Online :http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk
___________________________________________________________________________________________________________
Abstrak: Sub DAS Garang hulu yang terletak di bagian atas Kota Semarang tepatnya pada Kecamatan
Gunungpati pada saat ini telah mengalami gangguan, berupa alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan
permukiman yang tidak memperhatikan syarat-syarat konservasi tanah dan air yang mana secara hidrologis
merupakan daerah resapan untuk wilayah kota Semarang. Pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan kaidah-
kaidah konservasi tanah dan air di Kecamatan Gunungpati berpotensi menyebabkan terjadinya degradasi lahan
yang pada akhirnya akan menimbulkan lahan kritis. Hal ini dapat dilihat dari dampak lanjutan dari adanya
lahan kritis yaitu permasalahan banjir di daerah Semarang bawah. Menururt Soedarjanto dan Syaiful (2003)
lahan kritis adalah lahan/tanah yang saat ini tidak produktif karena pengelolaan dan penggunaan tanah yang
tidak/kurang memperhatikan syarat-syarat konservasi tanah dan air sehingga menimbulkan erosi, kerusakan-
kerusakan kimia, fisik, tata air dan lingkungannya. Berangkat dari permasalahan diatas maka dilakukan sebuah
penelitian tentang perubahan tingkat kekritisan lahan di Kecamatan Gunungpati Semarang yang merupakan
bagian dari Sub Das Garang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan di Kecamatan
Gunungpati Kota Semarang selama kurun waktu 5 tahun yaitu tahun 2006 dan 2010. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode overlay,skoring serta pembobotan. Tingkat kekritisan lahan di Kecamatan
Gunungpati dibedakan menjadi 5 (lima) kategori yaitu, lahan dengan kondisi sangat kritis, kritis, agak kritis,
potensial kritis dan lahan tidak kritis. Hasil analsis menjelaskan bahwa peningkatan kekritisan lahan di
Kecamatan Gunungpati lebih didominasi pada perubahan lahan tidak kritis menjadi lahan potensial kritis seluas
249,94 hektar dengan wilayah terluas terdapat di Kelurahan Kalisegoro 67,14 hektar dan di Kelurahan
Sumurrejo seluas 31,34 hektar. Dari perubahan-perubahan tingkat kekritisan lahan di Kecamatan Gunungpati
selama kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2006-2010 diperoleh suatu fenomena dimana kerapatan
tajuk/vegetasi sangat berperan besar dalam kekritisan suatu lahan pada fungsi kawasan lindung dan penyangga,
sedangkan tingkat produktivitas lahan dan manajemen lahan berpengaruh besar pada kawasan budidaya.
Kecamatan Gunungpati yang pada dasarnya merupakan daerah tangkapan air untuk Kota Semarang yang saat ini
telah mengalami gangguan pada kondisi lahannya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh masyrakat di
Kecamatan Gunungpati untuk meminimalisir peningkatan kekritisan lahan yang terjadi yaitu dengan
memberdayakan lahan- lahan tidur (tegalan, tanah kosong) sesuai aturan konservasi tanah. Pemberdayaan lahan
tidur ini nantinya mampu meningkatkan nilai lahan itu sendiri baik terutama dari segi produktivitas.
Kata Kunci : Sistem Informasi Geografi (SIG), Lahan kritis, Tingkat kekritisan lahan, Overlay.
