Anda di halaman 1dari 13

Konjungtivitis Virus Akut pada Kedua Mata

Aprianus Musa Dopong

102011156

Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan

Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat kompleks, menerima dan
mengirimkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus oksipital, ditujukan khusus
untuk menterjemahkan citra visual. Selain itu, ada tujuh saraf kranial yang memilki hubungan
dengan mata dan hubungan batang otak memungkinkan koordinasi gerakan mata.

Konjungtiva merupakan membrane mucus yang tipis dan transparan. Permukaan


dalam kolopak mata disebut konjungtiva palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang
membelok dan kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada
konjungtiva ini banyak sekali kelenjar-kelenjar limfe dan pembuluh darah. Peradangan
konjungtiva disebut konjungtivitis.

Anatomi Mata
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebraris) dan permukaan
anterior sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebrais melapisi permukaan
posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus,
konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus
jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat
berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.1

Histologi
Secara histologi, lapisan sel konjungtiva terdiri dari dua hingga lapisan sel epitel
silindres bertingkat, superficial dan basal. Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel
goblet bulat atau oval yang mensekresi mucus yang diperlukan untuk disperse air mata.

1
Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superficial dan dapat
mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dapat dibagi menjadi lapisan adenoid (superfisialis) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lepisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak
berkembang sampai bayi berusia 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan
penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata.3
Perdarahan dan Persyarafan
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari siliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua
arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva
membentuk jaringan vaskularkonjungtiva yang banyak. Konjungtiva juga menerima
persyarafan dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relative
sedikit.3
Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit
mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan actor-faktor lingkungan lain yang mengganggu. Penyakit ini
bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat
dengan banyak secret purulen kental.1
Pemeriksaan Konjungtiva
Konjungtiva hendaknya diamati terhadap adanya tanda radan (yaitu melebarnya
pembuluh darah), pigmentasi tidak biasa, nodi, pembengkakan atau perdarahan. Kedua
konjungtiva harus diperiksa.
Konjungtiva tarsal dapat dilihat dengan membalikkan kelopak mata. Minta pasien
tetap membuka matanya dan melihat ke bawah. Anda menahan sejumlah bulu mata dari
kelopak mata atas. Kelopak itu ditarik lepas dari bola mata dan ujung sebuah tangkai
aplikator ditekan pada tepian atas lempeng tarsal.
Lempeng tarsal kemudian dengan cepat membalikan tangkai aplikator,
menggunakannya sebagai titik tumpu. Ibu jari sekarang dapat dipakai untuk memegang
kelopak mata yang dibalik, tangkai aplikator dapat diangkat. Setelah inspeksi konjungtiva
tarsalis, mintalah pasien untuk melihat ke atas untuk mengembalikan kelopak mata pada
posisi normal.
Konjungtiva normal seharusnya berwarna merah muda. Perhatikan jumlah pembuluh
darah. Normalnya hanya terlibat sedikit pembuluh darah. Mintalah pasien untuk melihat ke
atas dan tariklah kelopak mata bawah ke bawah. Bandingkan vaskularitasnya.1

Pemeriksaan Penunjang

2
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untk
mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan
granula- granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik
bebas.

Pemeriksaan visus, kaji visus klien dan catat derajad pandangan perifer klien karena
jika terdapat secret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran
visus/melihat halo.

