Anda di halaman 1dari 13

7

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Kemampuan Analisis Siswa
Kemampuan analisis merupakan kemampuan untuk menguraikan
elemen, unsur, faktor, dan sebab-sebab dari suatu fenomena (Munthe, 2009).
Anderson & Krathwohl (2010) menyatakan bahwa kemampuan analisis siswa
adalah kemampuan siswa dalam menguraikan suatu informasi ke dalam unsur-
unsur yang lebih kecil untuk menentukan keterkaitan antar unsur. Kemampuan
analisis ditunjukan dengan mampunya menguraikan pengetahuan ke bagian-
bagaian yang lebih kecil dan mampu menunjukkan hubungan antar bagian
tersebut (Munthe, 2009). Kemampuan analisis ini mencakup tiga proses yaitu
siswa dapat mengurai unsur informasi yang relevan, menentukan hubungan antara
unsur yang relevan, dan menentukan sudut pandang tentang tujuan dalam
mempelajari suatu informasi (Anderson & Krathwohl, 2010).
Harsanto (2005) menyatakan bahwa kemampuan analisis siswa adalah
kemampuan siswa dalam menerangkan hubungan-hubungan yang ada dan
menkombinasikan unsur-unsur menjadi satu kesatuan. Kemampuan analisis
artinya mampu memecah materi menjadi bagian-bagian pokok dan
mengambarkan bagaimana bagian-bagian tersebut, dihubungkan satu sama lain
maupun menjadi sebuah struktur keseluruhan (Kuswana, 2012). Kemampuan
analisis ini dapat dibagi menjadi tiga subkatagori, yaitu analisis tentang bagian-
bagian, analisis tentang hubungan-hubungan, dan analisis tentang prinsip-prinsip
pengorganisasian (Kuswana, 2012). Ilustrasi sasaran pembelajaran untuk
mengembangkan kemampuan analisis dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
8

Tabel 2.1 Ilustrasi Sasaran Pembelajaran

Subkatagori Ilustrasi Sasaran Pembelajaran


Kemampuan
analisis
Analisis Kemampuan mengenali asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan
tentang secara eksplisit
bagian – Keterampilan membedakan fakta-fakta dari suatu hipotesis
bagian Kemampuan mengenali fakta-fakta atau asumsi –asumsi
dalam mendukung hipotesis
Kemampuan memberikan ciri-ciri, berdasar fakta dari
pernyataan normatif
Kemampuan memeriksa secara konsisten dari pembuktian
hipotesis
Keterampilan di dalam mengidentifikasi motivasi-motivasi
dan membeda-bedakan antara mekanisme – mekanisme dari
tingkah laku berkenaan dengan individu dan kelompok-
kelompok
Kemampuan memberikan ciri-ciri sebab akibat atau
hubungan-hubungan dari urutan lain
Kemampuan meneliti hubungan-hubungan pernyataan –
pernyataan dalam satu argumentasi, dan memberikan ciri-ciri
yang relevan dan tidak
Analisis Kemampuan mengenali seluk beluk penetapan suatu
tentang keputusan yang relevan
hubungan- Kemampuan mengenali fakta-fakta atau asumsi – asumsi yang
hubungan bersifat penting dalam menyusun hipotesis
Kemampuan untuk memeriksa konsistensi asumsi-asumsi dari
hipotesis
Kemampuan memberi ciri-ciri dari sebab akibat atau
hubungan – hubungan dan urutan –urutan logis
Kemampuan meneliti hubungan-hubungan pernyataan –
pernyataan dalam satu argumentasi
Kemampuan memberi ciri-ciri pernyataan relevan dan yang
tidak
Kemampuan mengenali kronologis hubungan sebab akibat
secara terperinci
Analisis Kemampuan memahami makna dan mengenali wujud serta
tentang pola artistik dalam kesusastraan
prinsip-
prinsip
pengorganisa
sian
Bloom, 1956 dalam (Kuswana, 2012)
9

