(04011381419160)
(04011381419161)
(04011381419162)
(04011381419163)
(04011381419164)
(04011181419165)
(04011381419166)
(04011381419183)
(04011381419192)
(04011381419193)
(04011381419195)
(04011381419196)
(04011381419224)
(04011381419225)
(04011381419226)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan karunia-Nya laporan tugas
tutorial ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK berbasis PBL di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Phey Liana selaku tutor serta
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini. Penyusun
mohon maaf apabila dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini terdapat kesalahan, baik
dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan tugas tutorial ini.
Penyusun menyadari laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari pembaca akan sangat diharapkan guna perbaikan di masa yang
akan datang.
Palembang, Januari 2016
Penyusun
A. SKENARIO .........................................................................................................4
B. KLARIFIKASI ISTILAH ..................................................................................4
C. IDENTIFIKASI MASALAH ............................................................................5
D. ANALISIS MASALAH ......................................................................................6
E. HIPOTESIS .........................................................................................................19
F. LEARNING ISSUES ..........................................................................................19
Anatomi dan Fisiologi Jantung dan Pembuluh Darah ..........................................19
Sindroma Koroner Akut (Miokard Infark) ...........................................................24
Atherosklerosis (Hipertensi, Dislipidemia, Merokok) .........................................32
EKG ......................................................................................................................33
Biomarker Jantung ................................................................................................35
G. KERANGKA KONSEP .....................................................................................38
H. KESIMPULAN....................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................39
A. SKENARIO
Mr. Y, 66 years old, a particular, comes to MH Hospital because he has been having
epigastric pain since six hours ago while he was working in his garden. The pain radiated to
his lower jaw, and it felt like burning. He was unconscious for three minutes. He also
complained shortness of breath, sweating, and nauseous. He has history of hypertension. He
is a heavy smoker.
Physical Exam:
Dyspnea, height: 175 cm, body weight: 68 kg, BP: 150/100 mmHg, HR: 58 bpm regular. PR:
58 bpm, regular, equal. RR: 24x/min.
Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle hart sounds, minimal basal rales (+) on both
side, liver: not palpable, ankle edema (-).
Laboratory Results:
Hemoglobin: 14 g/dl, WBC: 9.800/mm3, Diff count: 0/2/5/65/22/6, ESR 20/ mm 3, Platelet:
214.000/mm3.
Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg%
CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, SGOT 26 mg/dl, SGPT 30 mg/dl, ureum 2.5 mg%,
creatinin 0.9 mg%, sodium 138 mg%, potassium 3 mg/dl.
Additional Exam:
Chest X-ray: cor: CTR > 50%, boot-shaped. Lungs: bronchovascular marking increased.
ECG: sinus rhytm, normal axis, HR: 58 bpm, regular, PR interval 0.24 sec, pathologic Q
wave/ST elevation at lead II, III, aVF, and ST depression at lead V1, V2, V3.
B. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Epigastric pain
: Perasaan nyeri atau sakit di daerah perut bagian atas dan
tengah
2. Dyspnea
: Pernafasan yang sukar atau sesak
3. Pallor
: Pucat, seperti pada kulit; yang disebabkan oleh penyakit syok
emosional atau stress atau anemia; dan ini adalah hasil dari penurunan jumlah dari
hasil oksihemoglobin yang terlihat di kulit atau mukosa membran
4. Diaphoresis
: Berkeringat, terutama keringat yang banyak
5. Muffle heart sounds : Bunyi jantung yang terdengar karena adanya cairan
6. Minimal basal rales : Bising paru yang terdengar lewat auskultasi disebabkan
karena adanya cairan atau infeksi pada pleura
7. CK NAC
: Creatin Kinase N-Acetyl Sistein, yaitu enzim yang
mengkatalis proses fosforilasi kreatin oleh ATP untuk menghasil fosfokreatin
8. CK MB
: Creatin Kinase Label M dan B, isoenzim yang khusus pada
jantung yang merupakan enzim yang khas untuk identifikasi AMI
9. SGOT
: Enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh
terutama dalam jantung dan hati, konsentrasinya dalam serum dapat meningkat pada
penyakit seperti infark miokard atau kerusakan akut pada sel hati
10. SGPT
: Enzim yang normalnya dijumpai dalam serum dan jaringan
tubuh terutama dalam hati.
11. Ankle edema
: Pengumpulan cairan abnormal pada mata kaki
12. CTR
: Cardio Thoracic Ratio, yaitu suatu cara pengukuran besarnya
jantung dengan mengukur perbandinga antara ukuran jantung dengan lebarnya
rongga dada pada photo thorax proyeksi PA
13. Sinus rhythm
: Suatu irama arus listrik jantung yang ditemukan pada orang
normal yang berasal dari SA node yang disalurkan ke ventrikel melalui AV node dan
serabut Purkinje
C. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Kalimat 1 dan 2 (VVV)
Mr. Y, 66 years old, a particular, comes to MH Hospital because he has been having
epigastric pain since six hours ago while he was working in his garden and the pain
radiated to his lower jaw, and it felt like burning.
2. Kalimat 3 dan 4 (VV)
He was unconscious for three minutes. He also complained shortness of breath,
sweating, and nauseous.
3. Kalimat 5 dan 6 (V)
He has history of hypertension. He is a heavy smoker.
4. Physical Exam (V)
c)
d)
e)
f)
g)
pengeluaran zat-zat iritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau enzim proteolitik
seluler. Zat-zat ini merangsang ujung-ujung syaraf reseptor nyeri di otot jantung,
sehingga impuls nyeri dihantarkan melalui serat saraf aferen simpatis.