Etiologi

Bakteri Parasit
- -
Hiperakut (purulen) Konjungtivitis dan blefarokonjungtivitis
Neisseria gonorrhoeae
kronik.
Neisseria meningitidis
Thelazia californiensis
Bakteri
Parasit
Neisseria gonorrhoeae subspesises kochii
- Loa loa
Akut (mukopurulen)
Ascaris lumbricoides
Pneumococcus (streptococcus pneumoniae)
Trichinella spiralis
Haemophillus aegyptius
- Schistosoma haematobium
Subakut
Taenia solium
Haemophillus influenzae
- Pthyrus pubis
Kronik (blefarokonjungtivitis)
Larva lalat (Oestrus ovis)
Staphylococcus aureus
Moraxella lacunata
Imunologik (alergika)
-
Reaksi hipersensitivitas segera (humoral)
Konjungtivitis hay fever (serbuk sari,
tumbuhan, bulu hewan)
Keratokonjungtivitis vernal
Keratokonjungtivitis atopik
Keratokonjungtivitis papilar raksaksa
-
Reaksi hipersensitivitas lambat (selular)
Fliktenuloris
Konjungtivitis ringan sekunder terhadap
blefaritis kontak
-
Penyakit autoimun
Keratokonjungtivitis sika pada sindrom
sjogren.
Viral Kimiawi atau iritatif
- -
Konjungtivitis folikular viral akut Iatrogenik
-
Demam faringokonjungtivitis adenovirus Miotik
Idoxiuridine
tipe 3 dan 7.
Obat topikal lain
3
-
Keratokonjungtivitis epidemika adenovirus Larutan lensa kontak
-
Yang berhubungan dengan pekerjaan
tipe 8 dan 19.
- Asam
Virus herpes simpleks
- Kimiawi atau Iritatif
Konjungtivitis hemorargik akut oleh
Basa
Viral
Asap
enterovirus tipe 70
- Angin
Konjungtivitis folikular viral kronik (virus
Sinar UV
-
moloscum kontaginosum) Bulu ulat
-
Blefarokonjungtivitis viral (varicella, herpes
zooster, virus campak)
Riketsia Etiologi yang tidak diketahui
-
Konjungtivitis non-purulen dengan - Folikulitis
-
Konjungtivitis folikulitis
hiperemia dan sedikit infiltrasi, sering kali -
Rosasea okular
-
merupakan ciri penyakit riketsia. Psoriasis
- -
Tifus Eritema multiformis mayor (steven
-
Murine thypus
- jhonson sydrome)
Scrub typus -
- Dermatitis herpetiformis
Rocky mountain spotted fever -
- Epidermolisis bullosa
Demam mediterania -
- Keratokonjungtivitis limbik superior
Demam-Q -
Konjungtivitis ligneosa
-
Sindrom reiter
-
Sindrom limfonodus mukokutaneus
Jamur Berkaitan dengan penyakit sistemik
- -
Eksudatif kronik Penyakit tiroid (pajanan, kongestif)
-
candida Konjungtivitis gout
- -
Granulomatosa Konjungtivitis karsinoid
-
Rhinosporiidium Sarkoidosis
-
Coccidioides immitis Tuberkulosis
-
Sporotrix schenckii Sifilis
Tabel 1. Penyebab Konjungtivitis.3
Epidemiologi
Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang dari pada di daerah hangat, dan
hampir tidak ada di daerah dingin. Biasanya mulai pada tahun-tahun pubertas dan berlangsung
selama kurang lebih 5-10 tahun.
Penyakit ini lebih banyak dialami oleh laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Konjungtivitis vernal paling banyak ditemukan di Afrika sub-sahara dan Timur tengah dan
parah pada musim semi, musim panas dan musim gugur.

Gejala Klinis konjungtivitis.3


Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, mata berair, eksudasi, pseudoptosis,
hipertrofi papilar, kemosis, folikel, pseudomembran, granuloma dan adenopati pre-aurikular.
a. Hiperemia

4
Adalah gejala yang paling menyolok. Kemerahan paling jelas pada forniks dan
erkurang ke arah limbus karena dilatasi pembuluh darah konjungtiva posterior. Warna merah
terang mengesankan konjungtivitis bakteri, dan tampilan putih susu mengesankan
konjungtivitis alergika. Hiperemia tanpa infiltrasi sel mengesankan iritasi oleh penyebab fisik
seperti angin, matahari, asap, dll.
b. Mata berair (epifora)
Seringkali menyolok pada konjungtivitis. Sekresi air mata diakibatkan oleh adanya
sensasi benda asing, sensasi terbakar atau tergores, atau oleh rasa gatalnya. Transudasi ringan
juga timbul dari pembuluh-pembuluh yang hiperemik dan menambah jumlah air mata tersebut.
c. Eksudasi
Adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudasinya berlapis-lapis dan amorf
pada konjungtivitis bakteri dan berserabut pada konjungtivitis alergika. Pada hampir semua
konjungtivitis, didapatkan banyak kotoran mata di palpebra saat bangun tidur.
d. Pseudoptosis
Adalah terkulainya palpebra superior kerena infiltrasi di otot Muller. Keadaan ini
dijumpai pada beberapa jenis konjungtivitis berat misalnya trakoma dan keratokonjungtivitis
epidemika.
e. Hipertrofi papilar
Reaksi konjungtiva non-spesifik yang terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus
atau limbus dibawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang membentuk
substasi papila (bersama unsur sel dan eksudat) mencapai membran basal epitel, bercabang-
cabang menyerupai jeruji.
f. Kimosis
Kemosis konjungtiva sangat mengarah kepada konjungtivitis alergika, tetapi dapat
juga timbul pada konjungtivitis gonokokkus atau meningokokkus akut.
g. Folikel
Folikel tampak pada sebagian besar kasus konjungtitis viral, klamidia kecuali
konjungtivitis inklusi neonatal. Folikel-folikel di forniks inferior dan tepi tarsus memiliki
sedikit nilai diagnostik.
Folikel merupakan suatu hiperplasia limfoid konjungtiva dan biasanya mempunyai
sebuah pusat germinal. Secara klinis, folikel dapat dikenali sebagai struktur bulat kelabu atau
putih yang avaskular.
h. Pseudomembran dan membran
Adalah hasil dari eksudatif dan hanya berbeda derajadnya. Pseudomembran adalah
suatu pengentalan (koagulum) diatas permukaan epitel, yang bila diangkat epitelnya tetap utuh.
Membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel, yang jika diangkat, meninggalkan
permukaan epitel yang berdarah.
i. Limfadenopati pre-aurikular

