Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia
Alamat korespondensi: ISSN 2252-6781
Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: rpristir@gmail.com
140
Pristi Rahayu dan Eram Tunggul Pawenang/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
PENDAHULUAN
141
Pristi Rahayu dan Eram Tunggul Pawenang/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
PT. Sinar Pantja Djaja merupakan Djaja Semarang, Tujuan penelitian ini
salah pabrik benang yang keseluruhan adalah untuk mengetahui dan menganalisis
proses produksinya dilakukan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan
bantuan mesin, diantaranya mesin Blowing, Gangguan Pendengaran pada pekerja yang
Carding, Drawing, Flyer, Ring Spinning, terpapar bising di unit spinning I PT. Sinar
Winding. Perusahaan ini memiliki lima Pantja Djaja Semarang.
unit spinning, salah satunya adalah Unit
spinning 1. Unit ini merupakan unit yang METODE
pertama kali didirikan dan paling lama
beroperasi. Mesin-mesin yang digunakan Jenis penelitian yang digunakan
pada unit ini juga terhitung cukup tua adalah penelitian observasional analitik,
buatan tahun 1988 dengan kapasitas 3600 dengan rancangan penelitian yang
spindle. Unit ini memproduksi benang digunakan adalah cross sectional. Populasi
polyster. pada penelitian ini adalah seluruh
Menurut hasi penyebaran kuesioner karyawan unit spinning 1, shift 2 sejumlah
terdapat keluhan subjektif pada pekerja PT. 75 orang. Teknik pengambilan sampel
Sinar Pantja Djaja berupa sebanyak 26 yang digunakan dalam penelitian ini adalah
responden (52%) dari 50 responden simple random sampling, didapat 43
mengaku telinganya sering berdengung. 18 sampel. Setelah itu dilakukan proportional
responden (36%) mengaku merasa sering sampling pada penentuan jumlah sampel
pusing, 30 responden (60%) mengaku sering tiap kelompok penempatan kerja. Teknik
diprotes orang lain karena volume suara TV pengambilan data yang digunakan adalah
atau radio terlalu keras, 7 responden (14%) pembagian kuesioner, pengukuran
mengaku merasa nyeri pada satu atau intensitas kebisngan menggunakan sound
kedua telinga, dan 19 responden (38%) level meter, dan pengukukuran audiometri
mengaku lawan bicaranya harus berteriak menggunakan audiometer. Analisis data
saat harus berkomunikasi. dilakukan secara univariat dan bivariat
Berdasarkan latar belakang yang telah dengan uji chi square (α=0,05).
dipaparkan, masalah yang dapat dikaji
adalah apa saja faktor-faktor yang HASIL DAN PEMBAHASAN
berhubungan dengan Gangguan
Pendengaran pada pekerja yang terpapar Analisis Univariat
bising di unit spinning I PT. Sinar Pantja
142
Pristi Rahayu dan Eram Tunggul Pawenang/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
3. Penempatan Kerja
Blowing-carding 7 15,91
44 100
Winding 12 27,27
Drawing-flyer 7 15,91
Ring spinning 18 40,91
4. Intensitas Bising
Tidak sesuai NAB 37 84,09
44 100
Sesuai NAB 7 15,91
5. Masa Kerja
Beresiko (>5 tahun) 34 77,3
44 100
Tidak Beresiko (≤5 tahun) 10 22,7
143
Pristi Rahayu dan Eram Tunggul Pawenang/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
Dari tabel 2 dan tabel 3 dapat dengan gangguan pendengaran dengan nilai
diketahui hasil analisis faktor yang p value 0,001 (<0,05) pada telinga kanan
berhubungan dengan gangguan dan diperoleh p value 0,003 (<0,05) pada
pendengaran adalah faktor usia, telinga kiri.
penempatan kerja, intensitas bising dan Hal ini sejalan dengan penelitian yang
masa kerja, sedangkan faktor pemakaian dilakukan oleh Amira Primadona (2012)
APT terbukti tidak berhubungan dengan tentang Analisis Faktor Resiko yang
gangguan pendengaran. Berhubungan dengan Penurunan
Hasil analisis bivariat menunjukan Pendengaran pada Pekerja di PT.
bahwa terdapat hubungan antara faktor usia Pertamina Geothermal Energy Area
144
Pristi Rahayu dan Eram Tunggul Pawenang/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
Kamojang Tahun 2012 menunjukkan satu yang menjadi penyebab tidak adanya
bahwa variabel yang memiliki hubungan hubungan antara gangguan pendengaran
yang bermakna dengan kejadian gangguan dengan penggunaan APT pada penelitian
pendengaran adalah variabel usia pekerja. ini antara lain adalah karena perusahaan
Hasil penelitian ini juga sesuai baru menyediakan APT berupa earplug
dengan pernyataan Djojodibroto (1999) bagi para pekerjanya tahun 2013. Sebelum
yang menyebutkan bahwa mulai dari usia dibagikan earplug, pekerja juga tidak
40 tahun terjadi kenaikan ambang dengar pernah menggunakan alat sumbat telinga
sebesar 0,5 dB tiap tahunnya yang lain ataupun menyumbat telinganya dengan
disebabkan oleh degenarasi pada organ kapas.