2. Pentingnya Kemampuan Analisis Siswa


Kemampuan analisis penting dimiliki siswa karena siswa akan mampu
mendudukan situasi, masalah, subjek, atau keputusan pada pemeriksaan yang
mendalam. Siswa yang memiliki kemampuan analisis dapat menguji pernyataan
berdasarkan standar objektif dan dapat menemukan akar permasalahan. Siswa
juga dapat menimbang dan memutuskan atas dasar logika. Siswa dengan
kemampuan analisis mampu membedakan hasil pemikiran analisisnya dengan
perasaan dan prasangka yang ada pada dalam dirinya. Siswa yang memiliki
kemampuan analisis dapat tekun, jujur, empati dan mengakui keterbatasan diri
atas pengetahuan.
Ciri pemikir analitis adalah dapat bertahan dalam melakukan tindakan
(tidak mudah menyerah). Kebertahanan ini dimiliki oleh Alexander Graham Bell
(yang para pengritiknya menyatakan bahwa telepon tidak diperlukan karena tidak
ada satu orang pun memilki selain dirinya) begitu juga dengan mesin fotocopi
pertama Xerox (yang tidak mendapat dukungan keuangan selama empat tahun).
Colombus memerlukan waktu 14 tahun untuk menyakinkan istana Spayol agar
menginginkan dia kembali melakukan penjelajahan- dan bahkan kemudian dia
sampai di tujuan yang benar-benar berbeda (Rose & Nicholl, 2002). Berdasarkan
pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat bertahan di abad ke-21,
siswa harus memiliki kemampuan analisis berkualitas tinggi (Rose & Nicholl,
2002).
Salah satu ciri abad ke-21 adalah otomasi. Otomasi artinya menjangkau
segala pekerjaan rutin. Ciri ini mendorong pembelajaran diarahkan untuk melatih
berfikir analitis (pengambilan keputusan) bukan berfikir mekanistis (rutin)
(Kemdikbud, 2013). Kemampuan analisis ini sangat penting dimiliki siswa
Sekolah Menengah Atas (Elder & Paul, 2007). Siswa SMA diharuskan memiliki
kemampuan analisis yang baik (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013).
Kemampuan analisis berada pada domain proses kognitif tingkat empat, setelah
mengingat (C1), memahami (C2), dan mengaplikasiskan (C3). Kemampuan ini
merupakan salah satu fokus tujuan dari pendidikan abad ke-21 (Osborne, 2013).
10

Menurut McDonald (2012), materi pembelajaran tidak lebih penting dari


pada kemampuan kita menganalisis materi yang telah ada. Kita hidup di zaman
dengan teknologi informasi yang sangat maju. Informasi dapat diakses secara
mudah melalui jaringan internet. Kemampuan analisis yang tinggi harus dimiliki
individu untuk dapat membedakan informasi yang benar dan salah. Kemampuan
analisis ini penting dimiliki siswa SMA yang akan melanjutkan ke perguruan
tinggi, tempat banyaknya informasi dapat diakses dengan mudah.

3. Akibat Siswa Tidak Memiliki Kemampuan Analisis / Kemampuan Analisis


Rendah
Kemampuan analisis yang rendah berakibat buruk, baik jangka pendek
dan jangka panjang. Akibat jangka pendek kemampuan analisis rendah adalah
hasil belajar siswa yang jauh dari tujuan pembelajaran (Johnson, 2014). Akibat
jangka panjangnya adalah tidak akan lahir orang-orang seperti da Vinci, Einstein,
Newton, Bill Gates, Richard Branson, dan Stephen Hawking. Orang-orang ini
yang memiliki kontribusi besar terhadap dunia. Orang-orang yang memilki
kemampuan analisislah yang dapat menguasai abad ke-21 (Rose & Nicholl,
2002).
Menurut Secretary of Labor’s Commision on Achieving Necessary
Skills, kemapuan analisis yang baik merupakan kemampuan yang harus dimiliki
setiap siswa sebelum terjun dalam dunia kerja (Johnson, 2014). Kemampuan
analisis mendorong siswa melihat dari sudut pandang orang lain (Rose & Nicholl,
2002). Siswa yang melihat dari sudut pandang orang lain akan membuat siswa
memiliki rasa empati. Jika kemampuan analisis siswa rendah maka akan lahir
generasi yang tidak peduli dan tidak memikirkan orang lain.
Ketidakmampuan menganalisis secara mendalam berakibat perasaan
pada diri mengalahkan fakta yang ada dilapangan. Perasaan yang mengalahkan
fakta dibuktikan melalui cerita lulusan-lulusan Fakultas Sains Massachusetts
Institute of Technology (salah satu universitas terbaik di dunia) ketika
diwawancarai wartawan. Wartawan menunjuk sebuah pohon besar, kemudian
bertanya kepada lulusan sains bagaimana pohon tersebut dapat tumbuh menjadi
11