5
Merupakan tanda penting konjungtivitis. Sebuah KGB preaurikular tampak jelas pada
sindrom okulogranular parinaud dan jarang pada keratokonjungtivitis epidemika.kadang-
kadang disertai sedikit nyeri tekan. Kadang-kadang limfadenopati preaurikular pada anak-anak
disertai dengan infeksi kelenjar meibom.

Diagnosis Kerja
A. Konjungtivitis Viral
Definisi
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis
virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan
yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri

Etiologi dan Faktor resiko


Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah
virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus.
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat
menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus
(fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi.1
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis
konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya. Mikroorganisme yang dapat
menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.

Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada
keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam
dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu
dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan
selama lebih dari 2 bulan.
Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran
pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam. Pada
konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya
mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan
dan sering disertai keratitis herpes.
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan
coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi

6
airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang
dapat terjadi kimosis.

Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu
diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut
penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun
ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar
untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus.
Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah
mata atau kedua mata yang terinfeksi. Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan
konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan
pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan
waktu dan biaya.

Komplikasi
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis.
Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus
atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit

Tatalaksana
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa
umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau
sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Pasien konjungtivitis juga
diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi

Diagnosis Banding
B. Konjungtivitis Bakterialis
Konjungtivitis bakterialis adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri.
Pada konjungtivitis ini biasanya disertai mata merah, secret pada mata dan iritasi mata.

Etiologi dan Faktor resiko


Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk yaitu hiperakut, akut,
subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan okeh N.
gonorrhoeae, Neisseria kochii dan Neisseria meningitides. Bentuk yang baru disebabkan
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptus.
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata
yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi

7
pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan
imunodefisiensi

Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh
ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis.
Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal,
penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah.
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab
perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotic
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi
konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal
dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata,
mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada
mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.

Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi
konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis
bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan
sering dijumpai edema pada kelopak mata.
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis
bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata,
sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang
saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur.

Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan gram untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab.
Pemeriksaan sensitivitas bakteri pun diperlukan.
Komplikasi
Blefaritis marginal kronik disebabkan infeksi staphylococcal, ulkus dan perforasi
merupakan komplikasi yang dapat terjadi juga. ulserasi kornea dapat disebabkan oleh n.
gonorrhoeae, N. kochii, N. meningitides, H. aegyptius, S.aureus dan M. Cattarrhalis, apabila
toksin men embus bilik mata anterior dapat menyebabkan iritis toksisitas.
Terapi
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.
Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis
purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi
8
topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis
harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva.1
C. Konjungtivitis Alergika (Imunologik)
Definisi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun.
Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi
hipersensitivitas tipe 1.

Reaksi Hipersensitivitas Humoral Segera


1. Konjungtivitis “Hay Fever”
Radang konjungtiva non-spesifik ringan umumnya menyertai “hay fever” (rhinitis
alergika). Biasanya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dll. Pasien
mengeluh gatal, kemerahan, mata berair dan sering mengatakan matanya seakan-akan
tenggelam dalam jaringan sekitarnya.
Terdapat injeksi ringan disekitar konjungtiva palpebraris dan konjungtiva bulbaris;
selama serangan akut sering ditemukan kemosis berat (yang menjadi sebab kesan
tenggelam). Terdapat sedikit kotoran mata, khususnya setelah pasien menggucek matanya.
Eosinofil sulit ditemukan pada kerokan konjungtiva. Jika alergennya menetap, dapat
menjadi konjungtivitis papilar.
Pengobatan dilakukan dengan penetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal.
Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin peroral hanya sedikit
manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup memuaskan, namun kekambuhan
sering ditemukan, kecuali bila antigennya dihilangkan. Untungnya, frekuensi serangan dan
beratnya gejala cenderung menurun dengan meningkatnya usia.