Perangsangan saraf simpatis yang berlebihan akan menyebabkan penekanan kerja
saraf parasimpatis, sehingga gerakan peristaltik menurun, terjadi akumulai cairan
di saluran pencernaan, rasa penuh di lambung, sehingga merangsang rasa mual dan
muntah.
3. Kalimat 5 dan 6 (V)
He has history of hypertension and a heavy smoker.
a) Apa saja kandungan dalam rokok dan pengaruhnya terhadap tubuh khususnya
dalam kasus?
Bahan komposisi rokok yang bersifat genotoksik antara lain:
1) Nikotin (3-[(2S)-1-methylpyrrolidin-2yl]pyridine)
- Meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung
- Merangsang pertumbuhan abnormal dari sel endotel pembuluh darah
- Menyebabkan kerusakan pada mikrovaskuler
2) Timbal (Pb)
Kandungan timbal dalam kadar tertentu dapat meningkatkan frekuensi
pembentukan mikronukleus pada sel basal. Timbal juga dapat merusak DNA
melalui terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS) seperti hidrogen
peroksida (H202), atau bentuk yang lebih berbahaya seperti radikal hidroksil
(OH). Timbal juga menghambat enzim yang berfungsi untuk metabolism
radikal bebas seperti enzim glutation sehingga dapat menyebabkan kerusakan
pada DNA oleh radikal bebas.
3) Gas karbon monoksida (CO)
Karbon monoksida juga bereaksi terhadap myoglobin, sitokrom, dan
metaloenzim seperti sitokrom P450. Karboksihemoglobin (COHb) akan
menurunkan kapasitas oksigen dalam mengangkut sel darah merah sehingga
dapat menyebabkan kekurangan oksigen pada jaringan.
4) Tar
Tar adalah sebutan untuk residu dari pembakaran tembakau yangbersifat racun
dan merusak paru-paru melalui berbagai proses biokimiawi. Tar membungkus
silia pada epitel paru sehingga partikel-partikel beracun tidak dapat lagi
ditangkap oleh silia tersebut dan menyebabkan rusaknya mukosa rongga mulut,
merubah warna gigi, gusi, serta mengurangi kepekaan pengecap di mulut.
b) Bagaimana pengaruh riwayat hipertensi dan perokok terhadap nyeri alih?
Kebiasaan merokok yang dilakukan Mr.Y dan riwayat hipertensi membuat
terjadinya disfungsi dan jejas endotel sehingga nantinya timbul atherosklerosis.
Adanya faktor presipitasi membuat ruptur atherosklerosis tersebut dan menyumbat
arteri koroner. Penyumbatan ini menyebabkan gejala-gejala yang dialami Mr.T.
c) Apa saja etiologi hipertensi?
Etiologi Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan
oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat
tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling
umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati.
d) Apa saja faktor resiko hipertensi?
Adapun faktor resiko dari hipertensi, antara lain:
1) Genetik
Dibanding orang kulit putih, orang kulit hitam di negara barat lebih banyak
menderita hipertensi, lebih tinggi hipertensinya, dan lebih besar tingkat
morbiditasnya maupun mortilitasnya, sehingga diperkirakan ada kaitan
hipertensi dengan perbedaan genetik. Beberapa peneliti mengatakan terdapat
kelainan pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat
poligenik.
2) Usia
Kebanyakan orang berusia di atas 60 tahun sering mengalami hipertensi, bagi
mereka yang mengalami hipertensi, risiko stroke dan penyakit kardiovaskular
yang lain akan meningkat bila tidak ditangani secara benar.
3) Jenis kelamin
Hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan pra-menopause dibanding
pria, yang menunjukkan adanya pengaruh hormone.
4) Geografi dan lingkungan
Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi kelompok daerah
kurang makmur dengan daerah maju, seperti bangsa Indian Amerika Selatan
yang tekanan darahnya rendah dan tidak banyak meningkat sesuai dengan
pertambahan usia disbanding masyarakat barat.
5) Pola hidup
Tingkah laku seseorang mempunyai peranan yang penting terhadap timbulnya
hipertensi. Orang yang kelebihan berat badan di atas 30%, mengkonsumsi
banyak garam dapur, dan tidak melakukan latihan mudah terkena hipertensi.
6) Garam dapur
Sodium adalah mineral yang esensial bagi kesehatan. Sodium ini mengatur
keseimbangan air didalam sistem pembuluh darah. Sebagian sodium dalam diet
terkandung dalam makanan dalam bentuk garam dapur atau sodium chlorid
(NaCl). Pemasukan sodium mempengaruhi tingkat hipertensi. Pengkonsumsian
garam menyebabkan haus dan mendorong kita minum. Hal ini dapat
meningkatkan volume darah didalam tubuh, yang berarti jantung harus
memompa lebih giat sehingga tekanan darah naik. Kenaikan ini memperberat
kerja ginjal yang harus menyaring lebih banyak garam dapur dan air. Karena
masukan (input) harus sama dengan pengeluaran (output) dalam system
pembuluh darah, jantung harus memompa lebih kuat dengan tekanan darah
tinggi.
7) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah. Adapun hubungan
merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan
tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah kecil dalam paru-
10
paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi
terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
efinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh
darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang
lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan
oksigen dalam darah.
e) Bagaimana patofisiologi hipertensi?
f) Bagaimana
pencegahan
hipertensi?