sedemikian besar dan darimana batangnya yang besar itu berasal?. Lulusan
menjawab dengan gelagapan, sebagian besar lulusan menjawab bahwa batang
pohon yang besar berasal dari sari-sari makanan yang ada ditanah. Wartawan
kembali bertanya kepada lulusan mengapa tidak ada lubang besar ditanah?. Para
lulusan tampak bingung. Jawaban tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
batang pohon itu berasal dari nitrogen yang diserap dari udara. Jawaban ini
sesungguhnya dipelajari para lulusan sains, tetapi karena bertentangan dengan
perasaannya bahwa tidak mungkin udara dapat disulap maka lulusan tidak
menjawab demikian (Rose & Nicholl, 2002).

4. Cara Mengukur Kemampuan Analisis Siswa


Pengukuran kemampuan analisis siswa dapat diketahui melalui Kata
Kerja Operasional (KKO) Taksonomi Bloom. Kata Kerja Operasional memiliki
karakteristik dapat diukur, dievaluasi, dan dibuktikan. KKO keampuan analisis
meliputi : membandingkan, mempertentangkan, memisahkan, menghubungkan,
membuat diagram, menunjukan hubungan, dan mempertanyakan (Munthe, 2009).
Kemampuan analisis diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu membedakan,
mengorganisasikan dan mengatribusikan (Anderson & Krathwohl, 2010). Contoh
tujuan pembelajaran dan asesmen masing – masing katagori dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
Kemampuan analisis dapat diukur menggunakan tes esai dengan kata
pertanyaan seperti: uraikanlah unsur-unsur, jabarkan, bedakanlah, hubungkanlah,
bandingkanlah, pertentangkanlah, tunjukan hubungan, apa motif, buatlah
skema/diagram, dan identifikasi ide utama atau tema (Munthe, 2009).
Kemampuan analisis dapat diukur dengan tes analogi menggunakan pilihan ganda
dan tes esai, tes esai lebih signifikan dalam mengukur analytical thingking siswa
(Kao, 2015).
12

Tabel 2.2. Contoh Tujuan Pembelajaran dan Asesmen Kemampuan Analisis

Katagori Contoh tujuan pembelajaran Format assesmen


dan assesmennya
Membedakan Tujuan: menentukan tahap- Soal –soal jawaban
(menentukan potongan – tahap pokok suatu fenomena singkat atau pilihan
potongan informasi yang Tugas: membaca buku ganda
penting) kemudian merinci tahap tahap
pokok terjadinya suatu
fenomena
Mengorganisasikan Tujuan: mengidentifikasi Soal –soal jawaban
(menentukan cara-cara hubungan singkat atau pilihan
untuk menata potongan- Tugas: identifikasi hubungan ganda
potongan informasi antara hipotesis, metode, data
tersebut dan kesimpulan pada sebuah
penelitian
Mengatribusikan Tujuan: menentukan sudut Deskripsi sudut
(menentuka tujuan pandang penulis materi dalam pandang, tujuan dan
dibalik informasi) topik pembelajaran pendapat penulis.
Tugas : meminta siswa
menentukan latar belakang
penulis
(Anderson & Krathwohl, 2010)

5. Hasil Kemampuan Analisis Siswa SMA Negeri Kebakkramat


Hasil belajar domain kognitif siswa SMA Negeri Kebakkramat
menunjukkan bahwa: kemampuan mengingat sebesar 66,18%, memahami sebesar
72,17%, menerapkan sebesar 58,05%, dan menganalisis sebesar 42,06%. Hasil
observasi menunjukkan kemampuan analisis siswa kurang yaitu sebesar 42,06%.
Hasil observasi menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan
dikelas menggunakan pendekatan teacher center. Pendekatan teacher center
ditunjukkan berdasarkan aspek; guru menyampaikan materi pembelajaran
kemudian siswa mencatat dibuku catatan masing-masing, siswa pasif menerima
informasi dari guru, siswa duduk diam dikursi masing-masing, dan siswa hanya
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri (Thanh, 2010) .
Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran
konvensional. Model pembelajaran konvensional artinya model yang sering
13

digunakan guru dalam pembelajaran di kelas untuk menyampaikan informasi


secara lisan. Salah satu bentuk model pembelajaran konvensional adalah ceramah
(Rosana, 2014). Berdasarkan hasi penelitian Joseph Pearce, ceramah dalam durasi
45 menit dikelas menghasilkan rata-rata kemampuan mengingat (C1) siswa
sebesar tiga persen dari keseluruhan informasi yang disampaikan (DePorter,
2013). Ceramah memiliki kelemahan yaitu tidak mendorong siswa untuk
menganalisis pengetahuan secara mendalam (Munthe, 2009). Metode ceramah
menggunakan pendekatan teacher centered learning tidak cukup untuk
mengembangkan kemampuan analisis siswa (Oguz, 2008).