Abstract: Garang sub watershed which located on the top of the Semarang City precisely at Gunungpati Subdistrict
currently have experienced disturbances, such as forest land conversion to agriculture and settlements that ignore the
terms of the conservation of soil and water in the hydrological catchment areas for Semarang City. Land use does not
pay attention to the rules of soil and water conservation in the Gunungpati Subdistrict potentially lead to land
degradation that will eventually lead to critical land. It can be seen from the continuing impact of the critical areas
that flooding problems in the area of Semarang below.According Soedarjanto and Syaiful (2003) critical land is a
tenure/land that is currently unproductive because the management and use of land that is not/less attention to the
terms of the conservation of soil and water, causing erosion, physical damage, chemical, water system and its
environment. From the above problems, therefore a study of changes in the critical level of land was conducted in the
Gunungpati Subdistrict of Semarang City which is part of the Sub Watersheds Garang. This study aims to
determine the critical level of land in the Gunungpati Subdistrict of Semarang city over a period of 5 years from 2006
and 2010. The methods used in this study are the overlay method, scoring and weighting. The critical level of land
Gunungpati Subdistrict divided into 5 (five) categories, namely, the land with the condition very critical, critical,
medium critical, potential critical and non-critical area. The results of this analysis has explained that the increased of
critical land in Gunungpati Subdistrict was dominated on the change of non-critical area to potential critical area
around 249.94 hectares with the largest area is on Kalisegoro Village of 67.14 acres and in the Sumurrejo Village
area of 31.34 hectares. Changes in the critical level of land in Gunungpati Subdistrict for 5 years period from 2006-
2010, earned a phenomenon in which the density of the canopy/vegetation have a role in the critical land in protected
areas and buffer function, while the land productivity and land management have great impact on the cultivated area.
Gunungpati Subdistrict basically a water catchment area for Semarang City, has been experiencing interference on
land condition. There is one of way that can be done by the community in Gunungpati Subdistrict to minimize the
increase in the occurring of critical land which is to empower idle land (moor, wasteland) in accordance with the rules
of conservation land. Empowering these idle lands will be able to increase the value of the land itself, well especially in
terms of productivity.
Keywords : Geographic Information Systems (GIS), Critical land, The Critical Level of Land, Overlay.
Kota Semarang selama kurun waktu 5 tahun berkurang terkait dengan perluasan atau
yaitu tahun 2006 dan 2010. penyempitan daratan bumi.
Lahan kritis menurut Soedarjanto dan
Syaiful (2003), adalah lahan/tanah yang saat
ini tidak produktif karena pengelolaan dan
penggunaan tanah yang tidak/kurang
memperhatikan syarat-syarat konservasi
tanah dan air sehingga menimbulkan erosi,
kerusakan- kerusakan kimia, fisik, tata air dan
lingkungannya. Selanjutnya menurut
Rukmana (1995) Lahan kritis adalah lahan
yang keadaan fisik, kimia, dan biologi
tanahnya tidak atau kurang produktif, akibat
telah kehilangan lapisan tanah bagian atas
(topsoil) yang subur karena pengaruh erosi.
Data spasial lahan kritis diperoleh dari hasil
analisis terhadap beberapa data spasial yang
merupakan parameter penentu kekritisan
lahan. Parameter penyebab kekritisan lahan
berdasarkan SK Dirjen. RRL No.
041/Kpts/V/1998 meliputi :
Gambar 1
a. Kondisi Tutupan Vegetasi
Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Gunungpati Vegetasi mempunyai pengaruh yang
bersifat melawan terhadap pengaruh faktor-
faktor lain yang erosive seperti hujan,
KAJIAN LITERATUR
topografi dan karakteristik tanah (Suripin,
Land atau lahan rnenunut FAO (dalam
2002: 56). Morgan (1986, dalam Suripin,
Arsyad, 2008: xix) diartikan sebagai
2002: 102) mengemukakan bahwa efektifitas
lingkungan fisik bagian daratan di permukaan
tanaman penutup dalam mengurangi erosi
bumi yang terdiri data iklim, relief, tanah
dan aliran permukaan dipengaruhi oleh tinggi
(soil), air dan vegetasi serta segala benda yang
tanaman dan kontinuitas dedaunan sebagai
ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya
kanopi, kerapatan tanaman, dan kerapatan
terhadap potensi penggunaan lahan tersebut.
sistem perakaran.
Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan
manusia di masa lalu dan sekarang seperti b. Kemiringan Lereng/Topografi
hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi, Kemiringan dan panjang lereng adalah
dan hasil yang merugikan seperti salinisasi. dua faktor yang menentukan karakteristik dan
Dengan demikian maka istilah lahan (land) topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua
ekuivalen atau sama dengan makna tanah faktor tersebut penting untuk terjadinya erosi
yaitu ruang atau tempat manusia melakukan karena faktor-faktor tersebut menentukan
segala aktivitasrnya. Dalam perspektif ini, besarnya kecepatan dan volume air larian
lahan selalu dipandang dalam perspektif (Asdak, 2007: 352).
spasial, sehingga selalu memiliki ukuran luas.
Sebagai unit spasial, lahan merupakan bentuk c. Tingkat Bahaya Erosi
fisik yang tidak akan hilang walaupun Erosi tanah adalah suatu proses atau
sebagian dari materinya diambil atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah
dikurangi. Luas lahan secara spasial atas, baik disebabkan oleh pergerakan air
maupun angin. Proses erosi ini dapat Analisis spasial adalah suatu teknik atau
menyebabkan berkurangnya produktivitas proses yang melibatkan sejumlah hitungan
tanah, daya dukung tanah untuk produksi dan evaluasi logika (matematis) yang
pertanian dan kualitas lingkungan hidup dilakukan dalam rangka mencari atau
(Suripin, 2002:11). menemukan (potensi) hubungan (relationship)
atau pola-pola yang (mungkin) terdapat di
d. Kondisi Pengelolaan (Manajemen) antara unsur-unsur geografis (yang
Lahan
terkandung dalam data digital dengan batas-
Kegiatan tata guna lahan yang bersifat
batas wilayah studi).
mengubah bentang lahan dalam suatu DAS
Analisis spasial ini bisa menjadi sangat
seringkali mempengaruhi hasil air/wateryield.
kompleks terutama pada kasus overlay
Terjadinya perubahan tataguna lahan dan
terhadap layer-layer vektor. Overlay adalah
jenis vegetasi, dalam skala besar dan bersifat
analisis spasisl esensial yang
permanen dapat mempengaruhi besar
mengkombinasikan dua layer atau tematik
kecilnya hasil air (Asdak, 2007: 429). Sehingga
yang menjadi masukannya. Menurut format
pengelolaan yang ditinjau adalah dari segi
datanya analisis ini terbagi menjadi dua yaitu;
pengelolaan vegetasi dan aliran air.
METODE PENELITIAN
e. Produktivitas Lahan
Pendekatan yang digunakan dalam
Produktivitas lahan adalah rasio
menentukan tingkat kekritisan lahan di
terhadap produksi komoditi umum optimal
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang
pada pengelolaann tradisional. Adapun jenis-
adalah pendekatan spasial. Pendekatan spasial
jenis komoditi umum adalah seperti Alpukat,
digunakan untuk melihat objek penelitian
Jagung, Jahe, Jeruk, Kacang tanah, Padi,
secara keruangan. Dalam hal ini perubahan
Pisang, Rambutan, Durian, Ubi kayu,
tingkat kekritisan lahan selama kurun waktu
Mangga, dan beberapa jenis lainnya.
tertentu ( tahun 2006-tahun 2010)
Pendekatan yang digunakan untuk
Metode kuantitatif merupakan
mengetahui tingkat produktivitas suatu lahan
pendekatan yang digunakan dalam menjawab
adalah dengan sebuah model sebagai berikut
masalah (Sugiyono, 2008: 16). Metode ini
(Danoedoro dalam Tambunan 2002: 47)
sebagai metode ilmiah yaitu konkrit/empiris,
obyektif, terukur, rasional, dan sistematis.
Y = LP x Pv…………………….... .1
Metode ini menggunakan data-data penelitian
Dimana:
Y : besarnya produksi dalam setahun berupa angka-angka (Sugiyono, 2008: 7).
