Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian
yang tinggi di instalasi perawatan intensif. Gagal napas terjadi bila pertukaran
oksigenterhadap karbondioksida dalam paru–paru tidak dapat memelihara laju
konsumsi oksigen (O2) dan pembentukan karbon dioksida (CO2) dalam sel-sel
tubuh. Hal ini mengakibatkan tekanan oksigen arteri kurang dari 50 mmHg
(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbon dioksida lebih besar dari 45 mmHg
(Hiperkapnia). Gagal napas masih menjadi penyebab angka kesakitan dan
kematian yang tinggi di ruang perawatan intensif (Brunner& Suddarth, 2002).
Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal napas adalah obstruksi
jalan napas.Obstruksi jalan napas merupakan kondisi yang tidak normal akibat
ketidak mampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental
atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak
efektif (Hidayat, 2005).

Hasil studi di Jerman dan Swedia melaporkan bahwa insidensi gagal napas
akut pada dewasa 77,6-88,6 kasus/100.000 penduduk/tahun. The American-
European Consensus on ARDS menemukan insidensi Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) antara 12,6-28,0 kasus/100000 penduduk/tahun serta kematian
akibat gagal napas dilaporkan sekitar 40%. Berdasarkan data peringkat 10
Penyakit Tidak Menular (PTM) yang terfatal menyebabkan kematian berdasarkan
Case Fatality Rate (CFR) pada rawat inap rumah sakit pada tahun 2010, angka
kejadian gagal napas menempati peringkat kedua yaitu sebesar 20,98%
(Kementerian Kesehatan RI, 2012). Data yang diperoleh dari buku registrasi
pasien RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mulai dari bulan Januari-Oktober
2013 total pasien yang dirawat di ICU adalah sebanyak 411 pasien dan yang
mengalami kejadian gagal napas sebanyak 132 pasien (32,1 %). Rata-rata pasien
yang dirawat di ICU adalah 41-42 pasien/bulan dan rata- rata yang mengalami
kejadian gagal napas adalah 13-14 pasien/bulan serta 10-11 pasien/bulan
meninggal akibat gagal napas (Berty, 2013).
Penanganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi pada
pasien kritis adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lendir (suction)
dengan memasukkan selang kateter suction melalui hidung/mulutyang bertujuan
untuk membebaskan jalan napas, mengurangi retensi sputum dan mencegah
infeksi paru (Nurachmah & Sudarsono, 2000).
Menurut Wiyoto (2010), apabila tindakan suction tidak dilakukan pada
pasien dengan gangguan bersihan jalan napas maka pasien tersebut akan
mengalami kekurangan suplai O2(hipoksemia), dan apabila suplai O2 tidak
terpenuhi dalam waktu 4 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang
permanen. Cara yang mudah untuk mengetahui hipoksemia adalah dengan
pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2) yang dapat mengukur seberapa
banyak prosentase O2 yang mampu dibawa oleh hemoglobin. Pemantauan kadar
saturasi oksigen adalah dengan menggunakan alat oksimetri nadi (pulse
oxymetri), dengan pemantauan kadar saturasi oksigen yang benar dan tepat saat
pelaksanaan tindakan penghisapan lendir, maka kasus hipoksemia yang dapat
menyebabkan gagal napas hingga mengancam nyawa bahkan berujung pada
kematian bisa dicegah lebih dini.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh suction terhadap kadar saturasi oksigen
1.3 Manfaat
A. Manfaat Praktis
Menambah ilmu pengetahuan perawat tentang suction terhadap perubahan
kadar saturasi oksigen
B. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pemberian intervensi
keperawatan
BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORITIS
2.1 Metode Pencarian
Analissi jurnal ini menggukan 3 (dua) media atau metode pencarian jurnal,
yaitu sebagai berikut :
1. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan alamat situs :
www.pnri.go.id
2. ncbi dengan alat situs : https://www.ncbi.nlm.nih.gov
3. Google Schoolar dengan alamat situs: : http://scholar.google.co.id