6. Model Cooperative Learning Metode Everyone Is Teacher Here


Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama - sama dan saling membantu satu sama lain
dalam satu kelompok (Isjoni, 2007). Slavin (2010) mengemukakan bahwa model
cooperative learning merupakan pembelajaran dengan siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok – kelompok kecil secara kolaboratif untuk saling membantu
belajar materi akademik.
Model cooperative learning merupakan model pembelajaran aktif.
(Chatib, 2012). Pembelajaran aktif harus dikenalkan kepada siswa secara bertahap
agar siswa tidak memperlihatkan keengganan (Silberman, 2006). Hal ini yang
mendorong peneliti menggunakan model cooperative learning. Menurut (Munthe,
2009), pembelajaran aktif akan menghasilkan kompetensi/kemampuan sesuai
dengan harapan (kemampuan analisis).
Salah satu tujuan model cooperative learning ialah meningkatkan hasil
belajar (Suprijono, 2012). Hasil belajar siswa meliputi domain kognitif, afektif
dan psikomotorik. Domain kognitif tingkat tinggi meliputi kemampuan analisis
(Munthe, 2009).
Menurut Munthe (2009), proses yang cocok dalam mengembangkan
kemamapuan analisis ialah menggunakan discussion, group project, role playing,
dan laboratory. Model cooperative learning metode everyone is teacher here
didalamnya terdapat proses discussion dan role playing as a teacher. Hal ini
14

menunjukkan bahwa kemampuan analisis siswa dapat dikembangakan


menggunakan metode everyone is teacher here (Munthe, 2009). Cooperative
learning yang didalamnya terdapat partisipasi aktif siswa, dapat mengembangkan
kemampuan analisis (Rosana, 2014). Ratusan penelitian telah membuktikan
bahwa cooperative learning dapat meningkatkan hasil belajar (Slavin, 2010).
Sintak model Cooperative Learning terdiri dari enam fase, dapat dilihat dalam
tabel 2.3.

Tabel 2.3. Sintak Model Cooperative Learning

Fase -fase Prilaku Guru


Fase 1. Present goals and set Menjelaskan tujuan pembelajarn dan
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik siap belajar
mempersiapkan peserta didik
Fase 2. Present information Mempresentasikan informasi kepada
Menyajikan informasi peserta didik secara verbal
Fase 3. Organize students into Memberikan penjelasan kepada peserta
learning teams didik tenang cara pembentukan tim
Mengorganisir peserta didikbelajar dan membantu kelompok
kedalam tim-tim belajar melakukan transisi yang efisien
Fase 4. Assist team work and study Membantu tim-tim belajar selama peserta
Membantu kerja tim dan belajar didik mengerjakan tugasnya
Fase 5. Test on the materials Menguji pengetahuan peserta didik
mengevaluasi mengenai berbagai materi pembelajaran
atau kelompok – kelompok
mempersentasikan hasilnya
Fase 6. Provide recognition Mempersiapakan cara untuk mengakui
Memberikan pengakuan atau usaha dan prestasi individu maupun
penghargaan kelompok.
(Suprijono, 2012)

Sintak assist team work dan test on the materials dapat mengembangkan
kemampuan analisis siswa (Slavin, 2009). Pada sintak tersebut siswa belajar
bersama teman, berdisdiskusi dan saling mengemukakan pendapat. Kondisi ini
sesuai dengan teori elaborasi kognitif (Hertz-Lazarowitz, Kirkus, & Miller, 1995).
Salah satu cara elaborasi kognitif yang paling efektif adalah menjelaskan atau
15