Menjalani
pola hidup sehat
telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat
menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada
pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain,
maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus
dijalani setidaknya selama 4 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak
didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi
farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah:
1) Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak
asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
2) Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula
pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan
kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga
bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi
derajat 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari.
3) Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 60 menit/
hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus,
sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau
menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
11
4)
5)
6)
7)
AV diperdarahi oleh arteri koroner kanan 90%, dan oleh artei koroner kiri 10%.
Pada kasus ini, terjadi penyumbatan arteri koroner kanan, dan menyebabkan
terjadinya iskemia. Iskemia pada nodus AV seringkali memperlambat atau
memblok konduksi dari atrium ke ventrikel, sehingga akan terjadi pemanjangan
interval P-R (bradikardi).Selain itu dikarenakan cardiac output yang kecil,
maka heart rate juga akan mengecil.
CO = HR x SV
CO: Cardiac Output
HR: Heart Rate
SV: Stroke Volume
Pallor
Iskemik jantung yang luas kegagalan kompensasi << perfusi jaringan
perifer vasokonstriksi pembuluh darah perifer Hb tereduksi pallor
Diaphoresis
HR rendah perapatan aliran darah terbentuk konduksi panas oleh darah
merangsang area preoptik (dibagian anterio hipotalamus) ke medulla
spinalis melalui jaringan saraf otonom ke kulit seluruh tubuh melalui jaras
simpatis vasokonstriksi kulit merangsang kelenjar keringat
berkeringat (diaphoresis)
Respiratory Rate
Kebutuhan O2 kompensasi tubuh dengan respirasi.
Muffle Heart Sounds
Infark transmural dinding nekrotik yang tipis pecah perdarahan masif ke
dalam kantong perikardium yang relatif tidak elastis dan tidak berkembang
kantong perikardium terisi darah menekan jantung saat auskultasi terdengar
muffle heart sounds
Bunyi jantung kecil karena pompa jantung tidak kuat lagi, katup jantung juga
menutup lemah, aliran darah balik juga lemah, menyebabkan suara yang
terdengar seperti sayup, jauh.
5. Laboratory Result
a) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?
Tabel 2. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Nilai Normal
Interpretasi
Hemoglobin
Trombosit
150.000 400.000/mm3
Normal (214.000/mm3)
Leukosit
5.000 10.000/mm3
Normal (9.800/mm3)
Diff. Count
0,4-1/1-3/0-5/50-65/25-35/4-6
Normal (0/2/5/65/22/6)
13
0 10 mm/jam (Lk)
0 20 mm/jam (Pr)
150 200 mg/dL
Tinggi (20/mm3)
HDL
45 65 (P)
35 55 (L) mg/dL
LDL
Trigliserid
CK NAC
CK MB
LED/ESR
Kolesterol total
14
6. Additional Exam
a) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan tambahan?
Tabel 3. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Tambahan
Hasil
Keadaan normal
Interpretasi
CTR > 50%
Boot shaped
Tidak memperlihatkan
seperti boot
rate: 60 100 bpm
Heart
58bpm
PR interval
0,24 second
Pathologic Q
wave
Elevasi ST
LII, III, aVf
ST
depresi
V1, V2, V3
Tidak normal
Menunjukkan adanya
perbesaran jantung
gambaran Tidak normal
Tidak normal
Tidak normal
Normal Q wave
Tidak normal
Tidak normal
Tidak normal
Atau secara radiologis, cara mudah untuk menentukan apakah cor membesar
atau tidak adalah dengan membandingkan lebar cor dan lebar cavum thoraces
pada foto toraks proyeksi posterior-anterior yang disebut Cardiothoracic Ratio
15
Keterangan:
a = jarak antara garis median dengan batas terluar cor dekstra
b = jarak antara garis median dengan batas terluar cos sinistra
c1 = jarak antara garis median dengan batas terluar pulmo dekstra
c2 = jarak antara garis median dengan batas terluar pulmo sinistra
2) Boot shaped
Boot shaped menggambarkan adanya perbesaran jantung yang lebih pasti.
Infark miokard disebabkan karena kebutuhan otot jantung terhadap oksigen
tidak dapat terpenuhi karena adanya oklusi. Akibatnya miokardium tidak dapat
berkontraksi dengan normal, selain itu metabolisme yang terjadi merupakan
metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat, akibatnya terjadi
penumpukan pH menjadi asam. Gabungan dari hipoksia, asidosis, dan
berkurangnya energi mengakibatkan fungsi ventrikel kiri semakin terganggu.
Berkurangnya fungsi ventrikel kiri menyebabkan perubahan hemodinamik.
Perubahan yang terjadi seperti curah jantung berkurang, karena berkurangnya
volume sekuncup, berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistol akan
memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan di jantung kiri akan
meningkat, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri juga akan meningkat, hal ini
dapat menimbulkan terjadinya hipertropi, terutama ventrikel kiri.
3) Bronchovascular marking increased
Bronchovascular pattern adalah gambaran pembuluh darah disekitar bronkus.
Dalam keadaan normal, bronchovascular pattern tidak melebihi setengah dari
garis vertikal salah satu bagian paru-paru (hemithorax). Pada keadaan
patologis, bronchovascular pattern meningkat melebihi setengah garis vertikal
salah satu bagian paru (paru kanan atau paru kiri).