2.2 Konsep Tentang Teoritis


A. Saturasi Oksigen (SpO2)
1. Definisi
Saturasi oksigen adalah ukuran seberapa banyak presentase oksigen yang
mampu dibawa oleh hemoglobin. Oksimetri nadi merupakan alat non invasif
yang mengukur saturasi oksigen darah arteri pasien yang dipasang pada
ujung jari, ibu jari, hidung, daun telinga atau dahi dan oksimetri nadi dapat
mendeteksi hipoksemia sebelum tanda dan gejala klinis muncul (Kozier &
Erb, 2002).
2. Cara Kerja Oksimeter Nadi Oksimetri
Nadi merupakan pengukuran diferensial berdasarkan metode absorpsi
spektofotometri yang menggunakan hukum Beer-Lambert (Welch, 2005).
Probe oksimeter terdiri dari dua diode pemancar cahaya Light Emitting
Diode (LED) satu merah dan yang lainnya inframerah yang mentransmisikan
cahaya melalui kuku, jaringan, darah vena, darah 7 http://digilib.unimus.ac.id
arteri melalui fotodetektor yang diletakkan di depan LED. Fotodetektor
tersebut mengukur jumlah cahaya merah dan infamerah yang diabsorbsi oleh
hemoglobin teroksigenasi dan hemoglobin deoksigenasi dalam darah arteri
dan dilaporkan sebagai saturasi oksigen (Kozier & Erb, 2002). Semakin
darah teroksigenasi, semakin banyak cahaya merah yang dilewatkan dan
semakin sedikit cahaya inframerah yang dilewatkan, dengan menghitung
cahaya merah dan cahaya infamerah dalam suatu kurun waktu, maka saturasi
oksigen dapat dihitung (Guiliano K. , 2006).
3. Nilai Normal Saturasi Oksigen
Kisaran normal saturasi oksigen adalah > 95% (Fox, 2002), walaupun
pengukuran yang lebih rendah mungkin normal pada beberapa pasien,
misalnya pada pasien PPOK (Fox, 2002).
4. Faktor Yang Mempengaruhi Saturasi Oksigen
Faktor yang mempengaruhi ketidakakuratan pengukuran saturasi oksigen
adalah sebagai berikut; perubahan kadar Hb, sirkulasi yang buruk, aktivitas
(menggigil/ gerakan berlebihan) ukuran jari terlalu besar atau terlalu kecil,
akral dingin, denyut nadi terlalu kecil, adanya cat kuku berwarna gelap
(Kozier & Erb, 2002).
B. Hisap Lendir (Suctioning)
1. Definisi
Penghisapan lendir adalah suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari
saluran nafas dengan menggunakan suatu catheter suction yang dimasukkan
melalui hidung atau rongga mulut ke dalam pharing atau sampai trachea.
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan
jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang
adekuat dengan cara mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri (Timby, 2009).
2. Indikasi
Indikasi dilakukannya penghisapan adalah adanya atau banyaknya sekret
yang menyumbat jalan nafas, ditandai dengan : hasil auskultasi : ditemukan
suara crackels atau ronkhi, nadi dan laju pernafasan meningkat, sekresi
terlihat di saluran napas atau rangkaian ventilator, permintaan dari klien
sendiri untuk dilakukan penghisapan lender dan meningkanya peak airway
pressure pada mesin ventilator (Lynn, 2011)
3. Tujuan
Tujuan penghisapan lendir adalah untuk membersihkan lendir dari jalan
nafas, sehingga patensi jalan nafas dapat dipertahankan dan meningkatkan
ventilasi serta oksigenasi. Penghapusan sekresi tersebut juga meminimalkan
risiko atelektasis (Kozier & Erb, 2002). Selain itu juga untuk mendapatkan
sampel lendir dalam menegakkan diagnosa.
4. Jenis Kanul suction
Jenis kanul suction yang ada dipasaran dapat dibedakan menjadi Open
Suction dan Close Suction. Open Suction merupakan kanul konvensional,
dalam penggunaannya harus membuka konektor sirkuit antara ventilator
dengan ETT/ pasien, sedangkan Close Suction: merupakan kanul dengan
sistem tertutup yang selalu terhubung dengan sirkuit ventilator dan
penggunaanya tidak perlu membuka konektor sehingga aliran udara yang
masuk tidak terinterupsi.
5. Ukuran dan Tekanan Suction
Ukuran kanul suction yang direkomendasikan (Lynn, 2011)adalah;
a. Anak usia 2-5 tahun : 6-8F
b. Usia sekolah 6-12 tahun : 8-10F
c. Remaja-dewasa : 10-16F
Adapun tekanan yang direkomendasikan Timby (2009) tekanan suction
Usia Suction dinding Suction Portable Dewasa 100-140 mmHg 10-15 mmHg ,
Anak-anak 95-100 mmHg 5-10 mmHg, Bayi 50-95 mmHg 2-5 mmHg
6. Prosedur Pelaksanaan
Berikut prosedur penghisapan lendir pada pasien yang terpasang ETT di;
a. Siapkan peralatan, antara lain :
1) Mesin suction / suction source / regulator suction dengan botolnya
(container)
2) Pipa penyambung
3) Suction cahteter dengan nomor yang sesuai,
4) Air steril dalam tempat yang steril,
5) 1 Sarung tangan steril, 1 non steril,
6) Goggles (bila perlu),
7) Resuscitation bag yang telah dihubungkan dengan O2 100%,
8) Stetoscope.
b. Cuci tangan,
c. Jelaskan prosedur dan tujuan kepada pasien / keluarga,
d. Pastikan peralatan suction berfungsi dengan baik, atur daya hisap sesuai
kebutuhan pasien, yaitu 110-150 mmHg untuk orang dewasa, 95-110
untuk anak-anak dan 50-95 mmHg untuk bayi,
e. Buka pembungkus suction catheter,
f. Pakai sarung tangan steril pada tangan yang lebih dominan, non steril
pada tangan yang lain kemudian hubungkan suction catheter dengan
selang penghubung ke botol,
g. Lakukan hiperoksigenasi 100 % selama 2-3 menit dengan resuscitator
bag atau fasilitas yang ada di ventilator,
h. Masukkan suction catheter ke dalam mulut dalam keadaan tidak
menghisap secara cepat dan lembut sampai ada reflek batuk, tarik sekitar
1 cm, kemudian ditarik dalam keadaan menghisap secara rotasi dengan
tangan memakai sarung tangan steril, catheter suction hanya boleh 10-15
detik didalam mulut,
i. Bilas suction cahteter dengan air steril, sementara untuk perawat kedua
lakukan hiperoksigenasi dengan resuscitator bag atau fasilitas yang ada di
ventilator
j. Lakukan kembali pengisapan : bila sekret kental, melakukan bronchial
washing (SOP Bronchial Washing)
k. Buang suction catheter ke tempat yang telah ditentukan
6. Komplikasi
Sedangkan komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan hisap lendir/
suctioning adalah ; hipoksemia, trauma jalan nafas, infeksi nosocomial dan
disritmia jantung respiratory arrest, disritmia Jantung, hipertensi atau
hipotensi, bronkhospasme, perdarahan pulmonal, nyeri dan kecemasan
(Kozier & Erb, 2002).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Author Judul Metode Hasil Source
Wijaya dan penelitian Hasil penelitian ini setelah dilakukan schoolar
PERUBAHAN
Agustin kualitatif, dengan tindakan suction pada pasien yang terpasang
SATURASI
pendekatan study endotracheal tube saturasi oksigen pasien
OKSIGEN PADA
fenomenology mengalami penurunan antara 4-10%. Respon
PASIEN KRITIS
pasien saat terjadi perubahan saturasi
YANG
oksigen yaitu sesak napas, HR meningkat,
DILAKUKAN
PCO2 meningkat, gelisah, hipoksia dan
TINDAKAN
hiperventilasi
SUCTION
ENDOTRACHEAL
TUBE