(Ton/Ha/Thn)
LP : Luas panen pada basis tahunan (Ha) Analisis Fungsi Kawasan
Pv : Produktivitas (Ton/Ha/thn) Tahap pertama dalam
mengklasikafikan lahan kritis di wilayah
Dari persamaan diatas maka secara adalah mengidentifikasi fungsi kawasan lahan
matematis untuk memperoleh data DAS tersebut. Mengacu pada SK Menteri
Produktivitas maka digunakan persamaan Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan
berikut: No.683/Kpts/Um/8/1981, terdapat tiga
Pv = Y/LP…………...................… ...2 faktor yang dinilai sebagai penentu fungsi
lahan yaitu kelerengan lahan, Jenis tanah
Berdasarkan lima faktor diatas, maka menurut kepekaan terhadap erosi dan
untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan Intensitas hujan harian rata-rata. Metode
pada masing-masing tahun digunakan teknik analisis yang digunakan dalam penentuan
overlay pada analisis spasial. fungsi kawasan adalah skoring dan overlay.
Sumber : Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial Nomor :
Sk.167/V-SET/2004
Gambar 2
batas kawasan, pengamanan dan pengawasan
Teknik Analisis Skoring dan Overlay untuk Kawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan.
Lindung
hektar yang terdapat di seluruh kelurahan di di Kelurahan Ponganagan seluas 0,72 hektar,
Kecamatan Gunungpati. Kelurahan Sumurrejo seluas 0,53 hektar dan
di Kelurahan Sekaran seluas 0,29 hektar.
Berikut presentase tingkat kekritisan lahan di
Kecamatan Gunungpati tahun 2006;
Gambar 6
Fungsi Kawasan di Kecamatan Gunungpati
Gambar 8
Kekritisan Lahan Kec.Gunungpati 2006
Gambar 7
Peta Fungsi Kawasan Kecamatan Gunungpati
Lahan Kritis
Lahan kritis di kecamatan
Gunungpati pada tahun 2006 didominasi
oleh lahan potensial kritis dengan
perbandingan bahwa 19% merupakan lahan Gambar 9
Peta Kekritisan Lahan Kec.Gunungpati 2006
terbangun. Seluas 38% dari luas wilayah
merupakan wilayah potensial kritis yang Lahan Kritis di Kecamatan
terdapat di seluruh kelurahan. Seluas 21% Gunungpati Pada Tahun 2010 didominasi
dari luas wilayah kecamatan merupakan lahan oleh lahan potensial kritis dengan
dengan kondisi agak kritis. Kondisi lahan perbandingan tidak terdapat adanya lahan
tidak kritis seluas 20% dari luas wilayah yang sangat kritis. Lahan yang sangat kritis
kecamatan. Sedangkan kondisi lahan sangat pada tahun ini adalah 0% dari luas
kritis hanya terdapat di 3 kelurahan saja, yaitu Kecamatan. Namun, lahan sangat kritis
Gambar 13
Perubahan Tingkat Kekritisan Lahan di Kecamatan
Gunungpati Menurut Fungsi Kawasan Tahun 2006 – 2010
Tabel 3
Perubahan Kekritisan Lahan (Ha) di Kecamatan
Gunungpati 2006-2010
Gambar 12
Presentase Perubahan Tingkat Kekritisan Lahan di
Kecamatan Gunungpati Tahun 2006 – 2010
Sumber : Analisis Penyusun, 2012
Pada kawasan lindung Kecamatan
Gunungpati, lahan sangat kritis mengalami
peningkatan yang sedikitnya 0,13 hektar dan Peningkatan kekritisan lahan di
menurun pada fungsi kawasan penyangga. Kecamatan Gunungpati lebih didominasi
Kondisi lahan kritis pada fungsi lindung pada perubahan lahan tidak kritis menjadi
mengalami peningkatan jumlah luasan lahan potensial kritis (ED) seluas 249,94
sedikitnya 3,47 hektar dan sedikitnya 0,89 hektar dengan wilayah terluas terdapat di
hektar di kawasan budidaya, namun pada Kelurahan Kalisegoro 67,14 hektar dan di
kawasan penyangga di wilayah kecamatan Kelurahan Sumurrejo seluas 31,34 hektar.