4) Heart rate
Nilai heart rate menggambarkan bahwa terjadi bradikardi. Hal ini bisa
dikarenakan karena Mr.Y mengalami oklusi pada arteri koronaria kanan yang
16
Inferolateral
Inferior
Inferoseptal
True posterior
RV Infarction
17
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna.
Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses
depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang
positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda
diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka
terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST
depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari
daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang
menyebabkan gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi
lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T
bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik
merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak
mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara
normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik
dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam
sangat tinggi.
Pada kasus ini, Mr. Y mengalami MIA Inferior yang ditunjukkan oleh adanya
ST elevasi sadapan II, III, dan aVF. Sedangkan ST depresi pada gambaran EKG
ini dapat disebut sebagai perubahan resiprokal. Perubahan resiprokal adalah
depresi ST segmen pada sadapan yang terletak jauh dari bagian yang
mengalami akut infark. Depresi ST segment merupakan indikator untuk akut
infark miokard. Perubahan resiprokal terlihat pada 70% dari inferior dan 30%
dari infark anterior. Depresi ST segmen pada kasus ini terjadi pada sadapan VI,
VII, dan VIII yang menunjukkan daerah true posterior.
E. HIPOTESIS
Mr. Y, 66 tahun, diduga menderita MIA dilihat dari gejala-gejala seperti dyspnea,
nausea, diaphoresis, hasil pemeriksaan CK NAC dan CK MB (+).
1) Diagnosis Banding
2) Diagnosis Kerja
18
19
2. Lapisan
Pembungkus
Jantung
Jantung di bungkus oleh
sebuah lapisan yang
disebut
lapisan
perikardium,
di
mana lapisan perikardium
ini di bagi menjadi 3
lapisan, yaitu:
1) Lapisan fibrosa, yaitu
lapisan paling luar
pembungkus
jantung
yang
melindungi
jantung ketika jantung
mengalami
overdistention.
2) Lapisan parietal, yaitu
bagian dalam dari
dinding lapisan fibrosa
3) Lapisan Visceral, lapisan
perikardium
yang
bersentuhan
dengan
lapisan luar dari otot
jantung atau epikardium.
Diantara lapisan pericardium
parietal dan lapisan
perikardium
visceral,
terdapat ruang atau
space yang berisi pelumas atau cairan serosa atau yang disebut dengan cairan
perikardium. Cairan perikardium berfungsi untuk melindungi dari gesekan-gesekan yang
berlebihan saat jantung berdenyut atau berkontraksi. Banyaknya cairan perikardium ini
antara 15-50 ml, dan tidak boleh kurang atau lebih karena akan mempengaruhi fungsi
kerja jantung.
Gambar 4. Lapisan Pembungkus Jantung
20
katup jantung diikat oleh chordae tendinea, sehingga pada saat kontraksi daun katup
tidak terdorong masuk keruang sebelumnya yang bertekanan rendah. Chordae tendinea
sendiri berikatan dengan otot yang disebut muskulus papilaris.
Gambar 6. Katup Jantung
Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan antara atrium
dengan ventrikel dinamakan katup atrioventrikuler, sedangkan katup yang
menghubungkan sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup semilunar.
1) Katup atrioventrikuler terdiri dari katup trikuspid yaitu katup yang menghubungkan
antara atrium kanan dengan ventrikel kanan, dan katup mitral atau bicuspid yaitu
katup yang menghubungkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri.
- Katup tricuspid
Katup tricuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini
terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan.
Katup tricuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium kanan
dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup
tricuspid terdiri dari 3 daun katup.
- Katup mitral
Katup bicuspid atau mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel
kiri. Seperti katup tricuspid, katup bicuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel.
Katup bicuspid terdiri dari dua daun katup.
2) Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang menghubungkan antara
ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, dan katup aorta yaitu katup yang
menghubungkan antara ventrikel kiri dengan asendence aorta.
- Katup pulmonal
Setelah katup tricuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan
melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri
pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan dan
kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3
daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila
ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel
kanan menuju arteri pulmonalis.
- Katup aorta
22
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini
akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir
keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi,
sehingga mencegah darah masuk kembali ke dalam ventrikel kiri.
5. Ruang dan Dinding Jantung
1) Atrium
Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu ke
ventrikel, otot atrium lebih tipis dibandingkan dengan otot ventrikel.
Ruang atrium dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan atrium kiri.
Kedua atrium memiliki bagian luar organ masing-masing yaitu auricle. Kedua atrium
dihubungkan dengan satu auricle yang berfungsi menampung darah apabila kedua
atrium memiliki kelebihan volume.
Kedua atrium bagian dalam dibatasi oleh septal atrium. Ada bagian septal atrium yang
dinamakan fossa ovalis, yaitu bagian septal atrium yang mengalami depresi
disebabkan karena penutupan foramen ovale saat kita lahir.
2) Ventrikel
Demikian halnya dengan ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2 yaitu ventrikel kanan
dan ventrikel kiri. Bagian otot jantung di bagian dalam ventrikel yang berupa
tonjolan-tonjolan yang tidak beraturan dinamakan trabecula. Kedua otot atrium dan
ventrikel dihubungkan dengan jaringan penghubung yang juga membentuk katup
jatung dinamakan sulcus coronary, dan 2 sulcus yang lain adalah anterior dan
posterior interventrikuler yang keduanya menghubungkan dan memisahkan antara kiri
dan kanan kedua ventrikel.