D. Konjungtivitis Jamur
Definisi
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan
infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat
timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain
Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium
serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang.5
.

Temuan klinis dan sitologi Viral Bakteri Klamidia Alergika


Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat
Hiperemia Generalisata Generalisata Generalisata Generalisata
Mata berair Banyak Sedang Sedang Minimal
Eksudasi Minimal Banyak Banyak Minimal
9
Adenopati periaurikular Sering Jarang Hanya sering Tak ada
pada
konjungtivitis
inklusi
Pada kerokan dan eksudat Monosit Bakteri, PMN, sel Eosinofil
yang dipulas PMN plasma,
badan inklusi
Disertai sakit tenggorokan sesekali sesekali Tak pernah Tak pernah
dan demam
Tabel 2. Pembagian jenis-jenis konjungtivitis umum1
Terapi
Konjungtivitis bakterial biasanya diobati dengan tetes mata atau krim antibiotik, tetapi
sering sembuh dalam waktu sekitar dua minggu walaupun tanpa pengobatan. Karena
konjungtivitis bakterial sangat menular diantara anggota keluarga dan teman sekolah,
diperlukan teknik mencuci tangan yang baik dan pemisahan handuk bagi individu yang
terinfeksi. Anggota keluarga tidak boleh bertukar bantal atau seprai. Konjungtivitis yang juga
berhubungan dengan otitis media diobati dengan antibiotik sistemik. Kompres hangat pada
mata dapat mengeluarkan rabas.
Konjungtivitis viral biasanya diobati dengan kompres hangat. Teknik mencuci tangan
yang baik diperlukan untuk mencegah penularan.
Konjungtivitis alergi diobati dengan menghindari alergen apabila mungkin.
Antihistamin atau tetes mata yang mengandung steroid dapat digunakan untuk mengurangi
gatal dan inflamasi.
Konjungtivitis yang disebabkan iritan diobati dengan mengeluarkan benda asing,
diikuti dengan penggunaan obat antibakteri.6
Komplikasi
Infeksi bakteri tertentu (gonore, beberapa jenis konjungtivitas klamidia), dan infeksi
virus dapat menyebabkan kerusakan permanen pada mata jika tidak diobati. Benda asing
dimata dapat menyebabkan abrasi kornea dan pembentukan jaringan parut.
Konjungtivitis dapat menjadi gejala awal penyakit sistemik berat, yaitu penyakit
Kawasaki. Penyakit ini adalah salah satu vaskulitis yang tersebar luas yang mempengaruhi
banyak organ tubuh termasuk jantung, otak, sendi, hati dan mata. Penyakit ini dimulai secara
akut dengan demam tinggi yang diikuti secara singkat dengan konjungtivitis bilateral yang
signifikan karena tidak adanya rabas dan prosesnya lama. Ruam dan pembengkakan tangan
dan kaki menyertai gejala awal ini. Diagnosis dini penting untuk mencegah kerusakan pada
arteri koroner. Terapi untuk penyakit Kawasaki mencakup penggunaan aspirin dan globulin
gamma.6
10
Pencegahan
Pencegahan infeksi pada anggota keluarga lain merupakan pertimbangan penting pada
kasus konjungtivitis bakteri. Waslap dan handuk anak harus dipisahkan dengan yang
digunakan individu lain. Tisu yang dipakai untuk membersihkan mata harus dibuang. Anak
harus menahan diri untuk tidak menggosok mata dan dilatih mencuci tangan yang baik.
Strategi untuk mencegah kebutaan pada anak harus diupayakan agar bisa mencakup 3
tingkatan pencegahan :
-
Pencegahan primer : mencegah keberadaan penyakit dalam masyarakat.
-
Pencegahan sekunder : mencegah komplikasi yang mengancam terjadinya gangguan
penglihatan dan kebutaan pada suatu penyakit.
-
Pencegahan tersier : mengurangi seminimal mungkin gangguan penglihatan akibat
cedera atau penyakit sebelumnya.
Strategi utama dalam mencegah penyakit yang dapat menimbulkan kebutaan pada
anak adalah sebagai berikut :
-
Profilaksis, adalah suatu prosedur yang sistematik atau pengobatan untuk pencegahan
primer suatu penyakit. Salah satu contoh yang terkenal dalam hubungannya dengan
pencegahan kebutaan pada anak adalah penggunaan metode Crede (penggunaan tetes
mata larutan perak nitrat 1%) untuk melindungi bayi yang baru lahir dari