telinga (presbikusis). APT yang disediakan oleh
Degenarasi pada organ telinga luar perusahaan yaitu jenis premolded dengan
yaitu berkurangnya elastisitas jaringan daun tiga flens umumnya memiliki daya reduksi
telinga dan liang telinga dikarenakan (NRR) sebesar 25-27 dB. Bila dilihat dari
kelenjar-kelenjar sebasea dan seruminosa intensitas kebisingan yang terjadi di unit
mengalami gangguan fungsi sehingga spinning 1 yang paling tinggi adalah 96,67
produksinya berkurang, selain itu juga dB maka APT yang disediakan sudah
terjadi penyusutan jaringan lemak yang efektif dalam mereduksi bising yang masuk
harusnya berperan sebagai bantalan pekerja menjadi dibawah 85 dB untuk jam
disekitar liang telinga. Pada bagian telinga kerja 8 jam perhari. Namun pada kenyataan
tengah perubahan yang terjadi yaitu di lapangan masih banyak pekerja yang
membran timpani menipis dan menjadi belum menggunakan APT selama bekerja
lebih kaku, arthritis sendi pada persendian karena mereka merasa tidak nyaman. Oleh
antar tulang-tulang pendengaran, atrofi dan karena itu perusahaan sebaiknya mengganti
degenarasi serabut-serabut otot model APT yang disediakan, misalnya
pendengaran, proses penulangan dan mengganti APT dengan jenis formable
pengkapuran pada tulang rawan disekitar earplug (foam earplug) agar pekerja dapat
Tuba Eustachius. Pada telinga bagian dengan nyaman menggunakan earplug
dalam, proses degenarasi yang terjadi pada selama bekerja.
sel-sel rambut luar di bagian basal koklea Hasil analisis bivariat menunjukan
sangat besar pengaruhnya pada penurunan bahwa terdapat hubungan antara faktor
ambang pendengaran (Bashiruddin, 2007). penempatan kerja dengan gangguan
Oleh karena itu untuk mencegah pendengaran dengan nilai p value 0,036
terjadinya gangguan pendengaran (<0,05) pada telinga kanan dan telinga kiri.
sebaiknya pekerja yang telah berumur ≥40 Penempatan kerja yang diatur perusahaan
tahun tidak ditempatkan di bagian yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja
intensitas bisingnya di atas NAB atau pekerja tersebut.
dilakukan rotasi kerja secara berkala. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Hasil analisis bivariat menunjukan yang dilakukan oleh Paul AT Kawatu, Joy
bahwa tidak terdapat hubungan antara AM dan Yosua (2012) tentang Perbedaan
faktor penggunaan APT dengan gangguan Nilai Ambang Dengar Antara Tenaga Kerja
pendengaran dengan nilai p value 0,282 Ground Handling Dengan Pegawai
(>0,05) pada telinga kanan dan diperoleh p Administrasi Di Bandar Udara Sam
value 0,722 (>0,05) pada telinga kiri. Salah Ratulangi Manado menunjukkan adanya
145
Pristi Rahayu dan Eram Tunggul Pawenang/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
146
Pristi Rahayu dan Eram Tunggul Pawenang/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
Adanya hubungan antara masa kerja M.Si, Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan
dan gangguan pendengaran dikarenakan Masyarakat Irwan Budiono, S.KM.,
telinga terpapar kebisingan maka mula- M.Kes, dosen pembimbing Eram Tunggul
mula telinga akan merasa terganggu dengan Pawenang, S.KM., M.Kes. serta seluruh
kebisingan tersebut. Terjadi kenaikan responden bidan desa yang terlibat dalam
ambang pendengaran sementara yang akan penelitian ini.
kembali seperti semua (Temporary
Threshold Shift). Tetapi lama-kelamaan DAFTAR PUSTAKA
telinga tidak lagi merasa terganggu karena
suara tidak terasa begitu bising seperti awal Ardaniswari, 2013, Analisis Intensitas Kebisingan
Terhadap Perubahan Nilai Ambang Dengar
pemaparan. Saat itu sudah terjadi kenaikan
Pekerja Sebelum dan Setelah Terpapar
nilai ambang dengar yang merupakan Kebisngan di Unit Ring Frame, Spinning 5
akumulasi sisa ketulian dari TTS yang PT APAC INTI CORPORA Bawen-
kemudian berubah sifat menjadi permanen. Semarang, Laporan Penelitian, Universitas
Diponegoro.
SIMPULAN
Bashirudin, J, 2009. Program Konservasi
Pendengaran pada pekerja yang Terpajan
Berdasarkan hasil penelitian dan Bising Indstri, Majalah kedokteran Indonesia,
pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa Volume:59, No 1, Januari 2009, hlm. 14-19.
ada hubungan antara faktor (usia dengan
---------------, 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
p=0,001 telinga kanan dan p=0,003 telinga Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, Jakarta,
kiri; penempatan kerja dengan p=0,036 Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
pada kedua telinga; intensitas kebisingan Universitas Indonesia.
dengan p=0,036 pada kedua telinga; masa
Djojodibroto, Darmanto, 1999, Kesehatan Kerja di
kerja dengan p=0,001 pada kedua telinga
Perusahaan, Jakarta, Gramedia Pustaka
terhadap kejadian gangguan pendengaran Utama.
pada pekerja yang terpapar bising di unit
spinning I PT. Sinar Pantja Djaja Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor
Semarang. Tidak ada hubungan antara
PER.13/MEN/X/2011, Nilai Ambang Batas
penggunaan APT dengan p=0,282 pada Faktor Fisika dan Faktor Kimia di
telinga kanan dan p=0,722 pada telinga Lingkungan Kerja, Jakarta, Departemen
kiri terhadap kejadian gangguan Litbang.
pendengaran pada pekerja yang terpapar
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
bising di unit spinning I PT. Sinar Pantja
Nomor 879/Menkea//SK/XI/2006,
Djaja Semarang. Rencana Strategi Nasional Penanggulangan
Gangguan Pendengaran dan Ketulian Untuk
UCAPAN TERIMA KASIH Mencapai Sound Hearing 2030, Jakarta,
Departemen Litbang.
147
Pristi Rahayu dan Eram Tunggul Pawenang/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
148