Perlu diketahui bahwa tekanan jantung sebelah kiri lebih besar dibandingkan dengan
tekanan jantung sebelah kanan, karena jantung kiri menghadapi aliran darah sistemik
atau sirkulasi sistemik yang terdiri dari beberapa organ tubuh sehingga dibutuhkan
tekanan yang besar dibandingkan dengan jantung kanan yang hanya bertanggung jawab
pada paru-paru saja, sehingga otot jantung sebelah kiri khususnya otot ventrikel sebelah
kiri lebih tebal dibandingkan otot ventrikel kanan.
6. Pembuluh Darah Jantung
Ada beberapa pembuluh besar yang perlu diketahui, yaitu:
1) Vena Cava Superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian atas
diafragma menuju atrium kanan
2) Vena Cava Inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah
diafragma ke atrium kanan
3) Sinus Coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari jantung
sendiri
4) Pulmonary Trunk, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonali
5) Arteri Pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah kotor
dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru
6) Vena Pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah bersih
dari kedua paru-paru ke atrium kiri
23
7) Assending Aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari
ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab dengan organ
tubuh bagian atas
8) Desending Aorta, yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian bawah
Gambar 7. Pembuluh Darah Jantung
24
gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau
Non STEMI.
3) Peningkatan marker biokimia
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh
sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah
yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate
aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CKMB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan
cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein
ini mengkonfirmasi adanya infark miokard. Enzim meningkat minimal 2x batas atas
nilai normal.
3. Etiologi dan Faktor Resiko
Infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:
1) Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak
aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan
nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut
merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
2) Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan
aliran darah miokard.
3) Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4) Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali
lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention
(PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5) Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark
miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin,
ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat diubah, sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar serum lipid,
hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh,
kolesterol, serta kalori.
4. Epidemiologi
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk
Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang
diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih
sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan
25
dengan wanita setelah umur 65 tahun.46 Penyakit jantung koroner juga merupakan
penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika.
Di Indonesia, data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%)
untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali
didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan
persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di
Makassar, didasari data yang dikumpulkan oleh Alkatiri7 diempat rumah sakit (RS)
selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan
ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus
menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka
kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%.
5. Patogenesis dan/atau Patofisiologi
Gambar 8. Patofisiologi Aterosklerosis
Lapisan endotel
pembuluh
darah yang normal akan mengalami kerusakan oleh adanya faktor risiko antara lain,
faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel
darah, asap rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi oleh Low Density Lipoprotein-C
(LDL-C). Kerusakan ini akan menyebabkan sel endotel menghasilkan cell molecule
adhesion seperti sitokin (interleukin-1), tumor nekrosis faktor (TNF-), kemokin
(monocyte chemoatractant factor-I), dan platelet derived growth factor. Sel inflamasi
seperti monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel dan bermigrasi dari
endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian berproliferasi menjadi makrofag dan
mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih aterogenik. Makrofag ini terus
membentuk sel busa. LDL yang teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan
menghasilkan respon inflamasi. Sebagai tambahan terjadi respon dari angiotensin II yang
menyebabkan gangguan vasodilatasi dan mengaktifkan efek protrombin dengan
melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi respon
protektif yang dipicu oleh inflamasi dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous. Plak yang
stabil bisa menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami rupture.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis seperti kolagen, adenosin
diphosphate (ADP), epinefrin dan serotonin memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya
akan memproduksi dan melepaskan tromboksan-A2 (vasokonstriktor lokal yang poten).
Selain itu aktivasi trombosit memicu reseptor glikoprotein II/IIIa yang mempunyai
afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin)
26
seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen. Dimana keduanya adalah molekul
multivalent yang dapat mengikat platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan
ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombus dan
fibrin.
Gambar 9. Patofisiologi Sindroma Koroner Akut
IMA
STE
umumnya
terjadi
jika aliran darah
koroner
menurun
secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu IMA STE karena timbulnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian
besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur atau ulserasi
dan jika kondisi ruptur lokal akan menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histologi menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai
fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada IMA STE gambaran klasik terdiri dari
fibrin rich red trombus yang dipercaya menjadi dasar sehingga IMA STE memberikan
respon terhadap terapi trombolitik.
Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan
elevasi ST adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan
trombus mural, Non-elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada
elevasi ST adalah trombus komplet/oklusif.
Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard dengan elevasi ST
segmen. Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya unstable
angina atau infark jantung akut tanpa elevasi segmen ST.
6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang terasa
berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang,
epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada. IMA sering
27
didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada
IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan
aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi
biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil
pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama
terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia
lanjut.
Gambaran klinis awal sangat prediktif untuk prognosis awal. Timbulnya gejala saat
istirahat menandakan prognosis lebih buruk dibanding gejala yang hanya timbul pada
saat aktivitas fisik. Pada pasien dengan gejala intermiten, peningkatan jumlah episode
yang mendahului kejadian acuan juga mempunyai dampak terhadap hasil akhir klinis.
Adanya takikardia, hipotensi atau gagal jantung pada saat masuk rumah sakit juga
mengindikasikan prognosis buruk dan memerlukan diagnosis serta tatalaksana segera
(PERKI,2012).Faktor risiko yang tinggi termasuk angina yang memberat, nyeri dada
yang berkelanjutan (> 20 menit), edema paru (Killip klas 2 ), hipotensi dan aritmia.