Kitong dan PENGARUH Pre Eksperimen Dengan jumlah responden sebnyak 16 orang
Mulyadi TINDAKAN dengan terdapat perbedaan kadar saturasi oksigen
PENGHISAPAN menggunakan sebelum dan sesudah diberikan tindakan
LENDIR rancangan penghisapan lender dimana terdapat selisih
ENDOTRAKEAL TUBE penelitian One- nilai kadar saturasi oksigen sebesar 5,174 %
(ETT) TERHADAP Group Pretest- dan nilai p-value =0,000 (α< 0.05)
KADAR SATURASI Posttest Design
OKSIGEN
Martha PENGARUH DEPTH quasi eksperiment Dengan jumlah sampel sebanyak 20 PNRI
SUCTION dan responden Tidak terdapat perubahan
SHALLOW SUCTION hemodinamik pada depth suction. Namun,
TERHADAP terdapat perubahan tekanan darah sistolik
PERUBAHAN dan MAP (p < 0,05) pada shallow suction.
HEMODINAMIK Tidak menunjukkan perubahan
hemodinamik yng bermakna pada kedua
kelompok.
Sumara EFEKTIFITAS Pre eksperimen Dari hasil uji statistik dengan Wilcoxon
HIPEROKSIGENASI Signed Rank Test diperoleh p-value
PADA PROSES = 0,001 (α <0,05). Berdasarkan hasil ini H1
SUCTIONING diterima, itu berarti efektif dalam prosedur
TERHADAP penyedotan pada pasien. Dengan demikian,
SATURASI OKSIGEN dapat disimpulkan bahwa
hipoksoksigenasi efektif dalam prosedur
penyedotan untuk saturasi oksigen.
Dilek dan Refia Effects of open and quasy eksperiment Perbedaan antara denyut jantung (HR) dan
closed suction systems on tekanan darah rata-rata, rata-rata PaO2 dan
the haemodynamic PaCO2, SaO2 dan nilai pH yang diukur
parameters in cardiac sebelumnya, tepat setelah pada menit ke-5
surgery patients dan ke-15 sebelum dan setelah penyedotan
Elsaman Effect of Application of quasy eksperiment ada peningkatan yang signifikan dalam (IOSR-
Endotracheal Suction volume tidal pernapasan, tekanan parsial JNHS
Guidelines on oksigen arteri, dan saturasi oksigen arteri.
Cardiorespiratory
Parameters of
Mechanically
Nizar dan Haryati PENGARUH SUCTION Quasy uji paired samples T test dengan nilai signifikasi
TERHADAP KADAR Eksperimental (p) adalah 0.000, dimana nilai tersebut p<0.05.
SATURASI OKSIGEN Artinya ada beda rata rata nilai saturasi oksigen
PADA PASIEN KOMA DI sebelum tindakan suction dengan setelah
Dr. MOEWARDI tindakan suction. Selisih saturasi oksigen adalah
SURAKARTA -1.79, artinya nilai saturasi oksigen sebelum
TAHUN 2015 dilakukan suction lebih kecil dibanding nilai
saturasi oksigen setelah dilakukan suction
3.2 Pembahasan
A. Artikel ini dipublikasikan oleh stikes kusuma husada dengan peneliti wijaya dan
agustin tahun 2015, penelitian ini bertujuan perubahan saturasi oksigen setelah
tindakan suction. Dengan melihat data dari perawat yang ada diruuangan
tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti didapatkan pernyataan,
patisipan 1 mengatkan setelah dilakukan tindakan suction saturasi pasien turun
8-10%. Responden 2 mengatakan kalau suction nya tidak begitu lama terjadi
penurunan saturasi 4%. Partisipan 3 megungkapkan terjadi penurunan 5- 10%
dan partisipan 4 mengungkapkan terjadi penurunan saturasi sebesar 10%.
Observasi yang dilakukan peneliti terhadap tiga pasien yang terpasang
endotracheal tube dan dilakukan tindakan suction di ICU RSUD dr. Moewardi
setelah dilakukan suction pasien mengalami penurunan saturasi oksgen antara 3-
7%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maggiore, et all (2013) bahwa tindakan
suction ETT dapat memberikan efek samping antara lain terjadi penurunan kadar
saturasi
B. Artikel ini diteliti oleh kitong dan mulyadi, peneliti ini bertujuan untuk melihat
pengaruh penghisapan lender terhadap kadar saturasi oksigen. Didapatkan bahwa
kadar saturasi oksigen setelah dilakukan tindakan suction mengalami penurunan
nilai kadar saturasi oksigen. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Maggiore, et all (2013) dimana 46,8% responden yang ditelitinya mengalami
penurunan saturasi oksigen. Maggiore juga menyatakan bahwa tindakan suction
ETT dapat memberikan efek samping antara lain terjadi penurunan kadar
saturasi oksigen >5%. Sebagian besar responden yang mengalami penurunan
kadar saturasi oksigen secara signifikan pada saat dilakukan tindakan
penghisapan lendir ETT yaitu terdiagnosis dengan penyakit pada sistem
pernapasan, terlebih pada responden nomor urut 13 yang mengalami penurunan
sebesar 7% nilai kadar saturasi oksigen terdiagnosis secara medis dengan “gagal
napas ec. empisema”.
C. Hasil penelitian oleh Martha. Pengaruh depth suction dan shallow suction
terhadap perubahan hemodinamik. tekanan darah sistolik pada Dinamika
Kesehatan, 108 depth suction adalah mean 139,90 sedangkan nilai rata – rata
tekanan sistolik pada shallow suction adalah 132,30. Dari hasil uji statistik
didapatkan p value sebesar 0,434 > α (0,05), nilai rata- rata tekanan darah
diastolik pada depth suction adalah mean 78,7 sedangkan nilai rata – rata
tekanan diastolik pada shallow suction adalah 76,5. MAP pada depth suction
adalah mean 98,7 sedangkan nilai rata – rata tekanan MAP pada shallow suction
adalah 95. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0,518 > α (0,05).
Saturasi oksigen pasien dengan depth suction yaitu 98,7 sedangkan pada pasien
yang menggunakan shallow suction sebesar 98,2. Hasil uji statistik didapatkan p
value 0,360 > α (0,05)
D. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumara tahun 2015, yang beertujuan untuk
melihat efektivitas pengggunakan suction. Berdasarkan hasil penilaian saturasi
sebelum dilakukan hiperoksigenasi pada prosedur suctioning dari 20 pasien
didapatkan 17 pasien (85%) hasil saturasi oksigennya 95%-100% dan 3 pasien
(15%) hasil saturasi oksigennya < 95%. Berdasarkan hasil penilaian saturasi
sesudah dilakukan hiperoksigenasi pada prosedur suctioning dari 20 pasien
didapatkan 18 pasien (90%) hasil saturasi oksigennya 95%-100% dan 2 pasien
(5%) hasil saturasi oksigennya < 95%. Nilai saturasi oksigen yang normal untuk
orang dewasa adalah 95-100% (Kozier & Erb, 2009). Berdasarkan hasil
penelitian didapati bahwa hasil saturasi oksigen setalah dilakukan
hiperoksigenasi pada proses suctioning, saturasi oksigen pasien meningkat dan
ada yang bertahan di nilai yang sama. penelitian yang dilakukan dari Pritchard,
Flenady, Woodgate (2001) menyatakan SaO2 pada kelompok preoksigenasi
lebih tinggi daripada kelompok yang tidak memperoleh hiperoksigenasi. Pasien
yang mengalami masalah pada sistem pernapasan terutama iritasi kronis pada
saluran pernapasan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah sel-sel
globet penghasil mucus/lendir sehingga dapat meningkatkan jumlah mucus pada
pasien yang mengalami masalah sistem pernafasan oleh karena itu sangat
diperlukan tindakan penghisapan lender
E. Hasil penelitian yang dilakukan oleh dilek dan refia dengan judul penelitian
Effects of open and closed suction systems on the haemodynamic parameters in
cardiac surgery patients, bahwa SpO2 rata-rata awal adalah 98⋅10 ± 1⋅90% dan
menurun sampai 96⋅71 ± 2⋅72% selama dilakukan suction beberapa detik
selanjutnya SpO2 meningkat secara bertahap menjadi 97⋅65 ± 2⋅11% 5 menit
setelah prosedur dan 98⋅01 ± 2⋅03% 15 menit pasca-prosedur. Perbedaan SpO2
rata-rata antara enam ukuran secara statistik signifikan (p <0⋅05). Berarti SpO2
secara bertahap meningkat segera pasca suction ke 98⋅55 ± 0⋅76% pasca-
prosedur, tidak berubah , nanti akan terjadi perubahan 5 menit pasca suction.
Perbedaan antara SpO2 awal dan nilai selama selesai suction pertama (p> 0⋅05),
tapi adalah perbedaan yang signifikan antara mean awal SpO2 dan nilai-nilai
selama suction kedua berlalu, post suction pertama perubahan saturasinya setelah
5 menit dan perubahan post sucyion kedua setelah 15 menit.
F. Hasil penelitian yang dilakukan oleh elsaman dengan judul penelitian Effect of
Application of Endotracheal Suction Guidelines on Cardiorespiratory Parameters
of Mechanically, mengungkapkan perbandingan antara kelompok kontrol dan
kelompok belajar mengenai hasil PaO2, SaO2 dan PaCO2 pada saat sebelum 1,
10 dan 30 menit setelah ES. Dengan hasil PaO2, SaO2 dan PaCO2 tidak ada
perbedaan statistik yang signifikan antara kedua kelompok (P =0,865, 0,991 dan
0,586 secara bersamaan). Di sisi lain dalam kelompok studi, setelah hisap PaO2
meningkat secara signifikan pada 1 dan 10 menit (P = 0,001 dan 0,052 secara
bersamaan) dan SaO2 meningkat secara signifikan pada 1, 10 dan 30 menit
(0,000, 0,000 dan 0,019 secara bersamaan). Mengenai nilai setelah suction
PaCO2, tidak ada statistic varians yang signifikan antara kedua kelompok pada
1, 10 dan 30 menit (P = 0,449, 0,814 dan 0,906 ). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa peningkatan signifikan pada kelompok kontrol lebih dari
pada kelompok pembandingi yang kembali ke status dasar setelah 30 menit
dalam kelompok studi dibandingkan dengan sebelum suction. Ini dikarenakan
akan terjadi iritasi oleh gerakan tabung hisap ditambah disertai rasa takut, rasa
sakit dan stres yang disebabkan oleh teknik suction itu sendiri. Hal sesuai dengan
pernyataan oleh Keykha dkk. yang membandingkan efek dari suction standar
dan metode rutin pada tanda-tanda vital, saturasi oksigen darah arteri di ICU
ketika mereka menemukan bahwa ES juga disebabkan peningkatan HR dalam
dua kelompok, tetapi dalam kelompok belajar, HR kembali ke status dasar
setelah lima menit. hipoksemia dapat menyebabkan ketidakstabilan
hemodinamik. Hasil ini sejalan dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada tekanan darah sebelum
atau setelah suction.
G. Dari penelitian Nizar dan Haryati dengan judul pengaruh suction terhadap kadar
saturasi oksigen, Tahap pelaksanaan memilih responden sesuai dengan kriteria
inklusi sampel dan melakukan inform confirm terhadap penanggung jawab
pasien. Setelah itu peneliti mengukur saturasi oksigen sebelum tindakan suction
dan mengukur kembali saturasi oksigen setelah tindakan suction pada kurun
waktu 1 jam pertama responden mendapatkan perawatan dihari pertama.
Kemudian tindakan suction dilakukan sebanyak 4 kali dalam rentang waktu 2
jam. Data pre saturasi oksigen diambil dari tindakan
suction yang pertama dan data post diambil dari tindakan suction yang keempat
selang waktu 10 detik.. Dengan hasil terjadi perbedaan nilai rata-rata saturasi
oksigen sebelum tindakan suction dengan setelah tindakan suction. Selisih rata-
rata nilai saturasi oksigen sebelum dan setelah tindakan suction adalah -1.79%
yang artinya ratarata nilai saturasi oksigen sebelum dilakukan suction lebih kecil
dibanding nilai saturasi oksigen sesudah dilakukan suction. Hal tersebut
dikarenakan sumbatan jalan napas yang menghambat oksigen masuk kedalam
paru-paru sudah dikeluarkan dengan tindakan suction. Sehingga peneliti
melakukan tindakan suction sesuai dengan standar operasional prosedur untuk
membebaskan sumbatan jalan napas terutama sekret.