tercatat meningkat 20,15 hektar menjadi Penigkatan yang terjadi pada kedua
lahan kritis. Kondisi lahan agak kritis Kelurahan ini lebih disebabkan oleh faktor
mengalami penurunan di kawasan lindung menurunnya kondisi sistem menejemen lahan
seluas 9,92 hektar dan 50,07 hektar di pada kawasan lindung, menurunya tingkat
kawasan budidaya, namun mengalami produktivitas lahan dari kategori sedang
peningkatan di kawasan penyangga seluas menjadi sangat rendah pada fungsi kawasan
11,86 hektar. Lahan potensial kritis secara budidaya dan tingkat bahaya erosi tanah yang
umum mengalami penurunan dengan wilyah menjadi sangat berat pada fungsi kawasan
terluas terdapat di kawasan budidaya sebesar penyangga serta tidak lengkapnya menejemn
124,32 hektar dan di kawasan lindung lahan.
sedikitnya 4,26 hektar dan meningkat 26,52
hektar di kawasan penyangga. Sedangkan
untuk lahan tidak kritis mengalami
peningkatan 7,34 hektar pada kawasan
lindung dan terbanyak 159,14 hektar untuk
kawasan budidaya, namun perlu diperhatikan
bahwa lahan yang tidak kritis mengalami
penurunan seluas 68,66 hektar. Berikut
Rekomendasi
√ Kecamatan Gunungpati dalam penataan
ruang pada masa mendatang lebih
diprioritaskan sebagai kawasan hijau
dengan vegetasi-vegetasi yang mampu
Gambar 14
Peta Perubahan Kekritisan Lahan di Kecamatan mereduksi kekritisan lahan di Kecamatan
Gunungpati 2006 – 2010 Gunungpati pada khususnya, dan dapat
menjaga debit limpasan Sungai Garang
Peningkatan lahan tidak kritis menjadi
pada umunya sehingga mampu
lahan agak kritis (EC) seluas 89,32 hektar
meminimalisir banjir di Kota Semarang.
dengan wilayah terluas terdapat di Kelurahan
Usaha ini dapat merujuk pada Instruksi
Sumurrejo 14,16 hektar dan di Kelurahan
Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun
Patemon seluas 12,97 hektar. Faktor yang
1988 Tentang Penataan Ruang Terbuka
menyebabkan peningkatan kekritisan lahan di
Hijau Di Wilayah Perkotaan.
dua kelurahan ini secara umum adalah
√ Memberdayakan lahan-lahan tidur
menurunyya kondisi tutupan tajuk yang
(tegalan, tanah kosong) sesuai aturan
sangat drastis dari semulanya sangat baik
konservasi tanah. Pemberdayaan lahan
menjadi buruk bahkan ada yang menjadi
tidur ini nantinya mampu meningkatkan
sangat buruk pada kawasan lindung dan
nilai lahan itu sendiri baik terutama dari
kawasan penyangga.
segi produktivitas.
KESIMPULAN& REKOMENDASI
Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan
√ Peningkatan kekritisan lahan di
Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada
Kecamatan Gunungpati lebih didominasi University Press, Yogyakarta.
pada perubahan lahan tidak kritis
Atmojo, Suntoro Wongso. 2008. “Peran
menjadi lahan potensial kritis seluas
Agroforestri Dalam Menanggulangi
249,94 hektar dengan wilayah terluas Banjir dan Longsor DAS”, Disajikan
terdapat di Kelurahan Kalisegoro 67,14 dalam dalam Seminar Nasional
hektar dan di Kelurahan Sumurrejo Prndidikan Agroforestry Sebagai Strategi
seluas 31,34 hektar. Menghadapi Pemanasan Global di
√ Dari perubahan-perubahan tingkat Fakultas Pertanian, UNS. Solo.
kekritisan lahan di Kecamatan