Tabel 5. Klasifikasi Killip
28
gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika
obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya
mengalami angina pectoris tak stabil atau Non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa
elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.
sbelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan
gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika
EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun
ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologisi EKG dengan lokasi infark
(mural/ transmural) sehingga terminology IMA gelombang Q dan non Q
menggantikan IMA mural/ nontransmural.
Tabel 6. Gambaran Perubahan EKG Berdasarkan Lokasi Infark
Daerah infark
Anterior
Perubahan EKG
Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior
Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan
resiprokal (depresi ST) V1 V6, I, aVL.
Lateral
Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 V6.
Posterior
Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF,
terutama gelombang R pada V1 V2.
Ventrikel kanan
Perubahan gambaran dinding inferior
Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 V2 sebagi mirror image dari
perubahan sedapan V7 V9.
LAD = Left Anterior Descending artery
PL
= Posterio rDescending Artery.
LCX = Left Circumflex
RCA = Right Coronary Artery
2) Laboratorium
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific
troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai
petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena
pada keadaan ini juga akan diikuto peningkatan CKMB, pada pasoen dengan elevasi
ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera meungkin dan tidak tergantung
pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatn nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada
nekrosis jantung (infark miokard).
- CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10- 24 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
- cTn: ada 2 jenis cTnT dan cTnI. enzim ini meningkat setelah 2jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah 5- 14 hari, sedangkan cTnI setelah 5- 10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
- Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 48 jam.
29
Creatinine Kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.
- Latic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8- 14 hari.
3) Ekokardiogram
Ekokardiogram dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk
melihat luasnya iskemia bila dilakukan waktu dada sedang berlangsung.
4) Angiografi Koroner
Angiografi korone merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung
dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak
sumbatan pada arteri koroner.
8. Penatalaksanaan Non Farmakologi dan Farmakologi
Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien
segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terapi awal untuk semua SKA, yang diberikan
oleh tenaga medik ataupun pada unit/instalasi gawat darurat sebenarnya sama.
Manifestasi unstable angina dan MI akut seringkali berbeda. Umumnya, gejala MI akut
bersifat parah dan mendadak, sedangkan infark miokard nonST elevasi (NSTEMI)
atau unstable angina berkembang dalam 2472 jam atau lebih.
Pada kedua kasus tersebut tujuan awal terapi adalah untuk menstabilkan kondisi,
mengurangi rasa nyeri dan kecemasan pasien. Stabilisasi akan tercapai dengan berbagai
tindakan. Oksigen diberikan untuk menjaga kadar saturasi dan memperbaiki oksigen
yang sampai ke miokard.
1) Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera mengantar pasien
mencari pertolongan ke Rumah sakit atau menelpon RS terdekat meminta dikirimkan
ambulan beserta petugas kesehatan terlatih.
2) Petugas kesehatan atau dokter umum di klinik:
- Katup pulmonal
- Mengenali gejala SKA dan pemeriksaan EKG bila ada
- Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 L/menit
- Berikan aspirin 160-325 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat alergi aspirin
- Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang
setiap 5-15 menit sampai 3 kali
- Bila memungkinkan pasang infus
- Segera kirim ke RS terdekat dengan fasilitas ICCU yang memadai dengan
pemasangan selang oksigen dan didampingi dokter/paramedik yang terlatih
9. Komplikasi
1) Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling
ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan
yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca
infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang
nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
30
2) Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
3) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama
perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.
4) Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
5) Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,
gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard
6) Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI
dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas
ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
7) Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam
24 jam pertama.
10. Prognosis
Miokard Infark akut berhubungan dengan 30% tingkat kematian; setengahnya terjadi
ketika dibawa ke rumah sakit. 5-10% pasien bertahan meninggal pada tahun pertama
setelah miokard infark. Namun, secara umum, prognosis tergantung pada besar, lama,
dan keparahan kejadian infark.
Prognosis akan semakin baik jika diikuti faktor:
1) Referfusi dini (tujuan STEMI: pasien diberi infus fibrinolisis selama 30 menit)
2) Fungsi ventrikel kiri masih memadai
3) Terapi jangka pendek dan jangka panjang dengan bet bloker, aspirin, dan ACE
inhibitor
Prognosis akan semakin buruk jika diikuti faktor:
1) Bertambahnya usia
2) Diabetes
3) Penyakit vaskular sebelumnya (misalnya penyakit serebrovaskular
4) Reperfusi yang terlambat
5) Fungsi ventrikel kiri yang tidak lagi memadai
11. Kompetensi Dokter Umum (SKDI)
Infark Miokard termasuk dalam SKDI tingkat kemampuan 3B yang berarti gawat
darurat, dimana lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kececeatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Atherosklerosis (Hipertensi, Dislipidemia, Merokok)
1. Definisi
31
Lesi
biasanya
diklasifikasikan
sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi komplikata, sebagai berikut:
1) Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan dengan
penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolesterol oleat)
pada daerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri). Makrofag tersebut akan
memfagosit lemak dan berubah menjadi foam sel. Sebagian endapan lemak
berkurang, tetapi yang lain berkembang menjadi plak fibrosa.
2) Plak fibrosa (atau plak ateromatosa), merupakan daerah penebalan tunika intima yang
meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis.
Biasanya, plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opak dan mengilat yang
menyembul ke arah lumen sehingga menyebabkan obstruksi. Plak fibrosa terdiri atas
inti pusat lipid dan debris sel nekrotik yang ditutupi pleh jaringan fibromuskular
mengandung banyak sel-sel otot polos dan kolagen. Sejalan dengan semakin
matangnya lesi, terjadi pembatasan aliran darah koroner dari ekspansi abluminal,
remodeling vaskular, dan stenosis luminal. Setelah itu terjadi perbaikan plak dan
disrupsi berulang yang menyebabkan rentan timbulnya fenomena yang disebut "ruptur
plak" dan akhirnya trombosis vena.