konjungtivitis akibat N. Gonnorrhoeae
-
Imunisasi, merupakan bentuk strategi pencegahan primer lainnya, bisa digunakan
untuk mencegah penyakit infeksi yang meninggalkan skuele kebutaan, misalnya
campak dan rubela.
-
Perawatan antenatal yang baik merupakan strategi pencegahan primer yang
berguna terhadap konjungtivitis pada bayi baru lahir, karena pada wanita hamil bisa
dilakukan pemeriksaan skrining terhadap N.gonorrhoeae. Cara ini juga berguna untuk
mengetahui adanya faktor resiko seperti pre-eklampsia dan kehamilan mutipel, yang
bisa mengarah kepada kelahiran bayi dengan berat lahir rendah, prematur dan asfiksia
perinatal. Pengawasan janin dan persalinan dengan cara dan waktu yang tepat dapat
mengurangi komplikasi yang disebutkan diatas.
-
Perawatan neonatal adalah memberikan perawatan yang perlu bagi bayi yang baru
lahir, seperti mempertahankan suhu tubuh normal, pemberian vitamin K,
membersihkan jalan napas dan pemberian profilaksis Crede.
-
Perbaikan gizi, merupakan strategi yang sangat baik untuk mencegah timbulnya
berbagai penyakit. Dalam hubungannya dengan penyakit yang bisa menyebabkan
kebutaan pada anak, hal ini berkaitan dengan konsumsi vitamin A secara teratur. Hal
ini bisa diperoleh dengan memanfaatkan sumber-sumber setempat dan mungkin
melalui fortifikasi makanan tertentu atau pemberian tambahan kapsul vitamin A.
11
-
Pendidikan, merupakan strategi pencegahan yang mencangkup pendidikan
masyarakat melalui media massa, yaitu untuk meningkatkan keperdulian mengenai
penyakit yang dapat menyebabkan kebutaan dan pencegahannya pada anak-anak. Bisa
juga melalui pendidikan kesehatan yang lebih spesifik mengenai penyakit endemik
lokal atau ditujukan kepada kelompok tertentu yang mempunyai resiko. Contohnya
adalah pendidikan masyarakat mengenai campak untuk memperluas cakupan
imunisasi atau pendidikan spesifik kepada para ibu mengenai makanan yang diberikan
waktu menyapih bayi serta kemungkinan bahaya akibat pengobatan tradisional.
-
Konseling genetik, adalah strategi pencegahan primer terhadap kelainan genetik. Hal
ini semakin dianggap penting di berbagai negara, tetapi sampai saat ini belum
diterapkan secara luas mengingat sumber daya yang dibutuhkan dan adanya
keterkaitan yang kompleks dari segi sosial dan budaya.
-
Meningkatkan higiene dan perawatan, terutama selama menderita sakit, bisa
mengurangi insidens dan beratnya kelainan yang menyebabkan kebutaan. Contohnya
adalah membilas mata dengan baik dan pemberian obat-obat topikal pada infeksi mata
sekunder bagi anak-anak yang menderita campak, menjaga kebersihan selama
epidemi konjungtivitis, dan cairan rehidrasi oral pada anak-anak yang menderita
diare.6

Prognosis
Konjungtivitis pada umumnya bersifat self limited disease, artinya dapat sembuh
dengan sendirinya..

Kesimpulan
Konjungtivitis adalah salah satu penyakit mata yang dapat mengganggu penderita
sekaligus membuat orang lain merasa tidak nyaman ketika berkomunikasi dengan si
penderita. Semua orang dapat tertular konjungtivitis, bahkan bayi yang baru lahir.
Penularan terjadi ketika seseorang yang sehat bersentuhan dengan seorang penderita
atau dengan benda yang baru disentuh oleh penderita tersebut. Oleh karena itu, maka kita
harus memahami tentang penyakit konjungtivitis agar dapat memutus mata rantai dari
penularannya.

12
Daftar Pustaka

1. Ilyas, Sidartha. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;
2009. h. 121-38.
2. Riordan Paul, Whitcher John. Oftalmologi umum. Edisi ke 17. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h. 97-115.
3. Bates, Barbara. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.
4. N, Mitchell et al. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran.
Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.430-1.
5. Sudoyo, Aru. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 1. Jakarta Pusat : Interna
Publishing; 2009.h. 1583-95.
6. Hartono, Andry. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006. h. 143.

13

Anda mungkin juga menyukai