mengajarkan materi kepada teman. Adanya saling ketergantungan positif antar


teman memberikan motivasi bagi setiap siswa untuk dapat mencapai hasil belajar
yang baik (Sugiyanto, 2010).
Model cooperative learning mendorong siswa mengembangakan
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar
yang terbuka (Isjoni, 2007). Pengetahuan meliputi kemampuan siswa dalam
melakukan analisis materi pembelajaran. Beberapa ahli berpendapat bahwa model
pembelajaran ini unggul dalam meningkatkan nilai akademik siswa (Silberman,
2006). Model pembelajaran ini menekankan pendekatan student centered
learning, yang terbukti dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa
(menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta) (Oguz, 2008).
Kelemahan dari model cooperative learning adalah kemungkinan
munculnya dominasi seorang siswa saat diskusi kelas, hal ini mengakibatkan
siswa lain menjadi pasif (Isjoni, 2007). Kelemahan model pembelajaran dapat
diatasi dengan metode everyone is teacher here. Metode everyone is teacher here
akan mendorong setiap siswa untuk berbicara aktif dalam diskusi kelas.
Metode everyone is teacher here memberikan kesempatan seluruh siswa
untuk berperan menjadi guru bagi siswa lainnya. Siswa diminta untuk bekerja
dalam kelompok. Setiap kelompok siswa menuliskan pertanyaan di selembar
kertas kemudian mengumpulkannya kepada guru. Guru membagikan kertas berisi
pertanyaan kepada masing-masning kelompok, pastikan siswa tidak memegang
pertanyaan dari kelompoknya. Setiap siswa dalam kelompok sukarela berdiskusi
untuk menjawab pertanyaan kemudian mempresentasikannya didepan kelas
(Suprijono, 2012). Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran everyone is a
teacher dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pelajaran biologi
(Sekarningrum, 2010). Peningkatan aktivitas belajar siswa diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan analisis siswa pula.

7. Model Guided Discovery Learning Metode Mind Maps


Model discovery learning merupakan model pembelajaran aktif
(Suprijono, 2012). Pembelajaran aktif harus dikenalkan kepada siswa secara
16

bertahap agar siswa tidak memperlihatkan keengganan (Silberman, 2006). Hal ini
yang mendorong peneliti menggunakan model discovery learning. Menurut
Munthe (2009), pembelajaran aktif akan menghasilkan kompetensi / kemampuan
sesuai dengan harapan (kemampuan analisis).
Model discovery learning lahir dari pandangan discovery peneliti.
Penemuan yang dilakukan oleh Galileo Galilei – 1661, John Dalton - 1810,
Charles Lyell- 1854, dan Gregor Mendel – 1866 (Lawson, 2003). Didalamnya
terdapat tahap merumuskan masalah dan membuat hipotesis (hypothetico-
predictive reasoning) seperti apa yang dilakuakan peneliti. Sintaks discovery
learning menurut Veermans (2003) terdapat lima fase dapat dilihat pada tabel 2.4:

Tabel 2.4. Sintak Model Discovery Learning:

Fase - Fase Keterangan


Fase 1. Pendidik memberi pengantar untuk membangun konsep
Orientation peserta didik melalui membaca referensi, observasi
lingukungan, sehingga muncul permasalahan. Pendidik
menyampaikan pertanyaan dan persoalan untuk diidentifikasi
peserta didik
Fase 2. Pendidik membimbing peserta didik menyusun hipotesis
Hypothesis berdasarkan informasi yang diperoleh sesuai pengetahuan
generation awal. Peserta didik mengidentifikasi permasalahan untuk
dipecahkan melalui jawaban sementara atau hipotesis
Fase 3. Peserta didik menguji hipotesis dengan merancang
Hypothesis eksperimen, mengamati objek, mengumpulkan data,
testing menganalisis, dan menginterpretasikan hasil. Pengumpulan
data untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan dan
membuktikan kebenaran hipotesis
Fase 4. Hasil pengolahan data menunjukkan kesesuaian hasil
Conclusion eksperimen dengan hipotesis, dan membuat kesimpulan.
Hipotesis menjadi salah satu jawaban permasalahan atau
direvisi sesuai dengan hasil eksperimen
Fase 5. Regulasi adalah proses mengelola hasil melalui proses belajar
Regulation penemuan dan mengevaluasi kesimpulan yang telah dibuat
(Veermans, 2003)
17