3) Lesi lanjut atau komplikata, terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami
gangguan akibat kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi dan
dapat menyebabkan infark miokardium.
3. Patogenesis
Patogenesis aterosklerosis merupakan suatu proses interaksi yang kompleks, dan hingga
saat ini masih belum dimengerti sepenuhnya. Interaksi dan respons komponen dinding
pembuluh darah dengan pengaruh unik berbagai stresor (sebagian diketahui sebagai
faktor risiko) yang terutama dipertimbangkan. Dinding pembuluh darah terpajan
32
berbagai iritan yang terdapat dalam hidup keseharian. Diantaranya adalah faktor-faktor
hemodinamik, hipertensi, hiperlipidemia, serta derivat merokok dan toksin (misal,
homosistein atau LDL-C teroksidasi). Dari kesemua agen ini, efek sinergis gangguan
hemodinamik yang menyertai fungsi sirkulasi normal yang digabungkan dengan efek
merugikan hiperkolesterolemia dianggap merupakan factor terpenting dalam
pathogenesis aterosklerosis. Berikut ini gambaran terjadinya proses aterosklerosis yang
berperan penting dalam patofisiologi infark miokard secara umum.
Gambar 11. Patogenesis Aterosklerosis
EKG
1. EKG Normal
Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel
berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak
menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi
negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark
gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak
menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan
daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya
0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1,
karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.
Gambar 12. Gambaran EKG Normal
33
2.
Pada
injury
miokard, area yang
terlibat
tidak
berdepolarisasi
secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir
proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif
akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat
yang berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang negatif dan
ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard,
dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak
menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif
dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah
iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai
gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang
T, mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard.
Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka
gelombang T terekam sangat tinggi.
Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark
dapat ditentukan dari perubahan EKG.
Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST.
Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi
34
miokard yang terkena. Bagi pria usia40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi
segmen ST di V1-V3 2 mm dan 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun
(Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung
hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005).
Pada miokardial infark, terbagi menjadi dua yaitu yang mengalami elevasi ST dan tidak
mengalami elevasi ST.
Gambar 13. Gambaran Elevasi dan Depresi Segmen ST
Biomarker Jantung
Biomarker
adalah
parameter
yang
dapat digunakan untuk mengukur perkembangan penyakit atau efek pengobatan.
Peran cardiac marker pada diagnosis, penentu risiko, serta pengobatan pada pasien dengan
sakit dada dan dicurigai mengidap Acute Coronary Syndrome (ACS) terus berkembang.
Tabel 8. Cardiac Marker pada Miokard Infark
Waktu Awal
Waktu Puncak
Waktu Kembali
1. Marker
C
Peningkatan (jam) Peningkatan (jam) Normal
CK
48
12 24
72 96 jam
a
CK-MB
48
12 24
48 72 jam
r
Mioglobin
24
49
< 24 jam
di
LDH
10 12
48 72
7 10 hari
a
Troponin I
46
12 24
3 10 hari
c
Troponin T
46
12 48
7 10 hari
Troponin
Troponin adalah protein pengatur yang ditemukan di otot rangka dan jantung. Tiga
subunit yang telah diidentifikasi termasuk troponin I (TnI), troponin T (TnT), dan
troponin C (TnC). Gen yang mengkode isoform TnC pada otot rangka dan jantung
adalah identic, karena itulah tidak ada perbedaan struktural diantara keduanya. Walaupun
demikian, subform TnI dan TnT pada otot rangka dan otot jantung berbeda dengan jelas,
dan immunoassay telah didesain untuk membedakan keduanya. Hal ini menjelaskan
kardiospesifitas yang unik dari cardiac troponin.
35
Troponin bukanlah marker awal untuk myocardial necrosis. Uji troponin menunjukkan
hasil positif pada 4-8 jam setelah gejala terjadi, mirip dengan waktu pengeluaran CKMB. Meski demikian, akan tetap tinggi selama kurang lebih 7-10 hari pasca MI.
Cardiac troponin tergolong sensitif, kardiospesifik, dan menyediakan informasi
prognostik untuk pasien dengan ACS. Terdapat hubungan antara level TnI atau TnT
dengan tingkat mortalitas dan adverse cardiac event pada ACS.
2. Creatine Kinase-MB isoenzyme
Sebelum cardiac troponin dikenal, marker biokimia yang dipilih untuk diagnosis AMI
adalah isoenzim CK-MB. Kriteria yang kebanyakan digunakan untuk diagnosis AMI
adalah 2 serial elevasi di atas level cutoff diagnostik atau hasil tunggal lebih dari dua kali
lipat batas atas normal. Walaupun CK-MB lebih terkonsentrasi di miokardium (kurang
lebih 15% dari total CK), enzim ini juga terdapat pada otot rangka. Kardiospesifitas CKMB tidaklah 100%. Elevasi false positive muncul pada beberapa keadaan klinis seperti
trauma atau miopati.
CK-MB pertama muncul pada 4-6 jam setelah gejala, puncaknya adalah pada 24 jam,
dan kembali normal dalam 48-72 jam. CK-MB walaupun sensitif dan spesifik untuk
diagnosis AMI, tidak prediktif untuk adverse cardiac event dan tidak mempunyai nilai
prognostik.
3. Relative Index, CK-MB, dan CK total
Indeks relatif dihitung berdasarkan rasio [CK-MB (mass) / total CK x 100] dapat
membantu klinisi untuk membedakan elevasi false positive peningkatan CK-MB otot
rangka. Rasio <3 konsisten dengan sumber dari otot rangka, sedangkan rasio >5
mengindikasikan sumber otot jantung. Rasio diantara 3-5 menunjukkan gray area.
Indeks relatif CK-MB/CK diperkenalkan untuk meningkatkan spesifitas elevasi CK-MB
untuk MI.
Pemakaian indeks relatif CK-MB/CK berhasil jika pasien hanya memiliki MI atau
kerusakan otot rangka, tapi tidak keduanya. Oleh sebab itu, pada keadaan dimana
terdapat kombinasi AMI dan kerusakan otot rangka, sensitifitas akan jatuh secara
signifikan.
Diagnosis AMI tidak boleh didasarkan hanya pada elevasi indeks relatif saja. Elevasi
indeks relatif dapat terjadi pada keadaan klinis dimana total CK atau CK-MB pada batas
normal. Indeks relatif hanya berfungsi secara klinis bila level CK dan CK-MB duaduanya mengalami peningkatan.
4. Mioglobin
Mioglobin telah menarik perhatian sebagai marker awal pada MI. Mioglobin adalah
protein heme yang ditemukan pada otot rangka dan jantung. Berat molekulnya yang
rendah menyebabkan pelepasannya yang cepat. Mioglobin biasanya meningkat pada 2-4
jam setelah terjadinya infark, puncaknya adalah pada 6-12 jam, dan kembali ke normal
setelah 24-36 jam.
Uji cepat mioglobin telah tersedia, tetapi kekurangannya adalah kurang kardiospesifik.
Uji serial setiap 1-2 jam dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifitas. Peningkatan atau
perbedaan 25-40% setelah 1-2 jam adalah penanda kuat dari AMI. Pada kebanyakan
penelitian, mioglobin hanya mencapai 90% sensitifitas untuk AMI. Nilai prediktif negatif
mioglobin tidak cukup tinggi untuk mengeklusi diagnosis AMI. Penelitian original yang
mengevaluasi mioglobin menggunakan definisi origininal WHO tentang AMI yang
36
distandarkan pada CK-MB. Dengan adopsi dari standar troponin untuk definisi AMI dari
ESC/ACC, sensitifitas mioglobin untuk AMI menurun.
5. Creatin Kinase-MB isoforms
Isoenzim CK-MB terdapat dalam 2 isoform, yaitu CK-MB1 dan CK-MB2. CK-MB2
adalah bentuk jaringan dan awalnya dilepaskan oleh miokardium setelah MI. Kemudian
berubah di serum menjadi isoform CK-MB1. Hal ini terjadi segera setelah gejala terjadi.
Isoform CK-MB dapat dianalisis menggunakan elektroforesis tegangan tinggi. Rasio
CK-MB2/CK-MB1 juga dapat dihitung. Normalnya, isoform jaringan CK-MB1 lebih
dominan sehingga rasionya kurang dari 1. Hasil pemeriksaan dikatakan positif jika CKMB2 meningkat.
Pelepasan isoform CK-MB termasuk cepat. CK-MB2 dapat dideteksi di serum pada 2-4
jam setelah onset dan puncaknya adalah 6-9 jam. Ini adalah marker awal dari AMI. Dua
penelitian besar menyebutkan bahwa sensitivitasnya adalah 92% pada 6 jam setelah
onset gejala dibandingkan dengan 66% untuk CKMB dan 79% untuk mioglobin.
6. C-reactive Protein
CRP, marker inflamasi nonspesifik, diperhitungkan terlibat secara langsung
pada coronary plaque atherogenesis. Penelitian yang dimulai pada awal 1990an
menunjukkan bahwa level CRP yang meningkat menunjukkan adverse cardiac events,
baik pada prevensi primer maupun sekunder. Level CRP berguna untuk mengevaluasi
profil risiko jantung pasien. Data baru mengindikasikan bahwa CRP berguna sebagai
indikator prognostik pada pasien dengan ACS. Peningkatan level CRP memprediksi
kematian jantung dan AMI.
7. Referensi Nilai
Hasil normal bervariasi berdasarkan laboratorium dan metode yang digunakan. Informasi
di bawah ini adalah dari ACC dan the American Heart Association (AHA).
1) Total CK
= 38174 units/L untuk laki-laki; 96140 units/L untuk perempuan
2) CKMB
= 10-13 units/L
3) Troponin T
= < 0,1 ng/mL
4) Troponin I
= < 1,5 ng/mL
5) Isoform CKMB = rasio 1,5 atau lebih
6) Mioglobin
= < 110 ng/mL
Gambar 14. Pelepasan Mioglobin, CK-MB, Troponin I dan Tropinin T Berdasarkan Waktu
37
G.
KERANGKA
KONSEP
H. KESIMPULAN
Mr. Y, 66 tahun, menderita ST Elevasi Infark Miokard (STEMI) Inferior dikarenakan
riwayat hipertensi, perokok berat, serta dislipidemia.
DAFTAR PUSTAKA
Harrison. 2015. Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit dalam Vol 3 Edisi 13. Penerbit Buku
Kedokteran EGC; Jakarta.
Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
38
39