ketahui merupakan definisi pengetahuan,
sedangkan ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis
menurut metode tertentu.
Sikap kritis dan cerdas manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa di
sekitarnya, berbanding lurus dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Namun
dalam perkembangannya, timbul gejala dehumanisasi atau penurunan derajat manusia.
Hal tersebut disebabkan karena produk yang dihasilkan oleh manusia, baik itu suatu teori
mau pun materi menjadi lebih bernilai ketimbang penggagasnya. Itulah sebabnya, peran
Pancasila harus diperkuat agar bangsa Indonesia tidak terjerumus pada pengembangan
ilmu pengetahuan yang saat ini semakin jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
Melalui teori relativitas Einstein paradigm kebenaran ilmu sekarang sudah
berubah dari paradigm lama yang dibangun oleh fisika Newton yang ingin selalu
membangun teori absolut dalam kebenaran ilmiah. Paradigma sekarang ilmu bukan
sesuatu entitas yang abadi, bahkan ilmu tidak pernah selesai meskipun ilmu itu
didasarkan pada kerangka objektif, rasional, metodologis, sistematis, logis dan empiris.
Dalam perkembangannya ilmu tidak mungkin lepas dari mekanisme keterbukaan
terhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntut mencari alternatif-alternatif
pengembangannya melalui kajian, penelitian eksperimen, baik mengenai aspekontologis
epistemologis, maupun ontologis.
Karena setiap pengembangan ilmu paling tidak validitas (validity) dan reliabilitas
(reliability) dapat dipertanggungjawabkan, baik berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan
(context of justification) maupun berdasarkan sistem nilai masyarakat di mana ilmu itu
ditemukan/dikembangkan (context of discovery).
Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar filosofis
keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif
sertaprerequisite/saling mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada
persoalan ontologi, epistemologi dan aksiologi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah Filsafat Pancasila dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Indonesia?
2. Bagaimanakah Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu ?
3. Apakah Peran Pancasila Dalam Pendidikan di indonesia?
4. Bagaimana Perkembangan Ilmu kedokteran dari dulu hingga sekarang ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.Untuk mengetahui Filsafat Pancasila dan Perkembangan Iilmu Pengetahuan.
2. Untuk mengetahui Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu.
3. Untuk Mengetahui Peran Pancasila Dalam Pendidikan di indonesia.
4. Untuk mengetahui perkembangan ilmu kedokteran
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Filsafat pancasila dan perkembangan ilmu pengetahuan


Sejak 18 Agustus 1945, secara epistomologis, Pancasila dikaji oleh para ahli dan
juga diuji oleh berbagai peristiwa-peristiwa yang mencoba merongrong kemerdekaan dan
keutuhan Republik Indonesia. Secara empiris dan kenegaraan, Pancasila telah
menunjukkan ketangguhannya hingga pada saat ini. Pengujian secara kognitif telah
dilakukan oleh para ahli dengan berbagai pendekatan. Notonegoro dengan analisis teori
causal, Driarkara dengan pendekatan antroplogi metafisik, Eka Darmaputra dengan etika,
Suwarno dengan pendekatan historis, filosofis dan sosio-yuridis, Gunawan Setiardja
dengan analisis yuridis ideologis (Dimyati, 2006) dan bayak para ahli dan kalangan
akademisi membuktikan Pancasila sebagai filsafat
Berbagai pendekatan yag dilakukan oleh para ahli untuk membukikan filsafat
pancasila diterima sebagai metode epistomologis Pancasila. Prinsip epistomologis
Pancasila dapat dikemukakan dalam proposisi epistemis sebagai berikut :
1. Aku tahu bahwa aku tidak tahu
Bahwa ada semesta adalah fisiokismis, biotik, psikis, dan human akibat ketidaktahuanku,
aku diperlakukan sebagai dia pemberlakuan sebagai dia tidak sesuai dengan martabat
manusia.
2. Aku tahu bahwa aku harus tahu
Akibat ketidaktahuanku, maka aku diperlakukan sebagai kamu, pemberlakuan aku
sebagai kamu sesuai dengan martabat manusia sebab adaku sebagai manusia adalah ada
bersama dengan sesama manusia berdasarkan cinta kasih.
3. Aku tahu bahwa ada aku bersama dengan ada kamu
Akibat ada aku bersama kamu, maka kerinduanku adalah sama dengan kerinduanmu,
kerinduanku sama dengan kerinduanmu adalah kerinduan akan harmoni
4. Aku tahu bahwa kerinduan akan harmni adalah kerinduan abadi, kerinduan abadi
adalah kerinduan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa
5. Aku tahu bahwa kerinduan akan harmoni
Mengaruskan aku memberlakukan kamu dengan cinta kasih, kerinduan akan harmoni
tidak terjadi dalam hubungan aku dia atau mereka, hubungan aku dia adalah hubungan
aku dengan bukan manusia, oleh karenanya
6. Aku tahu bahwa Bhinneka Tunggal Ika
Secara historis, epistomologis Pancasila terbentuk dari akulturasi budaya yang
telah berlangsung ratusan abad. Akulturasi budaya ini meliputi juga perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang ada di nusantara. Ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang seiring sejalan dengan masuknya agama Hinddu-Buddha, Islam hingga
bangsa Eropa. Atau secara garis besar, perkembangan iptek di nusantara banyak
dipengaruhi dari India, Timur Tengah, Cina, Jepang dan Eropa, selain dari nusantara
sendiri. Dalam akulturasi ini, alih iptek memerlukan landasan epistomologis sebagai
sesuatu yang dilakukan oleh pebelajar iptek. Penentuan objek materi ilmu dalam
kerangka sudut pandang pendekatan pencerdasan kehidupan bangsa akan menentukan
pemberlakuan metode penelitian, teknik penelitian, dan analisa keilmuan tentang objek.
Proses akulturasi setiap individu warga kebudayaan Indonesia berhadapan dengan
perangkat “item-traits-traits complex-cultural activities” dunia. Hal ini menunjukkan
tingkat keterpelajaran individu teruji untuk memilih atau tidak memilih salah satu
perangkat “item-traits-traits complex-cultural activities”dunia. Proses akulturasi ini
melibatkan kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan akan tunduk pada hukum-hukum
keilmuan pendidikan dan juga melibatkan ilmu-ilmu bantu yang memiliki prinsip dan
teori sendiri.
Epistemologi Pancasila menerima strategi trikon dan menggunakan pendekatan
pencerdasan kehidupan bangsa sebagai awal pengembangan epistemologi Pancasila
dalam menghadapi kemajuan ilmu- ilmu empiris analitis, ilmu historis hermenutis, dan
ilmu-ilmu kritis. Selain itu, epistemologi Pancasila juga menerima strategi akulturasi
dalam pengembangan ilmu dengan menggunakan ‘paradigma baru’. Terkait paradigma
baru tersebut adalah terterimanya empat gaya pemikiran dan penyikapan dalam
melakukan ilmu pengetahuan. Gaya pemikiran dan pengerjaan ilmu pengetahuan
merupakan langkah awal pengerjaan atau pemberlakuan obyek materi ilmu. Uji kritis
tentang paradigma-paradigma penelitian masih harus dilakukan oleh setiap peneliti
ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai keahlian.
Proses pengembanga iptek secara normatif dan teoritis ilmiah adalah lewat
kelembagaan pendidikan formal. Kelembagaan pendidikan merupakan tempat untuk
proses belajar dan proses penelitian pengembangan iptek. Kelembagaan pendidikan harus
melakukan rekonstruksi sistem pengetahuan dalam kebudayaan Indonesia.
Pengembangan iptek merupakan tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 alenia 4, yaitu ‘…mencerdaskan kehidupan bangsa…’. Sebagai
bangsa yang besar, tiap warga negara terutama para ilmuwan dan cendikiawan harus
memilki budaya mengembangkan dan menciptakan pengetahuan dan teknologi yang
bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia.

2.2 Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu


Melalui teori relativitas Einstein paradigm kebenaran ilmu sekarang sudah
berubah dari paradigm lama yang dibangun oleh fisika Newton yang ingin selalu
membangun teori absolut dalam kebenaran ilmiah. Paradigma sekarang ilmu bukan
sesuatu entitas yang abadi, bahkan ilmu tidak pernah selesai meskipun ilmu itu
didasarkan pada kerangka objektif, rasional, metodologis, sistematis, logis dan empiris.
Dalam perkembangannya ilmu tidak mungkin lepas dari mekanisme keterbukaan
terhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntut mencari alternatif-alternatif
pengembangannya melalui kajian, penelitian eksperimen, baik mengenai aspekontologis
epistemologis, maupun ontologis.
Karena setiap pengembangan ilmu paling tidak validitas (validity) dan reliabilitas
(reliability) dapat dipertanggungjawabkan, baik berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan
(context of justification) maupun berdasarkan sistem nilai masyarakat di mana ilmu itu
ditemukan/dikembangkan (context of discovery).
Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar filosofis
keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif
sertaprerequisite/saling mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada
persoalan ontologi, epistemologi dan aksiologi.
1. Pilar ontologi (ontology)
Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan (eksistensi).

2. Pilar epistemologi (epistemology)


Selalu menyangkut problematika teentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran, cara
memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran, sistem,
prosedur, strategi.

3. Pilar aksiologi (axiology)


Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral, religius) dalam
setiap penemuan, penerapan atau pengembangan ilmu.

Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan


1. Prinsip-prinsip berpikir ilmiah
a) Objektif: Cara memandang masalah apa adanya, terlepas dari faktor-faktor subjektif
(misal : perasaan, keinginan, emosi, sistem keyakinan, otorita) .
b) Rasional: Menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima oleh orang lain.
Mencoba melepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinan dan otorita.
c) Logis: Berfikir dengan menggunakan azas logika/runtut/ konsisten, implikatif. Tidak
mengandung unsur pemikiran yang kontradiktif. Setiap pemikiran logis selalu rasional,
begitu sebaliknya yang rasional pasti logis.
d) Metodologis: Selalu menggunakan cara dan metode keilmuan yang khas dalam setiap
berfikir dan bertindak (misal: induktif, dekutif, sintesis, hermeneutik, intuitif).
e) Sistematis: Setiap cara berfikir dan bertindak menggunakan tahapan langkah prioritas
yang jelas dan saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arah tujuan yang jelas.

2. Masalah nilai dalam IPTEK

a) Keserbamajemukan ilmu pengetahuan dan persoalannya


Salah satu kesulitan terbesar yang dihadapi manusia dewasa ini adalah
keserbamajemukan ilmu itu sendiri. Ilmu pengetahuan tidak lagi satu, kita tidak bisa
mengatakan inilah satu-satunya ilmu pengetahuan yang dapat mengatasi problem
manusia dewasa ini. Berbeda dengan ilmu pengetahuan masa lalu lebih menunjukkan
keekaannya daripada kebhinekaannya. Seperti pada awal perkembangan ilmu
pengetahuan berada dalam kesatuan filsafat.

b) Mengapa timbul spesialisasi?


Mengapa spesialisasi ilmu semakin meluas? Misalnya dalam ilmu kedokteran dan ilmu
alam. Makin meluasnya spesialisasi ilmu dikarenakan ilmu dalam perjalanannya selalu
mengembangkan macam metode, objek dan tujuan. Perbedaan metode dan
pengembangannya itu perlu demi kemajuan tiap-tiap ilmu. Tidak mungkin metode dalam
ilmu alam dipakai memajukan ilmu psikologi. Kalau psikologi mau maju dan
berkembang harus mengembangkan metode, objek dan tujuannya sendiri.

c) Persoalan yang timbul dalam spesialisasi


Spesialisasi mengandung segi-segi positif, namun juga dapat menimbulkan segi negatif.
Segi positif ilmuwan dapat lebih fokus dan intensif dalam melakukan kajian dan
pengembangan ilmunya. Segi negatif, orang yang mempelajari ilmu spesialis merasa
terasing dari pengetahuan lainnya.

d) Dimensi moral dalam pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan


Tema ini membawa kita ke arah pemikiran: (a) apakah ada kaitan antara moral atau etika
dengan ilmu pengetahuan, (b) saat mana dalam pengembangan ilmu memerlukan
pertimbangan moral/etik? Akhir-akhir ini banyak disoroti segi etis dari penerapan ilmu
dan wujudnya yang paling nyata pada jaman ini adalah teknologi, maka pertanyaan yang
muncul adalah mengapa kita mau mengaitkan soal etika dengan ilmu pengetahuan?
Mengapa ilmu pengetahuan yang makin diperkembangkan perlu ”sapa menyapa” dengan
etika? Apakah ada ketegangan ilmu pengetahuan, teknologi dan moral?
Untuk menjelaskan permasalahan tersebut ada tiga tahap yang perlu ditempuh.
Pertama, kita melihat kompleksitas permasalahan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
kaitannya dengan manusia.
Kedua,membicarakan dimensi etis serta kriteria etis yang diambil.
Ketiga, berusaha menyoroti beberapa pertimbangan sebagai semacam usulan jalan keluar
dari permasalahan yang muncul.

e) Permasalahan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


Kalau perkembangan ilmu pengetahuan sungguhsungguh menepati janji awalnya
200 tahun yang lalu, pasti orang tidak akan begitu mempermasalahkan akibat
perkembangan ilmu pengetahuan. Bila penerapan ilmu benar-benar merupakan sarana
pembebasan manusia dari keterbelakangan yang dialami sekitar 1800-1900-an dengan
menyediakan ketrampilan ”know how” yang memungkinkan manusia dapat mencari
nafkah sendiri tanpa bergantung pada pemilik modal, maka pendapat bahwa ilmu
pengetahuan harus dikembangkan atas dasar patokan-patokan ilmu pengetahuan itu
sendiri (secara murni) tidak akan mendapat kritikan tajam seperti pada abad ini. Namun
dewasa ini menjadi nyata adanya keterbatasan ilmu pengetahuan itu menghadapi
masalahmasalah yang menyangkut hidup serta pribadi manusia.

f) Akibat teknologi pada perilaku manusia


Akibat teknologi pada perilaku manusia muncul dalam fenomen penerapan kontrol
tingkah laku (behavior control). Behaviour control merupakan kemampuan untuk
mengatur orang melaksanakan tindakan seperti yang dikehendaki oleh si pengatur (the
ability to get some one to do one’s bidding).

2.3 Pancasila sebagai Dasar Nilai Dalam Strategi Pengembangan ilmu pengetahuan
dan Teknologi
Karena pengembangan ilmu dan teknologi hasilnya selalu bermuara pada
kehidupan manusia maka perlu mempertimbangan strategi atau cara-cara, taktik yang
tepat, baik dan benar agar pengembangan ilmu dan teknologi memberi manfaat
mensejahterakan dan memartabatkan manusia.
Dalam mempertimbangkan sebuah strategi secara imperatif kita meletakkan
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia. Pengertian dasar nilai menggambarkan Pancasila suatu sumber orientasi dan
arah pengembangan ilmu. Dalam konteks Pancasila sebagai dasar nilai mengandung
dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis. Dimensi ontologis berarti ilmu
pengetahuan sebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yang tidak mengenal titik
henti, atau ”an unfinished journey”.
Ilmu tampil dalam fenomenanya sebagai masyarakat, proses dan produk. Dimensi
epistemologis, nilai-nilai Pancasila dijadikan pisau analisis/metode berfikir dan tolok
ukur kebenaran. Dimensi aksiologis, mengandung nilai-nilai imperatif dalam
mengembangkan ilmu adalah sila-sila Pancasila sebagai satu keutuhan. Untuk itu
ilmuwan dituntut memahami Pancasila secara utuh, mendasar, dan kritis, maka
diperlukan suatu situasi kondusif baik struktural maupun kultural. Ilustrasinya dapat
dilihat pada bagan 2 berikut ini.

2.4 Strategi Pengembangan IPTEK Pancasila Sebagai Dasar Nilai

Peran nilai-nilai dalam setiap sila dalam Pancasila adalah sebagai berikut.
1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa: melengkapi ilmu pengetahuan menciptakan
perimbangan antara yang rasional dan irasional, antara rasa dan akal. Sila ini
menempatkan manusia dalam alam sebagai bagiannya dan bukan pusatnya.
2) Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab: memberi arah dan mengendalikan ilmu
pengetahuan. Ilmu dikembalikan pada fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan, tidak
hanya untuk kelompok, lapisan tertentu.
3) Sila Persatuan Indonesia: mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila
yang lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub-sistem. Solidaritas
dalam sub-sistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi
tidak mengganggu integrasi.
4) Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan dan
teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa. Eksperimentasi penerapan dan penyebaran
ilmu pengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari
kebijakan, penelitian sampai penerapan massal.
5) Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menekankan ketiga keadilan
Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan komutatif. Keadilan
sosial juga menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, karena
kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan semu. Individualitas
merupakan landasan yang memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi pada nilai-
nilai Pancasila.
Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia merupakan kesatuan dari
perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban manusia. Peran Pancasila sebagai
paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada penyadaran, bahwa fanatisme kaidah
kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu hanyalah akan menjebak diri seseorang pada
masalah-masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata-mata berpegang pada kaidah
ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya yang
bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yang berbudaya.

2.4 PERAN PANCASILA DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA


Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan/keahlian dalam kesatuan organis harmonis dinamis, didalam
dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu pengembangan
pendidikan haruslah berorientasi kepada dua tujuan, yakni untuk pembinaan moral dan
intelektual. Moral tanpa intelektual akan tidak berdaya. Intelektual tanpa moral akan
berbahaya, karena seseorang dapat menggunakan kepandaiannya itu untuk
kepentingannya sendiri dan merugikan orang lain. Selain itu pendidikan juga suatu proses
secara sadar dan terencana untuk membelajarkan peserta didik dan masyarakat dalam
rangka membangun watak dan peradapan manusia yang bermartabat. Ialah manusia –
manusia yang beriman dan brtaqwa kepada Tuhan Yang Maha kemanusiaan, menghargai
sesama, santun dan tenggang rasa, toleransi dan mengembangkan kebersamaan dan
keberagaman, membamgun kedisiplinan dan kemandirian, sesuai dengan nilai – nilai
pancasila. Oleh karena itu proses dan isi pembelajaran hendaknya dirancang secara
cermat sesuai dengan tujuan pendidikan. Pada giliran selanjutnya akan menjadi potensi
bagi proses pembelajaran yang berkualitas.
Sedangkan untuk saat ini pendidikan di Indonesia selama ini dianggap terlalu
mahal dan menguntungkan pihak atau masyarakat yang mampu atau masyarakat yang
mempunyai kekayaan lebih sehingga mereka mampu menyekolahkan putra putrinya
bahkan sampai ke luar negeri sekalipun untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan
memadai, sebaliknya dengan warga miskin atau warga kurang mampu banyak yang
kesulitan untuk menyekolahkan anaknya minimal memenuhi target pemerintah untuk
program wajib belajar 9 tahun sampai lulus SMP atau lulus sekolah menengah tingkat
pertama, para orang tua ini bahkan terpaksa menyuruh anaknya untuk bekerja dan putus
sekolah untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Untuk
meningkatkan kualitas Pendidikan Indonesia yang sesuai dengan Peranan Nilai-nilai
Pancasila Pemerintah menyelenggarakan Program Wajib Belajar 9 Tahun adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Peranan sila pertama sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan. Dalam kegiatan
belajar-mengajar siswa akan diajarkan berbagai macam ilmu mulai dari penjaskes, Pkn
(pancasila dan Kewarganegaraan), kesenian, biologi, fisika dan lainnya salah satunya
agama.Dalam pendidikan agama akan dibahas lebih dalam lagi mengenai ajaran agama
tentunya sesuai dengan agama yang dianut oleh masing-masing siswa.

2. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab


Pendidikan memainkan peranan penting dalam pengembangan kemampuan dan
pembentukan karakter yang menjadi landasan utama bagi terciptanya manusia Indonesia
yang mampu hidup dalam zaman yang selalu berubah.Sistem pendidikan nasional harus
dapat memberi pendidikan dasar bagi setiap warga negara Republik Indonesia, agar
masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar,
yang meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung serta menggunakan bahasa
Indonesia, yang diperlukan oleh setiap warga negara untuk dapat berperanserta dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3. Sila Persatuan Indonesia


Negara Indonesia adalah Negara yang sedang berkembang. Dibutuhkan sumber daya
masyarakat yang bagus untuk membuat Indonesia menjadi semakin berkembang.
Dibutuhkan pula persatuan yang erat antar sesama warga negara. Dengan adanya
pendidikan maka dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan persatuan dengan pola pikir
pancasila yang selalu diterapkan dilingkungan pendidikan.
Sila “Persatuan Indonesia” harus dijadikan sebagai dasar persatuan dikalangan intelektual
dan harus selalu diterapkan dalam lingkungan pendidikan, terutama saat Sekolah Dasar
(SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dicanangkan dalam program Wajib
Belajar 9 Tahun.

4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan dan Perwakilan
Wajib belajar 9 tahun yang merupakan salah satu program yang gencar di
galangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS). Diwajibkan setiap
warga Negara untuk bersekolah selama 9 tahun, pada jenjang pendidikan dasar yaitu dari
tingkat kelas 1 sekolah dasar (SD) / Madrasah Diniyah (MI) hingga kelas 9 sekolah
menengah pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTS).
Pendidikan merupakan satu aspek penting untuk membangun bangsa. Hampir
semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam
Program Pembangunan Nasional. Sumber daya manusia yang bermutu yang merupakan
Produk Pendidikan dan merupakan kunci keberhasilan suatu Negara.

5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Seiring perkembangan jaman, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan semakin
tidak dapat dikendalikan juga. Pendidikan menjadi hal terpenting yang harus diperhatikan
oleh setiap orang tua, agar anak-anak mereka menjadi anak-anak yang mampu bersaing
dengan lingkungan yang ada saat ini. Tapi terkadang masalah ekonomi menjadi hambatan
bagi para orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Dalam hal ini, peran serta
pemerintah sangat diperlukan.
Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia adalah
dengan mengadakan program wajib belajar 9 tahun ( WAJAR 9 tahun ). Hal ini
diharapkan dapat meningkatkan pendidikan di Indonesia. Selain itu, pemerintah pun
memberikan bantuan-bantuan bagi dalam bidang pendidikan, seperti memberikan BOS (
Biaya Operasional Siswa ).
Hal ini diharapkan agar setiap warga negara Indonesia bisa mendapatkan pendidikan
seperti yang tertera pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 sampai 5, yang
berbunyi :
a. “ Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan “.
b. “ Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya “.
c. “ Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
“.
d. “ Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-jkurangnya 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
“.
e. “ Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
manusia “.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan diwajibkannya Program WAJAR 9 tahun ini,
semakin memperjelas mengenai peranan sila ke-5 Pancasila dalam mewujudkan salah
satu tujuan negara, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan
pendidikan secara layak dan adil untuk setiap warga Negara Indonesia.