1.4 Implikasi Keperawatan

Terapi ini dapat dijadikan alternative pengganti dalam pemberian intervensi


keperawatan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
Obstruksi jalan napas merupakan kondisi yang tidak normal akibat ketidak
mampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau
berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak
efektif (Hidayat, 2005). Penanganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi
sekresi pada pasien kritis adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lendir
(suction) dengan memasukkan selang kateter suction melalui hidung/mulutyang
bertujuan untuk membebaskan jalan napas, mengurangi retensi sputum dan
mencegah infeksi paru (Nurachmah & Sudarsono, 2000). Menurut Wiyoto (2010),
apabila tindakan suction tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan bersihan
jalan napas maka pasien tersebut akan mengalami kekurangan suplai
O2(hipoksemia), dan apabila suplai O2 tidak terpenuhi dalam waktu 4 menit maka
dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Cara yang mudah untuk
mengetahui hipoksemia adalah dengan pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2)
yang dapat mengukur seberapa banyak prosentase O2 yang mampu dibawa oleh
hemoglobin. Pemantauan kadar saturasi oksigen adalah dengan menggunakan alat
oksimetri nadi (pulse oxymetri), dengan pemantauan kadar saturasi oksigen yang
benar dan tepat saat pelaksanaan tindakan penghisapan lendir, maka kasus
hipoksemia yang dapat menyebabkan gagal napas hingga mengancam nyawa
bahkan berujung pada kematian bisa dicegah lebih dini
4.2 SARAN

1. Bagi Perawat

Diharapkan literature review ini khususnya bagi perawat dapat menambah


referensi tentang pengaruh penggunaan suction terhadap kadar saturasi oksigen.

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan analisis jurnal pengaruh penggunaan suction terhadap kadar saturasi


oksigen menjadi salah satu tindakan pada pasien dengan gangguan bersihan jalan
nafas dalam upaya peningkatan pelayanan dirumah sakit
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, Agustin. 2014. Pengaruh saturasi oksigen terhadap pasien kritis yang dilakukan
tindakan suction Di RSUD Moewardi Surakarta
Kitong, Mulyadi. 2015. Pengaruh Tindakan penghisapan lender Terhadap Kadar
Saturasi Oksigen Pada Pasien Di RSUP Dr. R.D Kandou Manado
Superdana, Sumara. 2015. Efektifitas hiperoksigenasi Pada Proses Suctioning Terhadap
Saturasi Oksigen Pasien Di RSUD Husada Utama
Dilek, Regia. 2014. Effects of open and closed suction systems on the
haemodynamic parameters in cardiac surgery patients
Nizar, Haryati. 2015. Pengaruh Suction Terhadap Kadar Saturasi Oksigen Di RSUD
Moewardi Surakarta

Anda mungkin juga menyukai