BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Kemampuan Analisis Siswa
Kemampuan analisis merupakan kemampuan untuk menguraikan
elemen, unsur, faktor, dan sebab-sebab dari suatu fenomena (Munthe, 2009).
Anderson & Krathwohl (2010) menyatakan bahwa kemampuan analisis siswa
adalah kemampuan siswa dalam menguraikan suatu informasi ke dalam unsur-
unsur yang lebih kecil untuk menentukan keterkaitan antar unsur. Kemampuan
analisis ditunjukan dengan mampunya menguraikan pengetahuan ke bagian-
bagaian yang lebih kecil dan mampu menunjukkan hubungan antar bagian
tersebut (Munthe, 2009). Kemampuan analisis ini mencakup tiga proses yaitu
siswa dapat mengurai unsur informasi yang relevan, menentukan hubungan antara
unsur yang relevan, dan menentukan sudut pandang tentang tujuan dalam
mempelajari suatu informasi (Anderson & Krathwohl, 2010).
Harsanto (2005) menyatakan bahwa kemampuan analisis siswa adalah
kemampuan siswa dalam menerangkan hubungan-hubungan yang ada dan
menkombinasikan unsur-unsur menjadi satu kesatuan. Kemampuan analisis
artinya mampu memecah materi menjadi bagian-bagian pokok dan
mengambarkan bagaimana bagian-bagian tersebut, dihubungkan satu sama lain
maupun menjadi sebuah struktur keseluruhan (Kuswana, 2012). Kemampuan
analisis ini dapat dibagi menjadi tiga subkatagori, yaitu analisis tentang bagian-
bagian, analisis tentang hubungan-hubungan, dan analisis tentang prinsip-prinsip
pengorganisasian (Kuswana, 2012). Ilustrasi sasaran pembelajaran untuk
mengembangkan kemampuan analisis dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
8
sedemikian besar dan darimana batangnya yang besar itu berasal?. Lulusan
menjawab dengan gelagapan, sebagian besar lulusan menjawab bahwa batang
pohon yang besar berasal dari sari-sari makanan yang ada ditanah. Wartawan
kembali bertanya kepada lulusan mengapa tidak ada lubang besar ditanah?. Para
lulusan tampak bingung. Jawaban tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
batang pohon itu berasal dari nitrogen yang diserap dari udara. Jawaban ini
sesungguhnya dipelajari para lulusan sains, tetapi karena bertentangan dengan
perasaannya bahwa tidak mungkin udara dapat disulap maka lulusan tidak
menjawab demikian (Rose & Nicholl, 2002).
Sintak assist team work dan test on the materials dapat mengembangkan
kemampuan analisis siswa (Slavin, 2009). Pada sintak tersebut siswa belajar
bersama teman, berdisdiskusi dan saling mengemukakan pendapat. Kondisi ini
sesuai dengan teori elaborasi kognitif (Hertz-Lazarowitz, Kirkus, & Miller, 1995).
Salah satu cara elaborasi kognitif yang paling efektif adalah menjelaskan atau
15
bertahap agar siswa tidak memperlihatkan keengganan (Silberman, 2006). Hal ini
yang mendorong peneliti menggunakan model discovery learning. Menurut
Munthe (2009), pembelajaran aktif akan menghasilkan kompetensi / kemampuan
sesuai dengan harapan (kemampuan analisis).
Model discovery learning lahir dari pandangan discovery peneliti.
Penemuan yang dilakukan oleh Galileo Galilei – 1661, John Dalton - 1810,
Charles Lyell- 1854, dan Gregor Mendel – 1866 (Lawson, 2003). Didalamnya
terdapat tahap merumuskan masalah dan membuat hipotesis (hypothetico-
predictive reasoning) seperti apa yang dilakuakan peneliti. Sintaks discovery
learning menurut Veermans (2003) terdapat lima fase dapat dilihat pada tabel 2.4:
B. Kerangka Pemikiran
FAKTA: IDEAL :