Anda di halaman 1dari 5

TEORI DASAR

Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian obat ke


sistem sirkulasi. Proses absorbsi menjadi dasar penting dalam menentukan
aktivitas farmakologis obat. Kegagalan absorbsi suatu obat dapat mempengaruhi
efek obat. Absorbsi obat bergantung pada cara pemberiannya, yaitu saluran cerna
(mulut hingga rektum), kulit, otot, paru, dan lain-lain (Gunawan, 2009). Untuk
dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ tubuh, obat harus melewati
membran sel. Umumnya, membran sel memiliki struktur lipoprotein yang akan
bekerja sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel and Yu, 1988). Sebelum
obat terabsorbsi, obat terlarut terlebih dahulu di dalam cairan biologis (Joenoes,
2002). Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan obat adalah:
1) aliran darah ke tempat absorbsi, 2) total luas permukaan yang tersedia sebagai
tempat absorbsi, 3) waktu kontak permukaan absorbsi (Gunawan, 2009).

Absorbsi perkutan merupakan proses masuknya obat ke dalam stratum


corneum (lapisan tanduk) sebagai membran pembatas. Absorbsi perkutan diawali
dengan lepasnya zat aktif dari pembawa untuk diabsorbsi di atas pemukaan
stratum corneum kemudian berdifusi ke dalam lapisan bawah kulit (Troy, 2006).
Secara garis besar, kulit terdiri dari tiga lapis, yaitu epidermis, dermis, dan
hypodermis. Epidermis tersusun dari beberapa lapisan, yaitu stratum corneum
sebagai lapisan luar, di bawahnya meliputi stratum lucidum, stratum granulosum,
stratum spinosum dan stratum germinativum (Donnelly et al., 2012).

Stratum corneum merupakan lapisan barrier utama yang tersusun dari 25 –


30 lapis sel yang telah mati. Stratum corneum terdiri dari lipid (fosfolipid,
glikolipid, kolesterol sulfat, dan protein) (Kumar et al., 2011). Tebal lapisan
stratum corneum pada manusia antara 10 – 50 ìm dan pada hairless mouse antara
10 – 40 ìm (Higuchi et al., 1985). Lapisan di bawah stratum corneum adalah
stratum lucidum (lapisan bening) yang dianggap sebagai penyambung antara
stratum corneum dengan stratum granulosum. Lapisan ini terdiri dari protoplasma
sel-sel jernih yang kecil, tipis, dan bersifat transluen sehingga tembus cahaya.
Stratum granulosum terdiri dari 1 – 4 lapis sel yang tersusun oleh sel keratinosit
berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir dalam protoplasma, berperan
sebagai daerah transisi antara stratum spinosum. Stratum spinosum disebut juga
lapisan malphigi yang terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan
perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Sel- sel pada
lapisan ini berperan dalam peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan
pengantaran butir-butir melanin. Lapisan terbawah epidermis tersusun atas satu
baris sel torak (silinder) yang tegak lurus terhadap permukaan dermis yang
disebut dengan stratum germinativum. Alas sel-sel torak berbentuk gerigi dan
bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis merupakan strutur
halus yang berfungsi sebagai pembatas antara epidermis dan dermis (Grassi, et al.,
2007).

Kulit merupakan perintang yang efektif terhadap penetrasi perkutan obat.


Penetrasi perkutan dapat terjadi dengan dua cara : 1) Rute transdermal, yaitu
difusi obat menembus stratum corneum, 2) Rute transfolikuler, yaitu difusi obat
melewati pori kelenjar keringat dan sebum. Absorbsi perkutan bervariasi
tergantung pada daerah dan kerusakan kulit, serta usia dan perbedaan spesies.
Syarat suatu obat dapat diabsorbsi melalui adalah dapat melintasi lapisan-lapisan
kulit dan mencapai kapiler pembuluh darah. Stratum corneum merupakan sawar
utama yang bersifat impermeabel terhadap molekul-molekul hidrofilik dan sangat
permeabel terhadap molekul-molekul lipofolik. Sifat barrier dari lapisan kulit ini
menyebabkan tidak efektifnya penetrasi molekul ionik dan senyawa yang sangat
polar. Hal ini menjadi hambatan utama pada sistem penghantaran obat
transdermal (Walter, 2002).

ALAT DAN BAHAN

Alat

1. Alas bedah
2. Benang
3. Kapas
4. Koran
5. Lakban hitam
6. Lidi
7. Pot salep plastik
8. Set alat bedah
9. Silet
10. Toples kaca

Bahan

1. Infus NaCl 0,9%

Gambar Alat

Benang Kapas

Koran Lakban Hitam Lidi


Pot Salep Set Alat Bedah Silet

Toples Kaca

Ban tikus masuk bahan ga ya?

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta :


Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI

Joenoes, Z.N. 2002. Ars Prescribendi Jilid 3. Surabaya : Airlangga University


Press
Shargel, L and Andrew, B.C Yu. 2016. Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics 7th Edition. New York: McGraw-Hill Education

Donnelly, Singh, Morrow, Woolfson. 2012. Microneedle-mediated Transdermal


and Intradermal Drug Delivery, 1st Ed., 1 – 5. USA : Wiley & Son, Ltd

Walters, Kenneth A. 2002. Dermatological and Transdermal Formulation. New


York : Marcel Dekker Inc

Grassi, Mario et al. 2007. Understanding Drug Realese and Absorption


Mechanism. London : Taylor & Francis Group

Troy. 2006. Remington’s The Science and Practice of Pharmacy. Baltimore


Maryland : Lippincott Williams & Walkins

Kumar, Jain, Prajapati. 2011. Chemical Penetration Enhancer DMSO on In Vitro


Skin Permeation of Acyclovir Transdermal Microencalsulation Formulation.
Int. J. Drug Deliv, Vol. 3, pp : 83 - 94

Higuchi, Fox, Knutson, Anderson, Flynn. 1985. The Dermal Barrier to Local and
Systemic Drug Delivery . Humana : New Jersey

Anda mungkin juga menyukai