2.4 Perkembangan ilmu kedokteran dari dulu hingga sekarang


Kedokteran pertama kali dikenal kaum Muslim setelah penaklukan kerajaan
Sassaniah di Persia. Mereka mulai mengenal ilmu kedokteran Yunani di pusat-pusat
pendidikan Nestoris dan Neoplatonis di Mesopotamia Utara. Kota Jundishapur berperan
sebagai pusat kajian dan praktik kedokteran serta menjadi faktor yang paling berpengaruh
dalam perkembangan di daerah-daerah islam pada abad-abad berikutnya.
Kaum muslim menerima ilmu kedokteran Yunani melalui karya-karya Galen, seorang
dokter dan penulis peripatetik yang hidup pada paruh terakhir abad kedua Masehi. Galen
mengumpulkan dan menafsirkan kedokteran Yunani sejak zaman Hippocrates sampai
zamannya sendiri. Seperti halnya Aristoteles yang mendominasi pemikiran filsafat dan
sains muslim, ensiklopedi kedokteran karya Galen mendominasi bidang kedokteran
muslim hingga abad ke-16. Ahli-ahli kedokteran Muslim menerima pandangannya
sebagai otoriatif.
Dokter-dokter terkenal dan paling terkemuka yang dilahirkan dunia Muslim adalah Al-
Razi dan Ibnu Sina.
Muhammad Ibn Zakariya Al-Razi (865-925 M / 251-313 H) pada awalnya
menyibukkan diri dalam bidang kimia. Setelah menggeluti bidang kimia ia menjadi
dokter yang terkenal. Diantara karya medisnya yang terpenting adalah Al-Hawi yang
sangat terkenal di dunia Barat Latin. Ini adalah karya tunggal mengenai ilmu medis dan
memuat banyak observasi yang dilakukan oleh Al-Razi sendiri. Pengaruh Al-Razi dalam
dunia islam dan juga di Barat terutama adalah di bidang medis dan kimia.
Abu Ali Al-Husain Ibn Sina (980-1037 M / 370-428 H) diberi gelar Syaikh Al-
Rais, pemimpin para cendikiawan. Ibn Sina adalah tokoh filsuf dan saintis terbesar islam
dan tokoh paling berpengaruh dalam bidang umum, kedokteran, seni dan sains. Diantara
karyanya yang paling masyhur adalah Al-Qanun fi Al-Tibb yang merupakan ikhtisar
pengobatan islam dan diajarkan hingga kini di Timur. Pengaruh Ibn Sina di Barat dan
Timur sangat besar. Dalam dunia islam semangatnya mendominasi aktivitas intelektual
dari semua periode sesudahnya sedangkan filsafat dan ilmu medisnya berlanjut sebagai
pengaruh yang hidup masa kini. Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang
mengalami perkembangan yang sangat pesat pada masa Bani Abbasiyah pada masa itu
telah didirikan apotek pertama di dunia, dan juga telah didirikan sekolah farmasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi, dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa nila-nilai yang terkandung
dalam pancasila sangat berpengaruh dalam perkembangan pendidikan diindonesia.
Karena nilai-nilai tersebut mengatur progam wajib belajar yang dapat dijadikan sarana
untuk meningkatkan persatuan dengan pola pikir pancasila yang selalu diterapkan
dilingkungan pendidikan. Peranan pancasila di dalam berbangsa dan bernegara sangatlah
penting bagi masyarakat kususnya Indonesia. Dari uraian di atas dapat kita simpulkan
bahwa pendidikan merupakan satu aspek penting untuk membangun bangsa. Hampir
semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam
Program Pembangunan Nasional. Sumber daya manusia yang bermutu yang merupakan
Produk Pendidikan dan merupakan kunci keberhasilan suatu Negara.
Oleh sebab itu pendidikan sangat diharuskan sekali karena memberikan peranan
yang sangat penting baik itu untuk diri sendiri, oang lain ataupun Negara. Untuk diri
sendiri keuntungan yang didapat adalah ilmu, untuk orang lain kita bias mengajarkan
ilmu yang kita ketahui kepada orang yang masih awam dan untuk Negara jika kita pintar
maka kita akan mengangkat nama baik Negara kita di dunia internasional.

B. Saran
Program Wajib Belajar ini ditujukan oleh seluruh anak Bangsa Indonesia untuk
menjadi generasi penerus bangsa yang berpendidikan dan diharapkan jumlah anak putus
sekolah (drop out) bisa diminimalisir dan salah satu strategi untuk meningkatkan mutu
pendidikan Indonesia.Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun adalah program nasional. Oleh
karena itu, untuk mensukseskan program itu perlu kerjasama umtuk tetap meningkatkan
partisipasinya dalam Program Wajib Belajar 9 Tahun.
Sebagai masyarakat yang baik kita harus ikut berpartisipasi dan ikut serta dalam
mendukung wajib belajar 9 tahun, karena program ini sangat baik untuk meningkatkan
kesadaran dan tanggung jawab kita semua terhadap masa depan generasi penerus bangsa
yang berkualitas serta upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan, baik
dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya. Dari segi isi juga masih
perlu ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kepada para pembaca
makalah ini agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. “Pancasila sebagai dasar Pengembangan nilai”. 2012.


http://ilmu.kuliahdaring.dikti.go.id
Lubis, Khairudin. “Perkembangan ilmu kedokteran”. 2008. Respiratory.usu.ac.id
Zaka.“Pancasila”. 16 September 2015.http://www.artikelisiana.com
MAKALAH “ PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI
PENGEMBANGAN ILMU “

Nurlaili Maya Ramadhanty


04011281621077
Ruang MKDU 2 (Kelompok 2)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

Anda mungkin juga menyukai