Pada sintak tersebut siswa dituntut untuk menggunakan seluruh indra


yang dimiliki, pikiran, dan hati yang siap untuk menemukan pengetahuan.
Keterlibatan siswa secara langsung dalam membangun pengetahuannya sendiri
mendorong meningkatnya kemampuan analisis siswa (Rose & Nicholl, 2002).
Model discovery learning sesuai dengan fungsi otak, psikologi dasar
manusia, dan tiga prinsip alam yang ditemukan oleh fisikawan dan ahli biologi
modern, hal ini yang menyebabkan discovery learning membuka jalan bagi siswa
untuk meningkatkan hasil belajar kognitif (Johnson, 2014). Salah satu hasil
belajar kognitif adalah siswa memiliki kemampuan analisis yang baik.
Menurut (Munthe, 2009), proses yang cocok dalam mengembangkan
kemamapuan analisis ialah menggunakan discussion, group project, role playing,
dan laboratory. Model discovery learning didalamnya terdapat proses group
project dan laboratory. Model discovery learning terbukti dapat meningkatkan
kemampuan analisis siswa lebih baik dibandingkan dengan model konvensional
(Sulastri, 2014) (Ulumi, 2014) .
Model Guided Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan
kognitif siswa lebih baik dibandingkan dengan model Discovery Learning
(Alfieri, Brooks, Aldrich, & Tenenbaum, 2011). Menurut Mayer (2004), guided
discovery learning lebih efektif dalam membantu siswa belajar dari pada pure
discovery learning. Model ini memiliki kelemahan yaitu menimbulkan asumsi
bahwa siswa dan guru yang terbiasa dengan cara belajar yang lama akan
menghadapi kesulitan- kesulitan (Kemdikbud, 2013). Kelemahan ini dapat diatasi
dengan metode mind maps (Buzan, 2005). Metode ini terbukti dapat
meningkatkan hasil belajar siswa (Kiong, Yunos, Mohammad, Othman, Heong, &
Mohamad, 2012).
Metode mind maps merupakan salah satu kegiatan siswa dalam
mencacat. Mencatat yang efektif adalah salah satu kemampuan penting yang harus
dimiliki siswa, hal ini sering berarti perbedaan mendapatkan nilai tinggi dan nilai
rendah dalam ujian (DePorter, 2013). Alasan utama untuk mencatat adalah dapat
meningkatkan daya ingat siswa terhadap hal-hal yang disimpannya dalam memori
otak.
18

Metode mind maps dapat mengembangkan pengetahuan siswa


(Suprijono, 2012). Mind maps merupakan konsep-konsep penting pemikiran siswa
yang dihubungkan dengan garis-garis. Garis-garis merupakan penghubung antar
konsep dan harus memiliki keterangan. Siswa secara sukarela mempresentasikan
mind maps kemudian guru mengevaluasi (Suprijono, 2012).
19

B. Kerangka Pemikiran

FAKTA: IDEAL :

1. Model Pembelajaran 1. Model Pembelajaran Aktif


Konvensional 2. Metode Pembelajaran Aktif
2. Metode Pembelajaran 3. Kemampuan analisis siswa
Konvensional tinggi
3. Kemampuan analisis siswa
rendah

Model & Metode Pembelajaran Aktif


(Chatib, 2012)

Model pembelajaran aktif harus


diperkenalkan kepada siswa secara
bertahap, hal ini untuk menghindari
keenggan siswa dalam kegiatan
pembelajraan (Silberman, 2006)

Model Cooperative Learning Model Discovery Learning Metode


Metode Everyone is Teacher Here Mind Maps
Menurut (Munthe, 2009), proses Menurut (Munthe, 2009), proses yang
yang cocok dalam mengembangkan cocok dalam mengembangkan
kemampuan analisis ialah kemampuan analisis ialah
menggunakan discussion, group menggunakan discussion, group
project, role playing, dan laboratory. project, role playing, dan laboratory.
Model cooperative learning metode Model discovery learning metode
everyone is teacher here didalamnya mind maps didalamnya terdapat
terdapat proses discussion dan role proses group project dan laboratory.
playing as a teacher. Model ini dapat Model ini dapat meningkatkan
meningkatkan kemampuan analisis kemampuan analisis (Johnson, 2014);
(Oguz, 2008); (Rosana, 2014); (Alfieri, Brooks, Aldrich, &
(Slavin, 2010); (Isjoni, 2007); Tenenbaum, 2011); (Buzan, 2005);
(Silberman, 2006); (Suprijono, 2012). (DePorter, 2013).

Kemampuan analisis siswa Kemampuan analisis siswa

Perbedaan kemampuan analisis


dibandingkan

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai